Mengulik tentang Motivasi Menulis

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Motivasi adalah sesuatu yang membuat orang rela melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya, tidak kenal waktu, menghabiskan banyak energi demi totalitas; bahkan meskipun tidak ada reward ataupun bayarannya.

Menulis adalah menuliskan sesuatu dalam bentuk tulisan yang sesuai dengan aturan-aturan yang diikutinya.

MOTIVASI MENULIS adalah sesuatu yang membuat orang rela menulis sebaik-baiknya dengan totalitas bahkan bila tidak ada reward ataupun bayarannya.

Motivasi menulis tidak harus sesuatu yang besar. Setiap orang memiliki motivasi yang berbeda-beda dalam menulis.

Bisa jadi uang, popularitas, sharing, menyampaikan fakta dan kebenaran, menyajikan pemikiran dan pendapat, memblow-up pemikiran massa, dan lain-lain.

Motivasi menulis harus dirumuskan dengan jelas agar kita tahu, kenapa sebenarnya kita menulis. Motivasi bisa dirumuskan sederhana seperti ini:

“Saya mau menulis cerpen karena saya yakin bisa menulis cerpen yang lebih bagus daripada cerpen yang ada di media remaja.”

Ini adalah motivasi saya menulis cerpen ketika saya masih belia; kalau urusan pede, saya cenderung ndableg, selalu pede. Bahkan ketika saya tidak tahu apa-apa soal menulis.

Mungkin ini karena pola didikan orang tua saya yang mengatakan pada anak-anaknya —bahwa kami selalu bisa melakukan apapun yang kami inginkan kalau mau berusaha.

Tak pelak 121 kali cerpen saya ditolak media, lebih dari 2 tahun saya hanya menulis dan menulis dan ditolak dan ditolak. Tapi yang saya pikir hanya saya bisa menulis cerpen lebih bagus daripada cerpen yang ada di media remaja. Hanya itu.

Setelah 2.5 tahun, saat cerpen saya pertama kali dimuat media di Kawanku “Makna Sesungguhnya” itu seperti membayar motivasi saya yang seolah sudah berabad-abad melekat di hati. Honornya waktu itu 80ribu saja, tapi itu besar sekali bagi anak SMP seperti saya yang sehari-hari dapat uang saku hanya 500 rupiah.

Lalu, saya vakum menulis. Kenapa? Ya karena motivasi saya hanya untuk memenuhi keinginan bisa menulis lebih bagus.

Ketika sudah dimuat itu, saya rasa keinginan sudah tercapai. Saya menulis dengan rumusan cerpen pertama saya, dan sejak itu hampir tidak pernah ditolak. Tapi saya hanya menulis kalau mood, kalau ada ide bagus. Tak ada niatan jadi penulis.

Motivasi saya lebih jadi pengusaha daripada jadi penulis. Sampai saat ayah saya bangkrut dan saya harus survive untuk kuliah; ya menulis lagi dan dari sana saya produktif menulis.

Sekarang…. sebelum anda memutuskan untuk menulis, baik menjadi penulis profesional atau sekedar hobi; pastikan anda memiliki MOTIVASI YANG BENAR.

Catat, rumuskan, taruh di depan meja tempat anda menulis. Itu yang bisa dorong anda menulis, seberapapun sulit dan lelahnya mendapatkan “tulisan pertama”.

Jangan cepat menyerah. Tuhan tidak mengharuskan kita sukses. Kita hanya diwajibkan berusaha terus menerus dan memperbaiki diri sebaik-baiknya. Jadi, benarlah berpikir, benarlah bertindak. Kesuksesan biasanya dampak dari usaha yang terus menerus dan tidak kenal menyerah.
.
Ari Kinoysan Wulandari
Griya Kinoysan University
Jadi Penulis Skenario? Gampang Kok!
Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!

Please follow and like us:

Membahas tentang Konflik Cerita

Seri panduan penulisan. Pesan buku cetak bisa wa.me/6281380001149

Cerita atau fiksi yang menarik pasti ada konfliknya; ada masalah yang harus diselesaikan oleh tokoh tokoh cerita. Perjalanan dan proses penyelesaian masalah itulah yang menjadi daya pikat pembacaan sepanjang naskah. Berikut ini beberapa hal yang berkaitan dengan konflik cerita.

  1. Konflik adalah unsur fundamental dari fiksi karena dalam naskah fiksi, satu-satunya hal yang penting adalah MENARIK.
  2. Dibutuhkan keterampilan dan keahlian untuk mengubah tema-tema kehidupan ke dalam sebuah cerita; mulai dari kelahiran, pertumbuhan, cinta, keluarga, kerja, perjalanan, menua, hingga kematian.
  3. Konflik yang menghasilkan keteganganlah yang membuat cerita bisa dimulai. Ketegangan dapat diciptakan dari pertentangan antar karakter; karakter dengan kekuatan internal atau eksternal; bisa juga dengan kondisi.
  4. Dengan menyeimbangkan kekuatan yang saling berlawanan dari konflik, kita tetap bisa mengajak pembaca terpaku pada halaman naskah dan bertanya-tanya bagaimana cerita akan berakhir.
  5. Konflik yang bisa kita bangun, lebih kurang dari:
    • Protagonis terhadap individu lain
    • Protagonis melawan alam (atau teknologi)
    • Protagonis terhadap masyarakat
    • Protagonis terhadap Allah (atau keyakinannya)
    • Protagonis terhadap dirinya sendiri
  6. Konflik dapat dibangun dengan cara menggoda pembaca, tidak memberikan segala sesuatunya dan baru dibuka di akhir cerita.
  7. Konflik juga biasa dimunculkan dengan memberdayakan karakter-karakter utama, sehingga tensinya sangat tinggi.
  8. Kondisi yang surprise, tidak diperkirakan oleh pembaca juga dapat digunakan untuk menyajikan konflik.
  9. Karakter-karakter yang dari awal menimbulkan simpati dan empati pembaca, dapat juga kita jungkirbalikkan sebagai “antagonis” sehingga konflik menjadi terasa dan bisa menambah napas cerita.
  10. Yang penting diingat dari konflik, bentrokan yang sepele atau terlalu dangkal juga akan menyebabkan cerita yang dangkal dan kurang menarik.

Menulis adalah keterampilan pribadi. Seberapa pun banyaknya teori penulisan, tetap tidak bisa seratus persen kita ikuti. Karena setiap pribadi unik dengan cara dan ekspresi penulisannya. Yang pasti, menulislah dengan cara kita sendiri. Perhatikan apa saja yang penting sehingga cerita kita MENARIK dengan semua unsur yang membentuknya.

Happy Writing, Be a Good Writer 🙂
Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!
Jadi Penulis Skenario? Gampang Kok!
Jadi Penulis Produktif? Gampang Kok!
Jadi Penulis Nonfiksi? Gampang Kok!
Manajemen Penulisan Kreatif Prinsip-prinsip Penyuntingan Naskah

Pesan buku wa.me/6281380001149

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Setiap Naskah Memiliki Takdirnya Masing-masing

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Menulis adalah kebiasaan saya sejak belia. Karena biasalah, menulis saya menjadi kebisaan atau keahlian yang teruji oleh nilai nilai ekonomi dan standar kebaikan lainnya. Namun “menulis” dan “mempublikasikan” tulisan adalah dua hal yang berbeda.

Saat menulis, mungkin saya bisa lebih bebas daripada saat mempublikasikan naskah. Saya sebut mungkin, karena sejatinya untuk bisa menghasilkan tulisan yang baik; kita sudah dibombardir dengan serangkaian teori dan doktrin tentang menulis. Lebih lebih saat kita hendak mempublikasikan naskah –terutama untuk komersial, aturan dan seleksinya bisa sepanjang jalan kereta api 😅

Toh ya karena dunia menulis sudah seperti hidup itu sendiri bagi saya, maka menulis dan mempublikasikan naskah adalah satu paket yang saling mendukung. Prinsipnya, kalau nulis kita baik, publishnya pun lebih gampang. Kecenderungannya kalau proses publish nya gampang, bestseller, rating, box office nya juga mudah ❤️🙏

Toh dari pengalaman bertahunan, saya melihat bahwa dalam menulis, setiap NASKAH memiliki takdirnya masing-masing. Nggak setiap naskah bagus, bestseller. Nggak setiap naskah buruk, jeblok pasarannya. Ada banyak faktor yang mempengaruhi; kemasan, tema, moment, public figure, iklan, waktu rilis, resensi, review, film setipe, dll yang kadang itu tidak terprediksi.

Ada naskah yang kita tulis dengan totalitas yang sangat tinggi dan seluruh komponen industrinya dipersiapkan, tetapi ternyata jeblok di pasaran. Ada naskah yang sederhana kita siapkan tanpa fasilitas
yang berlebihan, ternyata melejit di pasaran dan jadi hits di mana-mana.

BESTSELLER adalah rahasia yang tidak terprediksi. Meskipun setiap penulis, penerbit, distributor, marketing selalu memiliki RUMUSAN tertentu, tapi itu semua TIDAK PASTI. Pun dengan film-film laris atau series yang rating dan mendapat skor tertinggi dalam hitungan platform. Semua serba tidak menentu dan tidak seperti 1+1=2.

Jadi, versi saya untuk urusan “laku laris” itu sederhanakan saja. Jangan tanya saya apa rumusnya bestseller, cukup menulislah dengan totalitas dan kapasitas terbaik, biarkan produksi membuatnya dengan versi terbaik mereka, lalu izinkan MANAJEMEN TUHAN yang mengaturnya. Ingat, kita tak pernah bisa MENDIKTE TAKDIR. Rezeki tiap orang sudah tertentu, yang tak akan tertukar atau SALAH TEMPAT 🙂

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Waktu yang Ideal untuk Menulis

Beli buku versi cetak dan bertandatangan bisa wa.me/6281380001149.

Sebenarnya siy nggak ada waktu yang benar-benar ideal untuk menulis. Setiap orang berbeda keadaannya. Setiap penulis berbeda target dan orientasinya. Jadi tidak pernah bisa disamaratakan. Masing-masing penulis harus menyesuaikan dengan kemampuan dan kepentingan yang hendak dituju. Berikut ini hal yang berkaitan dengan waktu ideal untuk menulis, yang bisa jadi pertimbangan.

Saya pribadi tidak pernah bisa menjawab pertanyaan tersebut. Menulis adalah ranah kerja pribadi. Ketika merancang sebuah naskah, sebenarnya penulis telah mengalokasikan sejumlah rencana dan waktu untuk menyelesaikannya.

Artinya, ketika rancangan naskah sudah siap, penulislah yang bisa menghitung berapa waktunya yang ideal untuk menulis sesuai dengan kerumitan naskah, ketersediaan bahan, kesulitan penulisan, hingga kapasitas penulis, waktu, dan dana yang tersedia.

Seorang penulis pemula mungkin perlu waktu setahun untuk menulis naskah 200 hlm saja, tetapi penulis yang profesional mungkin perlu sebulan saja.

Ibu rumah tangga yang juga mompreneur mungkin perlu 1 tahun menulis buku singkat 50 hlm, tapi mbak mbak yang mahasiswa mungkin perlu seminggu untuk tulisan 50 hlm.

Setiap orang kondisinya berbeda-beda. Oleh karena itu, dirinya sendirilah yang bisa menentukan waktu ideal menulis. Termasuk kapan atau jam berapa ia bisa menulis.

Berapapun waktu anda menulis, konsistenlah. Karena sedikit demi sedikit akhirnya bukit juga. Ketekunan dan kesabaran itulah yang membuat naskah anda terselesaikan dengan baik.

Selamat mencari dan menghitung waktu yang ideal untuk menulis. Pastikan anda merampungkan naskah dengan baik.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Memilih Penerbit yang Baik

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Kadang sebagai penulis, kita masih berpikir penerbit yang baik itu seperti apa. Dari berbagai jenis penerbit, kiranya pertimbangan berikut dapat kita jadikan acuan.

  1. Periksa buku-buku terbitannya di toko buku, kalau terus menerus, dan selalu ada dalam jumlah banyak, umumnya penerbitnya mapan secara finansial.
  2. Periksa update di internet. Internet menyediakan informasi apa saja tentang penerbitan buku. Ada banyak kabar yang bisa kita cari tahu dari internet. Cari yang bagus.
  3. Tanya ke penulis dan pihak-pihak lain yang pernah berhubungan atau bekerja sama dengan penerbit yang bersangkutan.
  4. Gabunglah di komunitas-komunitas yang berkaitan dengan dunia penerbitan. Biasanya, di komunitas lebih terbuka dan blak-blakan. Berita apa saja umumnya dishare. Kalau berita baik biasanya tidak sampai heboh, tapi kalau berita buruk umumnya banyak orang yang tahu.
  5. Datang ke workshop penulisan dan workshop-workshop yang berkaitan dengan dunia penerbitan. Biasanya di sana ada sharing tentang penerbitan yang bagus.
  6. Coba temui pihak penerbit sebelum bekerja sama. Tatap muka dan diskusi, biasanya memberikan kita gambaran penerbitannya seperti apa.
  7. Menyesuaikan tulisan yang dikirim dengan visi misi penerbit. Jangan sampai buku kita religi, tapi mengirimnya ke penerbit yang hanya menerbitkan buku pertanian, misalnya.
  8. Menyesuaikan kemampuan penulisan dengan penerbit yang dikirimi. Maksudnya, kalau kita penulis yang baru sama sekali dan tidak ada link, tidak salah kok mencoba ke penerbit kecil yang profesional dan bagus. Kemungkinkan diterima dan diterbitkan lebih besar.
  9. Memilih penerbit melalui perantara atau agensi. Sekarang sudah banyak agensi naskah. Biasanya mereka lebih kenal medan penerbitan. Yang penting, pilih yang baik.
  10. Gunakan intuisi. Ya, tiap orang beda-beda. Kadang-kadang ketika harus mengambil keputusan dalam waktu cepat, mau menerima tawaran kerja sama atau tidak, sementara saya tidak banyak tahu hal tentang partner baru ini, saya menggunakan hati dan intuisi saya. Melihat kondisi yang terlihat pada mata pikiran saya. Kalau di hati kok rasanya bagus, biasanya saya ikuti. Kalau rasanya tidak bagus, meski tawarannya terlihat “menggiurkan” saya pilih meninggalkannya.

Nah, selamat mencoba. Silakan kalau ada yang mau menambahkan.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Mencermati Soal Judul Tulisan

Pesan buku wa.me/6281380001149 atau langsung ke andipublisher.com

Bagi sebagian penulis, masalah judul adalah urusan mudah. Sementara bagi penulis yang lain, judul urusan yang rumit. Yach, sulit atau mudah, setiap naskah tetap harus ada judulnya. Berikut ini hal hal yang perlu kita cermati tentang judul.

  1. Judul adalah identitas; nama untuk buku, jurnal, cerpen, novel, artikel, film, sinetron, dll. yang menjadi ruh dari keseluruhan karya.
  2. Tidak pernah ada patokan baku dalam membuat judul, bebas. Mau pendek, mau panjang, terserah penulisnya. Asal mudah diingat dan mewakili gambaran isinya. Tapi ada juga yang senang dengan judul-judul yang menipu, artinya judul tidak mewakili isinya. Kalau saya pribadi, tidak memakai judul yang begini.
  3. Judul-judul dengan konsep bagaimana, biasanya menarik: Cara Jitu Mengatasi Jerawat.
  4. Judul dengan kata-kata gampang atau yang bersinonim biasanya disenangi orang: Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!
  5. Judul yang memuat kata-kata cerdas dan rahasia biasanya disenangi: Cerdas Memilih Rumah Sakit.
  6. Judul dengan kata cinta dan yang setipe (love, asmara, dll) umumnya bestseller: Tahajud Cinta, Love Banget Sama Rasulullah.
  7. Judul dengan ikon-ikon yang unik sering jadi pusat perhatian: Kingkong Jatuh Cinta, Hot Chocolate
  8. Judul yang kontroversial biasanya mengundang perhatian. Namun kalau sampai isinya tidak kontroversial, orang tetap tidak mau membaca. Hati-hati dengan judul kontroversial karena bisa memicu masalah.
  9. Nilai positif. Bagi saya pribadi ini sangat penting. Segala sesuatu yang baik dan positif lebih disenangi daripada sesuatu yang buruk dan negatif. Kalau pun ada judul-judul yang sedih dan negatif, itu terserah saja. Tapi secara prinsip orang lebih senang yang baik dan positif. Bahkan, kisah sangat sedih sekalipun biasanya tetap diberi judul yang baik dan positif.
  10. Judul dengan nama orang/nama tokoh sangat boleh. Pastikan nama itu benar-benar unik dan memiliki sesuatu yang layak dijual.
    Setiap penulis bebas memilih dan menentukan judul. Yang pasti judul adalah hal yang pertama kali dilihat orang. Jadi harus membuat rasa penasaran, eyecatching, unik, tapi familiar. Nah, selamat memikirkan judul-judul naskah anda 🙂

Happy writing, Be a Good Writer 🙂

Ari Kinoysan Wulandari
Griya Kinoysan University

Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!
Jadi Penulis Skenario? Gampang Kok!
Jadi Penulis Produktif? Gampang Kok!
Jadi Penulis Nonfiksi? Gampang Kok!

Please follow and like us:

Manfaat Praktis Menyelesaikan Naskah

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

“Mbak Ari, kalau penilaian dan proses terbit buku di penerbit mayor sangat lama dan ribet bagaimana cara kita produktif menulis? Kan produktivitas kita ditentukan dari seberapa banyak karya yang dipublikasikan?”

Jawabannya ya tidak usah menunggu hasil penilaian dan kapan selesainya proses
buku terbit. Terus saja menulis untuk kepentingan yang lain. Artinya kita punya timeplanner sendiri untuk kinerja penulisan kita.

Setiap kali telah menyelesaikan naskah, cukup istirahat, ya mulai menulis lagi. Masalah ditolak atau revisi, itu urusan nanti. Dengan begini, naskah yang kita selesaikan cukup banyak.

Oh iya, tentu untuk bisa begini, secara umum urusan finansial kita sudah selesai ya. Artinya anda tidak dikejar target kerja untuk menghasilkan uang demi kebutuhan sehari-hari. Keperluan anda sudah terpenuhi, sehingga tetap bisa menulis dengan tenang. Kalau anda masih dikejar kerjaan pokok untuk pemenuhan hidup sehari-hari, anda harus rela mendahulukan kerja utama. Terlebih bila menulis belum menghasilkan uang.

Kalau kita berhasil menyelesaikan satu naskah, itu banyak sekali manfaatnya secara pribadi. Sekurangnya saya mencatat beberapa hal manfaat praktisnya:

  1. Menuangkan ide secara tuntas dan lengkap. Kalau sudah lengkap, naskah bisa dieksekusi; dijual, diterbitkan, dll.
  2. Mendisiplinkan diri untuk menyelesaikan tulisan. Ini disiplin paling berat, terutama kalau tidak ada komitmen, sanksi, atau hadiah. Cari partner yang bisa jadi reminder ketat.
  3. Menepati janji pada diri sendiri. Iya ini berkaitan dengan deadline yang kita buat. Kadang karena untuk diri sendiri, kita lebih sering mangkirnya daripada menepati.
  4. Berani mengambil resiko (ditolak media/penerbit). Membuat naskah baru tanpa konsultasi penerbit, ini murni kerja keras yang gambling. Kalau sudah profesional biasanya siy sudah paham mana yang layak terbit atau enggak, tapi kalau sampeyan baru; carilah mentor/konsultan sebelum bikin naskah lengkap. Biar kerja nggak sia sia.
  5. Berhasil memotivasi diri untuk menyelesaikan tulisan. Iya ini tantangan. Tapi percayalah, kalau kita bisa menyelesaikan satu naskah, lebih mudah menyelesaikan naskah kedua dst.
  6. Menata pikiran lebih konstruktif untuk urusan lain. Sekurangnya kita akan jadi orang yang mikir dulu sebelum nyablak bicara. Ini bisa menyelamatkan kita dari banyak hal.
  7. Memberi ruang pribadi untuk lebih kreatif. Biasanya kalau saya baru menyelesaikan satu naskah, sudah terpikir ide lain yang bisa jadi muncul saat saya menuliskan ide sebelumnya.
  8. Mampu menyampaikan gagasan secara terstruktur. Dalam dunia kreatif, penulis nggak hanya nulis; dia harus mempresentasikan proposalnya, mengisi kelas kelas, mengisi acara promosi dll. Dengan terlatih menulis runtut, bicara pun jadi lebih tertata dan nggak belepotan.
  9. Mengetahui kekurangan pemikiran dengan membaca ulang. Ini manfaat yang hanya bisa kita peroleh saat menyelesaikan naskah.
  10. Mengurangi beban psikologis dengan menulis. Banyak hal terjadi setiap hari. Mental dan pikiran kita bisa penuh lelah, tapi menuliskannya telah mengurangi beban mental kita, membuat kita lebih sehat, rileks, dan pastinya nggak mudah stres atau depresi.

Jadi, kalau manfaat menulis begitu banyak, kenapa hanya “tidak menulis”
karena takut ditolak penebit atau lama menunggu proses buku terbit?

Banyak cita-cita besar yang diwujudkan dengan mulai menuliskannya. Jangan takut menulis buruk, karena semua tulisan baik (sering kali) berasal dari tulisan yang sangat buruk.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us: