Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Mau Jadi Ghostwriter? Wah enak ya jadi ghoswriter, bisa nulis banyak, duitnya banyak, nggak perlu bertanggung jawab ke pembaca karena namanya “nggak muncul” di cover buku. Apa iya begitu? Mari kita lihat bersama-sama.
1. Ghostwriter adalah penulis yang menuliskan sesuatu atas nama orang lain dan nama kita tidak dicantumkan.
2. Tidak ada nama di dalam tulisan yang kita buat itu sering kali jadi masalah ketika tulisan tersebut booming.
3. Naluri untuk mengatakan itu karya saya, cenderung sangat besar untuk mereka yang belum terbiasa jadi ghostwriter.
Padahal ini sudah tercantum dalam kesepakatan ghostwriter tidak boleh menyebut dirinya menulis apa dan untuk siapa.
4. Oleh karena itu pikirkan betul ketika mau jadi ghostwriter, ikhlas, atau nggak rela kalau tulisannya diakui sebagai tulisan orang lain. Kalau tidak ikhlas jangan jadi ghostwriter.
5. Kalau bisa ikhlas baru anda boleh menjajal posisi ghostwriter 😂 Karena sudah tidak pingin nama dan tidak pingin pengakuan bahwa itu karya anda.
6. Karena peliknya urusan nama, kalau saya menyarankan pastikan saja uang yang anda terima dari klien cukup layak mengganti keikhlasan anda. Negokan dengan baik, karena begitu anda lepas anda tak berhak apapun atas naskah itu.
7. Jangan juga egois karena hilang hak cipta, anda jual jasa sangat mahal. Ntar nggak ada yang pakai jasa anda, njur stres pula. Yang penting menurut anda sesuai, ya terima saja.
8. Karenanya mau ada kerjaan ghostwriter, penulisan biografi atau tidak, saya tetap menulis. Sesibuk apapun urusan pas sekolah yang bikin so busy ya harus nulis, karena kalau kita punya naskah cadangan dan bisa terus terbit, kita bisa menaikkan posisi tawar kita.
9. Punya cukup banyak buku terbit juga membuat kita lebih tenang. Kalau royalti tak banyak bisa membantu mendagangkan buku. Hei, royalti penulis hanya 10% potong pajak 15%. Tapi jual buku sendiri, pasti anda dapat 30%.
10. Jadi ghostwriter itu cara cepat punya duit banyak dari menulis, tapi ya itu lah anda harus cukup ikhlas kalau tulisan anda diakui sebagai milik orang lain. Dan ini tidak mudah lhooo 😀
Kalau saya ikhlas saja. Nanti untuk diri sendiri ya tulis lagi karya versi saya.
Salah satu sisi atap Masjid Nabawi, Madinah. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Indonesia negeri muslim terbesar di dunia. Dari 300an juta penduduk (cmiiw) sekitar 80 persen itu penganut agama Islam (atau sekitar 240 juta). Jumlah yang besar dan berasal dari berbagai ras, suku, latar belakang, organisasi keagamaan, pandangan politik, kelas sosial, pendidikan, warna kulit, dll yang berbeda-beda.
Jelas nggak sama pula pemahaman dan pandangannya tentang Islam. Ada banyak kaum alim ulama, banyak kaum terdidik dengan tradisi Islam kuat (lulusan pesantren-pesantren), banyak yang hafal Quran, dan tentu banyak pula yang awam serta nanggung.
Ada pula yang ekstrem fanatiknya, hingga lupa kalau mereka itu tinggal di Indonesia dengan ragaman penduduk yang berbeda dan nggak semuanya beragama Islam.
Di Indonesia, sudah banyak kasus berlatar agama yang digoreng sana sini hingga memunculkan kekisruhan yang merugikan umat Islam.
Pernah tahu warung atau resto yang rame laris manis, langsung kukut bangkrut begitu diisukan babi atau tikus? Atau dituduh syirik karena pake penglaris dan langsung sepi nyenyet?
Pernah mendengar keributan polemik lebar tentang halal (boleh) mengucapkan selamat natal atau haram (nggak boleh, dilarang)?
Pernah mengerti kasus “diam-diaman” warga sesama muslim gegara sholat Shubuh pakai Qunut dan yang nggak pakai? Atau keributan warga tentang sholat tarawih 11 rakaat (dengan witir) atau 23 rakaat (dengan witir)?
Pernah membaca kasus di pemakaman umum desa, warga muslim menolak pemakaman warga non muslim?
Pernah mendengar kasus warga menyapu, mengepel rumahnya setelah didatangi warga lain yang non golongannya (sesama Islam)?
Pernah tahu ibu ibu yang kecelakaan kesrimpet roda motornya gegara gamis nya over klengsreh lebar terkena angin dan masuk jeruji?
Sering dengar suara suara yang bilang kerja sama atau kerja pada nonmuslim itu duitnya haram, karena mereka sebut nama-nama Tuhan selain Allah.
Sering membaca komenan di sosmed, perempuan pakai bikini/baju renang two pieces di pantai (mayoritas publik figur) malah disuruhnya pakai jilbab menutup aurat?
Sering mendengar perlakuan ekstrem, sarkas atau menghakimi sebagian muslim lain gegara masih makan minum pizza hut, mcdonald’s, fanta, sprite, coca cola, starbuck dll yang dianggap pro zionis?
Dll kasus yang mestinya nggak bikin kisruh kalau kita punya tradisi crosscheck, apa ya istilahnya dalam Islam, tabbayun? (cmiiw) dan menghormati perbedaan karena pandangan dan pemahaman setiap muslim pun berbeda-beda terhadap Islam.
Lha mbok yakin, mayoritas umat Islam Indonesia itu Islam awam, karena keturunan, dan banyak pula yang Islam KTP.
Jadi yang merasa paham-paham Islam itu kalau baiknya kan ya memberi edukasi, membimbing biar muslim lainnya lebih mengerti. Bukannya malah menghakimi atau mutungan, memblokir, memutuskan silaturahmi hanya gegara hal-hal yang sebenarnya dia pun belum tentu tahu dasar-dasar pilihan orang lain.
Saya Islam sejak lahir karena bapak ibu saya Islam. Namun saya beneran memilih Islam secara sadar dan dewasa, setelah pencarian panjang saya akan Tuhan, itu sekira saat saya mau sarjana.
Sejak itulah saya berusaha “berislam dengan benar”, meskipun jelas masih banyak banget kurangnya, bolong-bolong ilmu, nggak paham ini itu, nggak sesuai aturan di sana sini. Saya yakin, Allah lebih tahu bahwa saya berusaha jadi muslim sebaik-baiknya mengikuti tuntunan Al Quran dan Hadis dengan teladan Nabi Muhammad SAW.
Yaa Robb, ampunilah semua dosa saya dan selamatkan saya lahir batin dunia akhirat. Yaa Rasulullah, saya mohon syafaatmu kelak di hari kiamat. Allahumma sholi ‘ala Muhammad wa ‘ala ‘ali Muhammad. Amiin YRA.
Dari banyak belajar, berguru, ikut pengajian, saya sepakat dengan anjuran “mudahkan dirimu dalam beragama”.
Salah satu nasihat yang saya ingat dari almarhum Mbah Moen, lebih kurang, “Kalau nggak kuat puasa Senin Kamis (sunnah) ya nggak usah puasa. Kalau nggak kuat tahajud ya nggak usah tahajud. Kalau nggak bisa sedekah banyak ya nggak usah sedekah banyak. Kalau nggak kuat ngaji (baca Quran) lama ya nggak usah ngaji lama. Kalau nggak mampu haji, ya nggak usah haji. Salah satu cara jadi muslim yang baik itu, milikilah hati yang baik.”
Nasihat sederhana yang isinya dalam banget, tapi terasa mudah dijalankan. Kita sebagai muslim hanya diminta memiliki hati yang baik. Padahal itu kalau dibreakdown atau dijabarkan, berarti kita harus baik dalam semua bidang kehidupan dengan segala aturan dan konsekuensinya.
Atau nasihat Gus Baha, lebih kurang, “Daripada kamu sholat tahajud tiap malam, lalu berdoa, terus sekian lama nggak kabul-kabul, kemudian kamu mempertanyakan keadilan Allah; lebih baik kamu malam hari tidur nyenyak, bangun pagi segar bugar, lalu mensyukuri nikmat Allah bisa tidur nyenyak.”
Nasihat yang mengutamakan kebaikan yang mudah daripada sesuatu yang terlihat baik, tapi njur bikin nggrundel atau mengeluhkan keadilan Allah.
Hidup beragama rasanya, versi saya jadi lebih mudah, lebih ringan. Beribadah sesuai kemampuan masing-masing. Pandangan kemudahan inilah yang dulu kala hingga sekarang tetap membuat saya “jatuh cinta” pada Islam.
Islam versi saya adalah agama yang penuh rahmat dan kasih sayang. Serangkaian aturan yang dirancang Allah untuk jadi panduan hidup yang mudah diikuti oleh setiap individu, dari berbagai latar belakang.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185).
Ayat ini menegaskan bahwa prinsip dasar dalam Islam adalah kemudahan (taysir) dan bukan kesulitan (ta’sir).
Mari kita lihat, beberapa kemudahan dalam Islam yang saya ingat. Kalau kemudahan ini diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan beragama, pasti membawa kedamaian dalam kehidupan sehari-hari.
Konsep Dasar Kemudahan dalam Islam
Kemudahan (taysir) adalah salah satu nilai inti dalam syariat Islam.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidaklah seseorang memberat-beratkan agama melainkan dia akan kalah (lelah). Maka bersikap luruslah, dekatilah kesempurnaan, dan bergembiralah.” (HR. Bukhari).
Penerapan kemudahan ini bukan berarti melonggarkan hukum atau mengabaikan aturan agama, tetapi menjadikannya seimbang dan relevan dengan kondisi manusia.
Prinsip ini mencakup aspek fleksibilitas dalam hukum syariat yang memungkinkan umat Islam bisa menjalankan agama dengan nyaman tanpa tekanan.
Kemudahan dalam Ibadah
Islam memberikan kemudahan dalam pelaksanaan ibadah, terutama ketika seseorang menghadapi kesulitan.
Contohnya:
Sholat: Jika seseorang tidak mampu berdiri karena sakit, mereka diperbolehkan shalat sambil duduk atau berbaring.
Rasulullah SAW bersabda: “Sholatlah sambil berdiri, jika tidak mampu maka sambil duduk, dan jika tidak mampu maka sambil berbaring.” (HR. Bukhari).
Puasa: Dalam bulan Ramadan, umat Islam yang sakit, dalam perjalanan, atau tidak mampu berpuasa karena alasan tertentu diperbolehkan untuk menggantinya di hari lain atau membayar fidyah.
Wudhu dan Tayamum: Ketika air tidak tersedia atau tidak dapat digunakan karena alasan kesehatan, Islam memperbolehkan tayamum sebagai pengganti wudhu.
Prinsip-prinsip ini menunjukkan betapa Islam memahami keterbatasan manusia dan memberikan alternatif yang praktis untuk tetap menjalankan ibadah.
Kemudahan dalam Muamalah (Interaksi Sosial)
Dalam aspek sosial, Islam mendorong keadilan, kebersamaan, dan fleksibilitas. Beberapa prinsip yang mencerminkan kemudahan dalam muamalah antara lain:
Hutang Piutang: Allah SWT berfirman:
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tangguh sampai dia memperoleh kelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 280).
Jual Beli: Islam melarang segala bentuk transaksi yang merugikan, seperti riba, gharar (ketidakjelasan), dan penipuan.
Namun, prinsip dasar dalam jual beli adalah keadilan dan kemudahan bagi kedua belah pihak.
Pernikahan: Islam menganjurkan kesederhanaan dalam pernikahan untuk memudahkan umatnya menikah.
Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah.” (HR. Abu Dawud).
Kemudahan dalam Menyikapi Perbedaan
Islam adalah agama universal dengan umat dari berbagai latar belakang budaya, bahasa, dan tradisi.
Dalam konteks ini, Islam mengajarkan toleransi dan kemudahan dalam menyikapi perbedaan:
Ijtihad dan Fatwa: Ketika tidak ada nash (teks Al-Qur’an atau hadis) yang jelas mengenai suatu masalah, ulama melakukan ijtihad untuk memberikan solusi yang relevan dengan kondisi zaman dan tempat.
Toleransi dalam Mazhab: Umat Islam dianjurkan untuk menghormati perbedaan pendapat antar mazhab dan tidak saling mencela.
Hubungan Antaragama: Islam mengajarkan untuk hidup berdampingan dengan damai dengan pemeluk agama lain.
Allah SWT berfirman: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam).” (QS. Al-Baqarah: 256).
Kemudahan dalam Menghadapi Ujian Hidup
Islam juga memberikan kemudahan dalam menghadapi berbagai ujian kehidupan, baik yang bersifat fisik, mental, maupun spiritual.
Beberapa cara Islam membantu umatnya meliputi:
Doa dan Zikir: Islam mengajarkan umatnya untuk selalu berdoa dan berzikir sebagai cara untuk mendapatkan ketenangan hati.
Pahala atas Kesabaran: Dalam hadis disebutkan bahwa ujian yang menimpa seorang Muslim dapat menjadi penghapus dosa jika dia bersabar dan bertawakal kepada Allah.
Keringanan dalam Syariat: Contohnya, seseorang yang tidak mampu berhaji karena kondisi finansial atau fisik tidak diwajibkan untuk menunaikannya.
Kesalahpahaman tentang Kemudahan dalam Islam
Kemudahan dalam Islam kadang disalahartikan oleh sebagian orang sebagai kebebasan tanpa batas. Namun, penting untuk memahami bahwa kemudahan dalam Islam tetap berada dalam koridor syariat.
Rasulullah SAW bersabda:
“Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barang siapa menjaga diri dari perkara syubhat, ia telah menjaga agamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kemudahan bukan berarti melanggar aturan atau mencari jalan pintas yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Implementasi Kemudahan dalam Kehidupan Sehari-hari
Berikut adalah beberapa cara praktis untuk mengimplementasikan prinsip kemudahan dalam kehidupan sehari-hari:
Beribadah sesuai kemampuan: Fokus pada kualitas ibadah, bukan hanya kuantitas.
Menghormati perbedaan pendapat: Jangan memaksakan pandangan pribadi kepada orang lain.
Menghindari sikap ekstrem: Bersikap moderat dalam menjalani agama agar tetap konsisten.
Memanfaatkan teknologi: Menggunakan aplikasi atau media digital untuk memudahkan belajar agama, seperti membaca Al-Qur’an, mendengarkan kajian, atau mengikuti kelas online.
Sungguh saya mengakui, Islam adalah agama yang menawarkan kemudahan. Prinsip taysir ini adalah bukti nyata bahwa Allah SWT menciptakan syariat sebagai panduan hidup yang fleksibel dan relevan dengan kebutuhan manusia.
Dengan memahami dan mengamalkan prinsip kemudahan ini, umat Islam dapat menjalani agama dengan lebih damai, seimbang, dan bahagia.
Mari kita jadikan prinsip kemudahan dalam beragama ini sebagai inspirasi dalam kehidupan sehari-hari. Tujuannya agar kita dapat menjadi individu yang taat beragama tanpa merasa terbebani, serta mampu menghadirkan kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain.
Ada banyak perbedaan pandangan, sikap, dan pilihan orang akan aturan Islam. Kalau itu semua ternyata berbeda dengan pandangan, sikap, dan pilihan kita; menurut saya, kalau tidak mengganggu kedamaian bersama; mari kita hargai saja.
Sungguh celakalah kita kalau menganggap diri lebih baik dari orang lain. Karena itu sudah termasuk dalam sikap sombong. Dan disebutkan dalam Islam, tidak akan pernah masuk surga orang yang di hatinya ada sedikit saja sikap sombong. Wallahua’lam.
Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Termasuk hal penting bagi penulis adalah soal disiplin. Kalau tidak ada acuan, pedoman, target yang jelas, biasanya bagi mereka yang awal-awal menulis, sulit untuk memiliki disiplin ini. Mari kita cek point-pointnya.
Mendisiplinkan orang lain jauh lebih mudah daripada mendisiplinkan diri sendiri. Apalagi untuk menulis.
10-30 menit sebenarnya bukan waktu yang lama untuk menulis setiap hari. Namun toh untuk disiplin itu, sulitnya tidak terbantahkan.
Sementara kita sudah membuat kerangka kerja, kalau kita tidak mau disiplin ya tetap saja naskah tidak jadi.
Disiplin diri ini tidak hanya ketika mulai untuk menulis. Namun dalam proses menulis pun tidak sedikit gangguan disiplin muncul.
Saya pun sering tidak disiplin, telat ini, salah itu, tidak tepat ini itu. Toh tidak disiplin yang manusiawi tentu masih bisa ditolerir.
Dan setiap kali saya menyadari, itulah kemanusiaan kita. Disiplin harus dibangun dari diri kita sendiri.
Berapa banyak penulis yang sudah memiliki kerangka kerja yang rapi dan sudah disepakati dengan klien, lalu ketika dalam proses penulisan menjadi mangkir dari draft. Itu terjadi karena dalam menulis, dia memikirkan lagi ini kalau begini mestinya begitu dan seterusnya. Lalu lupa pada kerangka kerja yang disepakati.
Disiplin juga berkaitan dengan masalah revisi. Beuuuh, revisi naskah itu lebih melelahkan dan lebih memusingkan daripada bikin naskahnya.
Kalau anda sudah masuk industry penulisan, revisi adalah hal yang sebisa mungkin dihindari. Toh, tak ada karya yang “sempurna” tanpa revisi.
Sekali anda tidak disiplin dalam revisi atau bahkan tidak merevisi, ya tidak apa-apa.
Naskah anda —kalau buku, mungkin tidak akan diterbitkan atau dipublikasi. Kalau scenario, mungkin direvisi orang lain dan anda tidak akan dipakai lagi. Sesimpel itu kalau di industri.
Disiplin juga berkaitan dengan deadline. Selamanya dalam industry pasti ada yang namanya deadline. Kalau deadline 4 Oktober, sebenarnya itu pasti masih ada 7 Oktober. Namun jadi penulis lebih baik memiliki deadline pribadi. Kalau diminta 4 Oktober, ya deadline lah 1 Oktober.
Anda bisa istirahat satu hari, lalu tanggal 3 Oktober memeriksa salah ketik dan lain lain administrative, baru menyetorkan ke pihak yang berkaitan. Aman dan tenang.
Disiplin juga perlu untuk masalah honor dan uang. Karena sudah terbiasa kerja tidak menentu dengan orang-orang yang sering kali baru juga; saya tidak terbiasa meminta uang muka.
Oke, begitu hitung hitungan disepakati dan naskah selesai, maka saya akan memberitahu klien untuk mengirim uang seluruhnya dan atau sesuai kesepakatan.
Baru naskah akan saya kirim dan proses revisi kami selesaikan. Jadi, tidak ada alasan kita tidak dibayar klien.
Kalau mereka tidak bayar, ya tidak apa-apa. Saya tidak mati karena orang yang mangkir janji.
Naskah bisa disetor untuk model kerja lainnya. Uang royalty yang sering tidak seberapa, tetap harus dikelola dengan disiplin.
Karena kalau anda tidak peduli dengan yang sedikit, bagaimana anda bersyukur dan Tuhan akan kasih yang besar?
Sejatinya penulis memang harus disiplin dalam banyak hal. Termasuk urusan kesehatan. Ketidakadaan jaminan dan kepastian semestinya membuat masing masing sadar, bahwa mengatur hidup sebaik baiknya adalah tugas yang tidak bisa dianggap ringan.
Namun kalau terbiasa ya mudah saja, lempeng saja. Tidak ada yang sulit kalau kita melakukan dengan kesadaran pribadi.
Tanpa disiplin, ada peluang seperti apapun bagusnya anda tidak akan bisa memanfaatkan.
Karena peluang di industry penulisan selalu berkaitan dengan naskah yang jadi. Lah, kalau anda tak punya naskah jadi karena tidak disiplin, apa yang mau ditawarkan?
Bukan ranah dan wewenang saya pula untuk mendisiplinkan anda. Karena sudah dewasa dan memiliki kesibukan yang berbeda.
Hanya perlu konsisten saja menulis itu. 10-30 menit setiap hari. Lalu naskah selesai.
Tak usah ngotot seperti yang banyak dituntut mentor penulisan sehari harus menulis sekian halaman. Bahkan menulis ebook dua hari jadi, lhah itu menulis apa? Copas dari mana saja?
Nulis cerpen saja (6-10 hlm), dua hari belum tentu jadi. Terus disuruh pernyataan segala hari ini tanggal itu mo jadi penulis, lha yang begitu itu yo nggo opo kalau versi saya. Untuk apa itu?
Prose menulis bukan sesuatu yang harus dideklarasikan ke khalayak.
Baru kalau anda sudah punya karya itu harus dideklarasikan ke mana-mana, agar mereka beli dan kantong anda gendut dengan royalty.
Bukan proses menulisnya. Bukannya apa-apa, bisa bisa justru ide ide anda yang dishare di public itu dicuri orang. Anda belum selesai tulis, yang setipe sudah beredar luas di pasaran.
Disiplinlah. Karena itu yang bisa menyelamatkan eksistensi sebagai penulis yang baik dan professional.
Pesan buku atau ikut kelas mentoring privat? Silakan wa.me/6281380001149.
Salah satu sisi di Masjid Nabawi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Saya senang, happy dengan pelayanan umroh yang diberikan oleh Dewangga. Berikut ini pengalaman saya:
Layanan Administrasi Proses administrasi sangat lancar. Tim Dewangga sangat membantu, profesional, dan ramah dalam menjelaskan persyaratan, jadwal, serta memastikan dokumen saya lengkap sebelum keberangkatan. Bahkan menyerahkan paspor, buku vaksin pun ada tanda terimanya
Sepertinya Dewangga perlu meminta data kesehatan (general check up) setiap jamaah agar yang berangkat ini nantinya tidak merepotkan kawan-kawan sekamarnya atau kalau sudah tahu nggak sehat, yo bawa pendamping to.
(Ini nggak harus keluarga yang ikut umroh. Bisa minta Dewangga mencarikan agar menemani dari pagi sampai malam, biasanya include paket kursi roda).
Jangan teman-teman sekamar suruh jadi perawat dadakan. Kita niy semua mau ibadah dan ini jelas ibadah fisik yang melelahkan.
Dewangga saya pikir juga perlu menyebar form dan dicek yang isinya siapa saja jamaah yang tidurnya ngorok, nggak bisa pake AC, nggak bisa lampu mati, nggak bisa kena bau minyak pijat (kayu putih, zaitun, dan koncokonconya) biar dikelompokkan dengan sesamanya.
Versi saya, sungguh kemarin itu ujian betul tidur dengan orang yang ngoroknya kelewat kenceng, harus kepanasan karena pake AC 25 C saja ribut kedinginan, lampu harus benderang… Ya Gusti, mohon tambah kesabaran saya; masih ketambahan riwil nggak bisa nyium aroma minyak pijat. 😁🙏
Manasik Kalau bisa manasik 1x saja seminggu sebelum berangkat. Manasik 2 hari sebelum keberangkatan bikin lelah duluan.
Kalau perlu dibuat video saja; lalu dibagikan ke jamaah. Pas manasik tinggal tanya jawab, praktik pakai ihram, dll yang kunci.
Bukan 4 jam dengerin ceramah (manasik 1) dan 2 jam nyaris mengulang sebagian isi manasik 1 (manasik 2).
Jamaah yang jauh jauh itu perlu dipikirkan; karena jauh itu berarti biaya, tenaga, waktu.
Pesawat Perjalanan menggunakan maskapai Scoot versi saya wes standarlah. Makan minum snack cukup memadai. Pramugari/a ramah dan cepat membantu.
Jadwal penerbangan tepat waktu, dan fasilitas di dalam pesawat sesuai standar. Selimut pulang pergi boleh dibawa pulang.
Ya jangan mengharap seperti layanan Singapore Airline, beda kelas ini mah😄😁
TL nya Ustad Jordan juga memastikan proses check-in, bagasi, dokumen, dll berjalan lancar. Jamaahnya saja ada yang memble geje gak jelas gakmau nurut saran TL. Bikin ribet semua orang.
Berharap Dewangga lebih aware soal ini:
Memberi info detail ke jamaah di penerbangan rerame seperti umroh ini sebaiknya 3 tas maksimal: bagasi pesawat, bagasi kabin, tas tangan. Bukan malah bawaan pating crentel banyak tas kresek, ketinggalan hilang pulak. Bikin semua kehilangan waktu 3 jam; terlewat waktu sholat malam, sholat Shubuh di Masjid Nabawi.
Penerbangan (apalagi jarak jauh) wajib pake sepatu. Sendal jepit sesuai aturan penerbangan sudah tidak diperbolehkan. Kalau discreening pas mau naik pesawat dan sepatu di bagasi bawah, sungguh merepotkan. Harus beli sepatu, bisa telat atau ditolak terbang.
Minta jamaah perhatikan nomor duduk, bukan ngeyel pakai tempat orang. Tiap nomor itu ada huruf hurufnya, bukan asal duduk sesuai angka saja.
Di toilet pastikan terkunci bukan teriakan ribut pas kebuka orang karena nggak bisa ngunci pintu toilet.
Jemaah perlu diinfo: air putih bisa diminta gratis selama penerbangan; bukannya 9 jam nahan haus dan dehidrasi karena mikir air pun bayar. Di penerbangan tertentu, bahkan boleh minta semua minuman yang disajikan kapan saja free.
Hotel dan Makan Hotel yang disediakan sangat strategis, dekat dengan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Kamar bersih dan nyaman. Menu makanan yang disajikan bervariasi dan cocok untuk selera jamaah Indonesia, baik dari segi rasa maupun kehalalan.
Ini jempol 4 untuk Dewanggga. Karena saya merasa bolak balik Masjid ke Hotel ringan saja. Dekat dan nyaman. Kiri kanannya pun banyak jualan aneka makanan kecil. Wes happy lah saya. Beli es krim, jus, manisan buah pun tinggal ke samping hotel 😁
Fotografer Iki lho fotografernya mestinya kan nggak usah nanyain siapa yang mau difoto. Ya tugasnya to memotret satu persatu (39 jamaah), lalu yang foto keluarga atau pasangan (bila pergi bersama), dan foto grup. Dan jangan didominasi grup seleb aja di kloter itu. Jadi pas foto dishare di grup yang muncul ya fotonya orang-orang itu-itu aja. Lainnya ambyar nggak muncul.
Di sini saya nggak komplain karena masih terbantu ada Ustad Jordan dan Ustad Sule yang berkenan memotretkan. Tapi kan itu terbatas. Dan saya yo harus tahu diri kalau mereka berdua pas selow. Maturnuwun untuk keduanya. 🤩🙏 Karena ini mestinya tugas Fotografer bukan gaweyan TL dan Muthowib.
Tour Leader dan Muthowib Tour leader dan muthowib (pembimbing ibadah) sangat kompeten. Mereka selalu siap membantu jamaah, memberikan penjelasan yang jelas, dan memastikan ibadah kami berjalan lancar. Empat jempol untuk Ustad Jordan dan Ustad Sule. Sabarnya luar biasa. ❤️🙏
Untung beliau berdua nggak seekstrem Pak Rusli (TL di Singapore), kalau ada yang ketinggalan, silakan naik taksi, bayar sendiri, bereskan sendiri. Daripada mengorbankan seluruh peserta rombongan.
Kalau belum pernah ke LN ki mbok ya manut TL nya, menyimak penjelasan nggak malah sakarepudele dhewe merugikan banyak orang; tanpa rasa bersalah tanpa minta maaf pun. Jarene wong Jogja, njelehi tenan.
Wisata Destinasi wisata diatur menarik dan informatif. Penjelasan guide, muthowib di setiap tempat sangat memperkaya pengalaman. Cuman ini grupnya kasepuhan, banyak orang tua jadinya saya merasa mendengar banyak keluhan capek dan beributan terus kapan sampai hotel (pas di Singapura).
Sebaiknya Dewangga membuka program khusus Umroh saja, tidak ada tambahan wisata. Kalau perlu city tour di Makkah Madinah pun ditiadakan. Murni ibadah. Biar tetua itu bisa milih yang ini. Eh saya pun kalau ada yang begini, akan memilih ini. Jadi bisa full ibadah nggak mikir wisata, karena spiritnya beda. Bisa 9 hari: 2 hari perjalanan, 3 hari di Madinah, 4 hari di Mekkah.
Handling Bagasi Proses handling bagasi sangat terorganisir. Saya nggak perlu khawatir tentang pengangkutan koper, karena semuanya sudah diurus dengan baik oleh tim Dewangga. Bahkan pas di Mekkah bagasi saya sudah langsung di depan kamar.
Yang bikin ribet ya mereka yang beranak pinak bawaan tas kresekan pula, salah ambil, salah ini itu. Haish, memang “mau mendengar” penjelasan TL itu juga butuh kesadaran. Nggak malah sambil lalu njur merepotkan banyak orang.
Bagi saya; keseluruhan, pengalaman umroh bersama Dewangga luar biasa. Pelayanan mereka benar-benar memperhatikan kenyamanan dan kebutuhan jamaah. Saya pribadi merekomendasikan Dewangga, bagi siapa saja yang ingin melaksanakan ibadah umroh dengan tenang dan khusyuk. Harga terjangkau dengan layanan prima.
Maturnuwun, Terimakasih Dewangga dan seluruh timnya. Maturnuwun Ustad Sule, Ustad Jordan. Sampai ketemu lagi.
*Ya Allah, saya bermohon sungguh untuk dipanggil umroh lagi secepatnya. ❤️🙏
Untuk sahabat-sahabat Kinoysan; terimakasih sudah menyimak tulisan saya. True story umroh bersama Dewangga saya cukupkan sekian. Pastikan juga Teman-teman berniat umroh ya, agar segera dipanggil ke Baitullah. Siapa tahu kita bisa umroh atau haji barengan. Amin YRA.
Air Zamzam di Masjid Nabawi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Saya tahu, tidak semua dari kita memiliki kesempatan untuk umroh di saat masih muda dan kuat sehat secara fisik. Ada banyak yang mendapatkan panggilan ibadah istimewa ini saat sudah renta. Tapi bagaimanapun keadaannya, saya yakin kalau sudah dipanggil Allah, itu pasti sudah dimampukan semuanya.
Hal yang paling penting dalam ibadah umroh adalah “mengenali diri sendiri”. Kita harus sadar diri tentang umur, kekuatan fisik, dalam kondisi sehat atau sakit, kesulitan pribadi (seperti nggak bisa jalan cepat, mudah lupa, gampang lapar, tidak tahan cuaca panas, dll) sehingga bisa mempersiapkan diri sesuai keadaan dan dapat mengantisipasi agar tidak “merepotkan” jamaah lain. Tanpa kesadaran ini, kita tidak akan bisa mempersiapkan ibadah umroh dengan baik.
Berikut ini detail tips dan trik untuk umroh bagi siapa saja yang ingin ibadah dengan aman nyaman, mencakup seluruh aspek dari persiapan hingga pelaksanaan:
Persiapan Sebelum Berangkat
Niat dan Doa: Pastikan niat sampeyan tulus untuk beribadah dan berdoa agar diberi kemudahan.
Pengetahuan: Pelajari tata cara umroh, bacaan doa, dan adab di Tanah Suci.
Kondisi Fisik: Biasakan berjalan kaki setiap hari agar tubuh siap untuk thawaf dan sa’i.
Keuangan: Tukarkan uang ke riyal Saudi untuk keperluan kecil seperti membeli oleh-oleh atau makanan tambahan.
Administrasi
Paspor dan Visa: Pastikan paspor berlaku minimal 6 bulan dan urus visa umroh melalui travel resmi.
Dokumen: Fotokopi paspor, tiket, visa, dan kartu kesehatan; simpan di tempat aman.
Travel Agent: Pilih agen perjalanan yang terpercaya, berizin resmi, dan memiliki testimoni baik. Lebih bagus kalau bironya ini rekomendasi orang-orang dekat yang sudah pernah pakai.
Saya tidak mengendorse, Kosudgama cocok untuk sampeyan yang lebih dari cukup duitnya; mau umroh semi privat, berkelas, luxury, dan nggak banyak konflik.
Sementara Dewangga, cocok untuk mereka yang menghendaki pembayaran ekonomis dengan layanan prima berkualitas. Yang bikin gangguan, kalau sampeyan menyimak cerita saya Wonderful Umroh (1) sd (19), ya jamaahnya. Bukan travel bironya.
Manasik Ikut Pelatihan: Hadiri manasik umroh dari travel untuk memahami proses dan tata cara ibadah.
Latihan Praktik: Pelajari gerakan thawaf, sa’i, dan tahallul dengan baik.
Perlengkapan Pakaian: Ihram untuk pria (2 kain ihram); pakaian panjang dan longgar untuk wanita. Baju santai dan pakaian dalam secukupnya.
Aksesori: Sandal nyaman (hindari sepatu tertutup untuk pria saat ihram).
Kain serbaguna (sarung atau sajadah kecil).
Masker, kacamata hitam, dan payung (untuk melindungi dari panas).
Alat Kebersihan: Sabun tanpa pewangi, sampo, dan pasta gigi halal.
Tisu basah dan handuk kecil.
Barang Tambahan: Tas kecil untuk menyimpan barang penting saat di Masjidil Haram.
Powerbank dan adaptor universal untuk pengisian alat elektronik.
Pengaturan di Kamar Hotel Kenali Lokasi: Pelajari lokasi hotel dari Masjidil Haram atau Masjid Nabawi untuk menghindari tersesat.
Atur Barang: Tata barang agar mudah ditemukan.
Jaga Kebersihan: Hormati teman sekamar dan jaga kebersihan bersama.
Makan dan Minum Kenali Jadwal: Ikuti jadwal makan yang disediakan travel.
Makanan Ringan: Bawa makanan ringan seperti kurma, roti, atau camilan untuk mengganjal lapar.
Hidrasi: Minum air zamzam secara teratur agar tetap segar.
Ibadah Sholat Tepat Waktu: Usahakan selalu sholat berjamaah di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi.
Thawaf Sunnah: Lakukan thawaf sunnah di waktu yang tidak terlalu padat (biasanya pagi atau malam).
Zikir dan Doa: Luangkan waktu untuk berzikir dan berdoa di tempat mustajab seperti Multazam atau Raudhah.
Tidur dan Istirahat Atur Waktu: Istirahat cukup agar tubuh tetap bugar.
Bantal Leher: Gunakan bantal leher jika perlu tidur di bus atau tempat umum.
Hindari Lelah Berlebihan: Jangan memaksakan diri untuk melakukan semua kegiatan sekaligus.
Etika dan Adab Jaga Sopan Santun: Bersikap sabar dan tidak mendahului jamaah lain saat beribadah.
Hormati Waktu Orang Lain: Jangan mengobrol keras di Masjid atau menghalangi jalan.
Tips Tambahan Persiapan Teknologi: Gunakan aplikasi peta untuk navigasi di sekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Dokumentasi: Foto tanda atau area hotel untuk menghindari tersesat.
Komunikasi: Jika tidak fasih bahasa Arab, pelajari beberapa frasa sederhana atau gunakan aplikasi terjemahan.
Dengan mengikuti tips ini, sampeyan dapat melaksanakan ibadah umroh dengan nyaman, khusyuk, dan lancar.
Semoga bermanfaat. Semoga kita semua segera dipanggil (kembali) umroh dan atau haji. Amin YRA.
Salah satu kampus di Singapura. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Usai makan minum, saya berdoa dan sholat di pesawat. Meminta air pada pramugari dan kembali tidur. Beneran tidur yang nyenyak. Bangun lagi untuk makan snack dan sholat. Tidur kembali sampai terdengar pemberitahuan pesawat hendak mendarat. Changi, Singapura.
Karena tidur saya tidak tahu apa yang terjadi di kiri kanan saya selama di pesawat. Begitu turun dan masuk areal bandara, saya langsung izin ke toilet. Bebersih badan, ganti baju, dan kembali ke rombongan. Badan saya terasa lebih bugar dan fresh.
Keributan jamaah perkara haus nggak diberi air minum masih saya dengar. Saya mengarahkan mereka untuk ambil air minum yang ada di bandara.
Saya melewati imigrasi rada lama. Di sini imigrasinya sudah otomatis; tinggal scan paspor, foto, sidik jari, dan keluar. Karena badan saya yang belum tinggi itu 😅 kamera otomatis tidak bisa mengidentifikasi keseluruhan wajah saya. Pas berangkat ada petugas, jadi kamera langsung disetel lebih rendah. Kali ini nggak ada petugas. Saya ke office nya, baru kamera disetel seukuran tinggi badab saya dan bisa keluar dari imigrasi. Heish, besok-besok pakai sepatu hak tinggi ya, Ri 😂😅
Kami dijemput TL Singapore, Pak Rusli dan Mbak Mayra. Dibawanya kami ke areal Jewel Changi. Agak lama juga kami di sana. Saya siy happy saja.
Negeri yang nggak ada separohnya kota Surabaya ini, adalah Negeri Jiran pertama yang di tahun 2006-2007 bikin saya jatuh cinta untuk tinggal.
Negeri yang bersih, rapi, tertib, dan cantik. Sempat terpikir kalau biaya hidup di sini setara Jakarta saja, saya wes sejak lama pindah kewarganegaraan.
Sayang, biaya hidup di sini sangat mahal. Kalau Jakarta biaya hidupnya 6-10x biaya hidup di Jogja, maka Singapura 6-10× biaya hidup di Jakarta.
Kalau ada transit internasional; saya lebih memilih Singapura daripada bandara lainnya. Singapura memberi gambaran pada saya tentang tata kota yang sangat efektif.
Lepas dari Jewel, kami menuju restoran Padang sekalian sholat Dhuhur. Saya kira dengan budget yang sangat ringan di Dewangga itu, city tour Singapura akan berlangsung singkat, makan dengan nasi box dan tidak menginap. Ternyata enggak.
City tour seharian sampai jam 8 malam. Makan siang tersaji model orang Padang makan dengan aneka menu di meja. Masih menginap semalem di hotel yang bagus di areal wisata, masih dapat nasi box makan malam dan nasi box sarapan keesokan paginya.
Biyuuu… wes hitunglah sendiri itu… saya merasa ini bonus berlimpahan. Kalau sampeyan biasa jalan atau traveller, westalah bisa menghitung sendiri charge wisata hari itu. Terlebih Singapura bukan tempat yang murah untuk jalan-jalan.
Dari makan siang, kami ke Merlion Park. Tempat patung singa mancur😆😅 (istilah saya sendiri), ikon Singapore yang wes bertebaran di mana mana. Konon nggak ke Singapura kalau kamu nggak foto di situ. Karena wes bolak-balik ke Singapura, saya malahan banyak eksplore sudut-sudut yang sepi pengunjung. Menikmati Singapura dari sisi yang lain.
Usai dari sana, kami ke Universal Studio. Wes, gembira betul saya. Berkeliling dan foto-foto seolah nggak berasa lelah lagi kaki saya. Alhamdulillah. Sebagian kami ada yang belanja belinji. Boneka, sovenir, kaos, dll. Sampai malamlah kami baru keluar areal itu.
Sekitar jam 8 kami tiba di hotel. Pembagian kunci kamar (sekamar berdua) dan nasi box untuk makan malam. Beberapa dari kami masih shopping di sekitaran hotel setelah memasukkan bawaan ke kamar.
Masalah muncul saat saya tahu, kawan sekamar saya (sebut saja Bu J); selain tidurnya mendengkur, harus lampu terang, AC pun harus mati. Pengap sesak rasanya di saya; sementara dia tidur sesengguran mendengkur.
Saya masih belum bisa tidur, ketika Bu J ini bangun dan bolak-balik ke kamar mandi. Lalu dia bilang mau ke sebelah (kawannya ada di kamar sebelah). Nggak lama Bu J balik lagi. Kelihatan resah dan tidak nyaman.
Saya tanya kenapa, Bu J bilang masuk angin. Biasanya dikerok. Saya menawarkan diri mengerokinya. Lama itu sampai sekujur punggungnya merah-merah, lalu dia muntah-muntah. Saya memberinya air minum dan kelihatannya setelah itu dia lebih tenang. Saya menyuruhnya tidur agar cepat sehat.
AC saya nyalakan dengan temperatur paling panas agar tidak pengap. Pas Bu J sudah tidur, saya turunkan ke level dingin.
Baru saja saya tertidur, badan saya sudah diguncang-guncang dengan keras. “Ayo Bu Ari, berangkat. Nanti kita telat!”
Saya melek dan melihat HP, belum jam 2 dini hari. Astaga…!
“Bu, kita keluar kamar jam 4. Boarding jam 7. Nanti saya bangunkan!”
Saya berusaha tidur lagi, tapi wes nggak bisa. Mung bisa scrolling HP sampai pagi. Wes, beneran gangguan tidur. Pagi-pagi saya mandi dan bersiap-siap. Jam 3 lewat saya wes keluar kamar. Membantu ibu ibu yang beribetan ngisi form beacukai, kesehatan, imei.
Kami mendapatkan nasi box lagi pagi itu saat keluar kamar hotel. Tapi saya taruh saja karena rasanya masih kenyang dan ke Jogja nanti sebentar saja, bisa langsung cari makan di YIA.
Begitu masuk pesawat, saya tidur. Membayar gangguan tidur di kamar hotel. Saya bangun ketika sudah mendengar pemberitahuan pesawat hendak mendarat di YIA.
Alhamdulillah, Jogja. Begitu seru saya pas keluar dari pesawat. Proses imigrasi lumayan gampang. Saya nggak bisa langsung pulang. Kudu nungguin bagasi dan air zamzam yang sedang diurus TL.
Ealah, di sini lho sudah mau pulang itu, kami masih diberi nasi box lagi. Alhamdulillah. Niy Dewangga beneran mantap kok support layanannya.
Kali ini saya makan, karena ya wes lapar terus masih rada lama nungguin bagasi. Selesai makan, pas adik saya wes menjemput dengan mertua dan dua tetangganya. Ponakan saya si Mail nanti kami samperin saat mau balik.
Alhamdulillah. Saya pamitan pada semuanya. Saya wes nggak ngelihat keberadaan Bu X. Embuh nggak tahu ke mana. Seinget saya, Bu X juga mo ikut bus rombongan Dewangga yang balik ke kantor.
Saya sempat bilang Bu B kalau foto-foto Bu X di HP saya (yang kalau minta fotonya maksa dan nggak mau pake HP nya sendiri) sudah saya kirim semua ke nomor Bu X. Mbok ya respon oke ajalah kalau nggak mau terimakasih. Bu B bilang, “Kalau Saya takbuang delete saja, Bu Ari. Dia aja nggak peduli kok.”
Saya cuman tersenyum, sebelum mengekori adik saya yang mendorong troli isi barang barang dan bagasi bawaan saya. Mungkin benar kata orang, saya terlalu baik…
Bandara Jeddah. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Perjalanan dari toko pasar murah ke bandara mestinya hanya 40-60 menit saja. Karena hari itu macet total, kami baru tiba di bandara Jeddah setelah perjalanan 3 jam. Saya mengingat betul, Ustad Sule bersyukur begitu kami sampai bandara. Kalau sampai telat, 40 tiket itu jelas harus diganti untuk kepulangan. Padahal kami belum check in bagasi, imigrasi, dll.
Saat turun dari bus inilah, ketahuan kembali tipikal ibu-ibu yang bawaannya pating cerentel tas kresek. Termasuk Bu X, si emak rempong. Bawa tas selempang, koper kabin, tas kresek lebih dari empat.
Seingat saya, sejak pagi saat diminta packing untuk kepulangan, Bu B wes ngingetin Bu X agar nggak bawa cerentelan tas kresek yang merepotkan. Tapi ya gitulah masih berulang lagi.
Dan karena terakhir sebelum masuk bus itu belanja, saya pun memaklumi kalau bawaan tas kresek ibu-ibu (juga bapak-bapak) beranak pinak.
Ustad Jordan meminta semua jamaah yang bawaannya pating cerentel itu mempacking ulang di bagasi besar atau wrapping agar bisa masuk bagasi bawah. Toh ya namanya ibu-ibu, paling emoh to kalau diminta tambahan keluar duit ini itu, meskipun itu ya gegara dia sendiri yang belanja over.
Ustad Jordan dibantu petugas Dewangga menyisihkan koper-koper yang sudah aman; tidak dibuka-buka lagi; dan koper yang masih ditata ulang pemiliknya. Suwe itu, makan waktu sejam lebih sebelum akhirnya semua koper ditata di depan areal check in.
Kalau pas berangkat koper kabin bisa diikutkan di bagasi bawah, pas pulang tidak bisa. Bagasi masing-masing jamaah tambah 5 liter air zamzam dan pasti kopernya juga sudah makin menggendut karena belanjaan.
Saya bae berangkat nggak sampai 20 kg, tapi dengan oleh oleh kruncilan itu sudah pasti 25 kg. Pas lah jatah saya 30 kg dengan 5 liter air zamzam.
Kalau ibu-ibu masih beribetan dengan kopernya, sejak masuk areal bandara saya wes duduk anteng. Koper wes beres sejak keluar hotel. Backpack dan tas selempang yang saya bawa yo ringan saja.
Beres check in dll kami ke imigrasi. Gusti Allah Yang Maha Agung, itu lho emak rempong ya tetep aja dengan bawaan pating cerentel tas kreseknya dan nggak mau wrapping biar ringkas.
Dan ternyata Bu X salah ambil koper kabin pulak. Dia salah ambil punya orang. Koper punya dia masih tertinggal di sekitar areal check in.
Gusti… ya wes TL nya lagi yang balik ke areal check in. Orang lain (entah siapa, saya lupa) yang kopernya diambil Bu X nggak sadar, karena versinya dia sudah mengikutkan koper itu di bagasi bawah (padahal ya wes diberitahu koper kabin dibawa masing-masing). Westalah… salah paham geje. Tapi jelas si Bu X ini yang nggak teliti barang sendiri. Padahal tiap koper kan sudah ada namanya.
Saya cuman bisa geleng-geleng. Berat betul gaweyan TL dan Muthowib di grup rombongan umroh saya kali ini. Tiap sesi, ada aja yang bikin emosi jiwa. Beuh, kalau mereka nggak sabar itu wes pasti perang mulut dengan kelakuan yang nggak disiplin gitu.
Di saat antrian menunggu boarding, Bu X masih bikin ulah lagi. Sudah diberitahu kalau pergi, bahkan ke toilet pun harus izin dan sekurangnya berdua.
Eh, tahu tahu dia nyelonong pergi sendiri aja. Entah ke mana. Padahal toilet di sekitar kami itu ke arah kanan, tapi dia ke kiri. Saya yang melihat, meneriakinya tapi malas mengikutinya.
Satu jamaah laki-laki mendengar teriakan saya, langsung mengejar Bu X. Baru Bu X balik dan ke toilet yang diarahkan. Embuhlah orang kok angel betul diingatkan.
Saya baru merasa lebih lega ketika sudah duduk manis di pesawat. Kali ini saya wes memutuskan untuk tidur lebih awal, istirahat. Saya merasa lelah karena uyuk-uyukan pagi di areal Ka’bah; lelah emosi juga karena kelakuan Bu X yang masih aja mengganggu.
Bolak-balik saya istighfar untuk menetralisir energi negatif gegara emak rempong ini. Dan tahu-tahu saya wes tertidur. Terbangun saat bahu saya diguncang perlahan oleh pramugari, waktunya makan.