Kalau baca berita sekarang ini kok kening saya (sering) berkerut ya. Akal logis saya rasane jungkir balik. Mungkin otak saya yang nggak nyambung untuk mengerti kerumitan berbahasa para awak media dan juga banyak pejabat negara sekarang ini.
1. Indonesia yang seperti “diobrak-abrik” dengan narasi yang bikin mumet. Saya sampai geleng-geleng, yang bener mana yang hoax mana. Mungkin saja nanti emas di Monas diragukan keasliannya njur “dicek” dan “diturunkan” untuk “dimurnikan” 😂🤣
2. Pengusiran warga Rohingya dengan beritane sungguh beragam. Termasuk aneka virus ajaib baru yang muncul dengan beragam kontroversinya. Dari azab sampai bermacam hoaxnya hilir mudik di berbagai lini berita.
3. Beragam berita pilpres pun bikin saya mikir. Ini tenanan, hoax, atau pencitraaan atau apa. Entahlah. Saya tidak mengerti dan jadinya kadang malas mengikuti.
4. Beragam berita lainnya yang macem-macem. Yungalah di sosmed, emak dasteran bolong bae jadi berita 🤣 Sampai saya kudu mikir, ini hoax atau bukan. Bener atau enggak. Membaca berita tidak lagi bikin nyaman hati. Mau respon saja mikir, ngeshare apalagi 😁😅
5. Kalau dulu baca itu jendela ilmu, sekarang baca pun kudu pake ilmu. Kalau enggak, semua berita akan kamu telan mentah-mentah dan kamu akan jadi penyebar hoax paling masif. Hati-hatilah membaca. Pikirkan. Crosscek. Kalau dirasa tidak bener, tidak penting; hentikan sampai dirimu saja.
Saya tadi mau gawe olahan sayur. Ingat sudah pernah menyiapkan sepaket-paket dalam wadah tupperware. Bhadalah… kok wes membusuk 😂😆
Awalnya sih saya beli aneka sayur, njur saya bersihkan, masukkan kotak-kotak, baru masuk kulkas. Maunya saya masak tiap hari. Sekurangnya untuk mengurangi gaya ketergantungan saya pada pesan makan online, yang belakangan charge app dan ongkirnya kok rada nggak masuk akal (kalau nggak boleh dibilang mihil).
Rencana ya tinggal niat. Begitu deadline mendera, pesan online jelas ndak pake ribet di dapur 🤣 dan pas saya lagi pingin gawe dhewe, ternyata sayurnya wes ajur busuk ndak selamet ini sayur mayur 😃
Lalu saya ingat nasihat, rezeki itu yang kita nikmati. Ya benar 😃 Sayur itu bukan rezeki saya. Rezekine si tukang sayur tempat saya beli pesan sayur plus bumbunya.
Harta pun kalau nggak kita nikmati ya bukan rezeki. Rumahmu boleh sepuluh. Mobilmu boleh berderet-deret. Tapi pasti rumah yang kamu tinggali yo satu. Mobil yang kamu pake yo jelas siji. Bukumu boleh berderet lemari, kalau ndak kamu baca; jelas bukan rezekimu. Bajumu boleh berbanyak lemari; pasti nggak mungkin semuanya kamu tumpuk pake di badanmu kayak toko berjalan kan🤔🤣
Intinya, kita sering serakah. Nyari dan numpuk ini itu, njur malah ndak sempat menikmati 🤣 Jadi benar ibu saya, ada makanan berlebih yo cepet dibagi kiri kanan. Besok ndak ada, ya dipikir besok. Baju, kain, ikan, telur, sembako pun dibagi kiri kanan. Dan anehnya, semua tetap berlimpah di rumah ibu saya. Ada saja yang datang mengirimkan; selain tentu telur dan ikan. Itu hasil ternak ayam dan ikan, ibu urus di halaman rumah 💖
Mati pun kamu ya ndak bawa itu semua harta benda. Tapi juga jangan sampe semangat berbagi lupa diri sendiri. Intinya seimbang, secukupnya saja. Biar ndak banyak hal mubazir dalam hidup😃
Kadang-kadang di tengah deadline kok saya yo malah rada bijak begini. Mungkin otak saya sudah terlalu panas mikirin paragraf demi paragraf yang harus saya tulis. 🙈🙏
Bersih Hati, Bersih Jiwa 😍 Soul Reflection (SR). Program ini sekarang tidak terpisah ya untuk pelaksanaannya. Dijadikan satu dalam rangkaian workshop yang disebut Workshop Soul Meter (WSM). Jadi kalau Teman-teman ikut workshop Soul baru-baru ini, mungkin ceritanya akan beda dengan pengalaman saya.
Ini kisah saya pas ikut program SR di Jogja. Semoga bermanfaat bagi Teman-teman 😍 Sabtu pagi, 2 Feb 2019 saya ikut program SR di Jogja. Saya hanya pingin ikut. Karena pas di Belitung, ada sesi Bunda Arsaningsih mengajarkan gerakan singkat dan ringan untuk melemaskan bahu yang kaku pegal kalau kebanyakan duduk menulis.
Di program ini diberikan teori dasar dan implementasi SR. Saya jadi lebih memahami diri saya. Saya happy dan tenang. Menurut ukur pikiran, dalam 13 detik otak saya sudah tenang, anteng, meditasi. Hitung kebahagiaan dalam rate 1-10 saya berada di 8. Bahagia 😃 Itu sebelum pembersihan lho 🤗 Jadi, hidup saya memang menyenangkan, happy, sehat, sejahtera, baik dengan sesama dan insyaallah taat pada Tuhan 😍😍
Pas sesi pembersihan, saya baru sadar ada banyak sekali kemarahan, kejengkelan, kesedihan, kekecewaan yang menumpuk sedari belia. Terhadap ayah ibu saya, saudara kandung, ipar ipar, keponakan hingga kakek nenek om tante bude pakde, sepupu, sahabat, teman, relasi, orang-orang yang saya kenali dalam berbagai urusan. Ya sudah saya memaafkan dan meminta maaf atas segala ketidaknyamanan itu. Berat banget dan berasa itu lho diangkatnya dari tubuh jiwa saya.
Yang paling sulit adalah sesi memaafkan dan minta maaf kepada orang terkasih, pasangan hidup, dan anak anak. Saya menolaknya. Saya sudah malas mengurusi soal pasangan hidup. Terlalu banyak luka, tidak percaya pada cinta. Bahkan 6 bulan terakhir, saya berlaku sangat menjengkelkan dan berusaha membuat marah orang yang baik sekali pada saya. Pokoknya ngeselin deh🙈 Biar dia nggak senang dan saya nggak sampe jatuh cinta berujung luka pedis😆😅
Pembersihan batin itu dipandu oleh Bunda Arsaningsih. Saya menolak memaafkan dan minta maaf. Lha kok, Bunda Arsaningsih masih saja terus menyuruh minta maaf dan memaafkan. Mungkin dasar hati saya baik juga 😎😍 jadi saya yo nggak mau menyusahkan orang. Dia baik tapi saya menjengkelkan tentu mengganggu hidupnya. Ya sudah, perlahan sekali saya meminta maaf dan memaafkan.
Saya merasa ada banyak lagi beban yang diangkat dari bahu jiwa saya. Masih ada beberapa jeda dalam sesi pembersihan, saya melihat cahaya yang terang dan kilasan masa depan saya 😍❤😇
Dan ketika membuka mata, saya limbung. Pusing banget. Dokter Rastho bilang, biasanya itu sebentar saja. Esok sudah pulih. Baiklah. Pulang saya merasa ngantuuk sekali, tapi masih sadar.
Sampai rumah saya menelpon orang yang sudah saya buat jengkel selama itu. Biasanya jangankan menelpon, dia telpon sj bisa ntar-ntar saya angkatnya, WA balasnya bisa 2×24 jam 😂🤣🙈 Kalau nggak saking sabarnya dia, mungkin sudah tidak peduli lagi sama saya😅
Eh tapi malam itu berubah lho, saya baik-baik saja. Tenang, nggak marah, nggak kesal. Kami bisa bercerita macam-macam, tertawa bersama. Lama sekali 😁 Saya sudah bisa menerima kehadirannya, tidak mengganggunya lagi dengan energi negatif. Tiba-tiba saya berdoa dia juga salah satu takdir baik untuk saya. 😍😍 *Dan ya ternyata bukan orang yang harus menetap di hidup saya 😃🙏
Ternyata pembersihan masih berlangsung. Bangun pagi karena adzan Shubuh, tubuh saya lemas luar biasa. Hari Minggu itu, saya buang air besar 12 atau 13 kali dengan range jarak 2 jam an. Terjawab sudah pertanyaan ke dokter, kenapa perut saya keras meski tidak ada pasokan makanan. Dokter bilang tidak apa, saya tidak sakit. Ya itu isinya kotoran membatu karena hati yang kaku. Sekarang perut saya sudah lunak seperti orang normal.
Hari Senin saya masih lemas. Pembersihan terus berlangsung. Saya ketakutan. Pas haid, darah tidak lagi merah. Tapi hitam bergumpal gumpal dan banyak sekali. Saking takutnya, saya menelpon dokter langganan dan dibilang kalau tidak sakit, tidak apa. Teringat hari Minggu, saya pikir ini juga kotoran tubuh menahun yang sedang dikeluarkan. Jadi lebih tenang.
Selasa sore Dokter Rastho memforward pesan-pesan dan saya bilang tubuh saya lemas 2 hari, tanpa cerita di atas. Lagi-lagi katanya tidak apa-apa dan malah menyarankan meditasi harian. Ya memang lebih ringan.
Rabu pagi, saya bangun dengan tubuh fresh dan jiwa yang lebih bugar. Nggak ada lagi keinginan marah, kesal, jengkel, atau sedih. Saya berdoa hidup saya lebih sehat, baik, happy, makmur, semakin bersyukur dan taat pada Tuhan 😍😍 Eh iya, sepanjang hari ini ada banyak sekali kabar baik. Alhamdulillah 😊🤗
Terimakasih Bunda Arsaningsih dkk Soul. 😍 Teman-teman coba ikut program WSM, meski hidup kelihatan baik baik saja. Soalnya beban hati dan jiwa itu nggak terdeteksi medis klinis dan baru ketahuan dengan metode Soul Meter (SM).
Hidup saya luarnya yo baik baik, tapi ternyata di dalam ada banyak beban hati dan jiwa yang perlu dilepaskan. Sekarang siy sudah lebih nyaman. Tubuh ringan banget dan berasa plong sekali 😍
Hidup di dunia memang penuh masalah, tapi kita harus bahagia untuk menemukan surga di kehidupan yang abadi.
SRSM, Soul Reflection Soul Meter; Mengenali Diri Kita yang Utuh ❤💖 Workshop ini sekarang diganti dengan nama WSM (Workshop Soul Meter) dengan Soul Reflection dan Soul Meter dalam satu rangkaian kegiatan.
Tanggal 1 Februari 2019 saya ikut SR (Soul Reflection) di Jogja untuk bersih hati bersih jiwa. Setelah hati dan jiwa lebih bersih, fisik saya lemes semingguan. Buang racun dan kotoran tubuh. Setelah itu siy rasanya jadi lebih enteng, lebih tenang, lebih adem.
Juli atau Agustus ada program SM (Soul Meter) lanjutan dari SR. Saya langsung menolak karena jadwal kerja yang padat. Habis pembersihan, saya takut tepar lagi. Mbak Rina, pengelola kantor Soul Jogja meyakinkan saya kalau SM jauh lebih ringan. Bagaimana lebih ringan, wong ikut SM syaratnya kudu ikut SR dulu. 😃
Sampailah akhir tahun, info SR SM mau ada di Jogja. Saya berharap siy April sudah dekat puasa, biasa nya saya wes tidak ke lapangan. Eh ternyata Februari. Saya molet, antara iya dan tidak. Baca-baca testimoninya lho kok gitu; ukur energi, kepastian sesuatu tepat atau enggak. Kalau saya kan gak perlu ukur. Ada feeling, ada intuisi, ada istikharah. Hampir setiap putusan saya, saya ambil dengan legawa sadar konsekuensi. Takada penyesalan.
Saya uleng aja mo ikut atau enggak, sampai Mbak Rina bilang bisa ambil putusan di saat terdesak. Oh baguslah itu. Ya wes saya ikut, tanya rekening transfer dan sudah. Selesai beberapa menit. Njur saya lupa, malah sebelum hari H ke luar kota. Pas diingetin, yo pulang ke Jogja pagi pagi 😅 Zaka kawan saya sampai nyeletuk, “Mbak nggak dari rumah to?” “Haha… Iya.” Kalau dari rumah untuk ikut SM saya gak akan bawa backpack isinya macam alat perang 😂
Ketemu Bunda, dr Rastho, dr Tia, Mb Rina dan anaknya, yo senenglah. Materi berlangsung lebih fun, tapi njur pembersihan jiwa… saya sudah menetralkan pikiran perasaan, tapi sensitif is peka dan nggak boleh diingkari. Sebelum ikut SRSM saja saya bisa rasa kok orang itu beres atau enggak, bikin ruwet atau enggak. Apalagi setelah ikut SR. Ahamdulillah selama ini connecting nya orang-orang baik. Dan saya afirmasi terus semua baik.
Begitu pembersihan selesai, punggung kanan saya suakitnya ampuuun. Saya langsung bilang, “Bunda, punggung kanan saya sakit.” Bunda memeluk saya, “Tidak apa apa karena ini dibersihkan, sumbatan terbuka, jadi sakit. Nanti saya bantu healing.”
Saya lebih lega, tapi masih memegangi punggung saya yang nyutnyutan itu. Ya, memang berasa ada yang ditarik dari punggung saya. “Nggak apa-apa Ri, ini adaptasi. Nanti semua akan baik.” Saya menenangkan diri sendiri.
Terus sudah sampai akhir bahas karma dan reinkarnasi. Silakan cek youtube Bunda Arsaningsih, yang kepo cek aja di sana. Sudah ada banyak sekali episode beragam. Nggak usah nanya sama saya; karena saya pun masih terus belajar, berproses membersihkan diri; melunasi membayar hutang-hutang karma saya.
Wah, ternyata ada tujuh kehidupan sebelum saya hidup sekarang. Dan sejak lahir kalaupun saya Islam, saya orang Jawa yang besar di lingkungan Kejawen yo terima ajaran karma dan reinkarnasi. Kalau kamu buat baik karmamu juga baik, begitu pun sebaliknya. Islam punya istilah sendiri. Kalau jiwamu belum sempurna, maka jiwa kamu akan ngejawantah atau lahir kembali untuk proses penyempurnaan jiwamu. Jawa banget ini 😃 Yang belajar sangkan paraning dumadi pasti mudheng. Kalau Islam tidak mengajarkan reinkarnasi. Setiap jiwa lahir baru tanpa dosa atau karma asal. Sumonggo masing-masing, jangan ngajakin saya berdebat di sosmed 😁
Saya menerima keduanya karena sepanjang hidup saya berusaha be nice kepada siapa saja, dan hidup saya yo wes beginilah, lempeng saja. Alhamdulillah. Ada ini itu yang belum dikasih Tuhan, saya yo happy saja. Sadar tiap orang menjalani takdir hidupnya masing-masing. Sejak kecil saya mungkin sudah jauh dari sikap iri dengki srei usil penyinyir. Karena ibu bapak saya penyayang dan sabar. Yo terbawa ke saya, contoh langsung.
Kalau reinkarnasi, ini lebih pada pengalaman hidup. Kok saya baru sekali datang ke tempat asing tapi rasanya wes hafal banget lika-liku ujungnya. Orang orangnya juga kayaknya wes familiar. Sering juga pertama kali jumpa orang langsung deket. Padahal saya introvert murni. Kalau pake SM ternyata ketahuan, oh saya dulu tinggal di sana, dekat dengan ini itu, dst. Gak percaya boleh, tapi ikut WSM dulu lebih bagus, baru bilang gak percaya 😁 Lha perkara santet tenung gendam hipnotis aja kalian percaya kok energi gak percaya, mikirlah pake otak😃
Pulang saya masih sempat makan malam sama Zaka, Bu Pefty. Sampai rumah manasin air, mandi, sholat, tidur. Gak tidur tidur. Berasa punggung saya sakit. Saya blonyo minyak rempah agar lebih cepat tidur. Dini hari saya bangun, terasa ada energi hangat mengaliri punggung saya. Oh Bunda kirim energi untuk bantu healing. Ya sudah reda beneran. Gak sakit lagi. Nunggu Subuh, nulis, beberes kerjaan, njur lemes sehari semaleman. Sekarang pun belum pulih sepenuhnya. Untung saya sudah antisipasi “cuti” seminggu. Belajar dari pas SR.
Saya jadi tahu kenapa hidup saya begini begitu. Ndak ada protes sama sekali. Apa yang terjadi ya terjadilah. Kehendak Tuhan lebih gampang diikuti daripada bikin acara sendiri. Sejak tahun 2019 boleh dibilang saya kerja tidak ngotot lagi, duit saya kok yo tetep alhamdulillah tetap banyak. Sehat bugar, saya wes ndakpernah pijet😃 Hubungan yo baik baik aja, belum berjodoh ya sudah saya ikhlaskan. Lebih deket sama Tuhan ya jelas itu kerasa banget, biasane males baca Quran wes luwih rajin. 😍 Better life lah nggak terikat target-target.
Happy waktu dulu ikut SR 8, setahun mung nambah satu. Jadi 9 dalam hitung 0 s/d 10. Happy saya belum paripurna karena ada hal yang belum saya ikhlaskan. Bagi saya ngaku belum ikhlas lebih baik daripada muni ikhlas njur jadi penyakit. Karena dampak kerugian dari orang-orang ini ke mana mana. Bahkan kalau orang orangnya datang meminta maaf bayar kerugian pun, mungkin saya akan naboki sampe benjut dulu baru bisa memaafkan. Yo wes, pelan-pelan.🙏
Tidak menuntut diri saya langsung ikhlas. Saya manusia biasa, yang lebih utuh karena mengenali diri lebih baik. Tuhan sudah memberi saya banyak sekali hal terbaik dan keren-keren. Lah banyak orang yang pingin hidup seperti saya. Apalagi kalau postingan saya pas dolan piknik 😃 Percayalah, hidup saya di dunia nyata lebih menyenangkan 😍💖❤💕
Saya legawa, tugas saya mendarmabaktikan hidup sesuai dengan keahlian saya dengan penuh rasa syukur. Lalu Tuhan akan mencukupi semua kebutuhan saya dengan istimewa. Dengan cara Tuhan yang selalu ajaib dan penuh kejutan 😍😍
Terimakasih Tim Soul, terimakasih Bunda Arsaningsih, dr Rastho, dr Tia, Mb Rina, Anditya, dkk yang luar biasa. 😍😍
Saya hanya menshare pengalaman saya bersih bersih jiwa, karena sehat itu tak cuma sehat fisik tapi kudu paripurna sehat jiwa raganya.
*Disclaimer: tidak mengajak berdebat dan berantem, monggo dipikirkan sesuai pemahaman masing-masing. Cuman kalau pas baca ini, hidupmu lagi ruwet banyak masalah yang nggak beres beres, coba deh ikut WSM mana tahu karma burukmu terlalu banyak dan harus dibersihin. Ada banyak orang “merasa baik”, tapi nggak sadar sudah menyakiti dan merugikan orang dan makhluk lain. Kamu nganiaya kucing itu juga karma buruk, jangan anggap enteng balasannya pada hidupmu.
Menulis cerita untuk anak, sedikit berbeda dengan penulisan fiksi lainnya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
1. Ending cerita anak umumnya bahagia. Anak-anak memang cenderung sensng dengan cerita yang fun, happy, gembira, banyak kreativitas.
2. Anak-anak tidak senang membaca cerita dengan karakter favorit berakhir sedih atau buruk. Namun dengan berbagai pengolahan cerita, anak perlu dibawa mengerti hidup tidak selalu “seperti dongeng”.
3. Lihat dunia dengan perspektif anak. Artinya melihat semua hal dari sudut pandang anak. Pernah melihat anak tetap bergembira meski hujan deras? Mereka bermain seolah tak khawatir atau cemas. Ya semua hal tetap menggembirakan bagi anak-anak.
4. Jelaskan tempat-tempat dan karakter sehingga pembaca dapat membayangkan hal tersebut dengan “cara mereka sendiri”. Ajak anak berfantasi dengan kemampuan mereka melalui tulisan.
5. Sebisa mungkin gunakan kosakata yang riil dan mudah dipahami. Kosakata abstrak sangat menyulitkan anak, terutama anak-anak di usia dini.
6. Alam dan kehidupan dalam cerita anak sering digambarkan sebagai sesuatu yang “cerah, membahagiakan, warna-warni, optimis.”
7. Atribut atau unsur-unsur “gelap” dalam cerita anak, tetap diperbolehkan asal kemasannya menarik anak. Seperti cerita Where the Wild Things Are atau seri Goosebumps.
8. Judul biasanya sesuai isinya. Pastikan membuat judul dengan kosakata yang riil, agar mudah dipahami.
9. Kalimat biasanya pendek-pendek dan praktis. Panjang cerita pun tidak terlalu panjang karena umumnya disertai gambar yang menarik.
10. Jadikan anak-anak yang sesuai umur segmentasi naskah sebagai first reader. Perhatikan komentar mereka tentang cerita tersebut. Perbaikilah apa yang menurut mereka kurang atau tidak dimengerti.
Menulis buku cerita anak kadang lebih menantang dan perlu usaha lebih banyak dari penulis. Biasanya penulis yang sudah dewasa “perlu ekstra keras” untuk menyelami dunia anak. Masa kecil si penulis (di masa lalu) tentu sangat berbeda dengan masa kecil anak-anak di saat cerita ditulis (di masa sekarang).
“Senang dong Mbak Ari jadi penulis. Banyak nganggur. Kerja bisa seenaknya. Jalan-jalan terus. Uang datang sendiri.”
Sebenarnya, saya sudah agak ‘naik emosi’ membaca pesannya. Saya singkirkan saja pesan tersebut. Dia bukan penulis. Tidak perlu direspon.
Ya, jadi penulis memang banyak senangnya. Setidaknya, kerja bisa di rumah. Tidak harus ke kantor dan termakan kemacetan jalanan. Waktu fleksibel. Lebih lentur bekerja. Bisa memilih jenis tulisan.
Kalau mau dapet duit banyak tinggal nulis lebih rajin. Belum lagi kalau bukunya tiba-tiba terpilih proyek yang nilainya besar. Atau buku dan scriptnya hits, megabestseller di pasaran, pasti banyak bonusnya.
Sungguh tidak benar kalau penulis banyak nganggurnya. Kerja bisa seenaknya. Uang datang sendiri. Penulis sebenarnya pekerjaan yang (tidak) ringan. Otak harus terus bekerja dengan kreatif.
Menulis juga harus sesuai dengan aturan dan kesepakatan-kesepakatan yang —sangat banyak— dan kadang-kadang sangat ribet dengan berulang kali revisi. Royalti walaupun dikirim langsung oleh penerbit, bukan diberikan secara gratis. Itu hasil kerja keras. (Tidak) sehari dua hari, tapi berbulan-bulan.
Ya, yang bukan penulis mungkin tidak pernah tahu, bagaimana kadang buku yang dikerjakan berbulan-bulan, di akhir periode laporan royalti uangnya tak lebih dari sekian puluh ribu saja.
Yang bukan penulis juga mungkin tak pernah tahu, skenario yang sudah digarap dan direvisi berulang-ulang, akhirnya gagal diproduksi dan tidak dibayar. Padahal penulisnya sudah banyak mengeluarkan energi, waktu, biaya, dan pemikiran. Siapa yang peduli? Tidak ada skenario yang beres, ya tidak dibayar.
Belum lagi kalau minta royalti ke penerbit atau nagih ke produsernya aja pakai ngotot-ngototan atau dipingpong sana-sini. Atau bahkan ada juga lho penerbit dan produser yang ngemplang royalti dan honornya penulis. Berbagai kesulitan teknis yang dihadapi penulis. Revisi berulang. Deadline yang ketat. Pajak yang tinggi.
Campur tangan berbagai pihak yang membonsai dan mengkerdilkan kreativitas. Macet menulis. Tidak bisa menulis. Naskah yang dihargai dengan sangat tidak layak. Kondisi kesehatan yang tidak prima tanpa ada penjamin biaya kesehatan.
Naskah-naskah yang digarap istimewa toh jeblok juga di pasaran. Belum lagi begitu banyaknya penulis yang terlibat utang dengan penerbit dan produser. Pasti bukan maunya, tapi lebih sering karena hasil menulis tidak mengcover seluruh kebutuhan hidupnya.
Sedih saya kalau mendengar cerita-cerita miris seputar kehidupan penulis. Apalagi kalau mendengar langsung dari penerbit atau produser yang menyebut si A, si B, si ini si itu terlilit utang hanya karena putusan yang tidak tepat.
Jadi, memang jadi penulis tidak hanya ada senangnya. Ada juga (tidak) senangnya. Jadi penulis harus hati-hati. Bijaksana. Memanajemeni uangnya dengan baik. Menimba pengetahuan dan mau terus belajar. Mau rendah hati dan mendengar kata orang lain. Biar tidak mengambil putusan-putusan yang akan memberatkan dirinya di kemudian hari.
Alhamdulillah, saya jadi penulis baik-baik saja. Jatuh bangunnya menjadi penulis hanya seputar penolakan naskah di masa belia. Saya bersyukur berulang-ulang pada Allah dipertemukan dengan media, penerbit, produser, dan klien yang baik-baik.
Menulis (tidak) selalu gampang. Kadang begitu melelahkan jiwa raga. Kadang menulis juga terasa menjadi sangat “rutinitas” yang ingin saya tinggalkan. Ada masanya saya sangat malas menyentuh laptop atau bahkan sekedar membalas email dan inbox-inbox seputar penulisan. Tapi itu semua harus diatasi dan diselesaikan.
Hidup terus berjalan. Biaya hidup tidak mungkin dihentikan. Tidak ada yang menjamin hidup penulis. Harus lebih banyak berkarya untuk simpanan masa pensiun.
Tetapi bahwa, ada pihak yang bisa saya tanya dengan mudah; ada yang memback up saya dengan segala totalitasnya, adalah anugerah yang tidak bisa saya nilai dengan uang. Tentu saja, termasuk pembayaran yang mudah.
Selalu ada pasang surut dalam penerimaan penghasilan. Yang saya yakini bahwa selama kita bekerja sebaik yang kita bisa, rezeki akan selalu datang dengan caranya yang ajaib.
Mari bijaksana memandang pekerjaan penulis. Ini seperti pekerjaan lainnya. Penuh aturan. Penuh kompetisi. Penuh kedinamisan. Yang bukan penulis, jangan asal bicara yang bikin merah telinga.
Percayalah, saya tidak akan merespon. Tapi anda tidak akan selalu bertemu dengan penulis yang “sudah kebal” dengan omongan orang seperti saya. Bisa saja omongan anda yang asal itu dibalas dengan omelan yang tak kalah sengit oleh penulis lainnya.
Happy Writing, Be A Good Writer 😍 *Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok! *Jadi Penulis Skenario? Gampang Kok! *Jadi Penulis Produktif? Gampang Koq! *Jadi Penulis Nonfiksi? Gampang Kok!
Adaptasi adalah hal yang biasa dalam dunia penulisan. Apa saja yang perlu kita perhatikan berkaitan dengan adaptasi.
1. Adaptasi dan menuliskan kembali itu boleh. Tetapi, yang mesti dihindari adalah menjiplak. Setiap kali kita menjiplak, maka Allah akan mengurangi satu pikiran kreatif kita. Makin sering menjiplak, makin bodohlah diri kita.
2. Aturan adaptasi lebih kurang seperti ini: a. Ide boleh sama, bisa dimiliki siapa saja. b. Seluruh penulisan harus beda. c. Karakter harus dimodifikasi. d. Dialog juga tidak boleh sama. e. Setting harus berbeda. Intinya: adaptasi untuk cerita adalah pada batasan ide yang sama, tetapi dalam segala hal dari tata cara, sudut pandang, model, karakter harus beda.
3. Ada yang memberi usulan adaptasi dengan cerita mirip-mirip boleh, tetapi batasannya 20 persen saja dari total seluruh naskah yang diadaptasi.
4. Ini berbeda dengan urusan pembelian copyright, lisensi. Banyak pula yang memang kontrak kerja samanya harus dialihkan dengan model (versi) Indonesia saja tanpa boleh mengganti apa pun, termasuk satu kata dialog sekali pun.
5. Kalau adaptasi saja bebas, boleh dalam batas-batas wajar. Tidak ada yang klaim. Permasalahan klaim mengklaim dan gugat menggugat ini biasanya kalau karya adaptasi BOOMING, maka yang terjadi pastilah heboh sampai seret-seretan ke pengadilan segala karena duitnya memang BANYAK.
6. Kalau adaptasinya hanya ide yang sama, sumber tak perlu disebutkan. Tetapi kalau banyak, ya disebutkan. Ada etika tak tertulis untuk memberi surat pemberitahuan pada PENULIS, PENERBIT. Tidak dipungut bayaran kok. Hanya untuk sopan santun saja.
7. Karya adaptasi sering juga sebagai PERSETUJUAN, BANTAHAN, SANGGAHAN, PENYEMPURNAAN suatu karya sebelumnya. Misalnya, Umar Kayam menulis karya legendaris PARA PRIYAYI itu sebetulnya modifikasi dan bantahan untuk karya CLIFFORD GERTZ yang bicara soal Priyayi, Santri Abangan, dan Kalangan Petani. Dan, tidak ada seorang pun yang mengklaim Para Priyayi itu sebagai bantahan untuk karya Gertz.
8. Menjiplak persis biasanya kalau untuk diri sendiri tidak ada yang klaim. Tetapi kalau sudah urusan komersial, diperdagangkan, disiarkan, diakui sebagai karya penjiplak; baru JADI MASALAH.
Sebenarnya, kalau mau curang sih bisa saja, asal tidak ketahuan. Tetapi kalau ketahuan, — hari serba internet serba canggih begini, apa yang tidak ketahuan? — SIAP-SIAP saja. Itu MEMATIKAN MASA DEPAN sendiri.
Intinya, teman-teman, jangan takut MEMBUAT KARYA ORISINIL. Yang bagus itu tidak harus yang berbau luar negeri kok. Ayolah, kunjungi daerah-daerah Indonesia, berjalanlah. Pasti akan tahu, kita ini lebih kaya dari negeri-negeri jiran di sekitar kita. Mari ciptakan kiblat, bukan berkiblat kepada negeri orang.
Happy Writing Be A Good Writer 🙂 Ari Kinoysan Wulandari