Kita Darurat Etika Sosial?

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Beberapa waktu yang lalu, kita dikejutkan dengan berita heboh korupsi Harvey Moeis (HM) yang ditaksir menyebabkan kerugian negara sebesar 271 Trilyun.

Lalu beberapa hari kemudian sang istri HM, Sandra Dewi yang dipanggil untuk bersaksi di pengadilan, dengan penampilan yang superceria tanpa rasa malu masih bisa menyapa wartawan tanpa rasa berdosa. Sama sekali. Berasanya di hati saya, kok cacat etika betul.

Seolah olah 271 T itu adalah hak suaminya. Atau mungkin sudah tahu kalau korupsi di Indonesia hanya didenda 1 milyar saja? Hukuman penjara? Ah biasa, nanti juga kena remisi terus nggak sampai enam bulan sudah bebas. Dan tetap kaya raya dengan seluruh aset nya yang trilyunan itu.

Saya tidak hendak mengomentari, karena proses hukum sedang berjalan. Tetapi melihat banyak kasus korupsi di Indonesia yang berakhir baik baik saja bagi pelaku, istri, anak anak dan keluarga besarnya; rasanya hukum kita itu memang hanya tajam untuk rakyat jelata. Sungguh menyedihkan.

Lalu berita yang rame banget tentang seorang pegawai Pertamina yang memarkir mobil sembarangan, diingatkan karena membuat macet malah balas membentak dan meludahi pengemudi lain; yang berbuntut pemecatan. Sungguh harga yang mahal untuk emosi sesaat. Cacat etika yang tidak akan bisa ditebus sepanjang hidupnya.

Berikutnya berseliweran pula sesorang perempuan berbaju merah (saya tidak ingat namanya); yang karena memaki seorang lelaki (body shaming) lalu dipukul dan diludahi, sementara di seberang sana terlihat ada lelaki dan keluarga yang hanya bengong saja. Tidak tergerak melerai, atau menengahi agar tidak terjadi penganiayaan. Sungguh cacat etika yang dipertontonkan secara vulgar. Si perempuan yang memaki salah, si lelaki yang memukuli salah, si penonton pun (rasanya) juga salah.

Ini semua ada di timeline beranda sosmed saya. Sementara sehari hari kita menyaksikan banyak kali peristiwa “cacat etika” yang bikin hati ngenes. Versi saya ini adalah bukti nyata kegagalan pendidikan dasar di negara kita. Karena sejak lama kita meniadakan pendidikan etika dan budi pekerti. Mungkin kita sudah dalam keadaan darurat etika sosial.

Orang menjadi “beringas”, “brutal” secara verbal dan non verbal. Menganggap salah itu biasa selama mereka punya uang, punya kuasa. Orang tidak lagi menimbang kepentingan umum, yang penting dirinya benar. Yang penting dirinya untung.

Lalu akan menjadi seperti apa bangsa ini di masa depan? Sulit memikirkan. Dalam ranah sederhana, mari kita cek keluarga kita saja. Pastikan bahwa kita, pasangan, anak anak, cucu, dll orang yang berada dalam satu rumah dengan kita; sudah mengenal dan menerapkan etika sosial dengan benar. Tidak hanya sekedar “benar” menurut versinya, tapi benar secara aturan umum.

Dengan begitu, sekurangnya mulut kita nggak ringan memaki orang. Kita juga nggak akan main serobot antrian, parkir sembarangan, korupsi tanpa rasa berdosa, dll bentuk tindakan tidak beretika yang merugikan pihak lain. Dan pada akhirnya merugikan diri sendiri.

Semoga jadi perenungan kita bersama bahwa persoalan besar sedang kita hadapi. Sebenarnya kita tidak sedang baik baik saja. Mari kita jaga lingkungan terdekat kita, mulai dari keluarga kita lebih dulu.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Mencermati Soal Judul Tulisan

Pesan buku wa.me/6281380001149 atau langsung ke andipublisher.com

Bagi sebagian penulis, masalah judul adalah urusan mudah. Sementara bagi penulis yang lain, judul urusan yang rumit. Yach, sulit atau mudah, setiap naskah tetap harus ada judulnya. Berikut ini hal hal yang perlu kita cermati tentang judul.

  1. Judul adalah identitas; nama untuk buku, jurnal, cerpen, novel, artikel, film, sinetron, dll. yang menjadi ruh dari keseluruhan karya.
  2. Tidak pernah ada patokan baku dalam membuat judul, bebas. Mau pendek, mau panjang, terserah penulisnya. Asal mudah diingat dan mewakili gambaran isinya. Tapi ada juga yang senang dengan judul-judul yang menipu, artinya judul tidak mewakili isinya. Kalau saya pribadi, tidak memakai judul yang begini.
  3. Judul-judul dengan konsep bagaimana, biasanya menarik: Cara Jitu Mengatasi Jerawat.
  4. Judul dengan kata-kata gampang atau yang bersinonim biasanya disenangi orang: Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!
  5. Judul yang memuat kata-kata cerdas dan rahasia biasanya disenangi: Cerdas Memilih Rumah Sakit.
  6. Judul dengan kata cinta dan yang setipe (love, asmara, dll) umumnya bestseller: Tahajud Cinta, Love Banget Sama Rasulullah.
  7. Judul dengan ikon-ikon yang unik sering jadi pusat perhatian: Kingkong Jatuh Cinta, Hot Chocolate
  8. Judul yang kontroversial biasanya mengundang perhatian. Namun kalau sampai isinya tidak kontroversial, orang tetap tidak mau membaca. Hati-hati dengan judul kontroversial karena bisa memicu masalah.
  9. Nilai positif. Bagi saya pribadi ini sangat penting. Segala sesuatu yang baik dan positif lebih disenangi daripada sesuatu yang buruk dan negatif. Kalau pun ada judul-judul yang sedih dan negatif, itu terserah saja. Tapi secara prinsip orang lebih senang yang baik dan positif. Bahkan, kisah sangat sedih sekalipun biasanya tetap diberi judul yang baik dan positif.
  10. Judul dengan nama orang/nama tokoh sangat boleh. Pastikan nama itu benar-benar unik dan memiliki sesuatu yang layak dijual.
    Setiap penulis bebas memilih dan menentukan judul. Yang pasti judul adalah hal yang pertama kali dilihat orang. Jadi harus membuat rasa penasaran, eyecatching, unik, tapi familiar. Nah, selamat memikirkan judul-judul naskah anda 🙂

Happy writing, Be a Good Writer 🙂

Ari Kinoysan Wulandari
Griya Kinoysan University

Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!
Jadi Penulis Skenario? Gampang Kok!
Jadi Penulis Produktif? Gampang Kok!
Jadi Penulis Nonfiksi? Gampang Kok!

Please follow and like us:

Manfaat Praktis Menyelesaikan Naskah

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

“Mbak Ari, kalau penilaian dan proses terbit buku di penerbit mayor sangat lama dan ribet bagaimana cara kita produktif menulis? Kan produktivitas kita ditentukan dari seberapa banyak karya yang dipublikasikan?”

Jawabannya ya tidak usah menunggu hasil penilaian dan kapan selesainya proses
buku terbit. Terus saja menulis untuk kepentingan yang lain. Artinya kita punya timeplanner sendiri untuk kinerja penulisan kita.

Setiap kali telah menyelesaikan naskah, cukup istirahat, ya mulai menulis lagi. Masalah ditolak atau revisi, itu urusan nanti. Dengan begini, naskah yang kita selesaikan cukup banyak.

Oh iya, tentu untuk bisa begini, secara umum urusan finansial kita sudah selesai ya. Artinya anda tidak dikejar target kerja untuk menghasilkan uang demi kebutuhan sehari-hari. Keperluan anda sudah terpenuhi, sehingga tetap bisa menulis dengan tenang. Kalau anda masih dikejar kerjaan pokok untuk pemenuhan hidup sehari-hari, anda harus rela mendahulukan kerja utama. Terlebih bila menulis belum menghasilkan uang.

Kalau kita berhasil menyelesaikan satu naskah, itu banyak sekali manfaatnya secara pribadi. Sekurangnya saya mencatat beberapa hal manfaat praktisnya:

  1. Menuangkan ide secara tuntas dan lengkap. Kalau sudah lengkap, naskah bisa dieksekusi; dijual, diterbitkan, dll.
  2. Mendisiplinkan diri untuk menyelesaikan tulisan. Ini disiplin paling berat, terutama kalau tidak ada komitmen, sanksi, atau hadiah. Cari partner yang bisa jadi reminder ketat.
  3. Menepati janji pada diri sendiri. Iya ini berkaitan dengan deadline yang kita buat. Kadang karena untuk diri sendiri, kita lebih sering mangkirnya daripada menepati.
  4. Berani mengambil resiko (ditolak media/penerbit). Membuat naskah baru tanpa konsultasi penerbit, ini murni kerja keras yang gambling. Kalau sudah profesional biasanya siy sudah paham mana yang layak terbit atau enggak, tapi kalau sampeyan baru; carilah mentor/konsultan sebelum bikin naskah lengkap. Biar kerja nggak sia sia.
  5. Berhasil memotivasi diri untuk menyelesaikan tulisan. Iya ini tantangan. Tapi percayalah, kalau kita bisa menyelesaikan satu naskah, lebih mudah menyelesaikan naskah kedua dst.
  6. Menata pikiran lebih konstruktif untuk urusan lain. Sekurangnya kita akan jadi orang yang mikir dulu sebelum nyablak bicara. Ini bisa menyelamatkan kita dari banyak hal.
  7. Memberi ruang pribadi untuk lebih kreatif. Biasanya kalau saya baru menyelesaikan satu naskah, sudah terpikir ide lain yang bisa jadi muncul saat saya menuliskan ide sebelumnya.
  8. Mampu menyampaikan gagasan secara terstruktur. Dalam dunia kreatif, penulis nggak hanya nulis; dia harus mempresentasikan proposalnya, mengisi kelas kelas, mengisi acara promosi dll. Dengan terlatih menulis runtut, bicara pun jadi lebih tertata dan nggak belepotan.
  9. Mengetahui kekurangan pemikiran dengan membaca ulang. Ini manfaat yang hanya bisa kita peroleh saat menyelesaikan naskah.
  10. Mengurangi beban psikologis dengan menulis. Banyak hal terjadi setiap hari. Mental dan pikiran kita bisa penuh lelah, tapi menuliskannya telah mengurangi beban mental kita, membuat kita lebih sehat, rileks, dan pastinya nggak mudah stres atau depresi.

Jadi, kalau manfaat menulis begitu banyak, kenapa hanya “tidak menulis”
karena takut ditolak penebit atau lama menunggu proses buku terbit?

Banyak cita-cita besar yang diwujudkan dengan mulai menuliskannya. Jangan takut menulis buruk, karena semua tulisan baik (sering kali) berasal dari tulisan yang sangat buruk.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Mengumpulkan IDE Tulisan

Kucing kencan. Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Ada banyak jalan menuju Paris. Ada seribu satu cara penulis menemukan ide dasar penulisannya. Pun tidak kurangnya strategi untuk mengembangkan ide penulisan.

Biasanya ide tulisan yang brilliant dapat diperoleh dari beragam cara. Setiap penulis beda cara dan metodenya. Namun sekurangnya ide tulisan dapat diperoleh dari hal hal berikut.

1. Curhat teman.
Jadi, kalau ada yang curhat dengarkan saja. Kasih perhatian dan nanti tuliskan kisah mereka dalam versi fiksi anda.

2. Semua tentang buku.
Kenapa saya bilang semua tentang buku? Ya, karena semua buku —-baik itu di perpustakaan, di toko buku, di toko online, di katalog, majalah, koran, artikel, jurnal, dan lain-lain; adalah sumber ide yang luar biasa. So, baca dan cermati.

3. Segala yang berkaitan dengan film.
Senada dengan buku, maka segala yang berkaitan dengan film, entah itu resensi film, premier, film, sinetron, festival film, editing film, produser dan ph, semuanya adalah sumber ide yang tak pernah habis.

4. Mimpi.
Punya mimpi besar dan takut untuk dicap gila oleh orang-orang sekeliling? Tuliskan saja!

5. Pengalaman pribadi.
Tiap orang adalah pribadi yang unik dan menarik, maka pasti punya pengalaman yang spesial yang tidak dimiliki orang lain. Tuliskan, kemas, sajikan.

6. Travelling.
Siapa yang hobi travelling? Maka perjalanan itu akan jadi catatan cerita panjang yang menarik. Tiap daerah punya kekhasan yang akan memperkuat setting cerita kita.

7. Hobi.
Yang nggak punya hobi, cari deh! Karena hobi itu menyehatkan dan terapi ampuh untuk sehat dan panjang umur. Nah, kalau sudah punya, cari tahu lebih dalam tentang hobi kamu, bergabung di klub-klub hobi, lalu tuliskan apa saja yang menjadi urusan hobi kamu. Mudah bukan?

6. Blog walking.
Kalau baca-baca blog, Web, facebook, ig, twit, tiktok, youtube, teman-teman pasti ada cerita serunya. Nah, di sana sumber ide yang tak pernah habis.

7. Pekerjaan.
Ini gudang tantangan dan sekaligus gudang ide. Cari tahu lebih dalam pekerjaan anda, tekuni lebih cermat, dan tuliskan. Hasilnya pasti luar biasa.

8. Budaya.
Konsep budaya Indonesia konon dianggap sebagai budaya yang paling kaya dan heterogen di seluruh dunia. Apa saja ada di Indonesia.

Bersyukurlah kita jadi warga negara Indonesia. Mau menulis apa saja dari sudut pandang mana saja, bisa. Mari tuliskan budaya Indonesia dalam buku atau film-film yang menawan.

Masih bisa bilang kekurangan ide? Selamat berburu ide 😃


Ari Kinoysan Wulandari
Please follow and like us:

Pelangi dan Tujuh Bidadari

Pelangi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Dalam berbagai mitos Cerita Rakyat
di Nusantara, pelangi itu tangga bidadari turun ke Bumi dan atau kembali ke Kahyangan; jumlahnya selalu tujuh 😍
Padahal yang menikah dengan jejaka Bumi itu selalu satu dan pasti kembali ke Kahyangan; rada nyebelin kenapa nggak happy ending selama-lamanya 😂


Dalam berbagai versi pula, mereka inilah yang menurunkan garis raja-raja dan keturunannya. Hampir di semua kisah begitu. Ya wes ben, namanya raja ya istimewa ndak mau disamakan dengan rakyat; sebutan darahnya aja biru 😄😅

Lalu banyak versi sesepuh mengatakan tujuh itu dalam bahasa Jawa berarti pitu, yang artinya pitulungan atau pertolongan. Kalau dirunut cerita bidadari mungkin yang paling tua berasal dari Tanah Jawa (dari Negeri Majapahit yang kemudian menguasai Nusantara).
*
Dan konon lelaki perempuan menikah kalau jumlah weton (hari lahir dan pasaran lahir dalam versi budaya Jawa) perhitungannya tujuh, maka hidupnya akan selalu mendapatkan pertolongan Tuhan. Ketika itu, meski dalam hati nyekikik —saya sungguh takberani terang-terangan bilang tidak percaya; ndak kuwalat sama orang tua😅


Iseng saya kambuh, bertanya hitungan saya dan seseorang😅 Lalu dihitunglah dengan cepat; 25 yang berarti jumlah tujuh. “Jadi Mbak Ari, kalau menikah sama dia mau kena badai apapun, pertolongan Tuhan akan selalu hadir. Hidup bahagia, berkelimpahan, saling cinta, ada anak-anak, dan rukun sampai akhir hayat.”

Jeda. Saya seperti sedang dibaca 😁😂 “Kalau jodoh tidak akan ke mana, Mbak Ari.” Ujungnya klise banget kan 😂🤣 Haha…. kadang fun aja mendengarkan sesepuh memberi kuliah, meski hati saya tidak bersepakat.

Ari Kinoysan Wulandari


Please follow and like us:

Cara Memilih Klien Penulisan

Pesan buku ini bisa ke andipublisher.com atau wa.me/6281380001149.

Kita tidak pernah benar-benar tahu karakter seseorang, sebelum berurusan masalah uang dengannya. Kita juga tidak pernah benar-benar tahu kebiasaan buruk seseorang, sebelum kita tinggal serumah, tidur seranjang dengannya.

Oleh karena itu memilih klien untuk bidang jasa penulisan, ya boleh dibilang sulit sulit gampang. Gampang gampang nggak mudah. Karena tiap klien beda pendekatannya. Beberapa hal ini bisa jadi pertimbangan.

  1. Jadi ghostwriter atau menulis biografi memang jalan cepat dapat duit banyak dari menulis. Tapi ya ini dapatnya nggak selalu mudah. Cari kliennya sulit sulit gampang.
  2. Tapi kalau sekali dapat, biasanya terus saja. Nah, saya tidak tahu bagaimana cara memilih klien untuk ghostwriter atau biografi, karena setiap kali beda orang beda model pendekatannya.
  3. Yang jelas kalau manajer saya oke, umumnya saya oke saja. Tidak banyak keribetan. Baru kalau manajernya setengah yakin setengah enggak, saya perlu bertemu dan bisa lihat niy orang masalah apa enggak.
  4. Eh yang namanya masalah klien itu nggak cuma urusan sulit atau tidak bayar lho. Klien beribet revisi bongkar bongkir materi itu juga problem. Klien sulit diajak kompromi, itu juga keribetan.
  5. Jadi dalam model kinerja apapun, yang berkaitan dengan ghostwriter dan biografi, pastikan anda senang orangnya, senang materinya, asyik duitnya juga. Kalau tidak, jangan memaksakan nanti makan hati; bisa langsing mendadak 😂
  6. Ada model model klien yang tidak terduga yang mungkin tidak saya kenali. Tapi kalau sepanjang semua oke oke saja, ya tidak apa. Meskipun mungkin ada banyak karakter orang yang tidak seide dengan pikiran saya.
  7. Yang penting Teman-teman, jangan terima klien karena terpaksa. Sengsara nanti. Karenanya kalau jadi penulis harus bagus mengatur keuangan agar tidak ada alasan terima klien semata mata karena uang.
  8. Penulis itu bukan tukang ketik. Anda harus pake otak; pikiran, hati, energi waktu dll yang tidak sedikit. Kalau nggak senang nggak ikhlas, percayalah anda hanya akan terbebani 2x atau 3x dari energi yang semestinya sudah cukup untuk merampungkan satu buku. Jadi pilih pilih klien itu penting agar oke semuanya.
  9. Pake intuisi, kalau feeling baik boleh diikuti. Kalau enggak ya jangan memaksakan diri. Cek cek juga informasi yang berseliweran di internet berkaitan dengan calon klien.
  10. Kalau memilih klien karena terpaksa, misalnya nggak suka materinya tapi bayarnya tinggi sekali, kuncilah mulutmu dari berkeluh kesah. Tidak ada yang menuntutmu atau mewajibkan kamu mengambil pilihan itu. Kalau sudah diambil, ikutilah dan terimalah segala konsekuensinya dengan hati terbuka.

Semoga memberi gambaran tentang masih “gelapnya” cara memilih klien jasa penulisan. Tapi kalau sudah terbiasa, ya nanti ketemu sendiri celah jalan untuk menemukan dan memilih dengan baik. Selamat mencoba 🙏

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Membangun Perasaan Kaya secara Pribadi

Salah satu kotak uang di rumah saya dan dibuka jelang lebaran seperti ini. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Alhamdulillah, saya menganggap diri sendiri wes kaya; dengan standar pribadi. Kaya versi saya itu kebutuhan sebagai manusia wes banyak terpenuhi.

Sekurangnya kita sebagai manusia ada tiga kebutuhan, yaitu kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Nah, kalau kebutuhan primer dan sekunder sudah terpenuhi, sebenarnya orang sudah boleh berasa “kaya”. Tapi mungkin karena kultur kita itu kebanyakan “sambatan”, “berkeluh kesah”, kadang orang kaya pun rela “memiskinkan” diri demi bansos, BLT, dll bantuan yang tidak seberapa.🙏

Kalau saya, alhamdulillah kebutuhan dasar (primer) –sandang, pangan, papan layak: sudah terpenuhi; keinginan pertama (sekunder) –sekolah tinggi, investasi ilmu pengetahuan, investasi dasar, tabungan: mayoritas terpenuhi; keinginan kedua (tersier) –haji, umroh, keliling Indonesia, keliling dunia, dll hobi bercharge tinggi: beberapa terpenuhi, beberapa sedang diusahakan. Dan yang penting, saya tidak punya utang-utang yang membebani.

Kondisi dan situasi itulah yang jadi dasar saya menyebut diri “kaya”, kecukupan dalam banyak hal. Syukur terimakasih ya Allah atas segala nikmat dan karunia-Mu❤️🙏

Pun kalau ada situasi tidak terduga, tidak ada penghasilan (seperti masa pandemi kemarin), sekurangnya saya masih bisa survive hidup layak selama beberapa tahun. Tanpa perlu menjadi tanggungan pihak lain atau berhutang. Dengan catatan semuanya normal, artinya saya dalam keadaan sehat; tidak ada penyakit yang memerlukan biaya tinggi.  

Yach, kondisi merdeka finansial yang saya bangun sedari saya punya penghasilan dan tahu persis bahwa kurang garam sesendok pun, kita tetap harus beli dan bayar pakai uang. Tentu dengan gaya hidup yang tidak amburadul sakarepe dhewe saat membelanjakan uang.

Karena sifat uang itu, ketika masih berupa angka kayaknya besar, tapi begitu dipegang dan diatur ini itu tahu tahu loooos, kok sudah habis 😀🙏

Kondisi saya tentu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan orang lain. Dengan saudara-saudara dan ipar-ipar saya saja, rasanya saya paling miskin kalau dihitung dari kepemilikan aset dan uang. Apalagi kalau dibandingkan orang-orang yang kaya-kaya dengan kekayaan trilyunan. Wes jelas gak ada apa-apanya.

Tapi ya, hidup saya bukan hidup mereka. Saya bekerja, menikmati proses jatuh bangunnya, dan menikmati hasilnya dengan suka cita. Saya tidak terlalu ambil pusing dengan gaya hidup yang ameh-aneh. Versi saya, hiduplah sesuai dengan kemampuan, cari yang aman, nyaman, dan bikin happy. Itu prinsip yang saya anut.

Jadi, saya tidak pernah terganggu ketika saudara atau ipar saya beli (lagi dan lagi) rumah, tanah, mobil, saham-saham, atau aset lainnya. Pun dengan teman-teman dekat yang terus menambah kekayaan. Atau dengan tetangga tetangga yang beli ini itu yang bersifat menambah aset. Saya justru ikut mensyukurinya, turut senang dengan kegembiraan mereka, dan tidak tergoda ikut-ikutan membeli (apalagi memaksakan diri) sesuatu yang pada dasarnya tidak saya perlukan.

Mungkin itulah yang membuat hidup saya tenang. Tidak kemrungsung. Tidak terobsesi menghalalkan segala cara demi uang. Bisa bekerja dengan tenang. Mengerjakan apa yang saya senangi dan menghasilkan uang. Tidak terpengaruh dengan provokasi nggak wajar demi mendapatkan uang. Dan tetap senang kalau saya harus mengeluarkan uang untuk berderma atau sedekah dalam batas batas yang telah saya tentukan.

Yach, hidup saya memang sebegitu biasa-biasa saja. Sampai saya merasa kok hidup begini-begini saja ya, mengerjakan segala rutinitas yang sepertinya sudah saya kenali dengan baik. Mengerjakan segala hal dengan gembira, perlahan, tenang, rampung, dan menyenangkan.

Nah sebenarnya; ketenangan hidup itu versi saya bisa dilakukan dengan membangun perasaan kaya. Percayalah, kalau ada pertanyaan siapa yang kaya di kelas ini, misalnya, pasti tidak akan ada yang mau tunjuk jari atau menyebut nama.

Kalau saya menyebut sudah kaya dengan kriteria yang telah saya sebutkan. Memiliki perasaan kaya inilah salah satunya yang membuat kita ringan dan senang mengeluarkan uang. Lalu karena kita gembira, energi positif, ya uang datang datang lagi. Kalau sebaliknya orang pelit makin melarat. Karena uang akan malas datang dan malah semakin banyak kebutuhan tidak terduga karena adanya energi negatif merasa miskin. 

Kita bisa melakukan hal-hal berikut ini untuk membangun perasaan kaya.

Pertama, syukur yang melimpah. Apapun keadaan hidupmu bersyukurlah yang banyak. Bahkan kalau nggak ada uang, syukuri saja keberadaan pasangan, anak-anakmu, sekolahmu, pekerjaanmu, rumahmu, dll yang bisa membuatmu menyungging senyum bahagia.

Kedua, anggarkan di depan untuk sedekah berderma. Islam punya aturan zakat 2.5 persen dari penghasilan atau kekayaan. Tapi saya memilih 10-20 persen dari penghasilan untuk segala jenis derma ini. Lumayan banyak dan bikin perasaan saya serasa orang kaya ❤️

Ketiga, bangun situasi kaya. Di rumah saya, ponakan saya pernah bertanya kenapa di rumah Bude Ari di mana mana ada tempat uang (yang ada isinya). Yach karena ini memberi pikiran di bawah sadar saya kalau saya banyak uang. Jadi kalau ada uang yang dikeluarkan untuk hal tidak terduga, pikiran saya; tenang saya masih punya uang di sana sini.

Bisa pakai celengan yang diisi uang dengan besaran tertentu. Saya memiliki celengan recehan, 2000-an, 5000-an, 10.000-an, 20.000-an, 50.000-an, sampai 100.000-an. Semua ada isinya meskipun selembar. Saya letakkan di tempat tempat yang berbeda. Pokoknya kena ingatan saya, di sana sini ada uang.

Kamu boleh memilih cara yang berbeda yang bikin dirimu merasa banyak uang.

Keempat, belanja hati hati tapi dengan gembira. Maksudnya ya cek cek kebutuhan, mana yang lebih murah terjangkau, mana yang diskon, dll. Tapi saat berbelanja jangan njegadul lihat tagihan yang beranjak ke dua digit misalnya, happy aja. Alhamdulillah ini semua kebutuhan terpenuhi. Nanti duit datang lagi.

Kelima, rajin rajin cari kerjaan tambahan. Iya, ini bener lho. Kita sering tidak cukup hanya dari satu sumber penghasilan. Lakukan saja yang bisa dan senang. Suka jualan ya berdagang, suka ngontent ya bikinlah yang bagus, suka masak ya boleh buka PO masakan dll. Intinya, mendapatkan penghasilan lain di luar “pokok” itu juga bikin kita berasa kaya.

Keenam, cek gaya hidupmu. Yach, percuma juga kalau penghasilan nambah terus, tapi gaya hidupnya juga makin tinggi. Biaya gaya hidup yang mahal, yang besar bisa bikin orang merasa miskin dadakan.

Ketujuh, jangan baperan. Saudara beli rumah baru ketiga, iri. Tetangga beli tas branded njur kesal, kawan arisan beli berlian malah dengki, dll. Yach beli saja saat rezekinya cukup dan sesuai. Baperan ini lho yang bikin orang sering menghalalkan segala cara demi tidak kalah tampil “wah” dan dianggap kaya. Hayaaa… saya siy ogah.

Kedelapan, hidup sederhana. Yach ini bukan berarti hidup ala orang miskin miskin ya. Jelas bukan. Hidup sesuai kemampuan.  Saya tidak masalah pake tas, baju, sepatu, dll enggak merek branded; tapi kualitasnya prima, nyaman, aman, dan selamat dipakai 😀❤️🙏

Kesembilan, miliki hobi yang produktif. Artinya, kalau di luar pekerjaanmu kamu masih punya hobi yang menghasilkan; percayalah kamu akan irit waktu untuk ngerumpi, ghibah, iri dengki, julid, dll yang bawa energi negatif itu. Tapi akan lebih fokus untuk bertekun pada hobi yang menghasilkan uang.

Kesepuluh, ya dekat dengan Tuhan. Minta dijadikan kaya lahir batin dunia akhirat. Karena sejatinya kekayaan adalah segala hal yang kita nikmati, kita pake, kita gunakan untuk kebaikan hidup; bukan segala sesuatu yang kita miliki. Rumahmu boleh sepuluh, tapi pasti yang kamu tinggali ya satu rumah. Itu pun kalau kamu tidur, ya pasti cuma satu ruang kamar. Iya kan?

Mari kita nikmati hidup dengan sukacita. Bersyukur dengan segala kekayaan yang kita miliki. Karena sering, yang kita anggap “tidak berharga” itu adalah “kekayaan yang besar” bagi orang lain.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us: