Aktivitas parasailing ini lebih kurang setipe dengan seawalker prosesnya. Dari bibir pantai, kita harus naik perahu dulu sampai ke tengah laut. Setelah itu, kita akan ganti ke kapal. Di kapal ini, saya menerima petunjuk permainan dan keselamatan sambil mengenakan piranti lengkap. Dan permainan pun dimulai.
Kita akan diminta duduk oleh petugas, lalu akan dibawa naik turun perlahan-lahan sampai batas ketinggian dan kerendahan dengan kecepatan yang diizinkan.
Saat masih di kapal, operatornya itu sampai ketawa pas ketemu saya. Ibu senyumnya kok lebar sekali. Gembira betul datang sendirian 😁😂 *Satire yang kocak. Saya enteng menjawabnya, saya justru nggak senang kalau nggak bisa datang sendirian.
Ya, kadang-kadang untuk piknik yang rada besar harganya ngajak orang pun mikir. Dianya belum tentu ada waktu, biaya, kesempatan. Belum lagi untuk watersport ini termasuk olahraga wisata berisiko tinggi. Nggak semua orang mau, berani, dan punya nyali. Jadi, saya ya enteng saja kalau misalnya harus berangkat sendirian. Meskipun jelas kalau ada partner akan lebih seru.
Di kapal ini ada tiga kru; operator, petugas peralatan, dan fotografer. Haha, karena model privat; semua hanya ngurusi saya. Ini siy lebih sedikit petugas. Pas di kapal yang mau turun untuk seawalker, kru nya ada delapan dan hanya ngurusin saya 😂 Pokmen serasa milik pribadi wes 😍
Ya ini permainan seru 😀 Kita bisa lihat laut dari ketinggian di tempat terbuka. Terayun-ayun naik turun dengan cepat. Menikmati angin. Mendengar ombak. Terjeda teriakan keriuhan aneka kegiatan laut. Kebiasaan buruk saya, kalau seru malas berakhir 🙈
Aktivitas parasailing ini di Tanjung Benoa harus pesan dulu ya. Bisa siy sampeyan pake dadakan di tempat, tapi charge nya bisa berlipat.😁😂 Standar keamanan, jenis asuransi, durasi, jenis kelompok atau paket, privat maupun VIP semua ada jenis layanan dan beda-beda harganya 😀🙏
Pokoknya kalau saya siy, besok-besok ada kesempatan pasti akan coba lagi 😁😂 Termasuk aneka jenis watersport lain yang belum saya jajal 😁🙏
Bunga Kamboja depan rumah. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Pas pemilik rumah datang setelah rumahnya saya beli, beliau bilang, “Rumahnya jadi adem, Mbak Ari.”
Pikir saya beliau berdua dari luar di siang terik. Walau bermobil AC, tetap beda dengan duduk di rumah dengan pintu jendela terbuka.❤
Berbanyak kawan datang, pun begitu. Adik saya, “Sebelum Mbak Ari tinggal, aku takut ke sini. Serem dan bikin emosi. Sekarang adem, aku bisa tidur pules.”❤
Alhamdulillah. Dulu, dengan keadaan seadanya dan perabotan urgent, saya pindah. Lha wes beli rumah mosok nggak ditinggali. Tanpa pagar depan, gersang pasir, lantai atas pun terbuka. Orang loncat genteng bisa masuk rumah. Mesin sumur rusak, lampu ndak ada, korden ndak ada, kunci-kunci nggak fungsi dan banyak lagi yang kudu diberesi. Itu semua berarti pengeluaran.😃
Kok saya beli ndak mikir ini. Belum lagi omongan tetangga tentang kisah horor. Rumah sebelah kosong 10 tahun, bikin saya makin jiper 😆 Saya pun bismillah. Minta perlindungan Gusti Allah.❤
Pas saya mo beli taneman, nanya temen-temen deket yang harga murah. Mereka bilang nggak usah beli dan janji bawain dari rumahnya. Begitulah tanaman dari mereka tumbuh subur. Beberapa saya minta pas ke rumah teman (tanemannya melimpah dan nggak jualan taneman), beberapa saya barter.❤
Sedikit demi sedikit saya masang pagar, pelindung lantai atas, pengaman tangga, dll. Isi rumah? Ya diisi pas ada rezeki. Tapi ya gitu, ada temen datang njur beliin meja makan. Ada yang nanya mau rak buku besar dan mengirim. Ada klien dateng, lalu transfer dan minta saya beli kursi teras; dll. Rumah ini seperti memberesi dirinya sendiri.❤
Rumah saya njelik ndeso, tapi menteri, bupati, rektor, guru besar, dll orang penting datang berkaitan dengan gaweyan saya. Rezeki sering datang tidak terduga. Tetangga pun baik. Alhamdulillah ❤
Adik saya tanya, rumahnya dikasih apa kok berkah. Saya bilang: selalu bersyukur, dipakai sholat, ngaji; kalau ada orang bertamu, mereka kudu pulang dengan tangan berisi.❤
Bagaimana dengan rumahmu? Jadikan rumahmu berkah dengan bersyukur tiap saat. Biar rezeki mudah datang. Para penghuni rumah pun sehat dan happy ❤
Seawalker di Tanjung Benoa, Bali. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Sesuai dengan namanya, seawalker itu ya berjalan-jalan di dalam air laut. Fun. Seru. Happy. Sesudah turun, malas untuk naik 😁 Seperti kita jalan-jalan biasa, tapi di dalam air laut. Bisa nyentuh-nyentuh ikan, ngasih makan ikan, memegang karang, memotret dan membuat video.
Sementara yang saya lihat di bawah laut Tanjung Benoa hanya ikan-ikan; nggak ada nemo, penyu, belut laut, apalagi kuda laut atau buaya laut 😂 Adanya karang-karang dan tanaman laut di bagian laut yang lain.
Pada saat kita seawalker ini, kita bisa naik turun tangga dan pegangan pagar pembatas. Beneran ya seperti jalan di darat gitu lho. Nggak ada bedanya. Berjalan dan bernafas seperti biasa. Yang terasa berat bagi saya, helmnya untuk bernafas itu 😂 Pas sudah naik dan berada di kapal, bahu saya langsung terasa pegel-pegel 😁
Bagi saya seawalker ini tetep menyenangkan. Kita bisa melihat aneka kekayaan bawah bawah laut. Air laut di atas yang berwarna gelap biru pekat kehitaman di Tanjung Benoa, ternyata di bawahnya bisa begitu hijau jernih dan bikin adem di hati ❤️❤️ Bagaimana rasanya air laut yang hijau? Ya tetep asin laaaah 😂
Kalau mo main ini, pastikan sudah pesan dulu ya. Karena untuk bisa seawalker ini, kita perlu naik perahu dari bibir pantai ke tengah laut, lalu ganti kapal. Setelah itu, di atas kapal kita mengenakan piranti lengkap untuk terjun ke laut. Kita boleh pake baju renang atau pun enggak. Tapi kalau nggak pake baju renang, pastikan bajunya yang cukup ringan dan nggak ribet ya. Baru deh kita diizinkan turun ke bawah laut dan harus pakai pemandu. Dia ini biasanya yang juga akan mengambil foto-foto dan video kita.
Keseruan yang rasanya bikin senyum saya gak ilang-ilang. Saya begitu gembira dan badan terasa segar bugar. Jiwa saya pun terasa ringan bahagia kembali. ❤️
Saran saya, kalau teman-teman mau melakukan kegiatan seawalker ini, ambil saja waktu non weekend agar pantai, laut, perahu, kapal, dan taman bawah laut pun serasa milik pribadi. Selamat berlibur ❤️
Menjajal jetski di Tanjung Benoa, Bali. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Beberapa waktu lalu pas liburan di Bali, saya memutuskan untuk mencoba beberapa olahraga air di Tanjung Benoa, Bali. Salah satunya jetski seperti di atas.
“Mas, ini pakenya piye? Rem, gas, kopling?” tanya saya saat tahu jetski yang akan saya pake.
“Hanya ada gas. Nggak ada rem.”
“Berarti lurus, belok kiri kanan? Kalau muter kiri atau kanan baru lurus?”
Dijawab dengan anggukan, saya bertanya lagi. “BBM aman? Kecepatan maks?”
Saya hanya mendengar aman. Pas duduk saya kepo lagi. “Boleh bawa sendiri?”
Instruktur tidak menjawab, tapi dari matanya saya tahu bahwa tidak dibolehkan. Dan pas di laut saya paham, ada banyak hal nggak terduga yang bisa terjadi 😀
Tapi ya, ini seru. Bisa teriakan bebas dengan ngebut pool tanpa rem 😂🤣 Lalu tahu-tahu harus banting ke kiri atau kanan karena ada perahu, kapal, atau jetski lain yang dadakan nongol 😂 Hahah… kaget juga saya 🤣
Oh ya, ini bisa dinikmati di Tanjung Benoa, Bali. Ada banyak brand watersport di sana; dengan beragam pilihan harga dan fasilitas. Konon kan nggak ke Bali kalau nggak ke pantai 😂🤣
Lepas sholat Ied Hari Raya Idul Fitri tahun 2024 di masjid dekat rumah ibu. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Lebaran tahun ini saya mudik lebih awal daripada tahun-tahun sebelumnya. Karena Jumat aktivitas kampus sudah berakhir, saya sudah langsung teng go… jam pulang langsung pergi; meskipun cuti bersama lebaran dari pemerintah baru mulai hari Senin, 3 hari kemudian atau tanggal 8 April 2024.
Saya juga tidak menunggu saudara dan ipar saya untuk mudik dengan bermobil bersama. Yach, pulang naik kereta api. Sore hari saat tiba di Stasiun Tugu, suasana cukup ramai; tapi tidak terlalu penuh. Belum terasa arus mudik. Atau karena jalur kereta eksekutif tidak sepadat kereta ekonomi, saya kurang memperhatikan.
Perjalanan 4 jam dari Jogja ke Tulungagung ya nggak terasa, karena terjeda waktu buka di kereta. Saya membawa bekal makan minum sendiri, sehingga bisa buka dengan tenang. Oh iya, di kereta api Malabar yang saya tumpangi; tersedia juga gerbong makan dan mushola darurat. Jadi tenanglah kalau nggak sempat bawa bekal. Terus lalu lalang petugas yang menawarkan makan minum juga banyak. Pokoknya bawa duit aja aman sudah 😀🙏
Tiba di rumah ibu, saya beneran “makan dan tidur” kerjaan saya. Lha semua sudah ada. Sampai saya bingung, nanyain apa yang perlu saya kerjakan. Ah tidak ada. Ibu saya wes nyiapin jajanan lebaran jauh hari. Wes nyiapin aneka zakat dan sedekah berbagi juga jauh hari. Jadi di hari-hari terakhir Ramadan, saya beneran berasa bisa pol-polan ibadah tanpa perlu mikirin “nanti makan buka/sahur apa ya”. Di rumah orang tua, memang selalu beda.
Lalu jelang akhir Ramadan ibu saya minta agar saya ngecat tembok dapur. Yahahaha… pasti nggak percaya, kalau di rumah kami; nggak laki nggak perempuan semua harus bisa kerja. Mo urusan dapur sampai pertukangan listrik semua kudu bisa.
Karena nganggur ya saya kerjakan. Saya minta adik saya beliin catnya. Lalu nyiapin peralatannya; timba, kuas, kepi, dll. Saya lalu membersihkan tembok yang agak hitam kena bekas api masak memasak, mencucinya, baru mengecat dan membersihkan lantainya. Lumayan setengah hari kerja fisik pas puasa, berasa juga laper hausnya…😀🙏
Tapi ya senang karena ibu turut senang. Bukan nggak mau panggil tukang, tapi karena wes dekat lebaran dan kalau kerja cuma segitu nanggung pula bayar tukang. Dapur ibu pun jadi lebih bersih. Tembok depan samping tungku kompor jadi terlihat terang kembali.
Lalu lebaran tiba. Berasa beneran sepi banget rumah ibu. Karena empat saudara saya dengan pasangan dan anak anaknya masih pada di rumah mertuanya sana. Terus gitu, tetangga kiri kanan juga berasa sunyi karena pada mudik ke kampung halaman masing-masing.
Jadi saya berangkat sholat ied ya berdua dengan ibu. Pulang mohon maaf lahir batin. Berasa betul kalau sebutan “si kecil” ini kena di saya. Si bungsu yang belum menikah yang harus tinggal sama ibu saat lebaran 😀🙏
Lalu saya mendoakan untuk almarhum bapak saya yang berpulang pas lebaran, hampir 15 tahun silam. Masih tetap terasa sedihnya saat itu. Tapi ya kita tidak bisa mendikte takdir. Allah sudah mengatur semuanya dengan baik.
Lalu berhamburanlah tamu tamu datang sampai tidak ada jeda. Ya ampun, kaget saya dari mana asal orang orang itu pada datang di rumah ibu. Oh ya, biasanya juga begitu. Tapi kalau ada saudara-saudara saya, jadi nggak perhatian. Ini karena sendiri sama ibu saja jadi tahu kalau keluarga besar kami itu banyak banget. Orang Jawa, garis ibu atau bapak semua dihitung 😀🙏
Sekurangnya lebaran pertama saya beneran sibuk jadi tukang laden dan juru foto dadakan. Ditertawakan banyak keluarga karena “lebih gemuk” dibandingkan tahun tahun lalu. Ah ya, sebenarnya bukan lebih gemuk tapi mungkin mereka melihat saya lebih gembira saja dibandingkan sebelumnya.
Tamu tamu masih terus datang. Dan tentu rumah ibu akan penuh sesak kalau pasukan dari saudara dan ipar ipar saya beserta seluruh anaknya sudah datang ke rumah ibu. Dan tentu si bocil bocil pasti dengan enteng mengkavling kamar saya sebagai tempat tidur mereka. Belum teriakan makan ini itu yang kurang. Siapa yang kelamaan di kamar mandi. Angpaoku mana. Mainanku di mana. Dll keribetan yang khas lebaran.
Lebaran ya setipe begitu dari tahun ke tahun. Tapi selalu bikin rindu kita untuk pulang ke rumah orang tua. Happy Iedul Fitri. Selamat berlebaran. Mohon maaf lahir dan batin. ❤️🙏
Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Beberapa waktu yang lalu, kita dikejutkan dengan berita heboh korupsi Harvey Moeis (HM) yang ditaksir menyebabkan kerugian negara sebesar 271 Trilyun.
Lalu beberapa hari kemudian sang istri HM, Sandra Dewi yang dipanggil untuk bersaksi di pengadilan, dengan penampilan yang superceria tanpa rasa malu masih bisa menyapa wartawan tanpa rasa berdosa. Sama sekali. Berasanya di hati saya, kok cacat etika betul.
Seolah olah 271 T itu adalah hak suaminya. Atau mungkin sudah tahu kalau korupsi di Indonesia hanya didenda 1 milyar saja? Hukuman penjara? Ah biasa, nanti juga kena remisi terus nggak sampai enam bulan sudah bebas. Dan tetap kaya raya dengan seluruh aset nya yang trilyunan itu.
Saya tidak hendak mengomentari, karena proses hukum sedang berjalan. Tetapi melihat banyak kasus korupsi di Indonesia yang berakhir baik baik saja bagi pelaku, istri, anak anak dan keluarga besarnya; rasanya hukum kita itu memang hanya tajam untuk rakyat jelata. Sungguh menyedihkan.
Lalu berita yang rame banget tentang seorang pegawai Pertamina yang memarkir mobil sembarangan, diingatkan karena membuat macet malah balas membentak dan meludahi pengemudi lain; yang berbuntut pemecatan. Sungguh harga yang mahal untuk emosi sesaat. Cacat etika yang tidak akan bisa ditebus sepanjang hidupnya.
Berikutnya berseliweran pula sesorang perempuan berbaju merah (saya tidak ingat namanya); yang karena memaki seorang lelaki (body shaming) lalu dipukul dan diludahi, sementara di seberang sana terlihat ada lelaki dan keluarga yang hanya bengong saja. Tidak tergerak melerai, atau menengahi agar tidak terjadi penganiayaan. Sungguh cacat etika yang dipertontonkan secara vulgar. Si perempuan yang memaki salah, si lelaki yang memukuli salah, si penonton pun (rasanya) juga salah.
Ini semua ada di timeline beranda sosmed saya. Sementara sehari hari kita menyaksikan banyak kali peristiwa “cacat etika” yang bikin hati ngenes. Versi saya ini adalah bukti nyata kegagalan pendidikan dasar di negara kita. Karena sejak lama kita meniadakan pendidikan etika dan budi pekerti. Mungkin kita sudah dalam keadaan darurat etika sosial.
Orang menjadi “beringas”, “brutal” secara verbal dan non verbal. Menganggap salah itu biasa selama mereka punya uang, punya kuasa. Orang tidak lagi menimbang kepentingan umum, yang penting dirinya benar. Yang penting dirinya untung.
Lalu akan menjadi seperti apa bangsa ini di masa depan? Sulit memikirkan. Dalam ranah sederhana, mari kita cek keluarga kita saja. Pastikan bahwa kita, pasangan, anak anak, cucu, dll orang yang berada dalam satu rumah dengan kita; sudah mengenal dan menerapkan etika sosial dengan benar. Tidak hanya sekedar “benar” menurut versinya, tapi benar secara aturan umum.
Dengan begitu, sekurangnya mulut kita nggak ringan memaki orang. Kita juga nggak akan main serobot antrian, parkir sembarangan, korupsi tanpa rasa berdosa, dll bentuk tindakan tidak beretika yang merugikan pihak lain. Dan pada akhirnya merugikan diri sendiri.
Semoga jadi perenungan kita bersama bahwa persoalan besar sedang kita hadapi. Sebenarnya kita tidak sedang baik baik saja. Mari kita jaga lingkungan terdekat kita, mulai dari keluarga kita lebih dulu.
Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
“Mbak Ari, kalau penilaian dan proses terbit buku di penerbit mayor sangat lama dan ribet bagaimana cara kita produktif menulis? Kan produktivitas kita ditentukan dari seberapa banyak karya yang dipublikasikan?”
Jawabannya ya tidak usah menunggu hasil penilaian dan kapan selesainya proses buku terbit. Terus saja menulis untuk kepentingan yang lain. Artinya kita punya timeplanner sendiri untuk kinerja penulisan kita.
Setiap kali telah menyelesaikan naskah, cukup istirahat, ya mulai menulis lagi. Masalah ditolak atau revisi, itu urusan nanti. Dengan begini, naskah yang kita selesaikan cukup banyak.
Oh iya, tentu untuk bisa begini, secara umum urusan finansial kita sudah selesai ya. Artinya anda tidak dikejar target kerja untuk menghasilkan uang demi kebutuhan sehari-hari. Keperluan anda sudah terpenuhi, sehingga tetap bisa menulis dengan tenang. Kalau anda masih dikejar kerjaan pokok untuk pemenuhan hidup sehari-hari, anda harus rela mendahulukan kerja utama. Terlebih bila menulis belum menghasilkan uang.
Kalau kita berhasil menyelesaikan satu naskah, itu banyak sekali manfaatnya secara pribadi. Sekurangnya saya mencatat beberapa hal manfaat praktisnya:
Menuangkan ide secara tuntas dan lengkap. Kalau sudah lengkap, naskah bisa dieksekusi; dijual, diterbitkan, dll.
Mendisiplinkan diri untuk menyelesaikan tulisan. Ini disiplin paling berat, terutama kalau tidak ada komitmen, sanksi, atau hadiah. Cari partner yang bisa jadi reminder ketat.
Menepati janji pada diri sendiri. Iya ini berkaitan dengan deadline yang kita buat. Kadang karena untuk diri sendiri, kita lebih sering mangkirnya daripada menepati.
Berani mengambil resiko (ditolak media/penerbit). Membuat naskah baru tanpa konsultasi penerbit, ini murni kerja keras yang gambling. Kalau sudah profesional biasanya siy sudah paham mana yang layak terbit atau enggak, tapi kalau sampeyan baru; carilah mentor/konsultan sebelum bikin naskah lengkap. Biar kerja nggak sia sia.
Berhasil memotivasi diri untuk menyelesaikan tulisan. Iya ini tantangan. Tapi percayalah, kalau kita bisa menyelesaikan satu naskah, lebih mudah menyelesaikan naskah kedua dst.
Menata pikiran lebih konstruktif untuk urusan lain. Sekurangnya kita akan jadi orang yang mikir dulu sebelum nyablak bicara. Ini bisa menyelamatkan kita dari banyak hal.
Memberi ruang pribadi untuk lebih kreatif. Biasanya kalau saya baru menyelesaikan satu naskah, sudah terpikir ide lain yang bisa jadi muncul saat saya menuliskan ide sebelumnya.
Mampu menyampaikan gagasan secara terstruktur. Dalam dunia kreatif, penulis nggak hanya nulis; dia harus mempresentasikan proposalnya, mengisi kelas kelas, mengisi acara promosi dll. Dengan terlatih menulis runtut, bicara pun jadi lebih tertata dan nggak belepotan.
Mengetahui kekurangan pemikiran dengan membaca ulang. Ini manfaat yang hanya bisa kita peroleh saat menyelesaikan naskah.
Mengurangi beban psikologis dengan menulis. Banyak hal terjadi setiap hari. Mental dan pikiran kita bisa penuh lelah, tapi menuliskannya telah mengurangi beban mental kita, membuat kita lebih sehat, rileks, dan pastinya nggak mudah stres atau depresi.
Jadi, kalau manfaat menulis begitu banyak, kenapa hanya “tidak menulis” karena takut ditolak penebit atau lama menunggu proses buku terbit?
Banyak cita-cita besar yang diwujudkan dengan mulai menuliskannya. Jangan takut menulis buruk, karena semua tulisan baik (sering kali) berasal dari tulisan yang sangat buruk.