Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Kalau naik mobil online itu, saya menyapa driver bentar, terus sibuk dengan gaweyan. Baca atau balas pesan HP. Kadang nonton scrolling sosmed. Hari ini drivernya beda. Orangnya ramah. Banyak cerita. Banyak tanya. Saya jawab seperlunya. . “Bu, gaji dosen itu pasti besar kan? Apalagi sudah doktor.” Saya tertawa, ingat gaji saya dengan ijazah S3 yang nggak mudah/murah itu “hanya cukup” mbayari transport PP 20-25 hari sebulan. Karena non keluarga, saya nggak ada tunjangan suami/istri/anak. Dengan beragam potongan gegara aturan bagi mereka yang nggak publikasi Scopus tiap semester, duit yang saya terima sebagai dosen makin mengkeret. Jadi ngerti, kenapa ada istilah gaweyannya sakdos gajinya saksen. . Kalau tidak ingat ibu, mungkin saya wes kabur gegara gaweyan administratif yang bikin pening. Untunglah saya survive sebagai penulis, gaji tidak terlalu jadi pikiran. Tapi kadang sakit hati, inget beban kerjanya menghabiskan waktu 😆😅🙏 Untunglah saya percaya bahwa rezeki itu sebesar usaha saya; saya tidak ambil pusing dengan gaji. Tugas saya do the best untuk semua tugas kewajiban. . Alhamdulillah rezeki yo tetep berlebih versi saya. Mo jadi dosen atau enggak, saya tetep menulis. Standar hidup “sederhana”, menyelamatkan saya dari masalah finansial. . Jadi dibilang gitu, saya tertawa. Pernah keras tertawa ketika tahu kakak saya kerja 30 tahunan sebagai dosen PNS gapoknya 5 juta an. Kebayang berapa yang dia terima saat baru jadi dosen. . Jadi, kalau kamu mau kaya ojo dadi dosen atau penulis. Ini kerjaan yang kudu belajar terus dengan beban moril nggak ringan. Lha saya bisanya nulis, njur arep piye maneh. Pokokmen apapun itu, harus bersyukur biar si merah Soekarno Hatta terus berdatangan bersama teman temannya 😁🙏 . Tahu tahu si driver bilang, “Bu, beli saja tanah saya. Ke UGM 15 menit, ke UPY ya 15 menit.” Lalu mendetailkan data, harga, surat-surat. . Saya tertawa. “Kan Pak, ternyata lebih banyak duit bapak daripada saya. Ada toko, rumah kos, kontrakan, sawah, tanah, pensiunan. Emang paling enak itu, menghitung-hitung duit orang lain.” . Kami pun tertawa lagi. Yach hidup, sawang sinawang.🙏 .
Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Kalau baca berita sekarang ini kok kening saya (sering) berkerut ya. Akal logis saya rasane jungkir balik. Mungkin otak saya yang nggak nyambung untuk mengerti kerumitan berbahasa para awak media dan juga banyak pejabat negara sekarang ini.
1. Indonesia yang seperti “diobrak-abrik” dengan narasi yang bikin mumet. Saya sampai geleng-geleng, yang bener mana yang hoax mana. Mungkin saja nanti emas di Monas diragukan keasliannya njur “dicek” dan “diturunkan” untuk “dimurnikan” 😂🤣
2. Pengusiran warga Rohingya dengan beritane sungguh beragam. Termasuk aneka virus ajaib baru yang muncul dengan beragam kontroversinya. Dari azab sampai bermacam hoaxnya hilir mudik di berbagai lini berita.
3. Beragam berita pilpres pun bikin saya mikir. Ini tenanan, hoax, atau pencitraaan atau apa. Entahlah. Saya tidak mengerti dan jadinya kadang malas mengikuti.
4. Beragam berita lainnya yang macem-macem. Yungalah di sosmed, emak dasteran bolong bae jadi berita 🤣 Sampai saya kudu mikir, ini hoax atau bukan. Bener atau enggak. Membaca berita tidak lagi bikin nyaman hati. Mau respon saja mikir, ngeshare apalagi 😁😅
5. Kalau dulu baca itu jendela ilmu, sekarang baca pun kudu pake ilmu. Kalau enggak, semua berita akan kamu telan mentah-mentah dan kamu akan jadi penyebar hoax paling masif. Hati-hatilah membaca. Pikirkan. Crosscek. Kalau dirasa tidak bener, tidak penting; hentikan sampai dirimu saja.
Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Pertanyaan lain yang paling sering saya terima, “Mbak Ari, kenapa tulisan saya nggak pernah selesai? Ada banyak naskah “tidak jadi”, “nanggung” di laptop saya.”
Berikut ini beberapa sebab naskah tidak selesai dan solusinya.
1. Tidak fokus, banyak lomba menulis yang menggoda. Solusi: fokus pada satu kerja sampai selesai. Pilih program yang paling realistis.
2. Saat menulis, dapat ide baru yang dianggap lebih keren. Solusi: catat ide tersebut, lalu tutup file, dan lanjutkan menulis.
3. Tidak punya waktu karena kesibukan jadi sangat luar biasa. Solusi: menulis saja rutin, setiap hari 10-30 menit.
4. Ketakutan karena menulis lalu dianggap sok pintar. Solusi: tulislah yang paling sesuai dengan bidang anda.
5. Perfeksionis sejati, merasa selalu kurang. Solusi: yakinkan diri menulis yang terbaik.
6. Selalu membandingkan dengan karya penulis lain. Solusi: berhenti membandingkan dan tulislah sesuai gaya anda.
7. Tidak percaya diri, merasa tulisan buruk terus. Solusi: terima kemampuan menulis anda dengan syukur dan terus belajar.
8. Menulis hanya perlu orang berbakat dan luar biasa. Solusi: sadarilah menulis hanya perlu membiasakan dan berlatih.
9. Merasa tidak ada hal baru. Solusi: sadari bahwa tulisan hanyalah “olahan” dari yang sudah ada.
10. Godaan sosmed, telepon, dan fasilitas komunikasi. Solusi: saat menulis, matikan itu semuanya dan pilih tempat yang tenang.
Mudah-mudahan membantu menyelesaikan tulisan anda. Ingat, dalam hal tulisan, yang kita jual adalah tulisan yang sudah SELESAI, bukan OMONGAN atau RENCANA tentang tulisan anda. Jadi, pastikan tiap naskah “selesai” agar anda bisa memiliki banyak karya.
Happy Writing, Be A Good Writer *Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok! *Jadi Penulis Skenario? Gampang Kok! *Jadi Penulis Produktif? Gampang Koq!
Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Saya tadi mau gawe olahan sayur. Ingat sudah pernah menyiapkan sepaket-paket dalam wadah tupperware. Bhadalah… kok wes membusuk 😂😆
Awalnya sih saya beli aneka sayur, njur saya bersihkan, masukkan kotak-kotak, baru masuk kulkas. Maunya saya masak tiap hari. Sekurangnya untuk mengurangi gaya ketergantungan saya pada pesan makan online, yang belakangan charge app dan ongkirnya kok rada nggak masuk akal (kalau nggak boleh dibilang mihil).
Rencana ya tinggal niat. Begitu deadline mendera, pesan online jelas ndak pake ribet di dapur 🤣 dan pas saya lagi pingin gawe dhewe, ternyata sayurnya wes ajur busuk ndak selamet ini sayur mayur 😃
Lalu saya ingat nasihat, rezeki itu yang kita nikmati. Ya benar 😃 Sayur itu bukan rezeki saya. Rezekine si tukang sayur tempat saya beli pesan sayur plus bumbunya.
Harta pun kalau nggak kita nikmati ya bukan rezeki. Rumahmu boleh sepuluh. Mobilmu boleh berderet-deret. Tapi pasti rumah yang kamu tinggali yo satu. Mobil yang kamu pake yo jelas siji. Bukumu boleh berderet lemari, kalau ndak kamu baca; jelas bukan rezekimu. Bajumu boleh berbanyak lemari; pasti nggak mungkin semuanya kamu tumpuk pake di badanmu kayak toko berjalan kan🤔🤣
Intinya, kita sering serakah. Nyari dan numpuk ini itu, njur malah ndak sempat menikmati 🤣 Jadi benar ibu saya, ada makanan berlebih yo cepet dibagi kiri kanan. Besok ndak ada, ya dipikir besok. Baju, kain, ikan, telur, sembako pun dibagi kiri kanan. Dan anehnya, semua tetap berlimpah di rumah ibu saya. Ada saja yang datang mengirimkan; selain tentu telur dan ikan. Itu hasil ternak ayam dan ikan, ibu urus di halaman rumah 💖
Mati pun kamu ya ndak bawa itu semua harta benda. Tapi juga jangan sampe semangat berbagi lupa diri sendiri. Intinya seimbang, secukupnya saja. Biar ndak banyak hal mubazir dalam hidup😃
Kadang-kadang di tengah deadline kok saya yo malah rada bijak begini. Mungkin otak saya sudah terlalu panas mikirin paragraf demi paragraf yang harus saya tulis. 🙈🙏
Saya dengan Bunda Arsaningsih. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Bersih Hati, Bersih Jiwa 😍 Soul Reflection (SR). Program ini sekarang tidak terpisah ya untuk pelaksanaannya. Dijadikan satu dalam rangkaian workshop yang disebut Workshop Soul Meter (WSM). Jadi kalau Teman-teman ikut workshop Soul baru-baru ini, mungkin ceritanya akan beda dengan pengalaman saya.
Ini kisah saya pas ikut program SR di Jogja. Semoga bermanfaat bagi Teman-teman 😍 Sabtu pagi, 2 Feb 2019 saya ikut program SR di Jogja. Saya hanya pingin ikut. Karena pas di Belitung, ada sesi Bunda Arsaningsih mengajarkan gerakan singkat dan ringan untuk melemaskan bahu yang kaku pegal kalau kebanyakan duduk menulis.
Di program ini diberikan teori dasar dan implementasi SR. Saya jadi lebih memahami diri saya. Saya happy dan tenang. Menurut ukur pikiran, dalam 13 detik otak saya sudah tenang, anteng, meditasi. Hitung kebahagiaan dalam rate 1-10 saya berada di 8. Bahagia 😃 Itu sebelum pembersihan lho 🤗 Jadi, hidup saya memang menyenangkan, happy, sehat, sejahtera, baik dengan sesama dan insyaallah taat pada Tuhan 😍😍
Pas sesi pembersihan, saya baru sadar ada banyak sekali kemarahan, kejengkelan, kesedihan, kekecewaan yang menumpuk sedari belia. Terhadap ayah ibu saya, saudara kandung, ipar ipar, keponakan hingga kakek nenek om tante bude pakde, sepupu, sahabat, teman, relasi, orang-orang yang saya kenali dalam berbagai urusan. Ya sudah saya memaafkan dan meminta maaf atas segala ketidaknyamanan itu. Berat banget dan berasa itu lho diangkatnya dari tubuh jiwa saya.
Yang paling sulit adalah sesi memaafkan dan minta maaf kepada orang terkasih, pasangan hidup, dan anak anak. Saya menolaknya. Saya sudah malas mengurusi soal pasangan hidup. Terlalu banyak luka, tidak percaya pada cinta. Bahkan 6 bulan terakhir, saya berlaku sangat menjengkelkan dan berusaha membuat marah orang yang baik sekali pada saya. Pokoknya ngeselin deh🙈 Biar dia nggak senang dan saya nggak sampe jatuh cinta berujung luka pedis😆😅
Pembersihan batin itu dipandu oleh Bunda Arsaningsih. Saya menolak memaafkan dan minta maaf. Lha kok, Bunda Arsaningsih masih saja terus menyuruh minta maaf dan memaafkan. Mungkin dasar hati saya baik juga 😎😍 jadi saya yo nggak mau menyusahkan orang. Dia baik tapi saya menjengkelkan tentu mengganggu hidupnya. Ya sudah, perlahan sekali saya meminta maaf dan memaafkan.
Saya merasa ada banyak lagi beban yang diangkat dari bahu jiwa saya. Masih ada beberapa jeda dalam sesi pembersihan, saya melihat cahaya yang terang dan kilasan masa depan saya 😍❤😇
Dan ketika membuka mata, saya limbung. Pusing banget. Dokter Rastho bilang, biasanya itu sebentar saja. Esok sudah pulih. Baiklah. Pulang saya merasa ngantuuk sekali, tapi masih sadar.
Sampai rumah saya menelpon orang yang sudah saya buat jengkel selama itu. Biasanya jangankan menelpon, dia telpon sj bisa ntar-ntar saya angkatnya, WA balasnya bisa 2×24 jam 😂🤣🙈 Kalau nggak saking sabarnya dia, mungkin sudah tidak peduli lagi sama saya😅
Eh tapi malam itu berubah lho, saya baik-baik saja. Tenang, nggak marah, nggak kesal. Kami bisa bercerita macam-macam, tertawa bersama. Lama sekali 😁 Saya sudah bisa menerima kehadirannya, tidak mengganggunya lagi dengan energi negatif. Tiba-tiba saya berdoa dia juga salah satu takdir baik untuk saya. 😍😍 *Dan ya ternyata bukan orang yang harus menetap di hidup saya 😃🙏
Ternyata pembersihan masih berlangsung. Bangun pagi karena adzan Shubuh, tubuh saya lemas luar biasa. Hari Minggu itu, saya buang air besar 12 atau 13 kali dengan range jarak 2 jam an. Terjawab sudah pertanyaan ke dokter, kenapa perut saya keras meski tidak ada pasokan makanan. Dokter bilang tidak apa, saya tidak sakit. Ya itu isinya kotoran membatu karena hati yang kaku. Sekarang perut saya sudah lunak seperti orang normal.
Hari Senin saya masih lemas. Pembersihan terus berlangsung. Saya ketakutan. Pas haid, darah tidak lagi merah. Tapi hitam bergumpal gumpal dan banyak sekali. Saking takutnya, saya menelpon dokter langganan dan dibilang kalau tidak sakit, tidak apa. Teringat hari Minggu, saya pikir ini juga kotoran tubuh menahun yang sedang dikeluarkan. Jadi lebih tenang.
Selasa sore Dokter Rastho memforward pesan-pesan dan saya bilang tubuh saya lemas 2 hari, tanpa cerita di atas. Lagi-lagi katanya tidak apa-apa dan malah menyarankan meditasi harian. Ya memang lebih ringan.
Rabu pagi, saya bangun dengan tubuh fresh dan jiwa yang lebih bugar. Nggak ada lagi keinginan marah, kesal, jengkel, atau sedih. Saya berdoa hidup saya lebih sehat, baik, happy, makmur, semakin bersyukur dan taat pada Tuhan 😍😍 Eh iya, sepanjang hari ini ada banyak sekali kabar baik. Alhamdulillah 😊🤗
Terimakasih Bunda Arsaningsih dkk Soul. 😍 Teman-teman coba ikut program WSM, meski hidup kelihatan baik baik saja. Soalnya beban hati dan jiwa itu nggak terdeteksi medis klinis dan baru ketahuan dengan metode Soul Meter (SM).
Hidup saya luarnya yo baik baik, tapi ternyata di dalam ada banyak beban hati dan jiwa yang perlu dilepaskan. Sekarang siy sudah lebih nyaman. Tubuh ringan banget dan berasa plong sekali 😍
Hidup di dunia memang penuh masalah, tapi kita harus bahagia untuk menemukan surga di kehidupan yang abadi.
Saya dengan Bunda Arsaningsih. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
SRSM, Soul Reflection Soul Meter; Mengenali Diri Kita yang Utuh ❤💖 Workshop ini sekarang diganti dengan nama WSM (Workshop Soul Meter) dengan Soul Reflection dan Soul Meter dalam satu rangkaian kegiatan.
Tanggal 1 Februari 2019 saya ikut SR (Soul Reflection) di Jogja untuk bersih hati bersih jiwa. Setelah hati dan jiwa lebih bersih, fisik saya lemes semingguan. Buang racun dan kotoran tubuh. Setelah itu siy rasanya jadi lebih enteng, lebih tenang, lebih adem.
Juli atau Agustus ada program SM (Soul Meter) lanjutan dari SR. Saya langsung menolak karena jadwal kerja yang padat. Habis pembersihan, saya takut tepar lagi. Mbak Rina, pengelola kantor Soul Jogja meyakinkan saya kalau SM jauh lebih ringan. Bagaimana lebih ringan, wong ikut SM syaratnya kudu ikut SR dulu. 😃
Sampailah akhir tahun, info SR SM mau ada di Jogja. Saya berharap siy April sudah dekat puasa, biasa nya saya wes tidak ke lapangan. Eh ternyata Februari. Saya molet, antara iya dan tidak. Baca-baca testimoninya lho kok gitu; ukur energi, kepastian sesuatu tepat atau enggak. Kalau saya kan gak perlu ukur. Ada feeling, ada intuisi, ada istikharah. Hampir setiap putusan saya, saya ambil dengan legawa sadar konsekuensi. Takada penyesalan.
Saya uleng aja mo ikut atau enggak, sampai Mbak Rina bilang bisa ambil putusan di saat terdesak. Oh baguslah itu. Ya wes saya ikut, tanya rekening transfer dan sudah. Selesai beberapa menit. Njur saya lupa, malah sebelum hari H ke luar kota. Pas diingetin, yo pulang ke Jogja pagi pagi 😅 Zaka kawan saya sampai nyeletuk, “Mbak nggak dari rumah to?” “Haha… Iya.” Kalau dari rumah untuk ikut SM saya gak akan bawa backpack isinya macam alat perang 😂
Ketemu Bunda, dr Rastho, dr Tia, Mb Rina dan anaknya, yo senenglah. Materi berlangsung lebih fun, tapi njur pembersihan jiwa… saya sudah menetralkan pikiran perasaan, tapi sensitif is peka dan nggak boleh diingkari. Sebelum ikut SRSM saja saya bisa rasa kok orang itu beres atau enggak, bikin ruwet atau enggak. Apalagi setelah ikut SR. Ahamdulillah selama ini connecting nya orang-orang baik. Dan saya afirmasi terus semua baik.
Begitu pembersihan selesai, punggung kanan saya suakitnya ampuuun. Saya langsung bilang, “Bunda, punggung kanan saya sakit.” Bunda memeluk saya, “Tidak apa apa karena ini dibersihkan, sumbatan terbuka, jadi sakit. Nanti saya bantu healing.”
Saya lebih lega, tapi masih memegangi punggung saya yang nyutnyutan itu. Ya, memang berasa ada yang ditarik dari punggung saya. “Nggak apa-apa Ri, ini adaptasi. Nanti semua akan baik.” Saya menenangkan diri sendiri.
Terus sudah sampai akhir bahas karma dan reinkarnasi. Silakan cek youtube Bunda Arsaningsih, yang kepo cek aja di sana. Sudah ada banyak sekali episode beragam. Nggak usah nanya sama saya; karena saya pun masih terus belajar, berproses membersihkan diri; melunasi membayar hutang-hutang karma saya.
Wah, ternyata ada tujuh kehidupan sebelum saya hidup sekarang. Dan sejak lahir kalaupun saya Islam, saya orang Jawa yang besar di lingkungan Kejawen yo terima ajaran karma dan reinkarnasi. Kalau kamu buat baik karmamu juga baik, begitu pun sebaliknya. Islam punya istilah sendiri. Kalau jiwamu belum sempurna, maka jiwa kamu akan ngejawantah atau lahir kembali untuk proses penyempurnaan jiwamu. Jawa banget ini 😃 Yang belajar sangkan paraning dumadi pasti mudheng. Kalau Islam tidak mengajarkan reinkarnasi. Setiap jiwa lahir baru tanpa dosa atau karma asal. Sumonggo masing-masing, jangan ngajakin saya berdebat di sosmed 😁
Saya menerima keduanya karena sepanjang hidup saya berusaha be nice kepada siapa saja, dan hidup saya yo wes beginilah, lempeng saja. Alhamdulillah. Ada ini itu yang belum dikasih Tuhan, saya yo happy saja. Sadar tiap orang menjalani takdir hidupnya masing-masing. Sejak kecil saya mungkin sudah jauh dari sikap iri dengki srei usil penyinyir. Karena ibu bapak saya penyayang dan sabar. Yo terbawa ke saya, contoh langsung.
Kalau reinkarnasi, ini lebih pada pengalaman hidup. Kok saya baru sekali datang ke tempat asing tapi rasanya wes hafal banget lika-liku ujungnya. Orang orangnya juga kayaknya wes familiar. Sering juga pertama kali jumpa orang langsung deket. Padahal saya introvert murni. Kalau pake SM ternyata ketahuan, oh saya dulu tinggal di sana, dekat dengan ini itu, dst. Gak percaya boleh, tapi ikut WSM dulu lebih bagus, baru bilang gak percaya 😁 Lha perkara santet tenung gendam hipnotis aja kalian percaya kok energi gak percaya, mikirlah pake otak😃
Pulang saya masih sempat makan malam sama Zaka, Bu Pefty. Sampai rumah manasin air, mandi, sholat, tidur. Gak tidur tidur. Berasa punggung saya sakit. Saya blonyo minyak rempah agar lebih cepat tidur. Dini hari saya bangun, terasa ada energi hangat mengaliri punggung saya. Oh Bunda kirim energi untuk bantu healing. Ya sudah reda beneran. Gak sakit lagi. Nunggu Subuh, nulis, beberes kerjaan, njur lemes sehari semaleman. Sekarang pun belum pulih sepenuhnya. Untung saya sudah antisipasi “cuti” seminggu. Belajar dari pas SR.
Saya jadi tahu kenapa hidup saya begini begitu. Ndak ada protes sama sekali. Apa yang terjadi ya terjadilah. Kehendak Tuhan lebih gampang diikuti daripada bikin acara sendiri. Sejak tahun 2019 boleh dibilang saya kerja tidak ngotot lagi, duit saya kok yo tetep alhamdulillah tetap banyak. Sehat bugar, saya wes ndakpernah pijet😃 Hubungan yo baik baik aja, belum berjodoh ya sudah saya ikhlaskan. Lebih deket sama Tuhan ya jelas itu kerasa banget, biasane males baca Quran wes luwih rajin. 😍 Better life lah nggak terikat target-target.
Happy waktu dulu ikut SR 8, setahun mung nambah satu. Jadi 9 dalam hitung 0 s/d 10. Happy saya belum paripurna karena ada hal yang belum saya ikhlaskan. Bagi saya ngaku belum ikhlas lebih baik daripada muni ikhlas njur jadi penyakit. Karena dampak kerugian dari orang-orang ini ke mana mana. Bahkan kalau orang orangnya datang meminta maaf bayar kerugian pun, mungkin saya akan naboki sampe benjut dulu baru bisa memaafkan. Yo wes, pelan-pelan.🙏
Tidak menuntut diri saya langsung ikhlas. Saya manusia biasa, yang lebih utuh karena mengenali diri lebih baik. Tuhan sudah memberi saya banyak sekali hal terbaik dan keren-keren. Lah banyak orang yang pingin hidup seperti saya. Apalagi kalau postingan saya pas dolan piknik 😃 Percayalah, hidup saya di dunia nyata lebih menyenangkan 😍💖❤💕
Saya legawa, tugas saya mendarmabaktikan hidup sesuai dengan keahlian saya dengan penuh rasa syukur. Lalu Tuhan akan mencukupi semua kebutuhan saya dengan istimewa. Dengan cara Tuhan yang selalu ajaib dan penuh kejutan 😍😍
Terimakasih Tim Soul, terimakasih Bunda Arsaningsih, dr Rastho, dr Tia, Mb Rina, Anditya, dkk yang luar biasa. 😍😍
Saya hanya menshare pengalaman saya bersih bersih jiwa, karena sehat itu tak cuma sehat fisik tapi kudu paripurna sehat jiwa raganya.
*Disclaimer: tidak mengajak berdebat dan berantem, monggo dipikirkan sesuai pemahaman masing-masing. Cuman kalau pas baca ini, hidupmu lagi ruwet banyak masalah yang nggak beres beres, coba deh ikut WSM mana tahu karma burukmu terlalu banyak dan harus dibersihin. Ada banyak orang “merasa baik”, tapi nggak sadar sudah menyakiti dan merugikan orang dan makhluk lain. Kamu nganiaya kucing itu juga karma buruk, jangan anggap enteng balasannya pada hidupmu.
Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Menulis pada realitanya (tidaklah) segampang berbicara. Ada banyak orang yang pandai berbicara, tapi tak pandai menulis. Sebaliknya pun mereka yang pintar menulis, tak selalu pintar berbicara.
Keterampilan lisan dan tulis, seharusnya diseimbangkan. Tujuannya agar orang terbiasa berbicara dengan dasar karena memiliki keterampilan menulis yang baik. Berikut ini permasalahan umum penulisan dan solusinya.
1. Saya Baru, Saya Tidak Bisa Menulis Sebagai guru penulisan, saya sering menemukan tipe yang begini. Padahal menulis ya menulis saja. Ketika anda bicara soal ide, pemikiran, anda bisa menulisnya. Tidak ada rahasia dalam menulis. Semakin orang berlatih, semakin baik jadinya.
Solusi: menulis saja, lupakan soal yunior senior, lupakan tidak bisa menulis. Prinsipnya: menulis menyampaikan sesuatu pada sahabat dekat. Cukup itu dan menulislah setiap hari.
2. Tidak Punya Waktu Yach, kita semua sibuk. Menulis tidak menuntut sekaligus diselesaikan. Menulis hanya memerlukan kesungguhan. 10 menit cukup. Kalau anda tidak punya 10 menit untuk menulis, lupakan saja keinginan memiliki buku; atau anda cukup bayar ghostwriter untuk menulis naskah anda. Menulis memerlukan waktu yang cukup untuk berpikir, merencanakan, menulis, merevisi, dan menulis ulang pekerjaan yang kurang baik.
Solusi: memaksa diri membiasakan 10 menit menulis dengan mengurangi nonton teve, telpon, socmed, chatt, dll. yang tidak produktif.
3. Terjebak Aspek Teknis Sebagian besar penulis pemula terlalu sibuk memikirkan teknis, seperti bagaimana menulis, sumber idenya dari mana, tanda baca, format, dll.
Solusi: menulis saja seperti anda bercerita atau berbicara kepada orang dekat. Teknis itu mudah dibereskan.
4. Duduk Di Depan Komputer, Tapi Tak Bisa Menulis Ya, terlalu banyak ide di kepala, tapi begitu menghadapi komputer, tak satu baris pun bisa ditulis. Anda terlalu banyak memikirkan sebelum menulisnya.
Solusi: anda harus membuat draft untuk memudahkan penulis. Perencanaan dalam bentuk draft tulisan juga membuat kita mudah menulisnya.
Seperti kalau kita baru sekali pergi dari Jakarta ke Jogja dengan mobil, tentu tidak asal jalan. Kita harus memetakan arah, memeriksa mobil dan memastikan tangki penuh, mendengarkan laporan lalu lintas untuk menghindari kemacetan dan rute alternatif, menentukan kapan harus istirahat, dst. yang membuat kita tenang karena tahu bagaimana mencapai tujuan.
5. Menulis Tanpa Pemahaman Setiap penulis dalam menulis naskahnya pasti memiliki tujuan. Tujuan itulah yang harus anda pahami. Tanpa itu, tulisan anda akan ke mana-mana dan tidak jelas.
Solusi: dari awal tetapkan tujuan, apakah tulisan anda untuk hiburan, inspirasi, informasi, laporan, dll.
6. Terlalu Sibuk Dengan Tata Bahasa Menulis tidak sama dengan berbicara. Memang betul. Namun, secara prinsip tidak banyak yang berbeda dari menulis dan berbicara. Ketika orang menulis dengan runtut orang yang membaca akan mudah memahami. Ketika orang bicara dengan tertib orang yang mendengar juga mudah mengerti.
Solusi: abaikan saja soal tata bahasa saat menulis, bereskan pada proses editing ketika semua konsep yang ingin anda sampaikan sudah tertulis.
7. Tidak Memiliki Mentor Banyak penulis lahir secara otodidak, benar. Termasuk saya. Itu lebih karena pada masa itu tidak banyak pelatihan penulisan. Proses menulis menjadi lama dan harus belajar dari kesalahan sendiri. Sekarang dengan banyaknya kelas penulisan, tentu lebih mudah menulis dengan bimbingan mentor.
Solusi: cari mentor yang anda percayai. Anda boleh memilih mereka yang terpercaya dan sudah dikenal dengan karya karya baru.
8. Macet Menulis Di tengah-tengah penulisan, tiba-tiba blank. Merasa tidak pede dengan draft yang sudah disusun. Tidak ada sesuatu yang bagus untuk dituliskan lagi.
Solusi: istirahat saja, lakukan sesuatu di luar penulisan. Macet menulis bisa karena bosan, lelah, kurang materi, kurang sehat, dll. jadi, istirahatlah dan kalau sudah fresh, anda bisa memulai lagi.
9. Keinginan Mendefinisikan Dalam menulis ada banyak kosakata yang tidak biasa yang anda gunakan sesuai bidang penulisan. Anda terlalu khawatir orang tidak mengerti, sehingga sibuk mencari definisi kamus dan tidak menulis materi yang utama.
Solusi: lupakan soal definisi. Tulis saja nanti di lembar tersendiri ketika naskah sudah selesai.
10. Proofreading Ada banyak penulis yang mengabaikan soal pembacaan naskah oleh orang lain. Menganggap dirinya sudah cukup “ahli”. Heloo…. tidak ada seorang penulis pun yang bisa menilai karyanya sendiri. Tetap harus dibaca dan dinilai orang lain.
Solusi: cari orang lain yang objektif. Tidak harus pintar dan sebidang, tapi cukup objektif dan jujur untuk menilai tulisan kita.
Fungsi proofreading sebenarnya lebih seperti ketika kita bikin kue tart untuk orang tersayang, tetapi kita tidak menyadari ada potongan daun buah yang melekat di salah satu sisi cokelatnya. Kebayang, pasti tidak elok dilihat secara keseluruhan. Nah, proofreading tugasnya menemukan potongan yang tidak berguna itu agar bisa diangkat dan kue tart tetap terhidang dengan sempurna.