Apa Potensi Dirimu?

Artikel ini telah dimuat di penabicara.com pada hari Rabu, tanggal 29 Juni 2022 dengan link berikut.

https://www.penabicara.com/ruang-ngopi/pr-2063771978/apa-potensi-dirimu

ARI WULANDARI

Dosen PBSI – FKIP – Universitas PGRI Yogyakarta, web: arikinoysan.com

Saya introvert tulen. Karakter dasarnya pendiam dan soliter. Karenanya pekerjaan yang bersifat individu sangat mudah saya lakukan: membaca, menonton film, menulis, melukis, memotret, lari, jalan cepat, travelling, dll. Beruntung, saya memiliki orang tua yang menyadari minat saya pada dunia tulis menulis. Mereka memberikan dukungan penuh pada saya untuk mengembangkannya. Jadi, sejak belia (10 tahun) saya sudah menjadi penulis profesional yang dibayar sesuai dengan publikasi karya.

Dengan karakter itu, dari SD, SMP, SMA, saya tidak punya banyak teman dekat. Sahabat saya paling hanya dua atau tiga orang. Saya berkawan dengan teman-teman lainnya, tapi yang dekat hanya sedikit. Toh itu tidak jadi masalah. Sepulang sekolah, saya berjumpa saudara-saudara, orang tua, keluarga kerabat, dan tetangga-tetangga .

Saat saya mulai kuliah di Jogja, orang tua mengalami kebangkrutan usaha. Barulah saya menyadari ada masalah dengan karakter introvert. Saya harus bekerja dan berurusan dengan orang lain. Menurut saya, kalau bekerja partimer di tempat orang lebih banyak ribetnya. Selain tidak fleksibel soal waktu, honornya juga kecil. Padahal saya memerlukan uang lebih banyak untuk tetap bisa kuliah tanpa biaya dari orang tua.

Akhirnya, saya berusaha berbicara dengan baik agar bisa berdagang. Karena kepepet atau terpaksa, akhirnya saya bisa juga berdagang barang-barang kerajinan marmer. Pemilihan barang kerajinan kerajinan marmer karena inilah barang-barang yang boleh saya ambil dulu tanpa menaruh uang atau jaminan. Sekedar kepercayaan karena bapak saya mengenal pemiliknya.

Dari sana saya pun mulai belajar tentang “berbicara yang baik”. Ilmu public speaking  pada waktu itu mungkin belum semaju sekarang, tetapi jelas ada. Saya berguru pada orang-orang yang saya anggap mumpuni tentang berbicara pada orang lain untuk berbagai kepentingan. Sejak belia saya menyadari bahwa mengetahui “ilmu dasar” tentang sesuatu itu sangat penting. Termasuk kemampuan berbicara. Terlebih karena saya mengetahui karakter saya introvert, berbicara kepada orang lain dan tampil di depan umum; itu bukan hal yang mudah.

Saya perlu berulang belajar dan mendorong diri lebih banyak —dibandingkan dengan mereka yang dasarnya extrovert dan suka berbicara atau tampil di depan umum. Semua memerlukan ilmu dan teknik yang berbeda. Tentu, ini bukan hal yang mudah untuk saya. Namun saya mengingat satu hal, kalau saya tidak bisa berbicara dan meyakinkan pihak lain, bagaimana saya bisa menjual barang dagangan saya dan mendapatkan untung?

Ketakutan tidak memiliki uang cukup dan tidak bisa melanjutkan kuliah, ternyata lebih besar daripada ketakutan saya berbicara kepada orang lain atau menyampaikan presentasi kepada pihak lain. Dan inilah yang kemudian mendorong saya bisa berbicara dengan baik. Secara terstruktur dan sistematis, lebih seperti pada saat saya menulis.

Setelah mulai berdagang dan mendapatkan uang lebih banyak itu, saya mulai mengenali karakter saya lainnya. Ternyata saya senang berbagi pengetahuan atau ilmu. Itulah yang mengantar saya menjadi guru privat untuk anak-anak SD, SMP, SMA. Wah, dulu kalau guru privatnya mahasiswa UGM —wes, orang tua murid-murid saya juga berharap anak-anak mereka kelak bisa kuliah di UGM. Jadi, cukup makmurlah saya jadi guru privat waktu itu. Belum lagi kalau orang tua si murid baik hati; suguhan makan minumnya lebih mahal atau lebih banyak dari honor saya. Kesenangan berbagi ilmu inilah yang membuat saya sering jadi guide dadakan di Candi Borobudur. Saya banyak mempelajari sejarah candi-candi nusantara dan ingin membagikan kepada mereka yang tidak tahu. Jadi guide bisa menjadi sarana itu dan saya pun mendapatkan fee yang layak.  

Kondisi ekonomi orang tua sayalah, yang mendorong saya untuk mengidentifikasi dan mengkomersialkan kemampuan diri. Dengan berdagang, saya mendapat untung. Dengan mengajar dan jadi guide, saya mendapat fee. Dengan menulis, saya mendapat honor. Dari pekerjaan-pekerjaan itulah saya bisa punya banyak duit selagi mahasiswa.

Sebenarnya uang dari penulisan cerpen cukup banyak, tapi karena kapan datangnya honor tidak menentu; agak sulit bagi saya mengatur uang. Selain itu, saya merasa harus berbagi dengan saudara saya dan orang tua yang sedang kesulitan ekonomi. Saya merasa turut bertanggung jawab terhadap kehidupan mereka. Saya ikut senang kalau bisa turut membantu urusan keperluan mereka.

Keterampilan saya berbicara itu ternyata bermanfaat ketika saya bekerja menetap di Penerbit dan PH (Production House). Ketika saya memutuskan untuk menerbitkan atau memvisualkan karya sebagai sinetron atau film, itu berarti saya harus siap mempresentasikan karya tersebut di depan direktur atau produser.

Dan apakah mereka cukup punya banyak waktu? Tidak. Kadang mereka hanya memberikan waktu lima menit. Kalau dalam lima menit, saya tidak bisa menunjukkan seluruh isi materi dan daya tariknya suatu tulisan, maka program tersebut bisa ditolak alias tidak diterbitkan ataupun tidak difilmkan.

Dulu, jadi penulis saya anggap bisa bekerja sendirian dalam diam dan tidak berurusan dengan pihak lain. Dalam perkembangannya, ternyata tidak demikian. Saya harus ikut mempromosikan karya yang sudah dipublikasikan. Saya perlu mengisi bedah buku, komunikasi tatap muka dengan pembaca, book signing, mengisi workshop-workshop penulisan, mempresentasikan karya di depan klien atau sponsor, dll.

Ternyata jadi penulis tetap harus berbicara dan bekerja sama dengan pihak lain. Saat menulis kita memang sendirian dan sunyi, tapi kalau sudah berurusan “menjual” karya tulisan, kita tetap harus berbicara dan berurusan dengan pihak lain. Tentu ini kalau ingin tetap survive sebagai penulis profesional dalam waktu yang lama.

Akhirnya, saya jadi terbiasa. Saya sudah happy saja mengerjakan semua aktivitas itu. Berbicara di depan umum yang dulu sangat saya hindari, sekarang sudah jadi kebiasaan. Sudah tidak terhitung lagi saya berbicara di depan kelas, presentasi karya, promosi buku/sinetron/film, mengisi kelas-kelas penulisan, memberi kuliah, dll.

Kalau harus jujur, maka saya tetap lebih nyaman bekerja di balik layar dalam sunyi. Tampil-tampil di depan umum dan berbicara untuk banyak orang, bukanlah kesenangan saya. Karena tuntutan karir begitu, saya pun harus melakukannya dengan gembira. Orang lain yang mengenal saya belakangan, mungkin tidak menyadari bahwa karakter saya introvert tulen.

Nah, bagaimana dengan kamu? Apakah kamu sudah mengetahui dengan pasti potensi dirimu? Atau selama ini kamu bekerja dan memilih karir karena tidak ada pilihan lainnya?

Tidak setiap orang bisa mengetahui minat dan potensi dirinya. Kalau masih muda belia, dan kamu merasa ragu-ragu atas minat dan potensimu; sebaiknya datang ke psikolog. Kamu bisa konsultasi dan menjalani serangkaian tes pemeriksaan untuk menentukan minat dan potensi dirimu? Tentu saja tidak gratis. Langkah ini akan membantumu untuk memilih jalur karir yang bisa melejitkan potensimu.

Seseorang yang punya minat bakat dan memilih jalur kerja yang sesuai, pasti berbeda dengan mereka yang salah arah. Sebenarnya rasa suka terhadap bidang yang ditekuni itulah yang terpenting. Dengan demikian, kalau ada tantangan, hambatan, bisa tetap bertahan untuk menentukan solusinya. Sementara kalau tidak memiliki minat, persoalan kecil pun bisa membuat orang patah semangat.

Bagaimana kalau kamu merasa sudah terlambat dan kelewat umur untuk alih jalur karir? Mau pindah kerja, rasanya kok sudah mapan dan di bidang lain belum tentu menjanjikan? Ya tidak apa-apa bertahan di pekerjaan yang sudah lama ditekuni. Ini kan pilihan masing-masing.

Ada juga orang yang merasa bahwa pilihan karirnya tidak sesuai minat bakatnya. Dia tetap bekerja di bidang tersebut, sambil berinvestasi dan mengasah keterampilan di bidang yang sesuai minatnya. Ketika dia sudah siap dan mampu, dia memilih pensiun dini dan memulai karir sesuai pilihan hatinya. Ada pula yang memutuskan memulai karir di bidang sesuai minatnya saat dia pensiun.

Semua itu tinggal pilihan sesuai dengan pertimbangannya masing-masing. Tidak ada yang salah dengan pilihan setiap orang. Setiap pilihan ada konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan. Karenanya tidak bijak, mencampuri pilihan dan pandangan orang lain.

Namun dengan tulisan ini, saya ingin mengajak setiap orang —terutama generasi muda untuk lebih mengenal potensi dirinya. Dengan mengidentifikasi minat, bakat, dan kemampuan masing-masing, ia bisa lebih pas dan tepat dalam memilih pekerjaan atau karirnya. Sekurangnya dengan memilih jalur karir atau pekerjaan yang sesuai dengan minatnya, peluang untuk sukses itu jauh lebih besar.

Adanya minat pada bidang yang ditekuni, juga akan mendorong seseorang untuk menghasilkan karya-karya yang lebih baik. Mereka akan berkembang lebih pesat daripada mereka yang berada di bidang tersebut karena salah jalur atau tidak sesuai dengan minatnya.

Pengetahuan seperti ini, belum banyak kita sadari. Para orang tua pun, kadang tidak peduli dengan urusan begini. Kadang-kadang sudah sampai hendak pemilihan kampus (tingkat sarjana) yang berarti lebih pada keahlian spesifik, seorang anak pun belum tahu bidang apa yang menarik hatinya.

Hal ini terjadi karena selama pendidikan SD, SMP, SMA, mereka menjalani sekolah secara standar. Mereka mengikuti kurikulum pendidikan kita yang meluas ke banyak urusan. Orang tuanya pun terlalu sibuk untuk memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Guru tidak sempat pula karena beban tugas yang terlampau banyak. Belum lagi urusan di rumah tangga masing-masing.

Jadinya, ketika mau kuliah anak-anak pun gamang. Mereka tidak tahu harus memilih jurusan apa. Mereka baru bertanya-tanya, mau kuliah di mana dan jurusan apa. Betapa banyaknya waktu yang terbuang, sehingga mereka tidak sempat mengasah minat bakatnya secara maksimal.

Berbeda dengan anak-anak yang berada di lingkungan dengan kesadaran “membangun masa depan” lebih baik. Orang tua, guru akan mendorong dan mengarahkan setiap anak untuk mengidentifikasi minat bakatnya. Sedari dini, mereka diajak mengenal potensi dirinya. Setelah itu, orang tua dan guru akan mendukung anak-anak ini untuk mengembangkan minat dan bakatnya.

Dengan demikian, minat bakat tersebut akan menjadi keterampilan praktis atau keahlian khusus untuk survive di masa depan. Anak-anak yang berasal dari lingkungan seperti ini, umumnya memiliki keahlian dan menguasai medan kerja dengan sangat baik. Bekerja dengan lebih baik, berarti pendapatan yang lebih banyak, dan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan orang lain.

****

Please follow and like us:

Setahunan: Selamatan Bayi 1 Tahun (420 Hari)

Artikel ini telah dimuat di nongkrong.co pada hari Sabtu, 2 Juli 2022 dengan link sebagai berikut.

https://www.nongkrong.co/lifestyle/pr-4313795701/setahunan-selamatan-bayi-1-tahun-420-hari

NONGKRONG.CO —Setahunan adalah selamatan bayi yang berumur 1 tahun (Jawa) atau 420 hari (12 x 35 hari). Bagi orang Jawa, selamatan setahunan ini tidak sepenting selamatan tedhak siten atau pitonan. Mereka biasanya menyelenggarakan selamatan setahunan dengan lebih sederhana dibandingkan dengan pitonan.

Pada saat acara setahunan ini, semua uborampe atau perlengkapan selamatan dapat dikatakan lebih kurang sama dengan acara selapanan atau telonan. Beberapa pihak bahkan mengatakan, untuk selamatan setahunan ini mereka tidak membuat nasi berkat secara tradisional. Acara selamatan setahunan-nya dibarengkan dengan acara ulang tahun ke-1 si anak. Biasanya hidangan makannya sesuai selera si pengundang dan tersedia kue-kue ulang tahun untuk anak-anak.

Bagi mereka yang masih membuat nasi berkat untuk acara selamatan setahunan ini, biasanya mereka mempersiapkannya untuk dibagi-bagikan. Pada acara ini uborampe yang harus disiapkan ada tujuh macam, yaitu (1) tumpeng, (2) sayur 7 macam, (3) telur ayam rebus 7 butir, (4) cabai, bawang merah, dan bawang putih, (5) nasi gudangan, (6) buah-buahan sebanyak 7 macam, dan (7) bubur merah putih 7 porsi. Setiap uborampe merupakan simbol sesuatu dan memiliki makna filosofis yang berbeda-beda.

Pertama, tumpeng.

Tumpeng adalah simbol hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan YME. Semakin baik dan tinggi tumpeng yang dibuat, menandakan harapan agar hubungan manusia dengan Tuhannya pun dari waktu ke waktu semakin baik.

Tumpeng yang dikelilingi oleh lauk pauk di bagian bawahnya merupakan simbol dari masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan dengan berpusat pada gunung (yang diyakini oleh orang Jawa di masa lampau sebagai tempat tinggalnya TuhanYang Maha Kuasa). Tanah-tanah di sekitar gunung dianggap sebagai tanah yang paling subur. Tanah subur menghasilkan panen pertanian yang melimpah. Berlimpahnya hasil panen akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Itulah pengertian dari tumpeng dalam pandangan sebagian besar orang Jawa.

Kedua, sayur 7 macam.

Jenis sayuran dalam selamatan setahunan ini bebas sesuai dengan selera penyelenggaranya. Dalam selamatan setahunan harus ada kangkung dan kacang panjang. Kangkung menjadi simbol permintaan agar si bayi terus jinangkung atau terjaga dalam pemeliharaan Tuhan.

Kacang panjang merupakan simbol permohonan agar si bayi panjang umur. Sayur 7 macam ini menyimbolkan agar kelak si bayi dapat hidup seperti sayur-sayuran itu. Mudah tumbuh, mudah membaur di segala situasi, dan bermanfaat bagi banyak orang.

Ketiga, telur ayam rebus 7 butir.

Telur yang masih mentah gampang rusak, jatuh pun langsung ambyar. Itulah sebabnya dalam selamatan setahunan, telur yang disediakan harus sudah direbus. Telur rebus lebih kuat, tidak gampang pecah, mudah dimakan, dan lebih mudah diberikan atau dipindahtangankan kepada pihak lain. Telur rebus merupakan harapan agar si bayi menjadi orang yang berkepribadian baik dan tangguh.

Keempat, cabai, bawang merah, dan bawang putih.

Ketiga bumbu dasar dapur orang Jawa ini harus ada dalam selamatan setahunan. Dengan ketiga bumbu dasar ini, orang Jawa bisa memasak segala jenis masakan. Ini merupakan simbol agar si bayi kelak menjadi mandiri, tidak menjadi tanggungan orang lain, dan bermanfaat bagi sesamanya.

Kelima, nasi gudangan. 

Nasi gudangan berisi nasi dan sayur urap yang komplit. Filosofi penting dalam nasi gudangan ini adalah adanya urap yang berarti urip kudu urup. Seseorang harus bisa menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya agar dapat hidup dengan baik di tengah masyarakat.Orang Jawa pada prinsipnya memegang konsep kemandirian dalam kehidupan.

Keenam,  buah-buahan 7 macam.

Pada saat acara selamatan setahunan, buah-buahan 7 macam ini jenisnya bebas. Sesuka orang tua si bayi atau penyelenggarannya. Makna filosofis yang ada dalam pengadaan buah ini adalah harapan agar si bayi kelak menghasilkan “buah”. Si bayi kelak mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Ketujuh, bubur merah putih 7 porsi.

Sebagaimana selamatan lainnya, bubur merah putih pada selamatan setahunan ini melambangkan kehidupan dan kerukunan bersama. Adanya bubur merah putih diharapkan dapat menjadi pendorong bagi si bayi kelak agar dapat hidup rukun dengan keluarga, kerabat, tetangga, relasi, dan masyarakat luas; serta memberikan kontribusi yang banyak untuk bangsa, negara, dan agama.

Itulah ubarampe selamatan setahunan bayi. Setelah semua siap, semua akan dihajatkan oleh tetua atau pinisepuh di keluarga tersebut. Si bayi yang hendak diselamati setahunan biasanya ditempatkan di sekitar nasi berkat yang sudah disiapkan.

Pada saat selamatan setahunan, sebagian besar orang Jawa membacakan atau melakukan doa bersama untuk kesehatan, keselamatan, kebahagiaan, dan keberkahan si bayi dan keluarganya dalam bahasa Jawa. Namun sebagian ada yang membacakan doa dalam bahasa Arab. Biasanya doa yang dibaca dalam acara selamatan setahunan adalah sebagai berikut.

  1. Doa Mohon Keberkahan untuk si Bayi

Dalam hadist dikisahkan bahwa Abu Musa RA mengatakan, “Ketika anakku lahir, aku membawanya ke hadapan Nabi SAW (Muhammad SAW). Beliau memberi nama bayiku Ibrahim, dan mentahnik dengan kurma, lalu mendoakannya dengan keberkahan. Kemudian beliau kembalikan kepadaku.” (HR Bukhari 5467 dan Muslim 2145).

Berkaitan dengan doa keberkahan untuk si bayi, tidak ada doa yang khusus atau tertentu. Namun di kalangan orang Jawa, banyak di antara mereka yang membacakan doa ini.

Allahumma ak-tsir maalii wa waladii, wa baarik lii fiimaa a’thoitanii wa athil hayaatii ‘ala tho’atik wa ahsin ‘amalii wagh-fir lii.

Artinya:

“Ya Allah perbanyaklah harta dan anakku serta berkahilah karunia yang Engkau beri. Panjangkanlah umurku dalam ketaatan pada-Mu dan baguskanlah amalku serta ampunilah dosa-dosaku.”

  • Doa Meminta Perlindungan dari Godaan Setan

Doa ini diambil dari Surat Al Baqarah ayat 255 atau yang terkenal dengan sebutan ayat kursi berikut ini.

Allahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum, laa ta’khudzuhuu sinatuw walaa naum. Lahuu maa fissamaawaati wa maa fil ardli man dzal ladzii yasyfa’u ‘indahuu illaa biidznih, ya’lamu maa baina aidiihim wamaa kholfahum wa laa yuhiithuuna bisyai’im min ‘ilmihii illaa bimaa syaa’ wasi’a kursiyyuhus samaawaati wal ardlo walaa ya’uuduhuu hifdhuhumaa wahuwal ‘aliyyul ‘adhiim”.

Artinya:

“Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain  Dia yang hidup kekal, lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.

  • Doa agar Bayi Menjadi Anak Sholeh dan Sholeha

Pada acara setahunan, para undangan biasanya diajak juga untuk mendoakan banyak orang. Sekurangnya mereka akan Surat Al Fatihah untuk berbagai pihak. Pertama, membacakan Al Fatihah untuk Nabi Muhammad SAW. Kedua, membacakan Al Fatihah untuk para aulia dan ulama. Ketiga, membacakan Al Fatihah untuk seluruh nabi, aulia, ulama, syuhada, sholihin, dan seluruh umat islam. Keempat, membacakan Al Fatihah untuk seluruh leluhur keluarga. Kelima, membacakan Al Fatihah secara khusus untuk orang tertentu.

Berikut ini bacaan Surat Al Fatihah dan artinya:

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

1. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

Alhamdu lillaahi Rabbil ‘aalamiin

2. Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam,

Ar-Rahmaanir-Rahiim

3. Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,

Maaliki Yawmid-Diin

4. Pemilik hari pembalasan.

Iyyaaka na’budu wa lyyaaka nasta’iin

5. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.

Ihdinas-Siraatal-Mustaqiim

6. Tunjukilah kami jalan yang lurus

Siraatal-laziina an’amta ‘alaihim ghayril-maghduubi ‘alaihim wa lad-daaalliin

7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Baru setelah kegiatan membacakan Al Fatihah untuk banyak orang ini selesai, akan dibacakan doa untuk si bayi.

Allahummaj ‘al awladana awladan sholihiin haafizhiina lil qur’ani wa sunnati fuqoha fid diin mubarokan hayatuhum fid dun-ya wal akhirah

Artinya: 

“Ya Allah, jadikanlah anak-anak kami anak yang saleh salehah, orang-orang yang hafal Alquran dan sunah, orang-orang yang paham dalam agama dibarokahi kehidupan mereka didunia dan di akhirat.”

  • Doa Selamat Dunia Akhirat

Selamat sejahtera dunia akhirat adalah harapan setiap orang Jawa yang mempercayai keberadaan Tuhan sebagai penciptanya. Oleh karena itu, pada selamatan setahunan ini, biasanya dibacakan juga doa selamat dunia dan akhirat.

Allaahumma innaa nas aluka salaamatan fid diin, wa ‘aafiyatan fil jasad, wa ziyadatan fil ‘ilmi, wabarokatan dir rizqi, wa taubatan qoblal maut, warohmatan indal maut, wa maghfirotan ba’dal maut. Allaahumma hawwin ‘alainaa fii sakarootil maut, wan najaata minan naar, wal ‘afwa indal hisaab.”

Artinya:

“Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu keselamatan ketika beragama, kesehatan badan, limpahan ilmu, keberkahan rezeki, tobat sebelum datangnya maut, rahmat pada saat datangnya maut, dan ampunan setelah datangnya maut. Ya Allah, mudahkanlah kami dalam menghadapi sakaratul maut, berikanlah kami keselamatan dari api neraka, dan ampunan pada saat hisab.”

Kegiatan pembacaan doa dilakukan setelah sesepuh melakukan pemberkatan atau memberikan doa pada semua uborampe perlengkapan selamatan yang telah dipersiapkan. Selanjutnya akan membaca semua doa tersebut.

Setelah doa bersama yang lebih panjang, bila dibandingkan pada acara selamatan brokohan, sepasaran, selapanan, telonan, tedhak siten; akan dilanjutkan dengan kenduri atau makan bersama. Kemudian ditutup dengan doa selamat dan keberkahan untuk semua pihak. Seterusnya semua tamu kembali ke rumah masing-masing dengan membawa nasi berkat yang telah dipersiapkan.

Seperti itulah selamatan setahunan bayi di lingkungan orang Jawa yang masih umum dilakukan. Ubarampe atau perlengkapan dari sega berkat dalam acara ini bisa beragam sesuai dengan adat daerah masing-masing. Secara umum orang Jawa masih dapat mengidentifikasi selamatan setahunan bagi bayi sesuai dengan uraian di atas.

Catatan:

Penulis adalah peneliti budaya Jawa dan dosen PBSI, FKIP, Universitas PGRI Yogyakarta. Web pribadi: arikinoysan.com

Please follow and like us:

Pitonan: Selamatan Bayi 7 Bulan (245 Hari)

Artikel ini telah dimuat di nongkrong.co pada hari Sabtu, 25 Juni 2022 dengan link berikut ini. https://www.nongkrong.co/lifestyle/pr-4313741367/pitonan-selamatan-bayi-7-bulan-245-hari

Pitonan atau lebih dikenal sebagai tedhak siten merupakan selamatan untuk bayi yang berumur 7 bulan (Jawa) atau 245 hari. Setiap bulan versi orang Jawa dihitung 35 hari atau selapan. Jadi sebutan bayi 7 bulan itu berarti 7 bulan dikalikan selapan yang berarti 245 hari.

Kebiasaan orang Jawa biasanya mengadakan upacara seperti ini tidak persis di hari hitungannya. Kadang-kadang ditunda sehari atau dua hari. Kadang-kadang pula dipaskan pada hari libur, Sabtu atau Minggu. Tujuannya agar tidak mengganggu pekerjaan orang tuanya dan memudahkan kerabat untuk menghadiri acara tedhak siten.

 Seperti acara selamatan bayi lainnya, yaitu brokohan, sepasaran, selapanan, maupun telonan, selamatan pitonan ini pada prinsipnya merupakan acara syukuran atas kelahiran bayi. Acara ini merupakan kegiatan untuk memohonkan perlindungan dan keselamatan si bayi kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Acara pitonan atau tedhak siten merupakan selamatan bayi yang mendapatkan perhatian khusus di kalangan orang Jawa. Pada saat ritual tedhak siten, si bayi sudah mulai melangkah atau menjejak di tanah. Tujuan selamatan pitonan ini demi mendapatkan masa depan yang cerah bagi si bayi. Selamatan pitonan merupakan bentuk bimbingan dari orang tua kepada si buah hati. Tradisi tedhak siten sudah ada sejak zaman dulu kala dan diwariskan secara turun temurun.

Tradisi telonan atau tedhak siten ini memerlukan ubarampe lebih banyak daripada selamatan bayi lainnya. Bayi umur 7 bulan sudah bisa melangkah ke bumi  dan ini merupakan proses penting. Seorang bayi yang semula harus digendong orang lain, kini sudah bisa mulai melangkah dengan kakinya sendiri.

Itulah sebabnya selamatan ini juga disebut dengan tedhak siten. Tedhak berarti melangkah atau turun. Adapun siten berarti “siti” atau tanah yang berarti tanah atau bumi. Sekurangnya tedhak siten berarti turun ke bumi atau melangkah ke bumi. Tradisi tedhak siten merupakan gambaran kesiapan seorang anak untuk menjemput kehidupan yang sukses di masa depan.

Dalam tradisi orang Jawa, acara tedhak siten biasanya pagi hari dan diadakan di halaman rumah orang tua si bayi. Selamatan ini menggunakan berbagai ubarampe yang menunjukkan  kesiapan si bayi menghadapi masa depan. Segala ubarampe yang dipersiapkan untuk acara tedhak siten merupakan simbol permohonan kepada Tuhan agar memberikan perlindungan, keselamatan, dan keberkahan pada hidup si bayi.

Ubarampe untuk kegiatan tedhak siten sangat banyak dengan berbagai ketentuan. Semakin mampu suatu keluarga, biasanya mempersiapkan acara tedhak siten ini semakin komplet dan mewah.

Berikut ini adalah beberapa ubarampe yang harus disiapkan untuk acara tedhak siten.

  • Kurungan Ayam.

Kurungan ayam ini terbuat dari bambu untuk mengurung ayam hidup. Kurungan ayam ini biasanya dihiasi semeriah dan semenarik mungkin agar terlihat bagus dan keren. Hiasannya biasanya warna-warni yang sangat cerah dan menggembirakan anak-anak. Di dalamnya biasanya disediakan buku tulis, alat tulis, perhiasan, uang, kain, gunting, dll barang yang bermanfaat.

  • Jenang Warna-Warni.

Jenang ini dibuat dari ketan dengan tujuh warna. Biasanya warna yang digunakan adalah merah, putih, kuning, jingga, hijau, biru, dan ungu. Ini sebagai penanda bahwa kehidupan itu beragam warna dari yang terang maupun tidak terang.

  • Tangga dan Kursi.

Tangga dan kursi yang dipersiapkan untuk acara tedhak siten ini adalah tangga kursi yang dibuat dari tebu. Tebu ini singkatan antebing kalbu yang berarti kesungguhan tekad si bayi dalam menghadapi kehidupan.

  • Ayam Panggang.

Ayam panggang pada bagian ini merupakan ayam panggang yang ditusukkan pada batang tebu. Pada bagian ayam panggang ini di sekitarnya diberi pisang, beraneka barang dan berbagai jenis alat permainan.

  • Tumpeng Robyong.

Tumpeng robyong merupakan salah satu jenis tumpeng di Jawa dengan ciri tertentu, yaitu adanya telur, cabai, bawang merah dan terasi yang ditusukkan pada bagian puncaknya. Sementara di bagian bawah tumpeng akan tersedia berbagai lauk pauk, sayur, hingga isian lainnya.

  • Bubur.

Bubur dalam hal ini sama dengan bubur untuk selamatan bayi lainnya, yaitu bubur merah dan bubur putih. Kedua bubur merah putih ini melambangkan kehidupan atau kerukunan orang tua si bayi.

  • Jadah.

Jadah dalam hal ini juga terdiri dari 7 warna, yaitu merah, putih, kuning, jingga, hijau, biru, dan ungu. Jadah dibuat dari ketan yang melambangkan kekuatan persatuan. Dengan bersatu padu, segala sesuatu yang sulit akan mudah diatasi.

  • Buah-buahan.

Biasanya akan disediakan 7 jenis buah-buahan yang populer atau sedang musim di lingkungan orang Jawa. Buah-buahan yang sering disediakan adalah jeruk, apel, pisang, duku, salak, jambu, semangka. Jenis buah-buahan ini bebas sesuai dengan selera penyelenggara.

  • Jajanan Pasar.

Jajanan pasar yang disediakan dalam hal ini juga ada 7 macam. Jenisnya bebas tergantung dari masing-masing penyelenggara. Jajanan pasar yang umum disediakan adalah onde-onde, wajik, lemper, pisang goreng, dadar gulung, serabi, dan kue  lumpur.

  • Udik-udik.

Udik-udik berarti uang kertas atau uang recehan yang disebarkan pas acara tedhak siten. Penyebarnya adalah ayah dan kakek si bayi. Besaran uang untuk udik-udik tergantung kemampuan masing-masing penyelenggara tedhak siten.

  • Air

Air yang telah dibiarkan semalam terkena embun dan pagi sudah terkena sinar matahari. Ini menyimbolkan kesabaran untuk mendapatkan sesuatu.

  • Ayam Hidup.

Ayam hidup ini dilepaskan pada saat acara dan ada sesi untuk dibiarkan ditangkap oleh tamu undangan. Siapa yang berhasil mendapatkan ayam tersebut, boleh membawanya pulang sebagai sedekah dari orang tua si bayi.

  • Bunga Sri Taman.

Bunga untuk memandikan bayi saat acara tedhak siten hampir rampung demi membersihkan segala kotoran dan memiliki aroma yang harum. Bunga sritaman terdiri dari mawar, melati, magnolia, dan kenanga.

  • Pakaian Bayi.

Pakaian bayi untuk acara ini harus pakaian bayi yang baru, indah dan sesuai untuk si bayi. Tujuannya agar bayi bergembira dan berbahagia dalam kehidupannya.

Biasanya bayi yang dipitoni akan didandani sebagus atau secantik mungkin untuk dokumentasi dan untuk menyambut tamu-tamu undangan yang datang. Setelah semua ubarampe disiapkan, keluarga si bayi akan berkumpul di tempat upacara. Tamu undangan biasanya ada di sekitarnya atau di tempat yang telah ditentukan.

Acara pitonan biasanya dimulai dengan pembukaan oleh sesepuh yang dipasrahi untuk memimpin acara. Doa pembuka permintaan selamat dan berkah akan dibacakan pada saat ini.

Selanjutnya akan dilakukan ritual berikut ini untuk si bayi.

  • Berjalan Pada 7 Warna.

Si bayi akan dipandu untuk berjalan melewati jenang 7 warna; merah, putih, kuning, jingga, hijau, biru, dan ungu. Ritual ini menggambarkan bahwa di masa depan si bayi diharapkan dapat melalui dan mengatasi semua hambatan dalam kehidupannya.

  • Menginjak Tangga dari Tebu.

Sesepuh membimbing si bayi untuk menginjak tangga yang terbuat dari tebu jenis “Arjuna” dan selanjutnya dibawa untuk segera turun. Tebu dalam versi orang Jawa merupakan singkatan dari antebing kalbu yang berarti kekuatan hati sebagai pejuang kehidupan.

Dari kegiatan ini menunjukkan pengharapan orang tua kepada anaknya, bahwa kelak di kemudian hari dia akan menjadi pejuang sejati seperti Arjuna. Si anak pun diharapkan dapat menghadapi kehidupan dengan kesatria seperti tokoh Arjuna yang penuh semangat.

  • Jalan Di Tumpukan Pasir.

Setelah anak dari tangga tebu kemudian dipandu oleh sesepuh untuk melangkah sebanyak dua langkah dan didudukkan di atas tumpukan pasir yang telah disiapkan. Biasanya si anak akan melakukan eker dengan kedua kakinya, atau bermain pasir. Dalam bahasa Jawa ini disebut dengan ceker-ceker yang berarti anak tersebut dapat bekerja untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

  • Masuk ke Kurungan Ayam.

Setelah anak beberapa saat dibiarkan ceker-ceker di pasir, tetua akan membimbing anak masuk ke kurungan ayam yang telah dihias. Di dalam kurungan ayam tersebut, di sudah tersedia beragam barang yang bermanfaat, seperti buku tulis, alat tulis, perhiasan, dll.

Anak akan masuk ke kurungan ayam tersebut dan dibiarkan untuk memilih barang yang menurutnya menarik. Barang-barang yang dipilih si anak dianggap melambangkan pekerjaan yang cocok untuk si anak di masa depan. Misalnya si anak memilih buku tulis, kemungkinan besar dia bekerja di bidang yang berkaitan dengan buku dan pendidikan. Adapun bila si anak memilih kain, mungkin dia akan bekerja di dunia pertekstilan atau fashion, dan seterusnya.

Acara ini merupakan simbol profesi atau pekerjaan yang akan menjadi pilihan si bayi di masa depan. Kurungan ayam menunjukkan bahwa pekerjaan yang telah dipilih dengan baik, akan menghasilkan pendapatan yang baik, dan harus dijaga dengan baik-baik pula.

  • Menyebarkan Udik-udik.

Pada saat anak dibiarkan berada di dalam kurungan ayam, pihak ayah dan kakek si anak menyebarkan uang, baik yang berupa uang kertas maupun uang receh yang biasa disebut dengan “udik-udik”. Uang ini boleh dan bebas diambil oleh para tamu undangan. Makna dari penyebaran udik-udik ini bahwa si anak setelah mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang memadai, dia harus bersikap dermawan. Mau membagikan sebagian kekayaannya kepada orang lain yang membutuhkan.

  • Memandikan Bayi dengan Bunga Sritaman.

Setelah anak masuk ke kurungan ayam dan sudah memilih barang tertentu, ia harus dikeluarkan dari kurungan dan dimandikan. Pada saat memandikan bayi ini, disediakan air dengan bunga sritaman. Bunga sritaman terdiri dari mawar, melati, magnolia, dan kenanga. Tujuan memandikan bayi dengan bunga sritaman ini untuk menunjukkan harapan bahwa si bayi kelak akan mengharumkan nama dirinya, keluarga, bangsa, dan negaranya dengan tindakan-tindakan yang baik.

  • Memakaikan Pakaian Baru.

Setelah semua ritual selesai, si bayi segera dipakaikan baju yang bagus dan indah. Baju ini harus yang indah dan baru. Hal ini menggambarkan bahwa si bayi siap menghadapi kehidupan yang baru dengan baik dan makmur.

Itulah selamatan pitonan atau tedhak siten di kalangan orang Jawa. Biaya selamatan tedhak siten ini cukup besar. Oleh karena itu tidak semua orang Jawa mengadakan acara ini. Mereka tetap mengadakan selamatan, tetapi dengan sederhana. Mereka mengadakan kenduri dan membagikan sego berkat kepada kerabat dan tetangga dekat.

Catatan:

Penulis adalah peneliti budaya Jawa dan dosen PBSI, FKIP, Universitas PGRI Yogyakarta. Web pribadi: arikinoysan.com

 

Please follow and like us:

Kalau Kamu Menikah

Artikel ini telah dimuat di penabicara.com hari Kamis, 23 Juni 2022 dengan link berikut ini. https://www.penabicara.com/ruang-ngopi/pr-2063729590/kalau-kamu-menikah

Suatu pagi saya masuk ke ruangan di kampus. Di situ ada 3 atau 4 orang —saya sudah agak lupa detailnya. Saya tidak mengenali mereka dan belum pernah bertemu. Tiba-tiba seseorang ala embok-embok menyeru keras kepada saya, “Gek ndang rabi. Kalau nggak punya pacar atau calon suami, sini takkenalin temenku. Dia duda, baru ditinggal mati istrinya dua bulan lalu. Nggak punya anak dan lagi cari istri baru. Kepenak to duda ra duwe anak.”

 Saya kaget dan menjadi awkward dengan kosakatanya yang kasar. Saya menahan emosi. Sebagai penulis yang tidak hanya kenyang berkarya, tapi juga sudah lebih dari makan asam garam berhadapan dengan fans dan haters, saya merasa wes fans berat ini. Hehe…, kalau dia tidak ngefans, pasti tidak mau repot-repot mencari tahu tentang  saya dan waton muni seperti itu. Lha saya tahu dia saja enggak, ketemu atau interaksi di sosmed juga belum pernah.

Pasti dia dengan pihak lain, wes ngrasani saya. Lalu menganggap saya yang belum menikah sebagai sesuatu yang buruk. Mungkin niatnya baik, tapi jadinya kurang etika karena tidak kenal. Baru kali itu saya berhadapan dengan orang nyinyir model begini.

Saya menurunkan emosi pada grade terendah. Eh, lah kok masih diteruskan nyinyirannya, “Kamu kan tahu, kalau orang Islam menjodoh-jodohkan dan sampai mereka menikah itu sama seperti membangun rumah di surga.”

Wahahaenteng betul dia mengkapling surga untuk dirinya sendiri? Dengan nyinyiran yang mirip pisau jagal sapi? Entahlah. Karena tidak hendak berbalas kata, saya pun pergi. Demi menetralisir energi negatif kiriman si julid, saya bermeditasi sejenak. Saya dengan sadar mendoakan jiwa si embok nyinyir, memaafkan kelakuannya, dan meminta maaf pada diri saya yang masih “terbawa emosi” sesaat. Setelah tenang, saya meneruskan gaweyan.

Dalam fase kehidupan kita yang normal, dari seseorang lahir bayi, anak-anak, remaja, dewasa, kuliah, kerja, menikah, beli rumah-kendaraan, punya anak, membesarkan anak, menikahkan anak, lalu fase hidup kembali berulang. Demikian itu pola kehidupan yang mainstream diterima dan dilakoni masyarakat kita. Lalu mereka yang tidak begitu, dianggap “salah”; terutama kaum perempuan.

Pada saat lebih belia, saya juga berpikir untuk mengikuti pola itu. Namun dengan banyaknya jatuh bangun urusan pernikahan, saya memilih berdamai dan menerima takdir. Saya sempat menduga ada masalah dengan kepribadian saya. Dengan sadar diri saya menemui psikolog, menjalani serangkaian tes dan pemeriksaan psikologi. Hasilnya saya baik-baik saja dengan beberapa keiistimewaan.

Saya juga tidak berlatar belakang keluarga broken home yang bisa membuat orang trauma dengan pernikahan. Ibu bapak saya menikah di usia belia, hingga usia pernikahan 35 tahun saat bapak meninggal. Ibu saya setia tidak menikah lagi hingga sekarang, hampir 20 tahun sejak bapak meninggal. Saudara-saudara saya menikah, punya anak-anak, dan keluarganya baik-baik.

Saya pernah mengadukan persoalan hidup kepada Tuhan. Seperti sebuah keajaiban, Tuhan seolah mengajak saya berbicara. Bagai slide film yang terpampang di depan mata, saya diajak menengok perjalanan hidup saya sejak lahir hingga tiba di depan Ka’bah saat itu. Tergambar berlimpahnya anugerah yang telah saya terima. Saya jadi merasa malu bertanya mengapa Tuhan belum memberikan pernikahan. Saya pun menangis sejadi-jadinya.

Menyadari saya ini mung wayang yang kudu manut dhawuhe sang Dhalang. Sebagai orang yang beriman pada kehidupan dunia akhirat, saat itu saya menyadari terlalu mengurusi satu hal yang belum diberi, dan kurang mensyukuri banyak hal yang sudah dianugerahkan Tuhan.

Sejak itu, saya bertekad untuk menikmati seluruh anugerah yang diberikan Tuhan sepenuhnya. Saya tidak perlu merisaukan apa yang belum atau tidak diberikan kepada saya. Sekembali dari Mekah, hanya dalam 3 tahun; kaki-kaki mungil saya telah menapaki 25 negara dengan berbagai latar belakang: pekerjaan, sponsor wisata, dolan, breakdown lokasi syuting, dll. Perjalanan yang kalau saya tuliskan sebagai novel, butuh sekurangnya 25 tahun.

Dalam waktu 3 tahun juga, negeri yang membentang dari Sabang sampai Merauke ini telah saya jejaki dengan sempurna. Mungkin kalau tidak terjeda pandemi, lebih banyak lagi tempat yang menjadi catatan rekam jejak saya. Saya mengerjakan banyak sekali pekerjaan penulisan, sehingga memungkinkan saya membeli rumah seperti beli buku saja dan menaruh beberapa hal untuk masa depan.

Alhamdulillah. Saya tidak akan ge-er ada orang yang iri dengki dengan pencapaian saya. Ada banyak orang dengan pencapaian hidup yang lebih banyak, lebih bagus. Tapi bagi saya, semua itu adalah anugerah istimewa. Hidup sejatinya tentang penerimaan semua takdir baik buruk dengan penuh rasa syukur.

Bagi saya ternyata lebih menyenangkan untuk melihat sunset di Papua yang elok, menapaki perjalanan panjang untuk sampai ke Pantai Ora di Maluku, merasakan dingin air bawah Laut Bunaken sementara di atas cuaca sedang panas membara, atau menyaksikan sepasang lumba-lumba meloncat di ketinggian Laut Banda, menyaksikan ikan-ikan hitam besar di kedalaman Danau Toba, dll perjalanan dibandingkan beribet dengan urusan momong anak, beributan membangunkan anak di waktu pagi, mengurusi seabrek gaweyan rumah tangga yang konon tidak ada habisnya.

Bahwa ada banyak perempuan yang berbahagia hidup berumah tangga, yes itu pilihan mereka. Saya tidak berhak menakar kebahagiaan mereka dengan standar saya. Kalau ukuran sepatu saya 40, dipaksa memakai sepatu nomor 37 ya kesakitan, pun kalau diminta memakai sepatu nomor 43 jelas tidak pas.

Saya memahami bahwa pernikahan bukanlah sesuatu yang mudah. Kalau pernikahan itu mudah, pasti tidak banyak kasus perceraian. Tidak akan ada orang-orang yang rumah tangganya terlihat adem ayem, tahu-tahu bercerai. Tidak akan ada banyak LBH-LBH (Lembaga Bantuan Hukum) yang menangani kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) —termasuk di lingkungan terdidik dan terhormat, penipuan janji pranikah, penggelapan warisan mertua, ipar-ipar yang merecoki, mertua yang menjengkelkan, suami/istri yang ternyata tidak sesuai harapan, dll kasus yang berujung pada perceraian dan kasus-kasus pidana.

Coba cek di sekitarmu, berapa banyak perempuan yang bagai sapi perah kerja rodi dalam pernikahan. Sudah bekerja sepagi sore yang melelahkan, dibebani mengurusi anak dan rumah tangga, dengan suami yang ongkang-ongkang seperti benalu masih selingkuh sampai punya anak pula. Betapa banyak istri-istri yang diam-diam menangis darah karena kelakuan suaminya yang tidak beradap. Ada banyak kejahatan rumah tangga dalam bingkai pernikahan yang terasa lebih ekstrim dari kisah pilu sinetron jeritan para istri.

Saya juga menyaksikan banyak pernikahan bahagia. Suami istri yang rukun. Mereka bahu membahu membesarkan anak. Saling menolong, saling menopang. Saling menghormati, terus setia dan saling mencintai —lebih dari selamanya. Banyak dari mereka yang pasangannya sudah meninggal, tetap setia. Rumah tangga orang tua saya pun, versi saya adalah contoh riil sepasang anak manusia bersetia cinta dalam pernikahan; melewati jatuh bangun kehidupan dan membesarkan ketujuh orang anak —jelas perjalanan panjang yang tidak mudah.

Saya pun bersyukur tinggal di lingkungan rumah dengan tetangga-tetangga yang berbahagia seperti ini. Memiliki pernikahan dengan cinta berlimpah. Kalau sang istri sedang repot mengurusi anak, si suami yang sudah lelah bekerja pun tidak segan mengangkati jemuran, membersihkan rumah. Atau sebaliknya. Banyak tindakan yang riil yang menunjukkan betapa mereka bekerja sama menghidupkan pernikahan dengan kasih sayang.

Saya berharap kalau kamu perempuan yang menikah dan bahagia bersama keluargamu, pasanganmu orang baik, hidup sejahtera dengan pekerjaan mapan, anak-anakmu penuh berkat, bersyukurlah dan jagalah semuanya baik-baik. Karena Tuhan yang memberi, Tuhan pula yang (bisa) mengambil semuanya sewaktu-waktu.

Sementara kalau kamu perempuan yang belum atau tidak menikah dengan beragam sebab, tetap berbahagia dan bersyukurlah. Tidak usah iri dengki dengan mereka yang menikah dan terlihat lebih bahagia. Bahagia itu bukan urusan sudah menikah atau belum menikah; tapi pada keikhlasan menerima dan menjalani takdir kita dengan berlipat syukur. Setiap orang menjalani ujiannya masing-masing, termasuk mereka yang sudah menikah.

Saya belum menikah, iya betul. Kalau dengan keadaan itu hidup saya dianggap salah, bermasalah, atau tidak bahagia, saya menolak sepenuhnya. Hidup saya baik-baik saja. Saya berlatar belakang sekolah tinggi. Memiliki pekerjaan dan karir yang baik sebagai penulis. Masih ditambah pekerjaan sebagai dosen —baik tetap maupun tidak tetap. Memiliki orang-orang dekat dan keluarga yang penuh cinta. Tinggal di rumah yang nyaman dengan tetangga-tetangga yang selayaknya keluarga. Hidup sehat, tenang damai, makmur sejahtera.

Bagi saya sekarang, pernikahan seperti fase kehidupan lainnya. Ada orang-orang yang mendapatkan cepat, ada yang lebih lambat, ada yang memutuskan tidak mengambilnya. Urusan seperti ini saja, kok ada orang yang senggang banget nyinyiri kehidupan saya, yang bahkan kenal juga enggak. Kalau kenal, malah ngomongnya hati-hati karena saling menjaga perasaan.

Saya mungkin sudah tahap pada selesai dengan diri sendiri. Saya menerima diri saya dan orang lain dengan semestinya. Tidak terlalu terganggu dengan omongan orang, apalagi kalau tidak menambah kontribusi baik dalam kehidupan saya.

Seperti suatu pagi tiba-tiba saya disapa seseorang, “Kok Bu Ari tumben ke kampus ngojek?”

Saya berusaha keras mengingat, tapi rasanya belum pernah bersapa sua dengan orang ini. Sepertinya fans saya di kampus ini banyak :D, jadi yang suka nimbrung kepo ini itu —ada saja.  Saya jawab, “Iya, kalau ke sini ngojek.”

Saya tidak merasa bahwa pertanyaan dan jawaban itu menjatuhkan harga diri saya atau terus tiba-tiba berubah jadi miskin. Itu sudah lewat dari hidup saya. Senyatanya kalau mau bawa motor atau mobil ya bisa. Tiap orang memiliki pertimbangan berbeda. Kalau terlalu peduli dengan remeh temeh ginian, habis waktu kita. Kita tidak akan sempat berkarya yang bermanfaat bagi sesama.

Buat kaum nyinyirens, ojo waton muni alias jangan asal bicara. Terlebih pada orang-orang yang tidak kamu kenal. Tidak semua orang memiliki kekuatan hati seperti saya. Bisa saja suatu ketika kamu mencela orang, berbalas ramai dan berbuntut kasus hukum. Terus…, bagaimana nasib embok nyinyirens di atas? Saya berpikir lebih baik menghindarinya. ****

Please follow and like us:

Gelang Emas

Cerkak atau cerita cekak atau cerita pendek dalam bahasa Jawa, Gelang Emas ini sudah dimuat di nongkrong.co pada hari Sabtu, 18 Juni 2022 dengan link berikut ini. https://www.nongkrong.co/apresiasi/pr-4313697649/gelang-emas

Sesore njenggrung, Rosi mumet nggoleki gelange sing mara-mara ilang. Gelang emas sing biyasane dinggo neng tangan tengen, ora ana lan ora cetha neng endi ilange. Dheweke babar pisan ora kelingan. Ngerti-ngerti nalika sore arep adus njur niyat nyopot gelange, tibake gelange wis ora ana.

Rosi njur opyak. “Mboook…! Mbok Jilah….!” celuke Rosi.

Mbok Jilah sing wis setengah tuwa itu nyedhak. “Wonten napa, Mbak Rosi?”

“Rewangana aku, Mbok. Gelangku ilang embuh copot neng endi aku kok ora ngerti. Genah neng ngomah, wong sedina aku ora lunga iki mau,” tambahe Rosi.

Simbok Jilah katon kaget sawetara wektu, ning njur biyasa maneh. “Nggih, Mbak. Kula padosane. Sepuntene yen mboten kepanggih.”

“Ya, Mbok. Pokoke wis digoleki dhisik,” kandhane Rosi karo terus mider mlebu metu kamar nggoleki gelange sing ilang.

Mbok Jilah semono uga. Katon ibet nggoleki gelang emas cilik ning mbejaji kuwi. Rosi ya terus nggoleki gelange neng sajrone omah, sinambi ngeling-eling sedina iku mau neng endi bae. Ning dheweke isih eling mau esuk pas resik-resik taman ngarep isih nganggo gelang. Cetha yen gelange mesthi copot neng kiwa tengene omah, ora mungkin ilang neng nggon adoh.

Nganti kesel ngubengi ngomah, gelang emas sing digoleki Rosi panggah ora ketemu. Rosi njur thenger-thenger. Gelang emas iku dudu sembarangan gelang emas. Gelang kuwi olehe tuku seka nglumpukne dhuit sethithik mbaka sethithik. Nyicil tuku gelang emas neng Toko Emas Bumi nganti genep lan gelange isa digawa bali. Sajeke kuwi, gelang emas kuwi tansah melu neng ngendi bae Rosi. Paling-paling mung dicopot yen arep adus.

Gelang emas kuwi bunder gilig dadi bobote lumayan, watara limalasan gram. Dhuite rada akeh. Gelang kuwi ya wes bola-bali nylametne Rosi yen ana keperluan dadakan rada gedhe. Disekolahne neng pegadaian utawa digadhekne. Njur dheweke isa nyicili sithik mbaka sethithik nganti lunas lan digawe maneh. Ngono terus wis watara rongpuluhan tahun. Dadi gelang kuwi cetha barang wigati banget kanggone Rosi.

Merga nganti meh surup durung ketemu, Rosi akhire mupus. Sesuk maneh arep digoleki. Sapa ngerti isa ketemu. Masiya neng ati ya rada tida-tida, kok isa dheweke ora ngerti gelange copot. Mestine yen gelang kuwi ceblok neng jubin, dheweke ya krasa utawa krungu. Ning Rosi mung gedheg-gedheg, mbokmenawa krana dheweke nyrempeng gaweyan nganti ora krasa yen gelange copot. Mbuh saiki neng endi, Rosi ora ngerti.

“Wis Mbok, nggolekine sesuk maneh bae. Yen isih rejekiku mesthi ketemu, dene yen ora ya kepiye maneh,” kandhane Rosi pasrah. Terang dheweke ra isa nyalahne sapa-sapa. Sing salah ya jelas dheweke dhewe. Mbokmenawa kuncine gelang rada lobok njur ora dibenakne, akhire copot lan ora ngerti.

Merga kekeselan, bubar Isyakan Rosi wis turu angler. Wis ora mikir maneh perkara gelange sing ilang. Gela kuciwa lha ya cetha, lha ning kepriye maneh wong digoleki ora ketemu. Sesuke Rosi isih mbudidaya nggoleki gelange neng saentero omah. Dheweke yo wis njaluk Mbok Jilah rewangi nggoleki, ning ya ora ketemu.

Rosi wes pasrah tenan. Tinimbangane mangkel tansah kelingan gelang sing ilang, akhire Rosi tuku gelang maneh. Bobote padha persis karo gelange sing ilang. Ning modhele ora padha. Saiki tukune langsung bayar lunas, ora ndadak nyicil kaya biyen. Lha wong saiki Rosi wis nyambut gawe mapan dadi pegawai bank pemerintah.

Wedi yen gelange ilang maneh, Rosi mung nyimpen bae gelang sing mentas dituku kuwi. Sing penting yen ana butuh dadakan, dheweke isa nggadhekne gelang kuwi. Masiya rasane wis tetaunan Rosi ora tau maneh nggadhekne gelang utawa priyasan liyane. Malah saiki sregep nabung emas nggo jaga-jaga yen ana kebutuhan ndadak. Yen nabung dhuit, biyasane kecuwil-cuwil terus njur ora nglumpuk.

Perkara gelange ilang kuwi, ya mung Rosi dhewe sing ngerti lan Mbok Jilah. Rosi ya wis ora mikir maneh. Mbokmenawa pancen jatah rezekine gelang kuwi melu dheweke mung nganti semono. Gelang kuwi wis akeh jasane kanggo Rosi. Dadi masiya ilang, Rosi ya wis ora gela maneh. Coba yen ora ana gelang kuwi, dheweke ra ngerti kepriye ngurusi ragat sekolahe sing nambah-nambah luwih saka beasiswane zaman semana.

Esuk kuwi Mbok Jilah gawe sarapan sega goreng kaya biyasane. Ning porsine luwih akeh. “Dingaren nggawe sega goreng akeh, Mbok? Mengko diterke tangga kiwa tengen bae. Kurang enak dinggo mangan awan,” kandhane Rosi.

“Anuu… Mbak Rosi, niki mengke sekedhap malih yoga kula kalih semahe ngriki. Kersane mengke dipangan.”

“Oh, lha kok ndengaren. Ana perlu karo Simbok apa mung kangen?” takone Rosi.

Anak lanange Mbok Jilah pancen kala-kala sesasi utawa rong sasi pisan tilik simboke. Sok-sok yen Rosi ora sepira repot, dheweke sing ngeterne Mbok Jilah mulih nyang Magelang njur baline nyang Yogya diterke anake sepeda montoran. Biyasane Mbok Jilah mulih tilik anak putune sesasi pisan. Mung rong dina. Rosi ya ora kabotan.

Masiya simboke mung rewang, ning anake Mbok Jilah dadi wong kabeh. Anake lanang loro dadi pegawai negeri. Sakjane anak-anake yo wis ngongkon simboke leren mburuh rewang neng nggone Rosi. Ning simboke ngomong yen ora nyambut gawe malah nglangut lan awake lara kabeh.

Tur maneh ngrewangi nggone Rosi ora sepira abot gaweyane. Mung resik-resik omah, umbah-umbah nyetrika, lan nggawekne sarapan esuk sadurunge Rosi ngantor. Mung yen Rosi neng omah, masake ping telu sing entheng-entheng. Gawe sega goreng, gawe sop ayam, lan liyane sing cepet rampunge. Saliyane kuwi, Mbok Jilah isa thenguk-thenguk leyehan sinambi nonton teve.

Ora watara suwe, anake Mbok Jilah sing mbarep karo bojone teka neng omahe Rosi. Merga durung wiwit sarapan, Rosi ngajak kalorone sarapan pisan. Semono uga Mbok Jilah. Rosi ora tau mbedakne rewang lan majikan. Yen sarapan dheweke ya sameja karo Mbok Jilah.

Mung kala-kala Mbok Jilah ora gelem, isih alesan ngurusi iki kuwi. Ning Rosi ngerti, kuwi mergane Mbok Jilah sungkan. Dheweke yo ora tau meksa. Wis ben sakepenake Mbok Jilah. Idep-idep gantine wong tuwa neng ngomah.

Bubar sarapan, mergane dina Minggu, Rosi njur manggakne anak lan mantune Mbok Jilah. Lungguh neng kursi tamu. Mbok Jilah nggawakne wedang jeruk sereh sing anget-anget.

“Mbak Rosi, niki ngapunten sakderengipun. Kula kalih semah kula, ugi simbok kula pun kesalahan kalih panjenengan,” kandhane anake Mbok Jilah sing jenenge Bagus mbukani rembug. Rosi nyawang anake Mbok Jilah, bojone, lan Mbok Jilah genti genten. Katone sajak abot arep rembugan.

“Lha salah apa, Mas, Mbak? Ana apa iki, Mbok Jilah? Kok aku ora mudheng,” kandhane Rosi.

Mantune Mbok Jilah njur ngetokne bungkusan cilik saka tase, diseleh neng ngarepe Rosi. “Niki lho Mbak Rosi. Menika gelang emas panjenengan….,” kandhane mantune Mbok Jilah sing aran Nurma karo nyelehne bungkusan neng ngarepe Rosi.

Rosi kaget lan njur mbukak bungkusan. Isine beneran gelang emas. Gelange sing ilang watara setahunan kepungkur. Lha kok isa neng nggone mantune Mbok Jilah ki larah-larahe kepriye, kuwi sing Rosi ora mudheng.

“Nggih Mbak Rosi, ngapunten saderenge. Ampun ndadosne panjenengan kuciwa penggalih. Dados setahun kepengker, kula kalih semah kula kenging musibah. Kula dituduh nggelapne dhuit kantor watawis kalih dasa yuta. Padahal saestu, kula mboten ndamel lan mboten ngertos,” ceritane Bagus.

“Kantor geger lan duka dospundi pokokne selamine proses pemeriksaan, kula ken nggentosi riyin arta kalih dasa wau, yen mboten kula dikunjara. Kula wis etung wonten arta tigang yuta, nyilih adik kula angsal tigang yuta. Dados taksih kirang patbelas yuta. Lha rekane kula mung ajeng nembung simbok badhe nyuwung ngampil panjenengan. Ning simbok mboten kersa. Kula pun ajenge sowan langsung ngriki, kalih simbok nggih mboten diangsali. Nggih sampun.”

“Lha kok sesuk enjinge simbok criyos nemu gelang emas neng lurung ngajengan ndalem njenengan. Kula njur muni taksilihe masiya embuh niku duweke sinten. Simbok nggih ngolehi, wong mboten ngertos niku gelange sinten. Milane kula ndadak ngriki riyen nggo mendhet gelange niku. Saking ngriki, gelange langsung kula gadhekne nggo nggenepi dhuit kurangane. Pun niku kula bayarne kantor, kasuse lajeng diproses.”

“Alhamdulillah, kula mboten klentu. Dhuite rong puluh yuta pun dibalekne njur langsung kula damel mbalekne utange neng adik kula lan nebus gelang. Lha niki kula aturne kondur. Soale riyin nika dinten bentene simbok nggih kandha kula, yen gelang sing ditemu niku tibakne gelange panjenengan sing ilang. Wah, kula ewa sekel nika, Mbak Rosi. Arep matur bingung yen kon mbalekne, ora matur kok salah lan dudu barange.”

“Inggih, Mbak Rosi,” sambunge Nurma. “Akhire kula iguh teng bapakne lare-lare, menawi pun ditebus mawon matur blaka suta sakwontene teng penjenengan. Ngapunten, menika saestu ingkang kula aturne kalih semah kula.”

Rosi manggut-manggut. “Oalah… dadi gelangku ki pancen ilang copot yo, Mbok. Ning aku ora ngerti. Ya wes, ora apa-apa. Alhamdulillah kabeh wis tlesih. Mbok sarehne simbok sing nemokne, sasi iki gajimu takdobel loro.”

“Maturnuwun, Mbak Rosi,” kandhane Mbok Jilah karo ngepuk-ngepuk pundhake Rosi.  “Sajane kula ajrih pas ngertos njenengan opyak kelangan gelang. Lha dospundi, saderenge mboten ngertos trus pun dibeta anak kula digadhekne. Mengke yen dijaluk rak mboten wonten arta nggo nebus.”

“Ora apa-apa, Mbok. Sesuk maneh kandha bae apa anane. Dadi aku ora bingung,” kandhane Rosi. “Kanggo Mas Bagus Mbak Nurma, wis maturnuwun sanget kersa mbalekne. Taktampa lan ora perlu rumangsa salah. Pancen mbokmenawa lakone gelang kuwi pancen ngono. Nggo tetulung lan ngrampungne urusane sampeyan sakloron. Wis mangga diunjuk, ora apa-apa.”

“Nggih Mbak Rosi, maturnuwun sanget,” kandhane Bagus lan Nurani bebarengan.

Rosi njur langsung nganggo maneh gelang kuwi. Handphone Rosi muni. Bagus lan bojone milih pamitan sadurunge Rosi ngangkat telepon. Mbok Jilah reresik kamar tamu.

Rosi nampa telepon karo mesem nyawang gelange sing wes manggon neng tangan tengene maneh. Batine maturnuwun karo Gusti Allah lan muni yen rezeki pancen tetep balik utuh. ****

Please follow and like us:

Telonan: Selamatan Bayi 3 Bulan (105 Hari)

Artikel ini telah dimuat di nongkrong.co pada hari Sabtu, 18 Juni 2022 dengan link berikut ini https://www.nongkrong.co/lifestyle/pr-4313690642/telonan-selamatan-bayi-3-bulan-105-hari

Telonan adalah selamatan bayi yang berumur 3 bulan (Jawa) atau 105 hari. Setiap bulan Jawa itu dihitung dengan lapan atau 35 hari. Jadi kalau disebut 3 bulan di sini, yang dimaksud adalah 3 bulan versi orang Jawa atau 3 kali lapan yang berarti 105 hari. Seperti acara selamatan bayi brokohan, sepasaran, selapanan, selamatan telonan ini pada prinsipnya merupakan acara syukuran dan permohonan doa kepada Tuhan YME demi keselamatan dan kebahagiaan si bayi, lahir batin dunia akhirat.

Pada saat acara telonan ini, semua uborampe atau perlengkapan selamatan dapat dikatakan sama persis dengan acara selapanan. Sebagian orang Jawa hanya menambahkan porsi atau jumlah nasi berkat yang dibuat untuk dibagi-bagikan. Pada acara ini uborampe yang harus disiapkan ada sembilan macam, yaitu (1) tumpeng, (2) sayur 7 macam, (3) telur ayam rebus 7 butir, (4) cabai, bawang merah, dan bawang putih, (5) nasi gudangan, (6) kalo ‘saringan santan dari bambu’, (7) buah-buahan sebanyak 7 macam, (8) bubur merah putih 7 porsi, dan (9) kembang setaman  (mawar merah, mawar putih, kembang kanthil, melati, dan kenanga). Setiap uborampe tersebut menjadi simbol sesuatu dan memiliki makna filosofis yang berbeda-beda.

Karena uborampe atau perlengkapan selamatan telonan sama persis dengan selapanan, silakan membaca tulisan saya sebelumnya tentang selamatan Selapanan: Selamatan Bayi 35 Hari. Hal penting yang membedakan antara acara selapanan dan telonan adalah bagian doanya. Kalau pada acara selapanan, doa yang dibaca masih doa secara umum untuk permohonan keselamatan dan kebagiaan, pada acara telonan, doa yang dibaca lebih khusus.

Pada acara selamatan telonan, kegiatan doa yang dibaca oleh sesepuh atau pemimpin selamatan lebih banyak. Doa tersebut sekurangnya meliputi empat hal penting, yaitu (1) doa mohon keberkahan untuk si bayi atau anak, (2) doa mohon perlindungan dari godaan setan, (3) doa agar bayi menjadi anak yang sholeh atau sholeha, dan (4) doa anak sholeh.

Doa-doa tersebut menjadi sangat penting dalam acara telonan. Karena si bayi sudah yang sudah berumur 3 bulan versi orang Jawa dianggap sudah lebih sehat, lebih kuat, dan siap untuk mengarungi kehidupan yang lebih panjang di dunia. Demi mempersiapkan si bayi menghadapi kehidupan tersebut, orang tua dan para sesepuh mengadakan selamatan telonan dengan doa yang lebih banyak untuk si bayi.

Berikut ini uraian doa dan maknanya demi mendapatkan keselamatan dan kebagiaan lahir batin bagi si bayi.

  • Doa Mohon Keberkahan untuk si Bayi

Sesuai namanya doa ini merupakan doa yang meminta banyak keberkahan atau kebaikan yang berlimpah bagi si bayi sepanjang hidupnya. Doanya adalah sebagai berikut.

Dalam hadist dikisahkan bahwa Abu Musa RA mengatakan, “Ketika anakku lahir, aku membawanya ke hadapan Nabi SAW (Muhammad SAW). Beliau memberi nama bayiku Ibrahim, dan mentahnik dengan kurma, lalu mendoakannya dengan keberkahan. Kemudian beliau kembalikan kepadaku.” (HR Bukhari 5467 dan Muslim 2145).

Berkaitan dengan doa keberkahan untuk si bayi, tidak ada doa yang khusus atau tertentu. Namun di kalangan orang Jawa, banyak di antara mereka yang membacakan doa ini.

Allahumma ak-tsir maalii wa waladii, wa baarik lii fiimaa a’thoitanii wa athil hayaatii ‘ala tho’atik wa ahsin ‘amalii wagh-fir lii.

Artinya:

“Ya Allah perbanyaklah harta dan anakku serta berkahilah karunia yang Engkau beri. Panjangkanlah umurku dalam ketaatan pada-Mu dan baguskanlah amalku serta ampunilah dosa-dosaku.

Doa Meminta Perlindungan dari Godaan Setan

Setipe dengan doa meminta keberkahan, sering kali orang Jawa menggunakan doa dengan bahasa Jawa. Doa ini dianggap lebih sesuai dan dapat meresap di hati masing-masing karena semua orang memahami maksud dan tujuan doa tersebut. Namun ada juga sebagian yang menggunakan doa berbahasa Arab yang diambil dari Surat Al Baqarah ayat 255 atau yang terkenal dengan sebutan ayat kursi berikut ini.

Allahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum, laa ta’khudzuhuu sinatuw walaa naum. Lahuu maa fissamaawaati wa maa fil ardli man dzal ladzii yasyfa’u ‘indahuu illaa biidznih, ya’lamu maa baina aidiihim wamaa kholfahum wa laa yuhiithuuna bisyai’im min ‘ilmihii illaa bimaa syaa’ wasi’a kursiyyuhus samaawaati wal ardlo walaa ya’uuduhuu hifdhuhumaa wahuwal ‘aliyyul ‘adhiim”.

Artinya:

“Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain  Dia yang hidup kekal, lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”

Doa agar Bayi Menjadi Anak Sholeh dan Sholeha

Setiap orang tua pasti berharap anak-anaknya akan menjadi anak yang sholeh atau  sholeha. Anak-anak yang menjadi idaman dan harapan hidup setiap orang tua. Anak sering dianggap sebagai titipan dan investasi yang paling berharga dalam kehidupan manusia, lahir batin dunia dan akhirat.

Demi mempersiapkan hal itulah, orang tua biasanya mendoakan setiap anak-anaknya dengan sebaik-baik doa. Pada acara telonan, selain doa agar anak-anaknya menjadi anak yang sholeh dan sholeha, para sesepuh dan undangan kenduri biasanya juga melakukan hal berikut ini. Pertama, membacakan Al Fatihah untuk Nabi Muhammad SAW. Kedua, membacakan Al Fatihak untuk para aulia dan ulama. Ketiga, membacakan Al Fatihah untuk seluruh nabi, aulia, ulama, syuhada, sholihin, dan seluruh umat islam. Keempat, membacakan Al Fatihah untuk seluruh leluhur keluarga. Kelima, membacakan Al Fatihah secara khusus untuk orang tertentu.

Berikut ini bacaan Surat Al Fatihah dan artinya:

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

Alhamdu lillaahi Rabbil ‘aalamiin

Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam,

Ar-Rahmaanir-Rahiim

Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,

Maaliki Yawmid-Diin

Pemilik hari pembalasan.

Iyyaaka na’budu wa lyyaaka nasta’iin

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.

Ihdinas-Siraatal-Mustaqiim

Tunjukilah kami jalan yang lurus

Siraatal-laziina an’amta ‘alaihim ghayril-maghduubi ‘alaihim wa lad-daaalliin

(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Baru setelah kegiatan membacakan Al Fatihah untuk banyak orang ini selesai, akan dibacakan doa untuk si bayi.

Allahummaj ‘al awladana awladan sholihiin haafizhiina lil qur’ani wa sunnati fuqoha fid diin mubarokan hayatuhum fid dun-ya wal akhirah

 Artinya:

“Ya Allah, jadikanlah anak-anak kami anak yang saleh salehah, orang-orang yang hafal Alquran dan sunah, orang-orang yang paham dalam agama dibarokahi kehidupan mereka didunia dan di akhirat.”

 Doa Anak Sholeh

Doa anak sholeh ini sebenarnya lebih pada pengkhususan dari doa sebelumnya. Sebagian besar orang Jawa menggunakan doa dengan bahasa Jawa. Ada juga sebagian yang menggunakan bahasa Arab berikut ini.

Allahummaj’alhu sholiihan kaamilan, wa aqilan haadziqon wa aaliman amilan.

Artinya:

Ya Allah, jadikanlah ia anak yang sehat dan sempurna, berakal cerdas, berilmu, dan beramal.

Itulah doa-doa khusus yang dibacakan pada saat selamatan telonan. Kegiatan pembacaan doa dilakukan setelah sesepuh melakukan pemberkatan atau memberikan doa pada semua uborampe perlengkapan selamatan yang telah dipersiapkan. Selanjutnya akan membaca semua doa tersebut.

Setelah doa bersama yang agak panjang, bila dibandingkan pada acara selamatan brokohan, sepasaran, maupun selapanan; akan dilanjutkan dengan kenduri atau makan bersama. Kemudian ditutup dengan doa selamat dan keberkahan untuk semua pihak. Seterusnya semua tamu kembali ke rumah masing-masing dengan membawa nasi berkat yang telah dipersiapkan.

Seperti itulah selamatan telonan bayi di lingkungan orang Jawa yang masih umum dilakukan. Berbagai komponen uborampe selamatan bisa jadi tidak sama persis dengan kebiasaan di Tulungagung. Namun semuanya memiliki tujuan dan kebaikan sesuai dengan pemahaman masing-masing penyelenggaranya.

Catatan:

Penulis adalah peneliti budaya Jawa dan dosen PBSI, FKIP, Universitas PGRI Yogyakarta. Web pribadi: arikinoysan.com

 

Please follow and like us:

Bercermin dari Kisah Eril bin Ridwan Kamil

Artikel ini telah dipublikasi di penabicara.com pada hari Kamis, 16 Juni 2022 dengan link berikut ini https://www.penabicara.com/ruang-ngopi/pr-2063669811/bercermin-dari-kisah-eril-bin-ridwan-kamil

Innalillahi wa’ inna ilaihi raji’un….!

 

Saya tidak mengenal Ridwan Kamil (Pak RK) dan Atalia P (Bu Cinta). Apalagi anak-anaknya. Saya hanya mengidentifikasi Pak RK dan Bu Cinta sebagai Gubernur Jawa Barat. Sebagai orang yang tidak mengidolakan mereka di ranah kepemimpinan, saya tidak pernah mengulik sosmed mereka. Kalau kebetulan postingannya lewat di timeline saya dan menurut saya bagus, saya like saja. Sebatas itulah pengetahuan saya tentang mereka berdua.

Pada saat berita hilangnya Eril anak sulung Pak RK berseliweran di sosmed, saya masih tidak paham. Baru ketika mendengarkan beberapa youtube saya mengerti bahwa Pak RK sedang bertugas di Inggris, Bu Cinta dan kedua anaknya pergi ke Swis. Tujuan mereka ke Swis adalah mengantar Eril untuk mencari sekolah jenjang S-2. Lalu ada kesempatan berenang di Sungai Aare, Eril terjun bersama adik dan temannya. Pada saat hendak naik selesai renang, barulah Eril terseret arus sungai dan hilang.

Sontak berita itu bertebaran di jagad sosmed kita. Tim SAR, polisi Swis, KBRI Swis dll pihak dilaporkan sibuk melakukan pencarian Eril di Sungai Aare. Tidak hanya melalui jalur air, tetapi lewat jalur darat dan udara. Dengan usaha yang luar biasa sampai berhari-hari. Namun tidak ditemukan jejaknya, hingga pihak keluarga mengubah status keberadaan Eril dari hilang menjadi telah meninggal dunia.

Saya bisa membayangkan betapa hancur dan luluh lantaknya renjana hati Pak RK dan Bu Cinta, kehilangan putra tercinta di depan mata. Dengan situasi yang sama sekali tidak terduga. Pada kondisi yang rasanya mustahil seseorang meninggal begitu muda.

Ya, Eril masih muda belia. Sekitar 22 tahun sedang mekar tumbuh dewasa. Tapi dia bukan pemuda sembarangan. Dia atlet renang dan mengantongi sertifikat penyelam. Ketika memutuskan untuk terjun berenang ke Sungai Aare, saya yakin dengan keahliannya dia sudah menimbang situasi. Kondisi cuaca, suhu air, kedalaman sungai, deras arus, dll hingga memutuskan untuk turun berenang. Terbukti dia melarang ibunya —yang semula juga ingin ikut berenang. Petanda bahwa dia seorang anak lelaki yang memikirkan keselamatan orang tuanya.

Mereka yang menyukai olahraga air baik di sungai, danau, waduk, laut —seperti renang, snorkelling, diving, menyelam, pasti tahu bahwa tempat-tempat ini sering tidak terduga. Pada saat keadaan terlihat tenang, bisa berubah ganas seketika.

Itu sebabnya saya termasuk yang melarang “permainan” dengan melempar seseorang ke sungai, danau, waduk, laut —bahkan kalau itu berniat untuk kebaikan, seperti acara ulang tahun, syukuran, dll. Tempat-tempat yang terlihat tenang itu bisa jadi berbahaya dalam sesaat. Terlebih kalau orang yang dilemparkan tidak bisa berenang atau tidak mengenal medan air.

Bagaimanapun ahlinya seorang Eril dalam urusan air, ternyata takdir tidak berpijak pada logika manusia. Hampir selama proses pencarian Eril tersebut, sosmed kita banjir dengan doa-doa keselamatan Eril. Ketika statusnya diubah dari orang hilang menjadi telah meninggal, sosmed kita pun begitu riuh. Banyak pesantren, komunitas, perseorangan yang mengirimkan doa dan sholat gaib untuk Eril.

Kisah Eril pun tidak lepas dari pernyataan dan klaim para dukun, paranormal, peramal, hingga indigo. Mereka tentu berbicara sesuai dengan kemampuan atau kapasitas masing-masing sesuai dengan “ilmunya”.  Bahkan banyak yang berani mengatakan begini begitu, yang versi akal sehat pun terasa ngayawara atau dibuat-buat.

Kita, saya, anda, boleh saja tidak percaya pada mereka dengan segala ramalan dan perbincangan “pemilik ilmu gaib” yang justru mengisruhkan keadaan. Tapi mencela dan memburukkan mereka —tentu bukan hal yang baik. Bagaimanapun kita juga tahu ada orang-orang yangdiberi kelebihan untuk “berkomunikasi” dengan dunia gaib. Ada sosok-sosok yang bisa “membaca” masa depan dengan menghitung radiasi energi. Ada sekelompok orang yang waskita —weruh sadurunge winarah. Mereka yang seperti itu pernah tercatat dalam sejarah leluhur bangsa kita.

Bahwa sekarang ada banyak “oknum” yang mengaku-ngaku memiliki keahlian “berkomunikasi dan membaca yang tidak tampak mata biasa” tersebut demi “popularitas” atau “fulus”, itu tentu hal yang lain lagi. Kita tidak boleh menyamaratakan mereka yang benar ahli dan punya mata batin yang tajam dengan mereka yang mendompleng demi mendapatkan keuntungan pribadi.

Ketika saya bertanya pada seseorang yang saya anggap bisa membaca “sesuatu” yang tidak tampak di mata wajar, beliau hanya berkata singkat. “Dia orang baik. Seperti berita, sudah dinyatakan meninggal. Bapak dan ibunya sangat mencintai. Seperti permintaan ibunya, kalaupun sudah meninggal berharap bisa ditemukan jasadnya. Dibantu doa jutaan orang, selalu ada keajaiban yang bisa terjadi. Insyaallah.”

Tidak memastikan. Tidak menerangkan dengan gamblang. Saat itu saya yakin, dia tahu apa yang akan terjadi. Namun tidak mau mengatakannya kepada saya. Dan benarlah, luar biasa. Setelah 14 hari pencarian, jasad Eril ditemukan oleh Guru SD yang baik.

Jasad Eril dalam keadaan baik dan utuh. Meskipun sudah diterangkan oleh Pak RK bahwa kondisi jasad Eril yang utuh itu karena suhu udara sungai Aare yang dingin dan tidak banyak makhluk hidup di sungai, tetap saja muncul berbagai spekulasi dan hoax untuk meriuhkan sosmed kita. Ada saja pihak-pihak yang meramal dan menghubungkan kondisi itu dengan segala macam klenik dan mitos.

Saya sebagai orang yang beragama, justru ingin tahu tentang keseharian Eril. Pemuda ini bukan sosok yang dikenal atau populer sebelumnya. Saya yakin juga tidak banyak warga sosmed yang tahu bahwa Eril anak Pak RK. Tapi saat berita kehilangan Eril merebak, dia didoakan begitu banyak orang.

Pikiran saya, apa yang menjadi rahasia kebaikannya. Tindakan baik apa yang dilakukan oleh Eril, sehingga dia didoakan jutaan orang. Pasti ada banyak kebaikan Eril tersembunyi dari ruang publik. Kita tahu, ada banyak anak pejabat. Ada banyak yang meninggal mendadak. Mungkin yang mendapatkan doa dan perhatian, rasanya baru sosok Eril.

Pertanyaan saya itu sekurangnya terjawab dari para pelayat tentang amalan kebaikan Eril. Sosok pemuda bersahaja ini senang berbagi dan bersua silaturahmi serta meminta maaf kepada sesama. Hal itu dilakukan Eril secara rahasia. Dia berbuat baik dalam sunyi. Dia tidak hingar bingar. Dia menabur kebaikan dalam kerendahhatian yang dalam. Sosok yang luar biasa, saat kita melihat ada banyak anak pejabat yang kelakuannya berasa anak emas sultan —yang segala sesuatunya minta dilayani.

Eril tiba-tiba mengingatkan saya pada saat pengajian beberapa waktu yang lalu. Salah satu jamaah bertanya kalau ada seseorang yang lahir besar di Indonesia,  ditakdirkan Allah meninggal di India, apakah itu mungkin? Lalu penceramah mengatakan bahwa itu sangat mungkin. Pasti ada kegiatan, cara, atau sesuatu yang membuatnya pergi ke India dan meninggal di sana.

Seperti itulah kematian Eril. Dia lahir di New York-Amerika yang glamour, memiliki darah Indonesia dan banyak menghabiskan waktu di Negeri Khatulistiwa, meninggal di Bern-Swis, dan kembali untuk dimakamkan di Bandung, Indonesia. Kematian Eril mengingatkan pada kita bahwa kematian itu pasti.

Tidak ada yang bisa mengundur atau memajukan kematian. Pun tidak bisa memilih cara mati. Sebaik-baik manusia adalah mereka yang berbuat baik dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya umat. Kisah Eril, membuat kita bercermin: sudah berapa umur kita? Sudahkah kita berjuang agar mati khusnul khotimah atau mati dalam keadaan yang baik?

Pembelajaran bahwa kita harus berusaha mendapatkan kematian yang khusnul khotimah saya dapatkan dari Prof. Quraish Shihab. Dalam pengajian Ramadan jelang sahur tahunan silam. Forum itu dibuka interaksi antara pemirsa dan pemateri. Ada salah satu pemirsa yang menanyakan, kalau kematian itu mendadak, tiba-tiba, tidak terduga, lalu bagaimana kita bisa mengusahakan kematian yang khusnul khotimah.

Prof Quraish Shihab menjelaskan dengan mencontohkan dirinya sendiri. Bahwa sehari-hari beliau memiliki aktivitas; dari rumah ke mesjid, ke kampus, ke kantor, mengisi pengajian atau pembelajaran agama Islam, pergi bersilaturahmi, menengok anak yatim, dll. Sehari-hari begitu terus yang dikerjakannya. Maka pada saatnya ia meninggal nanti, pasti ia akan meninggal di antara tempat-tempat yang menjadi rutinitasnya.

Saya pikir, itu adalah ajaran tentang mengusahakan kematian khusnul khotimah yang melekat di hati saya. Kalau kita sehari-hari sudah baik; jangan sekali-kali masuk ke dunia ketidakbaikan. Bagaimana kalau saat anda coba-coba ketidakbaikan itu ternyata saat terakhir hidup anda?

Seperti yang dikatakan oleh Ustadz Wijayanto pada saat saya menulis beberapa buku agama dengan beliau, ada nasihat bijak. Demi memperoleh kematian yang khusnul khotimah, tidak usahlah kita berpikiran dosa pahala atau neraka surga. Kalau kamu terbiasa jadi orang baik, sekalinya coba-coba datang ke tempat prostitusi dan kamu mati di sana —naudzubillah min dzalik, coba pikirkan betapa malu dan hancur hatinya keluarga besarmu. Orang tuamu, saudaramu, pasanganmu, anak-anakmu, dll orang yang mengenal bahwa selama ini dirimu adalah orang baik?

Selamat jalan, Eril. Semoga Allah menempatkanmu di sisi-Nya yang mulia. Semoga kematianmu diganjar sebagai orang yang mati syahid. Sebagaimana yang tertera dalam hadist. Dalam hadist tersebut diterangkan bahwa Rasulullah SAW menguji sahabatnya dengan pertanyaan, “Siapakah orang yang mati syahid di antara kalian?”

“Orang yang gugur di medan peran itulah syahid, ya Rasulullah,” jawab mereka.

 “Kalau begitu, sedikit sekali umatku yang mati syahid.”

“Mereka (yang lain) itu, lalu siapa ya Rasul?”

“Orang yang gugur di medan perang itu syahid, orang yang meninggal di jalan Allah juga syahid, orang yang kena tha’un (wabah) pun syahid, orang yang mati karena sakit perut juga syahid, dan orang yang tenggelam adalah syahid,” jawab Nabi Muhammad SAW. (HR Muslim).

Sungguh, Eril dengan kisahnya telah mengajak kita bercermin, menekuri jalan hidup yang telah kita lalui. Mengingat mati membuat hati kita lebih lembut. Mari kita berusaha terus melakukan kebaikan. Bagaimanapun kita bertanggung jawab pada perbuatan masing-masing. Kalau kita mati, kita tidak bisa mengajak orang kesayangan sekalipun untuk mati bersama. Kecuali dalam kasus bunuh diri massal, tentu ini berbeda lagi. Tapi yang terpenting, sudahkah kita mempersiapkan bekal  kematian yang selalu datang tiba-tiba?

 

Please follow and like us: