Lebaran: Sudah Lebarkah Hati Kita?

Tulisan ini sudah dimuat di penabicara.com hari Kamis, tanggal 5 Mei 2022 dengan link berikut ini: https://www.penabicara.com/ruang-ngopi/pr-2063346820/lebaran-sudah-lebarkah-hati-kita?fbclid=IwAR0NY-xPBf5n-EiMDJyQWxx6LjzCDA5MWGRXl76vKoWlo3yPks-NzsQ4Wng

Mari kita ingat sejenak Ramadan 1443 H, bulan puasa kita tahun ini sebelum lebaran. Ramadan di bulan April 2022 ini, tidak terlalu mudah bagi sebagian orang Indonesia. Kehadiran saat puasa dibarengi dengan kenaikan harga aneka macam kebutuhan. Yach, nyaris sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Ramadan adalah bulan ketika banyak orang menganggap sah kenaikan harga segala macam keperluan.

Toh Ramadan tahun ini terasa berbeda dari bulan-bulan puasa sebelumnya. Selain kita masih dalam masa pandemi, sebelumnya kita telah dihebohkan dengan kasus menghilangnya minyak goreng dari pasaran. Kalau pun ada minyak goreng, harganya tidak seperti biasa alias membubung tinggi. Sosial media (sosmed) kita begitu riuh berpantun tentang minyak goreng ini.

Sebaliknya, di tengah hiruk pikuk kelangkaan minyak goreng dengan harga meroket, kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) berlangsung begitu senyap. Dominasi rumpian ibu-ibu terhadap minyak goreng meredam keributan yang biasa timbul kalau BBM naik. Kita pun maklum, begitu BBM naik —naik pulalah semua harga barang kebutuhan pokok.

Kenaikan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dari 10 persen menjadi 11 persen, juga nyaris tidak terdengar. Seolah ini menjadi hal yang wajar saja. Sebagai warga negara yang patuh kepada pemerintah, tentu kita wajib mengikutinya. Protes pun, tidak membuat harga-harga dan ketentuan itu turun.

Semua akan terus berjalan sesuai yang telah ditetapkan. Mau tidak mau. Suka tidak suka. Pilihannya ada pada diri kita masing-masing, mau memakai atau tidak. Kalau pakai ya bayar sesuai harga; kalau tidak pakai, ya sudah diam saja.

Semua proses kenaikan harga itu rasanya teredam dengan keriuhan umat Islam dalam menentukan awal bulan Ramadan. Rupanya isu pencarian hilal atau penampakan bulan sebagai penanda awal Ramadan, jauh lebih seksi di kalangan bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Sudah bisa ditebak, awal Ramadan tidak sama.

Ramadan kali ini pun diwarnai dengan beragam kejadian memilukan. Sejak awal Ramadan, sepanjang Ramadan, hingga akhir Ramadan —telah banyak peristiwa yang menuntut kesabaran kita. Selain kenaikan beragam harga, selama Ramadan kita kali ini tidak lepas dari demo-demo —yang semula dijanjikan berlangsung damai, berubah menjadi anarkhis. Beragam tindak kejahatan pun tidak terhenti sepanjang Ramadan.

Kekerasan dengan beragam bentuk menjadi tontonan live yang memilukan jiwa. Betapa nyeri hati kita, saat ada pihak-pihak yang menganggap kekerasan di negeri kita boleh saja untuk mereka yang dianggap “tidak segolongan”. Astaghfirullah hal adzim…. Lupakah mereka yang membuat pernyataan itu? Bahwa sekalipun tidak bersaudara dalam agama, semua umat itu bersaudara dalam kemanusiaan?

Ramadan yang dianggap sebagai bulan suci dengan seribu berkah dan ampunan, bulan saat setan-setan dipenjara, ternyata tak cukup mampu memenjarakan nafsu angkara murka kita. Betapa banyak kejahatan yang semestinya terhenti karena Ramadan, justru menyeruak dengan hebatnya di padang terang bulan suci.

Apapun kegaduhan kita sepanjang awal hingga akhir Ramadan, alhamdulillah kita sudah melewati masa Ramadan yang penuh suka cita. Gema takbir yang mengalun indah di seluruh negeri, menjadi penanda datangnya Idul Fitri. Lebaran telah tiba.

Allaahu akbar…. Allaahu akbar…. Allaahu akbar. Laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar wa lillaahil hamdu….

Ketika suara takbir sudah bersahutan dari satu masjid dengan masjid lain, dari mereka yang takbir keliling, dari lorong-lorong sunyi yang tetiba hidup meriah, pertanda lebaran jelang tiba. Alhamdulillah, lebaran 1443 H berlangsung serentak di Indonesia. Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 2 Mei 2022 menggeser dengan  sukses peringatan Hari Buruh Internasional (1 Mei) dan Hari Pendidikan Nasional (2 Mei) di Indonesia.

Semua orang Indonesia nyaris larut dalam kemeriahan lebaran; zakat, THR (Tunjangan Hari Raya), kue-kue khas lebaran, parsel, takbir keliling, mudik, sholat ied, ketupat opor, salam dan salim silaturahmi, bermaafan – memaafkan, baju baru, angpao, dll. Semua terasa begitu meriah dan hidup. Kita berasa baru lebaran lagi.

Yach, terutama karena tahun ini pemerintah mengizinkan kita untuk mudik lebaran. Alhamdulillah, setelah dua tahun kita “diminta” tidak mudik lebaran karena pandemi. Gegap gempita mudik lebaran menjadi begitu riuh. Jumpa peluk cium saudara kerabat di kampung halaman menjadi seperti sesuatu yang “baru” lagi di lebaran kita kali ini.

Hari kemenangan telah tiba. Hari bermaafan telah datang. Hari kembali suci telah menyapa. Saatnya bersilaturahmi dan bermaaf-maafan di hari yang fitri. Urusan minta maaf dan memaafkan sejatinya bukanlah urusan yang mudah. Setiap orang memiliki kesulitan dan permasalahannya masing-masing untuk perkara meminta maaf dan memaafkan.

Perkara meminta maaf dan memaafkan ini memang cukup mudah diucapkan di mulut, tetapi apakah kita benar-benar telah meminta maaf dan memaafkan secara tulus lahir dan batin kita? Wallahua’alam.

Mari kita cermati satu per satu. Ada banyak konflik terjadi di sekitaran kita. Baik itu antara kita dengan saudara, kita dengan menantu – mertua, kita dengan besan, kita sebagai anak dan orang tua, kita sebagai teman, kita dengan tetangga, kita dengan partner kerja, kita dengan anggota komunitas dll. hubungan sosial antar manusia.

Semua hubungan sosial pada prinsipnya rawan masalah. Sedikit saja salah ucap, salah paham, bisa berakibat fatal. Lalu menjadi masalah yang membesar dan tidak selesai bertahun-tahun. Padahal, kalau semuanya mau berbesar hati, menghadapi, meminta maaf dan memaafkan, bisa jadi urusannya akan segera selesai.

Nyatanya ini tidak selalu mudah. Karena minta maaf dan memaafkan bukanlah berarti siapa yang salah dan siapa yang benar. Ini berkaitan dengan siapa yang mau mengalahkan ego dan menghargai hubungan yang telah terjalin sebelumnya. Dan momen lebaran, sebenarnya saat yang tepat untuk sedikit menurunkan ego —meminta maaf dan memaafkan lebih dulu. Terutama meminta maaf dan memaafkan secara batin demi kelapangan hati dan jiwa kita.

Meminta maaf dan memaafkan orang-orang yang tidak pernah terlibat konflik dan masalah dengan kita, tentu hal yang mudah. Namun bagaimana dengan urusan meminta maaf dan memaafkan orang-orang yang merugikan kita? Orang-orang yang menghancurkan hidup kita? Orang-orang yang menjegal usaha kita? Orang-orang yang membuat kita sakit hati, luka hati, hingga berdarah-darah?

Tentu tidak mudah untuk meminta maaf dan memaafkan mereka. Bahkan kalau bisa, seumur hidup kita tidak perlu bertemu atau berurusan dengan mereka. “Kan dia yang salah, kenapa harus saya yang minta maaf duluan?”

Seringkah kita merasa begitu? Kalau kita menjadi pihak yang meminta maaf dan memaafkan, sementara pihak lain tidak mau; kita memang tidak mengubah peristiwa yang telah terjadi. Namun sebenarnya, kita sudah mengizinkan diri kita untuk menapaki hari yang lebih baik. Kita sudah melepaskan ego, dengki, kesal, marah, dll perasaan negatif yang mengganjal langkah kita.

“Tapi kelakuannya itu sungguh menjengkelkan. Gara-gara dia, saya rugi sekian… gara-gara dia saya tidak jadi kuliah…, dll.”

Wait…! Kita minta maaf dan memaafkan itu, bukan berarti kita melupakan kelakuan buruk yang pihak lain lakukan pada kita. Kita tetap perlu mencatatnya dalam hati, bahwa ada hal yang perlu kita pertimbangkan lebih dalam —kalau misalnya nantinya kita perlu berhubungan atau berurusan lagi dengan mereka.

Dengan meminta maaf dan memaafkan, kita sudah tidak menyimpan dendam dan kekecewaan, kita sudah melepaskannya. Kita sudah bisa menerima, bahwa memang itulah yang harus terjadi. Kita harus bersegera move on mengejar masa depan kita yang lain. Bukannya malah terus menerus meratapi kesalahan yang diperbuat orang lain pada kita, atau bahkan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan.

Ya, karena urusan minta maaf dan memaafkan itu tidak hanya dari kita kepada orang lain; tetapi juga pada diri kita masing-masing. Coba ingat-ingat, berapa banyak kesalahan yang kita lakukan? Berapa banyak perbuatan yang ternyata kita sesali sepanjang hidup hingga saat ini —yang membuat kita tidak bisa memaafkan diri sendiri? Kesalahan yang membuat kita stuck saja di persoalan itu. Sementara hari-hari sudah berlari sangat cepat dengan kemajuan yang luar biasa. Hidup kita pun menjadi terasa berat dan penuh beban.

Padahal kalau kita mau berbesar hati, mengambil hikmah bahwa yang kita lakukan sudah versi terbaik; lalu mengizinkan kita melakukan kesalahan, kekurangan, tidak sesuai harapan; kemudian bergerak memperbaiki diri, tentu lebih banyak hal baik dan indah yang kita peroleh.

Memaafkan diri sendiri berarti kita membuka ruang seluas-luasnya bahwa kita ini manusia. Tidak ada manusia yang sempurna. Seberapa baik kita merancang atau merencanakan sesuatu, kalau tidak tertulis dalam takdir Tuhan, pasti meleset atau tidak tergenggam juga.

Dengan kesadaran manusiawi tersebut, kita menjadi manusia yang ringan langkah. Hidup terasa membahagiakan dan mudah. Kita juga akan menjadi manusia-manusia yang toleran. Kita tidak akan mudah menghakimi atau menghujat orang lain. Karena kita menyadari, bahwa kemanusiaan tertinggi seorang manusia adalah melakukan kesalahan yang manusiawi. Meskipun hal ini tidak berarti boleh menjadi pembenar setiap kesalahan.

Menyadari adanya kesalahan tersebut, menuntut kita untuk minta maaf dan memaafkan diri sendiri. Berdamai dengan semua peristiwa yang tidak menyenangkan yang pernah kita alami. Kalau kita tahu pasti, Tuhan saja Maha Pengampun, mengapa kita sulit minta maaf dan memaafkan orang lain? Mengapa kita mempersulit diri sendiri dengan tidak memaafkan kesalahan-kesalahan kita?

Lebaran ini, mari kita koreksi diri masing-masing. Sudah lebarkah hati kita? Sudah luaskah pintu maaf kita, untuk semua pihak yang ternyata begitu banyak salah kepada kita? Sudah terbukakah hati kita untuk mendahului minta maaf kepada mereka yang menyakiti dan melukai hati?

Jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Semakin lapang hati kita, semakin mudah dan bahagia hidup kita. Semakin ringan langkah kita, semakin cerah masa depan kita. Damai sejahtera di bumi dan di surga.

Selamat berlebaran. Selamat Idul Fitri 1443 H. Mohon Maaf Lahir dan Batin. Bermohon semua amal baik kita sepanjang Ramadan diterima Allah SWT dan tetap sehat, happy, berlimpah rezeki berkah, panjang umur sampai berjumpa Ramadan tahun depan. Amiiin.

#artikelmedia #publikasimedia #mediaonline #ariwulandari #penabicara #kinoysanstory

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Lebaran Paling Gado-gado

Ya, lebaran tahun 2022 sudah lewat beberapa waktu. Namun karena masih bulan Syawal, saya pun mengucapkan Selamat Idul Fitri. Mohon Maaf Lahir dan Batin. Bermohon doa semua amal kebaikan kita diterima Allah SWT. Dan kita diberi sehat panjang umur berkah, berjumpa lagi dengan Ramadan tahun depan. Amin.

Saya mencatat hal yang paling gado-gado sepanjang tahun-tahun lebaran yang saya alami. Sebagai pengingat agar saya lebih berhati-hati dan tidak menyepelekan gangguan kecil. Lebaran kali ini berbeda. Sebelumnya kita dilarang mudik karena pandemi. Dua kali kita tidak mudik. Lalu tahun ini boleh mudik. Tentu saja, saya senang. Biasanya kalau sudah disebut “mudik” bagi saya tidak sebentar, karena urusannya jadi ke sini ke situ.

Saya wes berniat mudik dengan kereta. Berangkat lebih awal dan pulang lebih akhir. Namun ya ampun, tiket kereta ke arah timur itu sungguh sudah habis sejak entah kapan hari. Adik saya lalu mengatakan ikut mudik saja bareng dia. Akhirnya saya setuju, meskipun itu berarti cuman berangkat berhenti di rumah ibu lalu balik pulang. Capeknya pasti…  lalu lintas jelas rame.

Hari Kamis sebelum lebaran, tanggal 28 April saya masih beberes urusan kampus. Di rumah, saya mengepel seluruh ruangan dan membersihkan kamar mandi. Setelah beberes, saya kok merasa pusing luar biasa. Saya pikir karena sahur terlalu awal jam 01 an WIB dini hari. Jadi lewat tengah hari sudah laper dan pusing.  Saya pun rebahan menunggu Maghrib. Setelah berbuka, saya minum obat sakit kepala.

Pusing saya tidak kunjung mereda. Lepas jam sembilan malam, saya minum obat pusing lagi dan tidur. Badan rasanya kok tidak karuan. Saya pikir capek karena pekerjaan beruntun. Ya ampun pas sahur, tangan kiri saya bengkak dan nyeri luar biasa saat digerakkan. Saya meneliti tangan saya, tidak ada yang aneh. Saya berusaha mengingat semingguan kerja apa saja. Segera saya mencari minyak rempah,  mengolesi semuanya. Rasa nyeri pun berkurang. Mungkin saya terlalu lelah mengetik. Sekitar satu tahun yang lalu, kedua tangan saya hampir bengkak; tapi karena saya sadar cepat, langsung diolesi minyak rempah dan sembuh.

Hari Jumat, saya masih berusaha bertahan dengan minyak oles. Tapi rasa nyeri dan meriangnya itu tidak keruan. Saya senteri tangan dari ujung ke ujung, lalu tampaklah ada bekas sengatan di ruas jari manis. Entah gigitan apa, tidak jelas. Saya mengingat aktivitas saya, dan benar tidak ingat apa yang menyengat dan di mana disengat.

Adik saya pas dengar cerita saya, mengatakan berarti sengatan itu terjadi saat saya kerja. Kalau saya diam, pasti tidak akan terjadi. Karena kalau hening, suara detak jam aja terdengar. Apalagi saya termasuk orang yang peka enam indera.

Adik saya bertanya apa harus dianter ke dokter. Dia bilang nanti sama dokter pasti diberi obat anti nyeri dan obat mengempiskan bengkak. Saya bilang sepertinya kalau sudah tahu sebabnya, saya di rumah saja dengan minum obat anti nyeri. Puasa-puasa, saya yo mager keluar rumah. Tapi itulah yang bikin sakit ini berkepanjangan. Sabtunya sakit saya wes tidak keruan dan ke dokter juga akhirnya.

Begini begitu, dokter bilang itu disengat kelabang atau lipan. Dia cukup takjub melihat begitu bengkaknya (seperti gajah abuh), saya masih sadar dan tidak pingsan, masih bisa jelas berkomunikasi dengan baik. Katanya lipan cukup besar karena racun cukup banyak. Berarti daya tahan tubuh saya luar biasa kuat. Tetap saja saya meringis dengan nyeri dan badan yang tidak keruan rasanya. Panas, meriang, berasa mual, nyerinya sampai punggung saat tangan digerakkan.

Sudah mendapat obat dari dokter, saya tenang. Meskipun jadi tidak berpuasa di ujung-ujung Ramadan karena kudu minum obatnya per tiga jam. Jumat, Sabtu, Minggu, bener-bener siksaan berat buat saya. Minggu malem pas takbiran, saya wes berniat pokmen kudu berangkat Sholat Ied. Ya, berangkat dengan tangan yang masih bengkak, tidak bisa menggenggam, tidak bisa mengangkat bahkan satu bolpoin. Ya Gustiii… ampunilah hamba-Mu ini dan sehatkanlah aku! Begitulah seru saya berulang-ulang dalam hati.

Lebaran saya masih ikut mider silaturahmi di perumahan yang berasa sunyi karena mayoritas mudik. Hanya beberapa keluarga saja yang tinggal. Itu pun karena daerah mudik mereka di sekitaran DIY. Mereka memilih mudik setelah sholat Ied di masjid komplek. Untunglah di deretan rumah saya, ada tetangga-tetangga yang tidak mudik. Begitu tahu keadaan saya, mereka menanyakan apa saya perlu ini itu dan akan membantunya. Saya bilang obat cukup, makan sudah ada frozen food yang aman, bisa gofood. Tapi tetap, mereka membawakan makanan ini untuk saya. Sungguh berkah juga lho, punya tetangga-tetangga yang baik dan peduli. Alhamdulillah.

Dan saya masih berjibaku dengan pengobatan. Kata dokter mestinya 4-5 hari sudah lebih reda nyerinya, tapi pulih 10-12 hari karena saya telat mengobati. Yo wes, semua jadwal halal bi halal dan unjung-unjung tetua di Jogja; saya skip. Bahkan mengirim ucapan selamat hari raya dan membalasnya pun saya terlewat, karena nyeri yang tidak tertahan kalau salah gerak.

Hari Kamis pagi, 5 Mei, adik dan ipar saya memberi tahu rencana perjalanan. Menanyakan apakah saya cukup sehat. Saya bilang oke. Tangan saya sudah tidak terlalu nyeri, bengkak juga sudah mengempis. Dan kesalahan saya itu, tidak tidur di perjalanan. Ngobrol ini itu sama adik dan ipar. Sampai besok siang beneran tidak tidur dan ada jam saya lupa minum obat.

Siang Jumat di rumah ibu —yach, kalaupun kami bisa membayar hotel, tapi lebaran tetap tidur di rumah ibu. Situasinya jelas  kami dengan krucilan bocil menjadi seperti pindang. Tidur seadanya. Baru sebentar saya tidur, ponakan saya entah ribut apa dan saya pun tidak jadi tidur. Malem pun kami lebih banyak cerita ini itu.

Ealah, nggak biasa-biasanya ipar saya bilang kalau sepanjang ke rumah ibu belum pernah dolan-dolan jauh. Mereka langsung cari browsing ini itu dan mengajak semua ke pantai keesokan harinya. Ada si bocil yang ulang tahun meminta ke KFC, yang gila —kami dua kali datang, antrian mengular panjang; kalau dijabanin itu lebih dari dua jam.

Saat mendengar rencana ke pantai itu, mestinya biar saja mereka pergi dan saya tidur di rumah ibu. Tapi kalau nggak sekarang njur kapan bisa sama saudara-saudara yang jauh-jauh. Yo wes saya ikut. Di pantai lho saya tidak banyak aktivitas. Mung keliling naik perahu dengan keluarga. Ciblon main air pun tidak. Tapi ini yo berasa bising… Pantai Gemah penuh sesak. Selain karena kurang sehat, saya malas berliburan di sesak kerumunan.

Setelah bebersih diri selepas keliling laut, kami nyari souvenir, sambil beli makanan kecil ini itu. Wes pulang. Makan-makan. Beberes njur sore balik Joga. Dan begitulah dosa-dosa saya akibat lupa minum obat yang berdurasi tiga jam itu, malamnya tangan saya luar biasa nyeri. Meriang, panas, beneran wes gak enak di badan. Berusaha tidur tapi nggak bisa tidur. Sampai Jogja lagi, saudara saudara dan ipar saya masih dolan liburan lebaran. Saya wes memutuskan off. Tidur.

Senin Selasa full di kantor, dari pagi hingga sore —sebenarnya ini juga maksain banget karena ada hal penting. Selasa malem, saya panas lagi, demam, nyeri, nggak beres aja badan. Rabu ke dokter lagi. Kena omelan karena wes dibilang istirahat saja sampai sembuh atau obatnya habis, malah pecicilan. Diberi resep dengan catatan kudu istirahat total sekurangnya tiga hari. Wes, Rabu Kamis Jumat saya rebahan gaya sultan, ora kerja. Semua urusan kerja saya skip. Zoom zoom bahkan breifing lomba-lomba. Ketemuan-ketemuan dengan kawan kerabat pun saya batalkan. Pokokmen saya mau sehat dulu. Meskipun tetep, sosmed ya kepegang lah…. namanya rebahan zaman sekarang, HP nggak ikut rebah 😀

Alhamdulillah, sehat. Sabtu pagi saya wes ngepit cukup jauh sekira 7 km pp atau ya 14 an km. Tangan sudah lentur, gerak cepat, kuat memegang, bisa menggenggam. Badan sudah enak segar bugar. Buat lelarian dan menyanyi keras-keras, wes bisa. Alhamdulillah. Malamnya saya bisa ikut halal bi halal di RT dari jam 19 an sd 22 an WIB dengan ikut aktivitas membantu ini itu, tanpa merasa ribet. Sehat itu memang nikmat.

Hal lain yang terjadi tahun ini yang mungkin akan jadi kebiasaan adalah saya menerima THR dan parsel wajib dari institusi saya menetap sebagai dosen. Hahah… dengar THR kayaknya asing banget bagi saya. Meskipun ini tahun ini besaran THR sekira 20% saja dari honor saya mengajar penulisan 2 jam, tetap saja saya gembira. Ora kerja opo-opo, dapat duit 🙂

Tentu lebaran ini juga saatnya saya memberikan THR pada orang-orang yang ngrewangi saya. Membagi angpao pada beberapa pihak. Alhamdulillah. Selain itu juga mengirimkan parsel-parsel pada semua pihak yang berada di sekitaran relasi, gaweyan, kerabat. Tetap saya syukuri semuanya. Alhamdulillah, meskipun tidak menetap bekerja di media, penerbit, atau PH, saya masih menerima angpao dan parsel dari mereka —hampir setiap tahun lebaran, termasuk tahun ini.  Semua itu menandakan tempat-tempat saya bernaung sebagai freelancer masih solid secara ekonomi dan finansial.

Yach, semua peristiwa itulah yang menjadi lebaran tahun ini terasa nano nano atau gado gado bagi saya. Banyak rasanya. Banyak pengalamannya. Saya seperti diingatkan untuk lebih peka pada gejala kecil. Kadang yang sepele itu, nggak sesederhana yang kita kira. Tanda yang sama, tidak selalu referen sakit atau penyakit yang sama. Bisa saja berbeda, hanya gejalanya sama.

Wes, sekarang sehat alhamdulillah. Saya beneran bersyukur wes balik sehat. Bisa gaspol kalau sehat mau makan ini itu enak, tidur nyenyak, kerja juga tenang. Tetep semakin tambah umur, kudu lebih protektif pada tubuh fisik. Imun kita bisa saja kuat, tapi kalau penyerang kekebalan tubuh lebih bebal, tetap kita yang akan jatuh.

Dan percayalah, semua tahu. Sakit itu tidak enak. Makanya, sehat itu butuh investasi. Makan yang sehat, istirahat cukup, olga cukup, hati jiwa pikiran tenang, dekat dengan Tuhan, dll. Mati memang sudah takdir, umur sudah ditentukan. Tapi menjaga jiwa raga segar bugar sehat lahir batin adalah tugas kita masing-masing.

#kinoysanstory #selfreminder #sehat #segarbugar #happywriter #happywriting #happylife #lebaran

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Doa yang Langsung Dikabulkan

“Budhe Ari, tahu enggak doa apa yang langsung dikabulkan oleh Allah?”
.
Biyuuu…, saya mikir. Sementara si bocil yang berkebaya orange itu nyengir 😂
.
“Nyerah, Budhe?”
.
“Iya deh.”
.
“Doa sebelum makan. Karena kalau abis berdoa, kita pasti langsung makan. Kalau nggak makan, kita nggak perlu berdoa sebelum makan.”
.
Wkwk… saya ngakak, tapi kok ya bener ini bocil 😃😆😂
.

 

Please follow and like us:

Sebahagia Kamu, Senyaman Kamu

Pagi tadi saya ditanya kawan; karena membaca postingan saya kemarin di FB; kalau menyiapkan tabungan untuk hidup dua tahun; bukankah itu jumlah yang besar dan sulit bagi PNS?
.
Saya tertawa. Ya kalau PNS nggak perlu. Kan wes gajian rutin tiap bulan. Setahu saya, tidak pernah ada kasus PHK untuk PNS kecuali pemecatan karena tindakan melawan hukum yang sudah diputus sah dengan ketetapan pengadilan/hukum. Mungkin bagi mereka yang aman gajian tiap bulan; cukup mempersiapkan dana darurat untuk hal tidak terduga. Terus besarannya berapa? Ya tergantung masing-masing.
.
Es Krim dari New York
Kalau freelancer, berbeda. Situasinya tidak pasti. Saya mempersiapkan itu juga tidak ujug-ujug. Semula ya 1 bulan, 2 bulan, 4 bulan, dst sampai terkunci 24 bulan (2 tahun). Dan tentu akan saya perpanjang terus, sesuai kemampuan.
.
Karena ini bagian yang membuat saya pribadi tenang, anteng, tidak menerima pekerjaan yang nggak masuk akal (baik deadline maupun fee-nya), tidak disetir orang karena tidak ada urusan utang piutang. Mandiri secara finansial akan membuat seseorang merdeka dalam berpikir, bertindak, bekerja, dan bisa hidup dengan happy damai. 😍
.
Saya sering menganggap bagian itu “tidak ada”. Hanya untuk digunakan saat situasi beneran tidak terprediksi. Tidak diutakatik. Juga bukan untuk dipinjam-pinjamkan.
.
Nah, bagaimana dengan kamu? Setiap orang dan keluarga punya manajemen duit berbeda. Carilah yang bikin kamu bahagia, bikin kamu nyaman. Ada banyak pilihan tabungan dan investasi. Ada banyak cara mempersiapkan diri untuk situasi darurat. Pilih-pilih yang sesuai. 🙏
.
Alhamdulillah, saya hidup dengan baik karena kemandirian finansial dan tidak diribeti urusan utang. Kerja pun tetap tenang. Bisa do the best atau just let it go. Karena versi saya, hidup itu untuk bahagia; bermanfaat bagi sesama dan semesta dengan cara sebaik-baiknya ❤
.
Please follow and like us:

Cinta Di Antara Kami

CINTA DI ANTARA KAMI
.
Saya 7 bersaudara, 4 laki-laki 3 perempuan.
2 saudara laki-laki saya telah berpulang. Jadi sekarang kami 5 bersaudara; ditambah dengan 4 ipar, jadilah kami 9 orang. Nanti bersepuluh kalau saya menikah. 😍
.
Saya dan saudara kandung, seperti lazimnya bersaudara tak selamanya mulus akur-akur. Ada masanya juga ribet riwil gesekan tidak sehaluan. Tapi tetep juga namanya saudara, akhirnya akur lagi 😍
.
Apalagi setelah kami mulai berjauhan, rasanya wes jarang benturan. Lha ketemu aja sesekali. Saya dan 1 saudara di Jogja. 1 lagi di Jakarta. 1 yang lain di Balikpapan. 1 lainnya di Tulungagung/Surabaya. Ketemu jarang mosok mau ribut 😂
.
Sungguh saya berterimakasih pada Bapak Ibu yang telah membesarkan dan mendidik kami sebaik-baiknya. Jatuh bangun perjuangan kami untuk bisa sekolah sampai sarjana, saat Bapak sudah berpulang 16 tahun yang lalu dan Ibu hanya IRT yang tidak bekerja; menjadikan kami bersaudara berasa satu sepenanggungan. Berpegangan tangan kuat saling membantu, demi semua bisa lulus sarjana. Karena kalau sarjana –sekurangnya kami bisa bekerja di ranah kerja formal dengan lebih baik, lebih terjamin secara ekonomi.
.
Dan waktu berlalu, mungkin di antara kami bersaudara sekarang –sayalah yang paling tidak kuat atau tidak jelas ekonominya 😁😆 Freelance writer memang tidak pernah pasti rezekinya. Kadang kecil, sering tidak ada, sering besar pula. Alhamdulillah 😃
.
Dan itu terasa waktu pemerintah merilis pengumuman pandemi Maret 2020 yang bikin saya sempat “menahan nafas” bersaat-saat. Lha piye, toko buku tutup, semua jadwal kerja saya direschedule tanpa batas waktu. Artinya, penghasilan saya berasa tutup tanpa batas waktu. 😭
.
Karena pandemi tidak mungkin 2 minggu, paling cepat 2 tahun. Bisa pulih total 5-7 tahun. Itu yang saya baca dari buku-buku sejarah. Dan betul sampai sekarang pun kita masih pandemi setelah hampir 3 tahun berjalan.
.
Saat itu saya wes berpikir, cukup enggak tabungan untuk hidup 2 tahun dengan anak-anak (asuh)? Cukup. Ya wes, saya tidak terlalu pikiran. Bekerja dengan penyesuaian pandemi, merampungkan yang bisa dibereskan dari rumah. Pendapatan? Yo tetap ada, lewat jalur- jalur yang justru tidak terpikirkan.
.
Bukan bus mudik lebaran.
Tapi saudara-saudara saya yang bekerja menetap gajian itu wes mengkhawatirkan saya. Karena mereka tahu, saya tidak akan berkeluhkesah. Mensyukuri saja yang ada dan berusaha sebisanya. Alhamdulillah, saya dan anak-anak (asuh) baik-baik saja. Saya tetap bekerja. Punya penghasilan. Tidak berhutang dan tidak menggunakan tabungan.
.
Semenjak pandemi, perhatian dan cinta saudara-saudara saya itu, terasa membesarkan hati. Banyak yang di luar dugaan. Adik saya tetiba berpesan mengirim token pulsa listrik dan membayari bpjs saya. Ipar saya tetiba mengirim uang tanpa saya minta, katanya untuk tambahan belanja. Adik dan ipar yang di Jogja bahkan mengirim beras dll sembako, khawatir kalau saya nggak makan —astaga 😂 Adik yang jauh di Balikpapan memesankan ini itu dikirim ke rumah, yang sempat mau saya tolak —karena nggak merasa pesan 🤣 Adik yang di Jakarta berulang datang, untuk memastikan bahwa saya baik-baik saja 😍
.
Saya pun sejak lama terbiasa mengirimkan ini itu kepada mereka. Pokok saya merasa dapat rezeki, ya saya berbagi juga dengan mereka. Mereka pun begitu ke saya. Tapi pandemi dengan situasi ekonomi tak terduga/tak menentu, semua terasa berbeda. Ternyata kami memang begitu sayang dan peduli satu sama lain ❤
.
Itu semua jadi terasa menghangatkan hati. Mengikatkan bahwa kami bersaudara, meski berjauhan tinggal 😀 Saya bersyukur punya saudara dan ipar-ipar yang baik-baik 😍 Alhamdulillah.❤
.
Jadi ya begitu cinta di antara kami semua. Jarang kami berbilang urusan sayang, tapi semua terbentuk tindakan riil untuk saling peduli dan saling menguatkan. Karena sungguh ikatan yang tidak terputus ruang waktu adalah ikatan darah.
.
Jadi baik-baiklah pada saudaramu. Mereka bisa jadi benteng paling tangguh dalam beragam situasi tak terduga. 😍😎
*Pict ini bukan bus untuk mudik lebaran 😅
Yang sedang bagi bagi THR, ojo lali kirim ke saya juga yes 😂😅 Kalau ndak tahu norek nya, japri aja… nanti saya kirimi… hehehe…😂😅
Happy Ramadhan, Happy Lebaran 😊
.
Please follow and like us:

Transferan Satu Milyar :)

Pada saat saya menyusun list keinginan 2022, lho kok daftarnya jadi panjang banget. Ada sekurangnya 25 point yang mau saya beli dan lakukan di tahun 2022. Buanyak karena biasanya mung 7 s/d 10 point. Dan karena list panjang, budgetnya pun ikutan besar. Wah, bisa satu milyar sendiri kalau diturutin semua keinginan ini.

Dari banyak list itu, yang teringat banget pingin beli rumah di dekat kampus tempat kerja saya. Radius maks 500 meter, biar kalau pulang pergi saya bisa jalan atau lari saja. Sudah ada yang nawarin, harganya 750 juta. Bikin saya antara pingin dan mundur. Pingin karena jaraknya dekat kampus, tanahnya cukup luas muka belakang masih bisa buat berkebun dan beternak. Masih mundur karena duitnya belum ada… hahahaha…. Jadi tahu kan, kenapa dari 25 list budgetnya bisa 1 milyaran lebih 🙂

Saya santai saja, namanya juga keinginan. Malah kalau nggak punya keinginan, kita seperti sudah mati dalam hidup. Keinginan itu bukan kebutuhan, tapi bisa memotivasi kinerja dan output produktivitas kita. Kalau kebutuhan saya, alhamdulillah semua sudah terpenuhi. Kalaupun ada yang belum saya punya, sudah ada atau ketemu solusinya.

Saya tersenyum bae melihat list tersebut, dan membatin, “Ini ya Allah rincian yang saya minta. Penuhi dengan caraMu yang selalu ajaib. Amin.” Dan yo wes, saya taruh saja. Paling tiap pagi pas mau kerja, saya lihat dan baca lagi. Berharap satu per satu akan dicoret dari list karena sudah terpenuhi.

Januari juga baru beberapa hari. Masih ada 12 bulan kurang beberapa hari untuk Tuhan membuat cara. Saya tidak tahu caraNya, tapi saya tahu mencatat dan meminta kepadaNya. Biarkan saja Allah dengan Semesta Raya mengatur pengirimannya kepada saya.

Eeh, lha kok kemarin di grup keluarga, pas bahas iuran keluarga —kami bersaudara sudah sejak lama punya kewajiban iuran bulanan. Besarannya tidak banyak. Namun itu sangat membantu untuk aneka keperluan; kalau pas ada acara besar dadakan bisa diambil, untuk invest tanah dan kebun yang terus ada duitnya, dll keperluan rame-rame. Tapi intinya, sebenarnya melatih kami semua untuk tetap menabung dalam situasi apapun.

Ipar saya bertanya apakah suaminya (saudara ke-4 saya) sudah lunas sampai Januari. Yach, seperti iuran apapun, tetap ada aja yang sok nunggak. Saya pun kalau pas nggak ada duit ya kadang nunggak 🙂

Karena di rincian sudah ada, saya ikut menjawab: sudah lunas sampai Januari 2022, tapi kalau sampai Januari 2023 belum.

Lalu kok berbalasnya lucu, “nanti kalau pendapatan 1 bulan 1 Milyar, langsung dilunasi sampai Januari 2023, Mbak.”

Saya masih nggak inget tentang 1 Milyar itu jumlah dana yang saya perlukan kalau mau semua keinginan saya di 2022 terpenuhi. Membalasnya singkat, lha kalau rutin setoran tiap bulan ya nggak perlu sampai 1 Milyar wes ringan.

Lah kok saudara saya ke-3 malah menyahut, “Bulan kemarin transferanku sudah sampai 1 Milyar lho…. Tapi ya numpang lewat doang.” Lalu dia mengirimkan foto bukti transfernya.

Transferan 1 Milyar 🙂

Saya lalu bilang, pinjem fotonya dan minta duitnya biar nanti tinggal di rekening saya. Tidak numpang lewat doang. Dia pun tertawa.

Istrinya (ipar saya) nyambung kalau suaminya sombong, dari duit segitu dia kalau dikasih 16 juta aja sudah senang.

Saya menimpali ipar saya, kok sedikit sekali mintanya. Kalau saya mintanya satu: saya minta semuanya 🙂

Kami pun tertawa. Karena versi ipar saya, dari duit segitu banyak, suaminya pun tidak banyak uangnya. Yach, karena uang kudu didistribusikan, dikirimkan ke pihak-pihak yang berwenang menggunakan uang tersebut.

Tapi bagi saya, ini seperti pertanda baik. Serasanya Allah ngajak ngomong saya: “Tenang Ari, nanti waktunya tiba pasti Aku (Allah) penuhi keinginanmu.”

Berasa begitu lho di hati saya. Karena nggak ada yang tahu sama sekali, kalau saya memikirkan jumlah itungan keinginan saya itu sekitaran 1 Milyar. Nggak ada yang tahu list keinginan saya yang superinci untuk 2022.

Berdasarkan keinginan rinci saya di 2021, Allah justru memudahkan banyak hal dengan cara yang masyaAllah, memikirkan saja saya tidak bisa. Mengangankan pun tidak terbertik di pikiran. Jadi, untuk 2022 saya belajar enteng saja mencantumkan list keinginan. Tersenyum happy seolah semua sudah dikasih aja.

Kalau keinginan kan kita nggak boleh ngotot. Terpenuhi alhamdulillah, belum terpenuhi ya tetap alhamdulillah. Kalau kebutuhan, nah itu anda harus berjuang agar survive. Karena kalau enggak, dampaknya akan ke mana-mana dalam keseharian kita.

Bermohon Tuhan yang Kuasa mengabulkan dengan caraNya yang ajaib. Karena tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Dan ya, tiba-tiba saya inget cerita kawan kemarin.

Ini suami istri sedang menempuh S-3 pada waktu itu (sekarang sudah lulus semua). Dua anaknya ya sudah besar, si bungsunya saja sudah SMA waktu itu. Lha kok, tidak ada angin tidak ada hujan, tahu-tahu sang istri hamil di usia yang menginjak 50 an tahun saat mereka baru selesai S-3.

Padahal dulu, sempat pingin sekali punya anak lagi perempuan. Biar rumah ada anak laki-laki dan perempuan. Tapi sampai anak bungsu SMA, tidak pernah ada tanda-tanda kehamilan lagi. Ya wes pasrah, nyatanya juga sudah punya dua anak laki-laki.

Lalu si calon anaknya itu bagaimana? Lahir bayi perempuan dengan selamat dan sekarang masih awal SD. Kalau diantar bapaknya, si anak ini selalu tidak mau dekat-dekat karena nanti dibilang cucunya 🙂 Betapa ajaibnya Tuhan kalau sudah berkehendak.

Kamu belum bikin list permohonan untuk 2022? Nggak ada kata terlambat kok. Bikin aja. Tulis aja apa yang kamu inginkan, lalu biarkan Tuhan mengaturnya dengan kerja Semesta yang selalu tidak bisa kita pikirkan.

#kinoysanstory #happylife #happywriter #produktif #semangat #keinginan #transferansatumilyar

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Apakah Menulis (Harus) Sunyi?

Pertanyaan tentang penulisan yang saya terima, sering beragam dan kadang-kadang di luar dugaan. Apa yang menurut saya wajar, bagi orang lain bisa jadi tidak demikian. Segala sesuatu yang saya anggap biasa, bagi orang lain ternyata tidak begitu. Seperti pertanyaan ini; mengapa saya tidak pernah memberikan informasi kapan mulai bekerja (menulis), proses kerja selama penulisan, dan tahu-tahu jadi? Apakah menulis harus sesunyi itu?

Kapan saya mulai bekerja, ya pasti yang tahu saya dengan pihak yang berkaitan. Apakah waktu ini, jenis pekerjaan penulisan, harus saya share ke sosmed? Tentu tidak.  Banyak orang menganggap saya bebas posting, artinya bisa banyak hal saya share di sosmed termasuk remeh temeh urusan pribadi —selama menurut saya tidak akan menimbulkan problem (paling-paling dijulidin), ya tidak apa-apa. Tapi sebenarnya saya termasuk orang yang sangat hati-hati menshare sesuatu di sosmed.

Terlebih kalau berkaitan dengan hal yang masih “samar-samar” , “rahasia”, “belum pasti”, “belum jelas”, “tidak mengerti detail”, ya lebih baik sunyi. Termasuk kapan saya mulai bekerja. Karena itu berkaitan dengan waktu penyelesaian tulisan. Percayalah, waktu penyelesaian penulisan itu bisa mulur mungkret tergantung banyak hal di lapangan . Terlebih saya tidak mau ditanya, kerjaannya apa, ini itu nya bagaimana —yang malah menambah pikiran. Penulisan sering membutuhkan konsentrasi ekstra tidak terganggu hal-hal yang tidak berhubungan.

Proses penulisan seperti apa, saya rasa semua penulis sudah tahu. Bahkan kalau mereka bukan penulis pun, saya yakin mereka mengerti bahwa proses menulis itu tidak cukup gampang. Jadi, yach saya biasanya menshare proses menulis kalau sudah selesai. Termasuk dalam penulisan biografi terbaru, ya saya ceritakan atau share saat wes rampung. Anda bisa melihat dalam catatan saya sepuluh seri untuk membacanya. Lengkap dari awal kerja, negosiasi, harga, wawancara, proses menulis, tantangan, publikasi, sampai kesan saya.

http://arikinoysan.com/blog/2021/12/15/biografi-rektor-uns-1/

Silakan merunut link tersebut sampai bagian yang ke sepuluh 🙂 Saat buku sudah publish atau karya sudah tayang, wes tidak rahasia lagi kalau saya ditanya ini itu. Tidak ada kekhawatiran materi akan diambil, dishare tanpa bertanggung jawab, dll penyalahgunaan yang bikin nyesek serasa asma akut. Hak ciptanya sudah ada. Tidak menutup kemungkinan dari comot-comot copas, pembajakan; tetapi sekurangnya perlindungan kekayaan intelektual sudah dilakukan sesuai prosedur hukumnya.

Bahkan, saking hati-hatinya saya berkaitan dengan data tulisan; pada saat proses meminta pengantar biografi dari petinggi-petinggi negara pun; saya dengan tegas meminta pada Sekretaris Rektor untuk mengirim dalam versi cetak bersegel. Demi menghindari kebocoran yang mungkin terjadi pada saat proses pembacaan.

Sudut Sunyi, Belitung

Jadi, kalau saya lebih suka menshare segala sesuatu pas karya wes jadi; ya karena share inilah yang aman. Share ini justru bagian dari promosi. Proses kerjanya sudah berlalu. Sudah dilewati. Sudah selesai. Tidak lagi ada rahasia darinya yang khawatir diambil orang.

Bagi yang tidak sepakat, ya tidak apa-apa. Setiap penulis punya gaya dan cara kerja yang berbeda-beda. Saya sudah sedari belia berada di dunia kreatif. Industri ini rawan sekali “pengambilan secara paksa”. Dan kalau belum ada hak cipta sebagai klaim absolutnya, semua bisa ambyar sia-sia.

Sebagai contoh saya gambarkan; ketika saya dan tim sedang menggarap persiapan  sinetron (sudah hampir 80%) untuk memulai; beberapa orang tim kreatif lapangan menghadiri acara pesta dan makan-makan. Lalu orang dari PH lain bertanya asal, “Nggarap apa?” maksudnya sedang mengerjakan proyek apa. Dengan enteng mereka ini menyebut judul ABCDE. Pesta berakhir. Semua pulang pesta seolah tidak ada apa-apa yang terjadi. Tahukah anda kehebohan yang terjadi selanjutnya?

PH sebelah sudah langsung memasang slot tayang di TV dengan judul yang sama. Tiga hari kemudian tayang. Dan kami yang sudah siap-siap berbulan-bulan ini? Tidak bisa mengklaim bahwa itu milik kami, judul yang kami persiapkan. Produser saat itu begitu murka. Pemecatan besar-besaran dari kalangan tim kreatif lapangan dilakukan hari itu juga. Semua orang yang semeja saat makan-makan itu dipecat tanpa kompromi.

Dan selanjutnya Produser mencantumkan di dalam klausul kontrak kerja; baik untuk artis, tim kreatif, tim lapangan, karyawan kantor, dll yang bekerja di PH itu tidak boleh menyebutkan apapun tentang pekerjaan yang sedang dilakukan sebelum rilis resmi dari PH. Siapa saja yang melanggar, dikenai sanksi perdata dan pemecatan langsung.

Itu adalah pengalaman pahit bagi saya, meskipun saya tidak terlibat. Saya lho sudah bekerja berbulan-bulan demi mempersiapkan tayangan itu. Dan lebih pahit lagi ketika ternyata tayangan itu menjadi the best five hampir selama masa durasi tayang 5 tahun nonstop. Nyeseknya tidak hanya seperti orang kena serangan asma akut.

Pengalaman itu mengajarkan saya untuk lebih hati-hati. Apalagi zaman sosmed begini. Sekali sesuatu sudah ada di sosmed, saya menganggap larinya tidak bisa dikendalikan lagi. Kita tidak pernah tahu siapa saja yang mengaksesnya dari seluruh dunia. Lebih baik diam, daripada menyesali sesuatu di belakangnya nanti. Lebih baik nonstatus di sosmed; daripada menulis atau memposting sesuatu yang akan meribetkan banyak orang.

Semoga memberikan tambahan sudut pandang. Berbeda adalah fitrah kita. Termasuk dalam tata cara kerja. Jangan mempertanyakan cara kerja orang, kalau anda tidak sedang mempekerjakan dan membayarnya dengan sangat layak.

#happylife #happywriter #carakerja #sunyi #arikinoysantips #kinoysanstory

Ari Kinoysan Wulandari

 

 

 

Please follow and like us: