Dunia Penulis dalam Series Moonlight

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Saya termasuk telat nonton series ini. Moonlight (2021) yang berkisah dengan apik dunia penerbitan sekompleknya. Artinya ya ada penerbit, editor, penulis, ilustrator, marketing, toko buku, award, dll. Series ini berdurasi 45 menit per episode sebanyak 36 episode; produksi Tiongkok, airing tahun 2021; dengan grade point 8.4 dalam skor 1 s/d 10. Artinya ya baik sekali. Layak ditonton.

Secara garis besar, Moonlight ini berkisah tentang Chu Li. Salah satu impiannya adalah bergabung dengan penerbit terkenal. Lulus kuliah, Chu Li berjuang keras hingga diterima di Yuan Yue Publishing House.

Setelah itu, Chu Li selalu berusaha menjadi karyawan yang terbaik. Karirnya melesat sebagai editor eksklusif untuk penulis-penulis terkenal. Chu Li ini memiliki nama samaran, yaitu Monkey yang ia gunakan di situs pertemanan online.

Di situs tersebut, Chu Li memiliki teman virtual dekat yang dikenal dengan inisial L Jun atau nama sebenarnya, Zhou Chuan (Ding Yu Xi). Keduanya hanya tahu satu sama lain dengan nama samaran.

Di dunia nyata, Zhou ternyata seorang penulis yang dikenal sopan, lemah lembut, dan tampan. Suatu hari, Zhou dan Chu Li bertemu. Namun, pertemuan ini sangat berbeda dari citra Zhou yang dikenal oleh masyarakat. Mereka terlibat konflik karena proyek penulisan yang melibatkan Chu Li sebagai editor. Pertikaian di antara Chu Li dan Zhou berlangsung cukup lama tanpa titik temu. Meski begitu, keduanya mulai mencari tahu lebih banyak tentang satu sama lain sehingga Zhou mulai menduga bahwa Chu Li adalah teman online bernama Monkey.

Sementara itu, Chu Li merasa mustahil bahwa Zhou, sang penulis terkenal adalah teman online dengan inisial L Jun. Pasalnya, Zhou di matanya adalah sosok penulis yang sangat mengganggu dan sering membuatnya kesal.

Dibintangi wajah wajah muda rupawan, berikut ini daftar pemain sekaligus penokohan series Moonlight yang mungkin perlu kita ketahui.

1. Yu Shu Xin (Chu Li/”Monkey”)

Yu Shu Xin berperan sebagai Chu Li, gadis biasa yang ingin mengejar impiannya sebagai editor di Yuan Yue Publishing House, penerbit dari banyak novelis ternama.

2. Ding Yu Xi (Zhou Chuan/L Jun/”Mr. Fox”)

Ding Yu Xi memerankan tokoh Zhou Chuan novelis muda yang sangat berbakat dan punya nama samaran L Jun dan Mr. Fox. Punya sifat yang agak arogan, dia cukup dibenci oleh Chu Li sejak pertemuan pertama.

3. Yang Shi Ze (Jiang Yu Cheng)

Jiang Yu Chen adalah sahabat Zhou Chuan yang sama-sama berkarir sebagai penulis novel. Karena berkali-kali gagal, dia memilih untuk berhenti sampai bertemu Chu Li.

4. Wang Ting (Yu Yao)

Tokoh Yu Yao merupakan atasan Chu Li yang sikapnya sangat tegas dan memiliki etos kerja yang sangat baik.

5. Ma Yin Yin (Gu Bai Zhi)

Gu Bai Zhi bekerja sebagai chief editor di perusahaan pesaing, yaitu di penerbitan Xin Dun. Perempuan ini memang memiliki kepribadian yang dingin, ambisius, pekerja keras, tapi tetap memahami etika kerja.

6. Hua Tong (Ah Xiang)

Tokoh Ah Xiang berprofesi sebagai desainer di Yuan Yue Publishing House. Punya usia yang seumuran, dia bisa mudah akrab dengan Chu Li.

7. Zhu Yong Teng (Liang Chong Lang)

Liang Chong Lang adalah pimpinan di bagian distribusi, pria ini dikenal sangat tegas dan perhitungan.

8. Zhou Pu (Miao Jian Ping)

Miao Jian Ping adalah wakil kepala editor, pria inilah yang menjadi atasan langsung dari Chu Li. Berbeda dengan Yu Yao, Miao Jian Ping selalu saja meremehkan Chu Li terutama dalam prestasinya.

9. Xiong Yu Ting (Song Xi/Li Xue Mei)

Song Xi dikenal sebagai seleb terkenal, tapi ternyata punya sifat arogan dan pemarah.

10. He Yun Qing (Zhou Gu Xuan/Ayah Zhou Chuan)

Zhou Gu Xuan merupakan ayah kandung Zhou Chuan. Dia berprofesi sebagai novelis dengan segudang penghargaan. Namun, ternyata dia punya hubungan yang kurang baik dengan sang putra.

Lagu-lagu dalam Moonlight atau OST nya pun enak didengarkan.

1. Chu Li is Here – Yu Shu Xin

2. Heartless Poem – Ding Yu Xi

3. Extreme Day – Ma Shi Hui

4. NiuNiu – Shuang Sheng

5. Yun Hai – Zhang Yuan

6. Paper Airplane – Jin Wen Qi

Nah, itulah sederet hal menarik series Moonlight yang layak untuk diikuti.

Bagi saya pribadi, cerita ini berasa melihat perjalanan hidup sebagai penulis. Bagaimana naskah di tengah tumpukan itu kadang memerlukan insting dan kejelian seorang editor untuk “naik” sekedar dibahas oleh tim redaksi.

Bahwa penulis yang sudah mati suri pun —tidak menulis bertahun-tahun karena penjualan buku yang buruk, kalau bertemu editor yang handal dan bisa memanusiakan penulis, dia akan kembali berjaya. Penulis penulis yang memerlukan tangan dingin editor untuk bisa menghasilkan versi terbaiknya.

Beragam kejahatan dunia perbukuan pun di sini diulas dengan blakblakan; plagiat, keributan antar penulis, booksigning, rebutan kapling atau spot muat, gegeran antar petinggi penerbit, keributan cetak dan distribusi; dll. Siapa yang jadi penjilat, siapa yang nggak kerja, siapa yang sok berkuasa, penulis yang bawel, artis yang mengganggu, dll semua ada. Bagi mereka yang berada di industri kreatif kayaknya sayang kalau melewatkan series ini.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Pentingnya Berpikir Ulang

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Pernah suatu ketika di pagi pagi buta, saya sudah menulis surat protes untuk dua pihak yang versi saya tidak bekerja sesuai dengan aturan dan kesepakatan. Namanya saja surat protes, tentu bahasanya tak seindah puisi cintamu 😄😅
.
Begitu rampung, saya mengecek ulang, membaca cermat, menimbang, merenung, memikir ulang. Lalu bertanya pada diri saya: apa ini penting? Apa dampaknya?
.
Alih-alih berasa happy, saya pun ikut tidak nyaman. Saya pun memutuskan untuk mendelete seluruhnya dan melupakannya.
Saya akan bertanya dan mencari tahu sebabnya, lalu akan berembug solusinya.
.
Sekira wes jam normal orang kerja, saya baru bersapa sua kepada dua pihak ini. Dan cerita mereka mengalir lancar setelah permohonan maaf karena merasa segan mendahului lapor kesulitan di lapangan pada saya. Ya ampuuun… 😄😅
.
Akhirnya kami mengubah dan mengatur ulang beberapa hal yang ternyata “sulit” pada praktiknya. Lalu selesai. Sore hari ini, beberapa pekerjaan yang sempat tertunda itu, justru selesai lebih cepat sebelum deadline karena kami menemukan formatnya ketika berdiskusi pagi hari. Begitu mudah. Tanpa silang pendapat musuhan.
.
Saya merenungkan ulang; kalau surat protes saya tadi pagi terkirim; bisa jadi tidak secepat ini rampungnya. Dan yang pasti, bisa-bisa saya menambah musuh, kehilangan orang yang bisa membantu gaweyan tak terduga. Alhamdulillah, terhindar dari hal itu.
.
Jadi ya, saat kita ingin meluapkan marah; mungkin perlu menulis semua kemarahan kita —termasuk caci makinya, membaca ulang, kemudian menghapus seluruhnya. Melupakan kemarahan dan fokus pada mencari solusi. Kesulitan pun bisa lebih cepat diatasi. Dan yang pasti, tidak perlu habis energi untuk marah-marah.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Bisakah Menulis untuk Hidup Layak?

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Pertanyaan itu kelihatannya mudah dijawab, tapi saya perlu waktu untuk menjawabnya. Banyak orang yang masih saja bertanya bagaimana saya survive dengan menulis, dan seringnya mereka melihat saya dolan-dolan. Yes, gaweyan saya memang dolan dan hobi menulis😍
.
Sejujurnya saya tidak tahu. Apakah menulis bisa dikategorikan untuk hidup layak atau tidak, karena standar hidup tiap orang berbeda. Saya memiliki prinsip, kalau kita sungguh-sungguh mengerjakan sesuatu, pasti ada hasil baiknya.
.
Tuhan memberi saya “skill” menulis, jadilah saya menulis dalam berbagai tema, mengajar tentang penulisan; dan sejauh ini, alhamdulillah baik-baik saja. Saya sekolah S2 dan S3 di UGM tidak dengan beasiswa, uangnya ya dari menulis. Saya sudah mandiri membiayai kuliah S1 dengan menulis sejak usaha ayah bangkrut. Tidak ada alasan saya tidak mandiri setelah lebih dewasa.
.
Ingat lho sebagai penulis saya nggak terima duit bulanan. Berhentilah bertanya berapa penghasilan saya setiap bulan. Karena itu bisa banyak sekali, atau sama sekali berbulan-bulan tidak ada penghasilan. Tinggal pinter-pinter mengatur agar duit yang diterima satu kali bisa untuk satu tahun, misalnya.

Tidak mudah, apalagi kalau gaya hidup tidak terkontrol. Saya hidup sederhana; menikmati dan mensyukuri berkah hidup saya😍 Saya merasa beruntung karena tidak punya utang pada pihak lain. Itu berkah lho… karena banyak orang yang hidupnya glamour, tapi tiap bulan ribet dikejarkejar penagih utang😎
.
Jadi, bagaimana saya harus menjawab pertanyaan tadi? Simpulkan sendiri ya. Saran saya jangan asal banting setir mau jadi penulis demi ego. Bekerjalah baik-baik, investasi ilmu penulisan terbaik, cari mentor terbaik, alokasikan waktu untuk menulis. Kalau sudah eksis karya dan duitnya dari menulis, anda baru boleh resign dari kantor.
.
Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Pentingnya Disiplin Bagi Penulis

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

  1. Mendisiplinkan orang lain jauh lebih mudah daripada mendisiplinkan diri sendiri. Apalagi untuk menulis.

10-30 menit sebenarnya bukan waktu yang lama untuk menulis setiap hari. Namun toh untuk disiplin itu, sulitnya tidak terbantahkan.

  1. Sementara kita sudah membuat kerangka kerja, kalau kita tidak mau disiplin ya tetap saja naskah tidak jadi.

Disiplin diri ini tidak hanya ketika mulai untuk menulis. Namun dalam proses menulis pun tidak sedikit gangguan disiplin muncul.

Saya pun sering tidak disiplin, telat ini salah itu, tidak tepat ini itu. Toh tidak disiplin yang manusiawi tentu masih bisa ditolerir.

Dan setiap kali saya menyadari, itulah kemanusiaan kita. Disiplin harus dibangun dari diri kita sendiri.

  1. Berapa banyak penulis yang sudah memiliki kerangka kerja yang rapi dan sudah disepakati dengan klien, lalu ketika dalam proses penulisan menjadi mangkir dari draft. Itu terjadi karena dalam menulis, dia memikirkan lagi ini kalau begini mestinya begitu dan seterusnya. Lalu lupa pada kerangka kerja yang disepakati.
  2. Disiplin juga berkaitan dengan masalah revisi. Beuuuh, revisi naskah itu lebih melelahkan dan lebih memusingkan daripada bikin naskahnya.

Kalau anda sudah masuk industry penulisan, revisi adalah hal yang sebisa mungkin dihindari. Toh, tak ada karya yang “sempurna” tanpa revisi.

  1. Sekali anda tidak disiplin dalam revisi atau bahkan tidak merevisi, ya tidak apa-apa.

Naskah anda —kalau buku, mungkin tidak akan diterbitkan atau dipublikasi. Kalau scenario, mungkin direvisi orang lain dan anda tidak akan dipakai lagi. Sesimpel itu kalau di industry.

  1. Disiplin juga berkaitan dengan deadline. Selamanya dalam industry pasti ada yang namanya deadline. Kalau deadline 4 Oktober, sebenarnya itu pasti masih ada 7 Oktober. Namun jadi penulis lebih baik memiliki deadline pribadi. Kalau diminta 4 Oktober, ya deadline lah 1 Oktober.

Anda bisa istirahat satu hari, lalu tanggal 3 Oktober memeriksa salah ketik dan lain lain administrative, baru menyetorkan ke pihak yang berkaitan. Aman dan tenang.

  1. Disiplin juga perlu untuk masalah honor dan uang. Karena sudah terbiasa kerja tidak menentu dengan orang-orang yang sering kali baru juga; saya tidak terbiasa meminta uang muka.

Oke, begitu hitung hitungan disepakati dan naskah selesai, maka saya akan memberitahu klien untuk mengirim uang seluruhnya dan atau sesuai kesepakatan.

Baru naskah akan saya kirim dan proses revisi kami selesaikan. Jadi, tidak ada alasan kita tidak dibayar klien.

Kalau mereka tidak bayar, ya tidak apa-apa. Saya tidak mati karena orang yang mangkir janji.

Naskah bisa disetor untuk model kerja lainnya. Uang royalty yang sering tak seberapa, tetap harus dikelola dengan disiplin.

Karena kalau anda tidak peduli dengan yang sedikit, bagaimana anda bersyukur dan Tuhan akan kasih yang besar?

  1. Sejatinya penulis memang harus disiplin dalam banyak hal. Termasuk urusan kesehatan. Ketidakadaan jaminan dan kepastian semestinya membuat masing masing sadar, bahwa mengatur hidup sebaik baiknya adalah tugas yang tidak bisa dianggap ringan.

Namun kalau terbiasa ya mudah saja, lempeng saja. Tidak ada yang sulit kalau kita melakukan dengan kesadaran pribadi.

  1. Tanpa disiplin, ada peluang seperti apapun bagusnya anda tidak akan bisa memanfaatkan.

Karena peluang di industry penulisan selalu berkaitan dengan naskah yang jadi. Lah, kalau anda tak punya naskah jadi karena tidak disiplin, apa yang mau ditawarkan?

  1. Bukan ranah dan wewenang saya pula untuk mendisiplinkan anda. Karena sudah dewasa dan memiliki kesibukan yang berbeda.

Hanya perlu konsisten saja menulis itu. 10-30 menit setiap hari. Lalu naskah selesai.

  1. Tak usah ngotot seperti yang banyak dituntut mentor penulisan sehari harus menulis sekian halaman. Bahkan menulis ebook dua hari jadi, lhah itu menulis apa? Copas dari mana saja?

Nulis cerpen saja (6-10 hlm), dua hari belum tentu jadi. Terus disuruh pernyataan segala hari ini tanggal itu mo jadi penulis, lha yang begitu itu yo nggo opo kalau versi saya. Untuk apa itu?

Menulis bukan sesuatu yang harus dideklarasikan ke khalayak.

  1. Baru kalau anda sudah punya karya itu harus dideklarasikan ke mana-mana, agar mereka beli dan kantong anda gendut dengan royalty.

Bukan proses menulisnya. Bukannya apa-apa, bisa bisa justru ide ide anda yang dishare di public itu dicuri orang. Anda belum selesai tulis, yang setipe sudah beredar luas di pasaran.

Disiplinlah. Karena itu yang bisa menyelamatkan eksistensi sebagai penulis yang baik dan professional.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Menghitung-hitung Duit Orang 😃🙏

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Kalau naik mobil online itu, saya menyapa driver bentar, terus sibuk dengan gaweyan. Baca atau balas pesan HP. Kadang nonton scrolling sosmed. Hari ini drivernya beda. Orangnya ramah. Banyak cerita. Banyak tanya. Saya jawab seperlunya.
.
“Bu, gaji dosen itu pasti besar kan? Apalagi sudah doktor.” Saya tertawa, ingat gaji saya dengan ijazah S3 yang nggak mudah/murah itu “hanya cukup” mbayari transport PP 20-25 hari sebulan. Karena non keluarga, saya nggak ada tunjangan suami/istri/anak. Dengan beragam potongan gegara aturan bagi mereka yang nggak publikasi Scopus tiap semester, duit yang saya terima sebagai dosen makin mengkeret. Jadi ngerti, kenapa ada istilah gaweyannya sakdos gajinya saksen.
.
Kalau tidak ingat ibu, mungkin saya wes kabur gegara gaweyan administratif yang bikin pening. Untunglah saya survive sebagai penulis, gaji tidak terlalu jadi pikiran. Tapi kadang sakit hati, inget beban kerjanya menghabiskan waktu 😆😅🙏 Untunglah saya percaya bahwa rezeki itu sebesar usaha saya; saya tidak ambil pusing dengan gaji. Tugas saya do the best untuk semua tugas kewajiban.
.
Alhamdulillah rezeki yo tetep berlebih versi saya. Mo jadi dosen atau enggak, saya tetep menulis. Standar hidup “sederhana”, menyelamatkan saya dari masalah finansial.
.
Jadi dibilang gitu, saya tertawa. Pernah keras tertawa ketika tahu kakak saya kerja 30 tahunan sebagai dosen PNS gapoknya 5 juta an. Kebayang berapa yang dia terima saat baru jadi dosen.
.
Jadi, kalau kamu mau kaya ojo dadi dosen atau penulis. Ini kerjaan yang kudu belajar terus dengan beban moril nggak ringan. Lha saya bisanya nulis, njur arep piye maneh. Pokokmen apapun itu, harus bersyukur biar si merah Soekarno Hatta terus berdatangan bersama teman temannya 😁🙏
.
Tahu tahu si driver bilang, “Bu, beli saja tanah saya. Ke UGM 15 menit, ke UPY ya 15 menit.” Lalu mendetailkan data, harga, surat-surat.
.
Saya tertawa. “Kan Pak, ternyata lebih banyak duit bapak daripada saya. Ada toko, rumah kos, kontrakan, sawah, tanah, pensiunan. Emang paling enak itu, menghitung-hitung duit orang lain.”
.
Kami pun tertawa lagi. Yach hidup, sawang sinawang.🙏
.

Please follow and like us:

Segala Sesuatu Ada Ilmunya

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Kalau baca berita sekarang ini kok kening saya (sering) berkerut ya. Akal logis saya rasane jungkir balik. Mungkin otak saya yang nggak nyambung untuk mengerti kerumitan berbahasa para awak media dan juga banyak pejabat negara sekarang ini.

1. Indonesia yang seperti “diobrak-abrik” dengan narasi yang bikin mumet. Saya sampai geleng-geleng, yang bener mana yang hoax mana. Mungkin saja nanti emas di Monas diragukan keasliannya njur “dicek” dan “diturunkan” untuk “dimurnikan” 😂🤣

2. Pengusiran warga Rohingya dengan beritane sungguh beragam. Termasuk aneka virus ajaib baru yang muncul dengan beragam kontroversinya. Dari azab sampai bermacam hoaxnya hilir mudik di berbagai lini berita.

3. Beragam berita pilpres pun bikin saya mikir. Ini tenanan, hoax, atau pencitraaan atau apa. Entahlah. Saya tidak mengerti dan jadinya kadang malas mengikuti.

4. Beragam berita lainnya yang macem-macem. Yungalah di sosmed, emak dasteran bolong bae jadi berita 🤣 Sampai saya kudu mikir, ini hoax atau bukan. Bener atau enggak. Membaca berita tidak lagi bikin nyaman hati. Mau respon saja mikir, ngeshare apalagi 😁😅

5. Kalau dulu baca itu jendela ilmu, sekarang baca pun kudu pake ilmu. Kalau enggak, semua berita akan kamu telan mentah-mentah dan kamu akan jadi penyebar hoax paling masif. Hati-hatilah membaca. Pikirkan. Crosscek. Kalau dirasa tidak bener, tidak penting; hentikan sampai dirimu saja.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Rezeki Itu Yang Kita Nikmati ❤️🙏

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Saya tadi mau gawe olahan sayur. Ingat sudah pernah menyiapkan sepaket-paket dalam wadah tupperware. Bhadalah…
kok wes membusuk 😂😆

Awalnya sih saya beli aneka sayur, njur saya bersihkan, masukkan kotak-kotak, baru masuk kulkas. Maunya saya masak tiap hari. Sekurangnya untuk mengurangi gaya ketergantungan saya pada pesan makan online, yang belakangan charge app dan ongkirnya kok rada nggak masuk akal (kalau nggak boleh dibilang mihil).

Rencana ya tinggal niat. Begitu deadline mendera, pesan online jelas ndak pake ribet di dapur 🤣 dan pas saya lagi pingin gawe dhewe, ternyata sayurnya wes ajur busuk ndak selamet ini sayur mayur 😃

Lalu saya ingat nasihat, rezeki itu yang
kita nikmati. Ya benar 😃 Sayur itu bukan rezeki saya. Rezekine si tukang sayur
tempat saya beli pesan sayur plus bumbunya.

Harta pun kalau nggak kita nikmati ya bukan rezeki. Rumahmu boleh sepuluh. Mobilmu boleh berderet-deret. Tapi pasti rumah yang kamu tinggali yo satu. Mobil yang kamu pake yo jelas siji. Bukumu boleh berderet lemari, kalau ndak kamu baca; jelas bukan rezekimu. Bajumu boleh berbanyak lemari; pasti nggak mungkin semuanya kamu tumpuk pake di badanmu kayak toko berjalan kan🤔🤣

Intinya, kita sering serakah. Nyari dan numpuk
ini itu, njur malah ndak sempat menikmati 🤣
Jadi benar ibu saya, ada makanan berlebih yo cepet dibagi kiri kanan. Besok ndak ada, ya dipikir besok. Baju, kain, ikan, telur, sembako pun dibagi kiri kanan. Dan anehnya, semua tetap berlimpah di rumah ibu saya. Ada saja yang datang mengirimkan; selain tentu telur dan ikan. Itu hasil ternak ayam dan ikan, ibu urus di halaman rumah 💖

Mati pun kamu ya ndak bawa itu semua harta benda. Tapi juga jangan sampe semangat berbagi lupa diri sendiri. Intinya seimbang, secukupnya saja. Biar ndak banyak hal mubazir dalam hidup😃

Kadang-kadang di tengah deadline kok saya yo malah rada bijak begini. Mungkin otak saya sudah terlalu panas mikirin paragraf demi paragraf yang harus saya tulis. 🙈🙏

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us: