Ke Gamplong Lihat Apa?

Salah satu sudut di Studio Gamplong. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Ke Gamplong Lihat Apa?
.
Begitu kata kawan pas saya ajak beberapa waktu lalu. Ya sudah, berarti dia tidak tertarik ikut. Saya sudah beberapa kali ke mini studio semi permanen besutan Hanung Bramantyo ini.
.
Kalau kali ini saya mau ke sini lagi, ya karena versi yang saya dengar, ini studio semi permanen. Jadi setiap kali akan diubah-ubah desain dll nya sesuai kepentingan syuting film. Pasti sudah banyak yang berubah, sejak terakhir saya datang.
.
Saya pribadi memberi dua jempol untuk sang sutradara kondang ini. Karena membeli tanah, membangun itu hanya sekali; tapi maintenance, ngopeni, merawat bangunan itu seumur hidup. Apalagi untuk tempat yang luas dan beragam atribut begitu.
.
Dan sebab dibuka untuk umum, salah satunya biar biaya perawatan ikut tercover dari biaya masuk para pengunjung. Meskipun kayaknya sang pemilik tetap akan nombok dengan luasan areal dan banyaknya proverty di tempat itu.
.
Masuk ke sini, saya kurang tahu persis harga tiketnya. Tiap wahana kena sekitar 10 s/d 25 rb. Jadi tinggal itung saja mau masuk atau pake berapa wahana. Kalau total ya mungkin perlu sekitar 120-150 rb per kepala.
.
Kalau hanya pingin foto-foto mider ya pakai satu atau dua wahana pun bisa. Nggak dibatasi waktu kok di sini. Pokoknya jam 5 sorean wes tutup.
.
Oh iya, kalau bawa kamera dan fotografer masuk sini juga harus izin. Untuk kegiatan-kegiatan pengambilan gambar atau adegan untuk kegiatan komersial juga harus izin.
.
Kalau HP siy secanggih apapun bebas nggak perlu izin khusus. Kalau kamu mau pecicilan aksi-aksi dengan adegan secapekmu untuk upload-an sosmedmu, bebas nggak perlu izin.
.
Terus ya enaknya di sini parkir luas. Kalau beli makan minuman harganya sama saja dengan harga standar. Es teh, es dawet, es tebu dll minuman mung 5 rb-an saja. Makanan dll ya sekitar 15-20 rb-an. Sama seperti di tempat lain. Tidak ada mark up harga karena berada di zona wisata.
.
Karena waktu terbatas, tidak banyak yang bisa saya ceritakan. Tapi berbagai proverty syuting Bumi Manusia masih banyak tersedia. Masih bisa dilihat, sebelum nanti (mungkin) akan diganti dengan proverty lain bila harus syuting film-film yang baru.
.
Studio ini kalau dibandingkan dengan studio- studio kelas dunia, mungkin tidak ada apa-apanya. Tapi sebagai milik pribadi, dengan modal pribadi, dan bentuk kepedulian terhadap dunia di balik film yang boleh diakses masyarakat umum, Gamplong ini menjadi sangat luar biasa.👍
.
Kalau sedang main ke Jogja, tengoklah. Mainlah. Datanglah. Biar sedikit tambah gambaran kita tentang dunia di balik layar film. Bagaimana desain segala macam benda dibuat senyatanya untuk memberikan kesan natural. Film-film bagus sering dimulai dari desain proverty yang seindah versi aslinya.
.
.
.
Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Sambatlah pada Orang yang Tepat 😆😂🙏

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
.
.
Beberapa kawan menjapri tentang tulisan saya berjuang pas kuliah. Lebih kurang komennya;

“Kukira Ri, hidupmu paling baik-baik saja. Kamu tinggal di rumah guru besar, makan minum terjamin, baju bagus-bagus, sudah ada yang nyuci nyetrikain, buku-buku kuliah catatan paling lengkap, banyak ikut kegiatan, nggak punya utang sama temen, dan malah sering bawain jajanan atau traktir makan. Ya ampun, bisa-bisanya aku dulu malah ngutang kamu untuk makan atau bayar kos….”
.
Tahun-tahun itu ya, masa itu, kuliah di Sastra sering dilabeli sebagai mahasiswa gembelnya UGM 🙈🙏 Karena kuliah paling murah di lingkungan kampus. Terus banyak mahasiswa
yang slebor nggak urus baju kuliah. Pake kaos oblongan lecek sobek, sendal jepit, jeans/celana robek-robek, dll. Pokmen banyak yang nggak tampang mahasiswa wes 🙈🙏
.
Zaman itu masih boleh bebas keluar masuk kampus tanpa banyak aturan. Bahkan ada yang ngekos di kampus atau gelanggang mahasiswa berbulan-bulan. Haiiish, tempatnya itu langsung bersih kalau ada info sidak WR 3 atau WD 3 atau embuh pejabat kampus 😂🙏🙈
.
Kampus tercinta saya itu ya memang banyak cerita suka dukanya. Merah hitam kisahnya pun nggak kurang-kurang. Cerita hantu-hantunya pun nggak kalah horor. Zaman itu ya masa masih nggak semudah sekarang. Masih ada dosen killer. Masih ada nilai kuliah keluar 2-3 tahun setelah ujian, itu biasa 😂
.
Tapi saya gak ikut ikutan berbaju sekarep gitu. Berbaju sopan rapi. Kalau berangkat kuliah baju saya nggak bener, suka ditegur ibu kos untuk ganti. Jadi ya memang, memilih circle yang tepat itu penting.
.
Saya bilang ke temen saya yang nanya, itu karena dari belia saya mengikuti prinsip bapak ibu saya. Sambatlah pada orang yang tepat atau nggak usah sambat sama sekali.
.
Jadi, saya nggak akan curhat sambatan soal duit SPP, kerja, capek, berasa hopeless, dll itu ke teman-teman saya. Lha wong mereka aja yo nungguin kiriman ortunya sok telat banyak yang lebih parah dari saya.
.
Rerata mahasiswa Sastra tentu nggak seelit seperti mereka yang di Kedokteran atau Ekonomi ya😜 Mahasiswa yang susyaaah duitnya banyak. Tapi soal gaya slebor dan banyak karya, kita Sastra lebih heboh laah 😜👏
.
Dan bagi saya kalau wes diselesaikan masalahnya ya sudah. Nggak saya inget-inget lagi. Saya pun sambatan soal biaya kos ya ke bapak ibu kos. Bukan ke pihak lain. Wong solusinya itu tergantung pemilik kos, masa nyari orang lain.
.
Pernah waktunya bayar SPP dll dari 305 rb kurang sehari terakhir bayar, duit saya mung 250 rb an, itu pun pecahan kecil kecil. Artinya semua isi duit celengan sudah dikeluarkan 🙈🙏
.
Zaman dulu, masih offline jadi telat bayar bisa langsung ke bendahara pusat UGM. Nggak kayak sekarang online, harus tepat waktu. Kalau wes tutup atau telat bayar, beuuuh urusannya panjaaaang minta tanda tangan sana sini persetujuan…. untung bukan saya 🤣🙈
.
Nah saat itu saya ketemu Kajur minta penundaan bayar SPP sebulan. Saya ditanya ya saya bilang duit saya baru 250 rb. Kurang 55 rb. Kalau hari ini punya 55 rb pun, saya beneran nggak pegang duit blas. Bisa repot kalau ada kondisi darurat. Praktis, sekurangnya saya perlu 100 rb. Jadi untuk bayar 55 rb, saya masih pegang 45 rb.
.
Lalu beliau bilang, nggak usah tunda bayar SPP, tunggu sebentar. Lalu beliau entah ke mana, dan balik wes bawa duit pecahan cukup banyak. Lebih dari 100rb, menyuruh saya bayar SPP.
.
Saya pun menegaskan ini uang utang, dibantu atau bagaimana. Kata beliau dibantu banyak orang. Nanti kalau saya wes mapan, bantulah juga mereka yang sekolah.
.
Wah saya terimakasih dan langsung ke tempat bayar SPP. Bawa resi bayar kasih lihat ke Kajur dan pulang kos dengan tenang karena masih bawa uang. Eeh tapi pas saya wes ada duitnya, sejumlah yang dikasih Kajur itu saya balikin agar digunakan untuk membantu mahasiswa yang lain.
.
Mental saya dari dulu bukan mental gratisan yes. Bayar untuk apa yang kita ambil, nikmati. Itu bikin hati saya lebih tenang damai dan nggak ngerasa mendzalimi hak orang lain.

Artinya dengan sambat pada orang yang tepat, sekurangnya saya pasti dapat solusi. Kalau semua disambatin, beuh kek kurang kerjaan bae. Bisa- bisa bukannya dapat solusi malah ghibah fitnah nyebar ke mana-mana.

Itu sebabnya saya bilang, kalau mengeluh, protes, sambat, curhat, bisa menyelesaikan masalah; saya akan bilang. Kalau enggak ya diem diem saja. Mari curhat sekalian di sujud-sujud malam pada Sang Pencipta. Wes pasti nanti ketemu jalan keluar nya. Tapi ya kudu, kita wajib usaha duluuuu… Jangan cuma berdoa, kurang manteplah kalau versi saya 😀👏
.
.
Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

“Rem gas aja, Bu…!

Pronosutan View. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Tempat ini namanya Pronosutan View. Ada di Nanggulan, Kulonprogo. Wisata ini dibuka untuk umum tahun 2021 pas pandemi dan sering disebut sebagai Ubud-nya Jogja. Tempat ini mulai hits sekitar akhir 2022 sampai 2023 pertengahan. Kalau sekarang ya wes mulai biasa.
.
Saya sebagai anak desa yang nggak asing dengan sawah, padi, gunung, ladang, kerbau, kambing, sapi, lumpur, hujan, sungai; ngelihat view itu di sosmed ya biasa bae.
.
Beberapa kali diajak ke sana, saya melipir. Jaraknya dari rumah saya hanya 60-an km, tapi jalan ke sananya 😂 Versi saya nggak ada apapun selain gunung sawah untuk dilihat. Sepedaan? Jauh amat. Kita biasa 15 km sepedaan pp, wes gempor kaki dengan sepeda pancal.
.
Tahun 2023 ada beberapa kegiatan pemberdayaan dan pendampingan, saya yo bye-bye. Praktis saya belum pernah ke sini, tempat yang dianggap begitu bagus oleh banyak orang luar Jogja.
.
Sampailah saatnya tiba. Saya kudu ke sini. Turun dari mobil, saya cuma bilang wow… bagus ya! Perpaduan sawah, gunung, padi, langit, pohon berasa estetisnya.
.
Karena konsens memperhatikan alam, saya nggak perhatiin kalau di sini orang sewa sepeda listrik untuk keliling persawahan. Ketika semua orang sudah dengan selisnya, saya masih diam saja. Kayaknya nggak jauh juga kalau jalan.
.
“Bu, ke sananya pake sepeda. Kalau jalan jauh!” kata si penjaga sambil menyerahkan selis merah.
.
Meskipun saya wes ngerti selis, tapi belum pernah pakai. “Sepeda biasa nggak ada, Mas?”

“Nggak ada, Bu. Selis lebih gampang.”

“Pakainya piye?”
.
“Rem gas aja, Bu… Sama kayak motor matic.”
.
Ya wes saya bawa selisnya. Saya tuntun kok lumayan berat, jadi yo kudu dipakai. Reflek gas rem. Oh ternyata lebih gampang dan nggak capek untuk jarak lumayan jauh, hehe….

Oh di sini kalau datang mung bayar parkir motor, mobil dll kendaraan. Sewa selis 25 s/d 50 rb tergantung durasinya; antara 30-60 menitan. Bisa sewa jeep dll kendaraan, tapi di tempat lain.
.
Terus yang harus diperhatikan pengunjung, niy jalan bukan khusus untuk wisata. Jalan umum. Jadi warga lokal ya wara wiri, hilir mudik lewat jalan itu. Kalau mo foto sendirian ya kudu sabar menanti.😀🙏
.
.
Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Berjuanglah…!

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

BERJUANGLAH…!
.
.
“Jadi Bu Ari sepakat kalau orang miskin karena UKT mahal nggak perlu kuliah?”
.
Wes kalau menjawab pertanyaan DM-DM kaum pesimis seperti itu bisa bikin saya “emosi jiwa” sendiri lho 😂 Jadi saya menjawabnya yo wes selow-selow saja. Sebagian nggak saya respon karena banyak “memburukkan” saja.
.
Ya, kalau sudah tahu miskin, semestinya malah berjuang lebih keras, lebih banyak usaha untuk bisa kuliah. Karena pendidikan tinggi itu satu-satunya cara tercepat untuk memangkas garis kemiskinan. Masalahnya, kadang yang miskin itu nggak mau keluar dari kondisinya karena merasa wes jalan nasibnya begitu. Ya repot laaah.
.
Dan sekarang dengan UKT yang (hampir semua) tinggi di banyak perguruan tinggi, kita tidak bisa semena-mena menuntut agar diturunkan; apalagi digratiskan. Karena PTN-PTN berstatus otonomi atau PTNBH (berbadan hukum) itu harus cari duit sendiri untuk membiayai operasional pendidikan tinggi yang nggak murah itu. Silakan cek tulisan; Saya Mendukung Pendidikan Tinggi Murah dan Mudah di FB saya.
.
Nggak dapat kita pungkiri, jumlah kaum miskin di Indonesia masih ada 30-35% dari total lebih kurang 300 juta penduduk. Artinya sekitar 90-105 juta orang berada di garis miskin; yang mereka ini layak mendapatkan segala bantuan langsung dari pemerintah. Meskipun realitanya sering bantuan itu justru salah sasaran. Sampeyan pasti sudah banyak melihat di lapangan.
.
Lalu sekitar 50-60% penduduk kita masuk golongan menengah. Ini semestinya sudah tidak memerlukan bantuan-bantuan langsung dari pemerintah. Namun karena inflasi yang tinggi, dampak pandemi, gaya hidup yang aduhai itu, sebagian dari sini ada sekitaran 50% dari golongan menengah yang wes rentan masuk golongan miskin; tapi nggak bisa minta klausul atau status sebagai orang miskin.
.
Misalnya mereka yang kerja sebagai pegawai tetap, PNS, dll kerjaan tetap baik pemerintah atau swasta di level bawah. Status mereka gajian tiap bulan, tapi karena gaji rendah; realitanya duit nggak pernah cukup untuk kebutuhan hidup sebulan dengan harga-harga yang terus membubung. Celakanya juga mereka ini, kalau punya anak-anak mau kuliah nggak bisa minta keringanan karena status kerja ortunya yang pegawai tetap.
.
Nah kalau yang riil kelas menengah cenderung ke atas ya wes ra masalah. Biasanya mereka wes kuat secara ekonomi, nggak dibantu ya oke, dibantu ya lebih baik. Sementara golongan atas nggak usah dibahas. Ini biasanya mereka inilah penyumbang pajak-pajak terbesar dan jumlahnya 5-10% saja dari total penduduk. Beberapa yang sangat tinggi kekayaannya malah bisa dihitung dengan jari.😀
.
Jadi bagaimana kalau kita di posisi miskin? Yo berjuang ekstra, hidup-hidupan. Saya dengan lima bersaudara, kuliah S-1 juga dalam keadaan ruwet. Saking miskinnya kami itu, ibarat kata hari ini bisa makan, besok embuh; jadi kok berani-beraninya mikirin sekolah tinggi.
.
Itu karena saya sadar kalau ijazah SMA dan saya kerja sebagai editor buku digaji 70-100 rb sebulan di Jogja (tahun 1997). Tapi kalau S-1 gaji saya bisa 250-400 rb sebulan. Ini saja sudah bikin saya mikir, piye caranya bisa dapat ijazah S-1.
.
Dan begitu Bapak memberitahu saya di semester 3 (tahun rusuh 1998) kalau saya harus pulang atau kalau kuliah cari duit sendiri, saya tetap memilih ngotot tinggal di Jogja. Pikir saya, masih ada tabungan (meskipun sedikit, kebiasaan menabung tetap penting), saya bisa nulis, bisa kerja, sehat fisik mental. Mosok sudah masuk UGM njur DO, apa kata dunia 😂
.
Jadi begitulah, saya menemui bapak ibu kos saya. Mau minta duit setahun kos yang baru saya pake sebulan, agar saya pindah ke kos yang lebih murah biar bisa lebih panjang masa. Tapi karena beliau guru besar, saya beruntung. Tetap boleh kos, kalau telat bayar pun oke. Wes amanlah saya. Meskipun pada realitanya saya nggak pernah telat bayar, hanya meminta bayar bulanan, nggak tahunan. Diperbolehkan sampe saya lulus.
.
Berjibaku kerja sambilan macem macem saya. Yo dagang, yo jadi guru les anak SD, SMP, yo nulis, yo jaga wartel, yo nerjemahin, yo jadi guide dadakan.
Westalah pokmen tidur saya mung 3-4 jam sehari. Belum kalau kegiatan mahasiswa yang saya ikuti ada event, wes waktu tidur saya makin sedikit.
.
Eeh, meskipun banyak gaweyan serabutan gitu, saya yo tetap aktif ikut kegiatan mahasiswa di UKM-UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang cocok. Yo melu demo juga… hihi… pokoknya ya kerja keras tenan, tapi saya happy saja. Mungkin karena kultur Jogja yang sederhana dan nggak glamour pamer, saya yo berasa sama aja dengan temen temen saya yang sebenarnya kaya dan kuat finansial.
.
Tapi ya itu bagian dari perjuangan. Dan begitu lulus, tenan saya berasa plong. 3 tahun 1 bulan yang melelahkan itu tunai terbayar saat wisuda 22 November 2000. Nilai? Cumlaude-lah. Mosok saya bekerja begitu keras, Allah nggak bantu kuliah saya? Itu saja prasangka baik saya. Dan kuliah cepet saya itu bukan karena saya pinter atau buat gagah-gagahan, tapi ben gak bayar biaya kuliah lagi. Kalau kamu kuliah berjibaku cari uangnya seperti saya, pasti akan sangat tenanan atau serius kuliah dan nggak mau lama-lama. Ituuu….!
.
Tanggal 1 Desember 2000 (toga saja belum saya balikin), saya wes ngantor jadi editor buku. Gajinya 350 rb dll tambahan wes jadi 550-600 rb sebulan; saat kos di Jogja rerata masih 50-100 rb. Nggak lama di situ, saya di-hire PH di Jakarta yang gapoknya saja wes 10 juta tahun 2000-an. Jadi berasa sebagai fresh graduate, saya mendadak kaya raya. Dan itu yang bikin saya percaya, kalau pendidikan tinggi adalah jalan cepat memangkas kemiskinan. Alhamdulillah.
.
Nah, karena saya kuliah begitu rupa; saya yo bisa mendesak adik-adik saya kudu kuliah. Wes embuh caranya nanti. Yang penting lolos seleksi PTN dulu, bayar uang kuliah dll semester pertama; lainnya yo berjibaku melawan waktu. Kudu kerja sambilan, kudu jualan, kudu cari beasiswa.
.
Adik saya ada yang cuti kuliah dulu, buat kerja ngumpulin duit SPP. Ada yang sampe nggak berani pulang kos karena wes telat bayar 3 bulan dan pintu kos ditungguin ibu kos galak. Ada yang 3 km jarak kosnya kudu jalan kaki kalau nggak ada temen yg se-jam kuliah. Dll macam perjuangan kami.
.
Alhamdulillah kok ya embuh piye caranya, kami semua sarjana. Dan tenan, dengan ragam gaweyan yang berbeda, hidup kami lebih baik daripada bapak ibu kami. Sekurangnya anak-anak kami bebas makan, bebas main, bebas boleh milih sekolah. Kami juga tidak berasa itu beban, karena itu bagian tanggung jawab sebagai orang tua.
.
Bayangpun kalau dulu saya nggak ngotot kuliah sampe lulus. Saya nggak punya “power” untuk mendorong saudara-saudara saya kuliah. Dan pasti dengan pendidikan kurang dari S-1, kami jelas nggak bisa mengakses gaweyan-gaweyan berpenghasilan baik.
.
Jadi bagaimana pilihanmu terhadap pendidikan tinggi, itulah yang akan jadi jalan perubahan masa depanmu. Tuhan menyuruh kita berusaha, bukan sukses. Tapi kalau usaha kita mati-matian sampe titik maksimal, kayaknya nggak mungkin juga dengan KASIH SAYANGNYA yang Agung, Tuhan nggak membantu kita.
.
Kalau sadar diri miskin, justru kita harus berjuang lebih keras dari mereka yang sudah punya label cukup. Tuhan hanya mengubah nasib orang yang mau memperbaiki dirinya sendiri. Bukan yang menggantungkan bantuan orang. Dan yang penting, jangan protes melulu. Sebagian besar protes, tidak berfungsi dengan baik di tengah kekuasaan pihak lain.
.
.
.
Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Festival Lampion Waisak Borobudur 2024

Sesaat setelah pelepasan lampion di Borobudur 2024. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Kemarin ketika mengikuti festival lampion Waisak 2024 di Borobudur, perasaan saya campur aduk. Jam 20-an kami sampai parkiran Borobudur. Sedari jam 05 WIB kami sudah keluar rumah, ada acara sampai jam 19-an di 3 tempat yang berbeda, berjauhan, menuntut ekstra energi.
.
Wes berasa capeknya. Ngantuk, laper, hujan, jalan jauh, antri ribuan orang yang mengular. Mood saya sudah hilang dan tiba-tiba cuman pingin pulang, mandi, tidur. Kalau rombongan saya masih foto-foto; saya wes diem. Mengikuti semua instruksi panitia Waisak dan guide untuk mengikuti puja bakti Waisak, melihat pelepasan lampion, dan melepaskan lampion.
.
Saya wes nggak ambil foto-foto lagi. Pas mulai masuk areal pelepasan lampion, saya rada kesal. Air minum harus dihabiskan. Bawa botol air minum dll plastik isi snack nggak boleh masuk. Ya ampun, nanti pulang jalan segitu jauh dan nggak ada orang jualan air kemasan, terasa bikin stres.
.
Tapi ini tempat ibadah agama Budha. Saya harus patuh aturan panitia. Pasti tujuannya baik. Di dalam ada ribuan orang yang beribadah. Saya pun menghabiskan air dan membuang botolnya.
.
Karena saya sudah nggak mood jadi yo mung nyimak. Nggak ada foto-foto di HP saya. Kalau ke sini bawa fotografer dan kamera harus izin, gak bisa seenaknya. Saya nggak ajak fotografer. Terus panitia bilang wes ada dokumentasi.
.
Saya mulai rada senang karena bisa menyalakan lilin dengan mudah. Mitosnya itu pertanda hidup saya akan lebih mudah, dan happy sepanjang masa. Terus ada seremonial, pemberkatan, dan persiapan pelepasan lampion. Saya menulis beberapa harapan dan berdoa untuk orang-orang tercinta. Lalu mengikuti persiapan pelepasan. Saya melepaskan lampion bersama 4 orang dari SBY, JKT, KL, dan Seoul 🤩 Beneran berasa WOOW itu lho liat ribuan lampion di atas saya❤ Tidak terkatakan bahagianya❤
.
Pas lampion mulai mengudara inilah, Mbak Bekti, salah satu anak muda di rombongan saya nyeletuk. “Bu, ayo saya fotokan! Dari tadi Ibu belum foto!”
.
Dia mengambil HP saya dan memotret saya di sini situ. Alhamdulillah. Kalau nggak ada dia, saya nggak ada foto-foto lampion. Bejo yo begitu. Maturnuwun, Mbak ❤
.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Saya Mendukung Pendidikan Tinggi yang Murah dan Mudah

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Saya Mendukung Pendidikan Tinggi yang Murah dan Mudah

Kemarin ketika saya memposting tentang UKT, banyak yang ekstrim men-DM saya dan mengatakan bahwa tidak semestinya karena saya wes kuliah njur bilang kuliah sekarang tidak mahal.

Padahal silakan cek ulasan status saya tentang UKT, tidak ada satu point pun yang menyebutkan hal itu.

Bahkan sebagai orang tua dengan banyak anak asuh, tahun ini saya menolak permintaan orang tua salah satu anak asuh agar saya menguliahkan anaknya yang sudah saya biayai dari SMP hingga lulus SMA. Karena kalau masuk kuliah 1 anak di Jogja butuh 20-35 juta; itu sudah bisa mengcover biaya lebih kurang 7-10 anak SD dalam satu tahun.

Dalam versi saya, anak yang nggak bisa SD lebih penting untuk saya urusi daripada yang wes lulus SMA. Dia sudah dewasa, sudah bisa mikir, kerja. Kalau mau kuliah ya bisa cari beasiswa atau kerja dulu, ngumpulin uang nanti kuliah.

Lagipula sedari awal saya hanya sanggup membiayai sampai SMA, kok masih nuntut kuliah. Kata ibu saya, yo begitu kalau keenakan disuapin. Bisa lupa diri, maunya nuntut dibiayai terus. Mental miskin kok dipiara.

Jadi dengan sederhana saya melihat, kalau sedari awal sudah “tahu” mau kuliah, dan kemampuan finansial pas-pasan yo jangan pasrah aja. Usaha dari awal agar bisa kuliah. Ini harus kerjasama orang tua dan anak.

Sadar diri itu penting. Bisoa rumangsa, ojo rumangsa bisa. Entah nabung, kerja sambilan, cari beasiswa, cari orang tua asuh, magang kuliah kerja, dll bentuk. Caranya banyak.

Nggak cuman diem diem njagakne endhoge blorok, berharap biaya kuliah jadi nggak mahal. Yo nggak bakalan. Lha harga beras saja naik terus tiap tahun. Apalagi sekolah tinggi yang digadang-gadang jadi jalan pintas jadi pejabat eksekutif atau legislatif.

Coba cek tuh anggota dewan yang fresh graduate dari S2 dan S3 non pengalaman kerja, berapa banyak. Asal titel mentereng, wajah rada dipoles, iklan banyak, cukup sudah dan jadi anggota dewan. Entah yang koplak yang milih atau yang dipilih. Tapi itu realitas kita 😂

Dan saya juga heran kenapa UKT yang sepertinya nggak cuman tahun ini saja mahal, baru kini diributin? Entah. Saya tidak bisa menjawab. Tapi ada protes, jelas ada banyak keberatan alias banyak yang merasa nggak bisa bayar.

Alasannya beragam dan yang paling pokok pendapatan tidak mencukupi. Itu sudah. Padahal lho ya, ini sekolah tinggi kuliah untuk anak itu kan, setiap orang tua yo wes pada tahu dari sebelum punya anak to?

Mosok kok ujug ujug begini? Apa nggak jauh jauh dipersiapkan? Karena kalau dipersiapkan, ada kurang kurang uang pasti nggak seberat kalau nggak dipersiapkan.

Tapi ya tiap keluarga problem keuangannya berbeda. Ada saja yang bikin persiapan uang itu ambyar untuk beragam keperluan. Saya bisa mengerti.

Intinya, dengan banyak keberatan itu jelas bahwa kuliah nggak murah. Dan saya yang wes sekolah pun, karena punya anak-anak tentu berharap pendidikan secara umum, nggak cuma pendidikan tinggi bisa murah dan mudah.

Ya, karena sekolah tinggi itu selain nggak murah yo nggak mudah. Tenan. Coba aja ikut seleksi ke UGM, belum tentu lolos. Lha gimana kuota 50 kursi diperebutkan 6000-an kandidat. Bayang pun.

Kalau nggak bejo atau beruntung, sulit lolosnya. Pintar aja nggak cukup. Wes di UGM kuliahnya yo nggak mudah, lulusnya pun nggak gampang. Macem-macem aturan dan ketentuannya.

Yang versi saya semuanya memang perlu dibenahi; agar kuliah itu terasa menyenangkan dan bukan sesuatu yang “menakutkan”.

Saya tentu mendukung kuliah yang murah dan mudah. Tapi bahwa sekarang UKT mahal, yo piye maneh? Kalau bisa kuliah yo kuliah, kalau belum mampu usaha dulu untuk bisa kuliah di tahun-tahun mendatang.

Kuliah memang nggak selalu menjamin kamu kerja di tempat elite berduit gendut; tapi kuliah akan membentuk pola pikir yang baik, ada relasi yang luas, ada kesempatan memperoleh jalur kerja tak terduga, dll manfaat yang lebih dari sekedar gelar dan ijazah.

Pendidikan tinggi jelas investasi jangka panjang yang penting bagi masa depan individu dan masyarakat. Sayangnya, biaya yang tinggi dan akses yang terbatas sering kali menjadi penghalang bagi banyak orang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, saya sepakat bahwa pendidikan tinggi (kuliah S-1) yang murah dan mudah diakses adalah solusi yang diperlukan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih maju dan berkeadilan.

Dengan pendidikan tinggi yang terjangkau akan meningkatkan kualitas SDM. Dengan pendidikan yang baik, individu dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk bersaing di pasar kerja global.

Pendidikan tinggi yang terjangkau juga akan membuka peluang bagi lebih banyak orang untuk mengembangkan potensi mereka. Pada gilirannya akan berdampak positif pada produktivitas dan inovasi di berbagai sektor.

Pendidikan juga akan mengurangi adanya ketimpangan sosial. Salah satu dampak signifikan dari pendidikan tinggi yang mahal adalah ketimpangan sosial. Hanya mereka yang berasal dari keluarga mampu yang memiliki kesempatan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi.

Dengan menyediakan pendidikan tinggi yang murah dan mudah diakses, kita dapat mengurangi kesenjangan ini dan memberikan kesempatan yang lebih adil bagi semua lapisan masyarakat untuk meraih kesuksesan.

Pendidikan tinggi tidak hanya bermanfaat bagi individu, tetapi juga bagi perekonomian secara keseluruhan. Tenaga kerja yang terdidik cenderung memiliki tingkat pengangguran yang lebih rendah dan pendapatan yang lebih tinggi. Dengan demikian, mereka dapat berkontribusi lebih besar pada perekonomian melalui pajak dan konsumsi.

Selain itu, mereka juga lebih mungkin untuk terlibat dalam aktivitas kewirausahaan yang dapat menciptakan lapangan kerja baru.

Meskipun manfaatnya jelas, mewujudkan pendidikan tinggi yang murah dan mudah diakses bukanlah hal mudah. Jelas banyak tantangannya. Beberapa tantangan utama yang perlu diatasi antara lain:

Perguruan tinggi membutuhkan biaya operasional yang besar untuk mempertahankan kualitas pendidikan, termasuk gaji dosen, fasilitas, penelitian, dan administrasi.

Menurunkan biaya kuliah tanpa mengurangi kualitas pendidikan memerlukan strategi yang cermat dan inovatif.

Di banyak daerah, terutama di wilayah pedesaan dan terpencil, akses ke perguruan tinggi masih sangat terbatas. Infrastruktur yang memadai seperti transportasi dan teknologi juga menjadi faktor penting untuk memastikan bahwa pendidikan tinggi dapat diakses oleh semua orang.

Penyediaan pendidikan tinggi yang murah memerlukan pendanaan yang cukup dari pemerintah dan sektor swasta. Kerja sama yang erat antara berbagai pihak diperlukan untuk menciptakan skema pembiayaan yang efektif dan berkelanjutan.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, beberapa solusi dapat diusahakan:

Pemerintah dapat memainkan peran penting dengan memberikan subsidi untuk biaya kuliah dan menawarkan program beasiswa bagi mahasiswa yang kurang mampu.

Beasiswa ini nggak hanya mencakup biaya pendidikan, tetapi juga biaya hidup sehari-hari, sehingga mahasiswa dapat fokus pada studi mereka tanpa harus khawatir tentang masalah keuangan. Ini wes banyak, cuma aksesnya nggak semua orang bisa karena dana terbatas.

Teknologi dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk mengurangi biaya pendidikan tinggi. Pembelajaran daring (online) memungkinkan mahasiswa untuk mengakses materi kuliah dan berinteraksi dengan dosen tanpa harus berada di kampus. Sebagian sudah begini. Hemat biaya.

Ini nggak cuma mengurangi biaya operasional perguruan tinggi, tetapi juga memberikan fleksibilitas bagi mahasiswa yang tinggal di daerah terpencil.

Sektor swasta dapat terlibat dalam mendukung pendidikan tinggi melalui program magang, penelitian bersama, dan pendanaan beasiswa.

Kolaborasi ini nggak hanya membantu dalam pengembangan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan industri, tetapi juga memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman praktis yang berharga.

Perguruan tinggi perlu mengadopsi pengelolaan yang lebih efisien untuk mengurangi biaya operasional. Ini dapat mencakup penggunaan sumber daya secara optimal, pengembangan program studi yang relevan dengan pasar kerja, dan peningkatan kualitas dosen melalui pelatihan berkelanjutan.

Intinya, untuk mewujudkan pendidikan tinggi yang murah dan mudah diakses adalah investasi penting untuk masa depan.

Dengan mengatasi tantangan yang ada melalui solusi yang inovatif dan kolaboratif, kita dapat memastikan bahwa pendidikan tinggi menjadi hak yang dapat dinikmati oleh semua orang, bukan hanya segelintir orang yang beruntung.

Melalui pendidikan yang lebih terjangkau dan akses yang lebih luas, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil, sejahtera, dan berdaya saing di tingkat global.

Sumonggo. Berkeluhkesah tentang tingginya UKT nggak serta merta menjadikan anak-anak kita bebas kuliah. Tetap harus bayar atau mundur.

Jadi, sementara abaikan beragam hal yang nggak penting, seperti protes dll. Cari uangnya dulu untuk bayarin UKT anak-anak itu atau terpaksa mundur dan menunda kuliah tahun depan.

Kadang menunda 1 langkah bisa untuk melesat 5 langkah, bagi yang mau berpikir jernih dan nggak sibuk nyalah-nyalahin pihak lain atau nuntut biaya gratis.

Hari gini nuntut gratisan? Parkir bentar aja bayar, Ciiiing…😃🙏

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

UKT Tinggi, Kuliah Mahal?

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Rame banget ya di timeline sosmed saya bahasan UKT dan biaya kuliah (S-1) yang tinggi. Lalu klaim kuliah mahal, larang banget, nggak keconggah, nggak kuat bayar, dll bermunculan sebebasnya.
.
Tapi apa benar UKT tinggi itu berarti kuliah mahal? Yuk kita cek sama-sama. Kalau versi saya, biaya kuliah sebenarnya tetap dari dulu. Hanya inflasi saja yang bikin angkanya terlihat sangat tinggi.
.
Tahun 1997 saya kuliah di UGM jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) dengan SPP 225 rb, uang cicilan KKN 60 rb, uang kegiatan 20 rb, total bayar 305 rb. Saat itu harga emas murni di kisaran 25-30 rb. Kalau dihitung gram, jumlah 305 rb dapat 10-12 gram emas.
.
Di tahun 2024, harga emas murni per gram 1,5 jt. Kalau dihitung 10-12 gram berarti biaya kuliah per semester di UGM mestinya minimal 15 s/d 18 juta per semester. Nyatanya di UGM saat ini UKT terendah hanya 2,85 jt dan tertinggi 30 jt per semester (sesuai prodi dan pendapatan ortu). CMIAW🙏
.
Jadi secara makro, hitung nasional sebenarnya biaya kuliah S-1 sekarang jauh lebih murah daripada dulu 😀🙏 Tentu ini bagi kaum yang mau mikir, nggak asal nyablak waton muni 😂🙏
.
Sekarang orang tua yang protes beragaman itu, kok baru nyadar pas anaknya mau kuliah? Kemarin kemarin ke mana saja. Oke, saya nggak akan berkomentar. Mungkin yang berasa berat memang harus ngutang dulu. Yang jelas, jangan ngutang ke saya 😃🙏
.
Apalagi kalau ditendang warasan UKT 12 jt, biaya daftar ulang dll 5 jt, kos 1 jt, biaya hidup 2 jt di Jogja, dll yang sekurangnya 20 juta itu tentu bukan uang sedikit.
.
Dan yang sudah tahu, sebenarnya bisa mengantisipasi masalah biaya ini dengan mudah. Siapkan saja 100 gram untuk 1 anak kuliah S-1. Sekarang dengan 10 rb pun anda bisa menabung emas. Kan nggak terasa kalau anaknya masih SD atau lebih kecil lagi? Emas itu mengamankan uang kita dari inflasi.
.
Saya S-1 dulu bisa selamat ya karena ada perhiasan emas cukup dari orang tua. Itu yang saya gadaikan untuk bayar semesteran yang besar itu, lalu saya cicili tiap bulan dari honor menulis cerpen 😀😀
.
Jadi bagaimana? Masih mo bilang kuliah mahal? 😀🙏
.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us: