Kalau Kamu Mudik Lebaran

Lebih kurang situasi mudik lebaran. Ramai, sibuk, banyak orang.

Lebaran tahun ini siy masih agak lama. Tapi lebaran di Indonesia nggak bisa lepas dari mudik. Bahkan banyak keluarga di perantauan tiga bulan sebelum mudik, wes berburu tiket pesawat, kapal, kereta api, bus, travel, dll sarana transportasi mudik.

Yach, lebaran kita memang lebih sering identik dengan mudik. Meskipun nggak semuanya mudik, karena berbagai pertimbangan. Salah satunya mahalnya ongkos transportasi bila tempat domisili dan kampung halaman berjauhan. Terus gitu masih harus bawa banyak orang pula. Jadi yang bisa mudik, bersyukur sajalah.

Kisah mudik sering membuat saya “jungkir balik” hati dan perasaan ngadepin ragaman sikap, omongan, nyinyiran orang-orang –yang apesnya mung jumpa setahun sekali. Tapi yach, dengan sering menutup telinga, nggak usah dimasukin hati; yang begitu biasanya wes lupa kalau sudah tiba di perantauan lagi.

Berikut ini catatan saya tentang mudik. Mungkin bisa dijadikan cerminan.

1. Pastikan niatmu mudik untuk silaturahmi, menyambung persaudaraan yang (mungkin) lama tidak bersua. Niat baik akan membuat semua terasa ringan. 

2. Jangan pamer; rumah baru, mobil baru, pasangan/pacar baru, anak baru, tas/barang branded, perhiasan serenteng gambreng, pangkat jabatan baru, gelar baru, dll. Selain nggak manfaat, bisa bikin orang sebel.

3. Jangan nyinyir julid kepada kawan, keluarga, saudara; kenapa belum nikah, kenapa bercerai, kenapa belum punya anak, kenapa belum kerja padahal lulus S2, kenapa masih numpang mertua/ortu meski sudah lama nikah, kenapa masih ngontrak, kenapa mobilnya itu itu saja, kenapa nggak kerja sayang dong sekolah tinggi-tinggi, kamu kok gendutan, kamu kok makin kurus kering apa nggak diurus suami/istrimu, dll sejenis kenapa yang bikin situasi nggak enak.

Percayalah, kamu nggak pernah tahu perjuangan mereka untuk pada sampai tahap yang kamu tanyakan dengan sekedar kenapa. Hidupmu sendiri belum tentu “pas” di mata orang lain. Coba pikirkan kalau “yang dianggap nggak pas” itu jadi bahan julidan pertanyaan pihak lain. Tentu kamu nggak akan senang.

Dengan menimbang begini, mungkin kamu bisa lebih mengontrol “mulutmu” untuk tidak bertanya hal-hal yang lebih sering bikin orang nggak enak hati.

4. Kontrol makanmu. Walaupun di mana- mana suguhan makan minum enak, pikirkan porsi kalorinya. Jangan sampai pulang mudik kamu penyakitan gegara kebanyakan makan. Sedikit angka timbangan naik bolehkah, tapi segera menambah porsi olahraga agar normal kembali.

5. Kontrol pengeluaranmu. Banyak bocil krucil yang harus diberi angpao. Pun saudara kerabat. Ini jumlahnya bisa sangat banyak.

Tahu sendiri, anak anak kecil pas ldbaran main jauh jauh ke tetangga desa, demi dapat angpao. Karena mereka nanti akan berhitung dan pamer dengan sesama saudara atau teman, siapa yang angpaonya paling banyak.

Pastikan kamu memberi angpao sesuai kemampuan. Jangan berlebihan hanya biar disebut “kaya”. Ingat, lepas mudik, masih banyak keperluan hidupmu.

Eeh, kalau nggak ada angpao, nggak ngasih juga nggak usah merasa bersalah. Karena keselamatan hidupmu lebih penting daripada memberi angpao pada orang lain.

6. Kontrol penampilanmu. Sekaya apapun kamu, ya nggak harus semua barang kamu tentengin di badan. Ntar kamu malah kayak ondel ondel dan jadi omongan orang.

Mobilmu lima ya nggak perlu kamu boyong semuanya ke kampung. Kecuali untuk mengangkut saudara kerabatmu mudik lebaran, itu mungkin beda cerita.

7. Kalau ke tempat wisata, jaga keselamatan. Lebaran. Liburan. Tempat wisata biasanya penuh. Jaga diri. Simpan barang-barang berharga di rumah. Patuhi aturan.

Kalau dilarang turun ke laut misalnya, ya jangan nekat. Jangan mati sia sia gegara kenekatan atau kekonyolanmu.

8. Kalau kamu datang ke orang tua dengan anak anakmu, urus makan tidur mereka. Jangan membebani orangtua atau saudaramu lainnya. Ingat, anak anak itu tanggunganmu dengan pasangan. Bukan urusan orang tua dan saudara/iparmu.

9. Kalau kamu dibawain oleh oleh banyak, pastikan kamu membalasnya di lain waktu. Jangan cuma seneng mendapatkan. Itu akan jadi karma buruk yang mengurangi jatah rezekimu secara tidak langsung.

10. Jaga sikap. Kamu boleh sudah menjabat, kaya, dan sukses. Jangan sombong. Roda terus berputar. Kamu tidak pernah tahu masa depan orang lain.

Well, kayaknya itu yang saya ingat. Biar mudikmu bikin semua senang. 🥰 Selamat mudik. Selamat lebaran. Mohon maaf lahir dan batin 🥰🙏

Ari Kinoysan Wulandari

Ide-Ide Tulisan

Baik karya kecil atau besar, sederhana atau rumit; semuanya berasal dari ide.

Ide adalah kunci pokok penulisan. Tanpa ide kita nggak bisa menulis apa-apa. Dari mana ide diperoleh? Bisa dari mana saja. Yang paling penting untuk diingat, ide nggak bisa dicari, tetapi harus ditemukan. Berikut ini beberapa hal yang perlu kita ketahui berkaitan dengan ide.

  1. Ide harus menarik, penting, dan bermanfaat.
  2. Ide tidak harus selalu baru, mungkin hanya perlu inovasi dan modifikasi dari yang sudah ada.
  3. Ide bisa lahir dari pengalaman, pengamatan, dan imajinasi. Salah satu saja sudah cukup banyak untuk menulis.
  4. Ide bisa diperoleh dengan bertukar pikiran, membaca, silaturahmi, olahraga, menari, berwisata, main musik, atau bahkan sekedar mendengar berita dan mengintip social media.
  5. Jangan alergi dengan kegiatan di luar penulisan, ide umumnya lebih banyak dari dunia di luar penulisan.
  6. Jadilah orang yang terbuka dan mudah membaur dengan segala kalangan. Di sana ide bertebaran dengan bebas dan tinggal menunggu kita tangkap.
  7. Setiap ide yang muncul kapan saja, sebaiknya didokumentasikan. Terserah caranya. Bisa ditulis tangan, bisa diketik, bisa direkam, bisa dipotret, bisa divideokan…. yang penting jangan sampai kehilangan ide hanya karena tidak mendokumentasikan.
  8. Cek-cek bank ide. Tiap bulan bersihkan yang tidak penting, simpan ide yang bisa diubah jadi naskah dan diuangkan.
  9. Kalau bener-bener nggak punya ide, jangan memaksa diri. Tinggalkan saja urusan penulisan, mungkin perlu istirahat, wisata, atau sekedar bermain dengan binatang piaraan atau silaturahmi.
  10. Saat mulai menulis, prioritaskan ide yang disukai orang, yang kita kuasai, yang gampang menulisnya, dan banyak atau mudah referensinya.

Percayalah, kalau sudah jadi penulis…. akan begitu banyak ide, bahkan rasanya 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 4 minggu sebulan, 12 bulan setahun terasa begitu cepat untuk menyelesaikan ide menjadi satu buku/film yang bagus. Biar ringan, prioritaskan ide yang simpel. Tulis yang gampang saja. Biar karyanya cepet banyak dan produktif.

Yang mau tahu lebih banyak soal ide bisa ngecek dan baca di buku ini:
*Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!
*Jadi Penulis Skenario? Gampang Kok!
*Jadi Penulis Produktif? Gampang Koq!

Ari Kinoysan Wulandari

Beginilah Sebaiknya Ending Cerita

Ending Cerita Rakyat biasanya sudah ada pakemnya.

Dari banyak bagian cerita, menulis ending kadang menjadi hal yang sulit. Ending sering menjadi ingatan panjang atau dilupakan begitu saja oleh pembacanya. Oleh karena itu, membuat ending perlu perhatian ekstra. Mari kita cek-cek tentang ending.

  1. ENDING atau akhir cerita sering menjadi bagian yang ditunggu-tunggu oleh pembaca atau penonton film. Jadi, jangan sia-siakan harapan mereka. Berikan ending yang sangat surprise atau tidak terpikirkan oleh mereka.
  2. ENDING merupakan bagian fiksi yang sangat penting. Ini dapat menjadikan cerita bisa ditulis atau menghentikan tulisan kita.
  3. JK Rowling menulis ending serial Harry Potter sebelum buku pertamanya diterbitkan. Cara ini membuatnya yakin bahwa seluruh peristiwa yang terjadi sebelumnya haruslah menuju ending dan membimbingnya untuk menulis serial yang panjang tersebut.
  4. Menulis novel bisa dimulai dari ending terlebih dahulu. Sebagian besar penulis melakukan hal ini, karena dengan demikian ia tahu apa tujuannya menulis. Menulis novel dengan ending lebih dulu, biasanya juga membuat lebih semangat karena “seolah-olah cerita sudah selesai”.
  5. Pada saat merancang ending, kita harus yakin dan membuat ending yang efektif sesuai dengan plot serta planning cerita dari awal.
  6. Pada umumnya ending terdiri dari tiga jenis, yaitu HAPPY ENDING (bahagia), SAD ENDING (sedih), dan CLIFF HANGER (menggantung, terbuka, diserahkan pada persepsi pembaca atau penonton).
  7. Setiap penulis bisa memilih jenis ending yang paling disukainya. Tidak masalah apakah happy ending, sad ending, atau cliff hanger, yang penting penyajiannya istimewa. Bisa diambil dengan ungkapan-ungkapan yang istimewa atau peristiwa yang luar biasa.
  8. Kadang-kadang naskah yang sudah selesai berbulan-bulan, masih dibiarkan oleh penulisnya karena merasa belum mendapatkan ending yang pas dan sesuai.
  9. Ending mungkin hanya bagian kecil. Namun dampaknya luar biasa. Ending sering menjadi bahan pembicaraan dan diskusi dibandingkan dari keseluruhan cerita dalam sebuah novel. Jadi, berikan porsi yang lebih banyak untuk menggarap ending agar mendapat ending yang terbaik.
  10. Cara membangun ending yang efektif:
    Ini hanya contoh format untuk penulisan cerita fiksi yang sederhana, anda bisa mengembangkan sendiri.

OPENING:
Tiga orang pendaki memutuskan untuk mendaki Puncak Mount Everest karena hanya gunung ini yang belum mereka taklukkan.

BUILD UP:
Mereka mulai mendaki tanpa mengatakan kepada siapapun, karena mereka tahu hal itu berbahaya dan pasti akan dilarang oleh keluarga mereka.

DILEMMA:
Satu pendaki jatuh, tetapi dapat diselamatkan dari kematian. Sayangnya, dia terluka parah dan kakinya patah.

EVENTS:
Tiga pendaki terpaksa menghabiskan malam dengan tidak nyaman di gunung. Suhu dan cuaca memburuk. Pendaki yang terluka dan patah kaki, semakin parah sakitnya.

ENDING:
Happy Ending
Salah satu pendaki memiliki suar untuk meminta pertolongan dan ketiga pendaki dapat diselamatkan oleh tim penyelamat.

Sad Ending:
Helikopter datang menyelamatkan mereka, tapi sudah terlalu terlambat. Pendaki yang terluka meninggal.

Cliff Hanger:
Pendaki yang terluka menyuruh kedua pendaki lain turun mencari bantuan. Yang terluka tinggal sendirian dan berusaha menahan sakit. Apakah dua pendaki yang turun akan kembali dan menolongnya?

Nah, kalau ingin cepat mahir membuat ending, anda bisa berlatih membuat ending dari cerita tersebut. Menulis adalah masalah praktik dan berlatih. Teori penulisan hanya pendukung agar kita tidak salah jalan.

Happy Writing, Be a Good Writer 🙂

Ari Kinoysan Wulandari

Kalau Kamu Harus Jadi Generasi Sandwich

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Seseorang sebut saja A curhat kepada saya bahwa dia merasa “sakit hati” dengan ucapan kawan kawan sejawatnya yang mengatakan bahwa dirinya kerja bertahun-tahun (sudah lebih dari lima tahun) tapi nggak punya apa-apa. Bahkan motornya pun masih motor lama yang dibeliin bapaknya untuk kuliah dulu. Mereka nggak tahu kalau dirinya menanggung ibunya yang sakit (sekarang tinggal kontrol rutin dan beli obat) dan adiknya yang masih kuliah di luar kota.

 Yach, dialah tulang punggung keluarga setelah bapaknya meninggal (tentu tanpa pensiunan) dan ibunya tidak bisa lagi berdagang karena sakit). Itu sudah sejak adiknya kelas dua SMA dan kini hampir selesai kuliah.

Intinya kalau istilah sekarang, kondisi dia ini disebut generasi sandwich, orang yang bekerja dengan tanggungan ganda di luar dirinya.

Dia meminta saran masukan saya untuk menghilangkan sakit hati dan kejengkelannya itu. Duuuz, kisahnya mengingatkan pada saya kisah yang juga saya alami tahunan silam. Jadi alih alih langsung memberikan saran ABCDZ saya memilih menceritakan pengalaman hidup saya.

Saat bapak saya meninggal (tentu tanpa pensiunan atau warisan), keluarga saya beneran terpuruk. Kami berenam saudara (mestinya bertujuh, satu sudah meninggal) belum ada yang kerja mapan, belum mentas, masih kemruwet sekolah, hutang bapak ibu banyak dan di mana-mana, dan tentu saja ibu yang nggak bekerja. Keluarga besar? Ehm, bukankah lumrah ya kalau kita terpuruk mereka justru menjauh? Silakan terjemahkan sendiri keadaan itu.

Saya sebagai anak sulung kayak dibanting jatuh terhempas dari pohon kelapa yang tinggi. Sakit, remuk, bingung, putus asa. Kerja pun dengan duit yang belum seberapa, untuk menopang makan kami sehari hari saja tidak cukup.

Itu yang membawa saya melamar ke Kompas karena saat itu gapoknya wes standar Jakarta 5 jutaan (tahun 2000-an) dengan lain lain fasilitas bisa terima 7 juta tiap bulan. Kayaknya lebih cukup daripada gaji saya sebagai editor buku di Jogja yang mung kisaran 700 rb an setiap bulan. Eeh, tapi Jogja memang begitu sejak dulu ya. UMR rendah yang sampai sekarang pun belum sampai 2 juta. Sudah hampir 25 tahun dari saya mulai kerja saat itu. Pokoknya kalau cari uang, Jogja bukan pilihan.

Pikir saya, kalau saya dapat 7 juta, dengan biasa hidup 700 rb an, lainnya bisa memback up ibu dan adik adik saya. Tapi yo takdir Allah, saya gagal karena sakit parah dan nggak bisa datang ke wawancara. Oh ternyata ini jalan Allah untuk bawa saya ke Multivision Jakarta. Wes gak pake test, gak pake ribet ini itu, dan gajinya lebih besar dari harapan saya saat melamar di Kompas.

Yo wes, hidup lebih “terjamin” nggak cuma buat saya, tapi seluruh adik dan ibu saya. Itu pun masih sering kami jungkir balik. Adik saya ada yang berhari hari terpaksa tidur pindah pindah mesjid, di stasiun, di terminal, nebeng temennya karena nggak berani ke kos; lantaran belum bayar kos beberapa bulan.

 Adik saya yang lain ada yang harus cuti kuliah dan kerja dulu, demi saudara lainnya tetep bisa sekolah.  Yach karena duit saya itu harus dibagi-bagi, mana yang beneran urgent dan nggak bisa ditunda. Beneran ruwet mumet. Belum lagi tahu-tahu adik saya yang lain sakit dan butuh biaya tidak sedikit.

Teror penagih hutang, DC, rentenir pun tidak kurang kurang jadi momok mengerikan bagi kami. Sampai ada yang kelewatan dan itu pas saya di rumah. Saya mengatakan kalau ibu saya tidak lari, tidak kabur. Semua jelas. Rumahnya ada. Orangnya ada. Anak anaknya ada. Hanya memang belum ada uang untuk bayar hutang dan tidak ada barang berharga yang bisa diberikan.

Kalau dia berlebihan kelewatan mengancam keselamatan ibu dan saudara, saya akan lapor polisi sebagai teror dari rentenir. Ya kan rentenir ini bank plecit tidak berizin, yang sebenarnya bisa dipidanakan. Saya bilang, saya yang menanggung hutang-hutang ibu dan pasti akan saya bayar. Lagipula belum dibayar kan dia juga tetep ngitung bunganya. Kenapa ribet banget.

Pokoknya banyaklah keribetan saat itu. Tapi ya syukurlah kami rukun tidak beributan antar saudara. Lalu satu adik saya lulus kuliah, kerja, ikut memback up lainnya. Berikutnya lulus lagi saudara yang lain, bekerja dan turut membantu. Begitu seterusnya sampai si bungsu lulus sarjana.

Sekurangnya saya ada di masa itu selama 15 tahun; sampai semua hutang bapak ibu lunas. Termasuk menyelamatkan rumah ibu yang bertahun tahun sertifikatnya ada di tangan pemberi hutang.

Baru setelah itu semua, saya mulai “menata” hidup saya sendiri. Sekolah, keliling Indonesia, menapaki jalan untuk keliling dunia, menekuni hobi yang lain. Tidak terpikir ada beban untuk ibu atau adik adik saya lagi. Mereka sudah mandiri, ibu juga lebih terjamin; karena salah satu adik laki laki saya menanggung hidupnya setiap bulan. Tentu saya dan saudara lainnya juga tidak lepas dari mengirim uang untuk ibu secara rutin. Tidak jadi pikiran. Tidak ada yang perlu dicemaskan.

Yang perlu saya garis bawahi; kadang kita memang harus “terpaksa” jadi generasi sandwich dengan beragam sebab alasan atau keadaan. Tapi dari pengalaman saya:

1. Memberi batas yang tegas pada diri saya; kuatkan diri secara layak baru membantu. Ya kerja di Multivision memberi saya lebih dari cukup dana untuk hidup saya dengan baik dan menanggung lainnya. Selama kerja, saya tidak pernah utang dari kantor ataupun menarik uang dari kartu kredit untuk urusan ini. Semua murni dari penghasilan yang memang boleh dihabiskan.

Seperti standar keamanan penerbangan saat kondisi darurat, pake maskermu dulu sebelum pasangkan masker orang. Selamatin dirimu dulu, sebelum nolongin orang lain.

2. Fokus untuk menyelesaikan masalah, bukan mendengar omongan orang. Juliders tidak terhitung, pencaci maki banyak, yang suka menghina, meremehkan tidak terhitung. Tapi kalau fokus solusi, tidak akan ambil pusing dengan beragam omongan yang tidak membantu tapi malah merusuh hati itu.

3. Membuat dealing dengan yang ditanggung, sampai kapan harus dibantu. Saya memberi batasan saudara-saudara saya 3 bulan setelah lulus kuliah, semua fasilitas kiriman dihentikan. Jadi mereka harus mandiri dan kerja sebelum masa kiriman dihentikan.

4. Menghitung seluruh utang dan menanyakan semua pihak pemberi utang, bagaimana toleransi mereka atas utang utang itu. Ada beberapa yang membebaskan, kami nggak perlu bayar. Ada yang boleh dicicil. Ada yang boleh  dibayar kapan saja ada uang. Ada yang maksa harus cepet dibayar. Ada yang bunganya tinggi sekali. Ada yang bunganya ringan. Jadi dengan tahu itu semua, kami bisa menentukan prioritas yang harus dibayar dulu.

5. Saya dan saudara juga melarang ibu utang dengan alasan apapun, dan siapapun pemberi utang tanpa sepengetahuan kami, tidak akan kami tanggung pengembaliannya. Tujuannya biar nggak ada utang tambahan atau utang baru.

6. Untuk masalah utang utang ini, saya bersyukur betul karena kuliah. Jadi sekurangnya wawasan hukum, birokrasi, aturan ini itu cukup ngerti dan bisa cari info yang bener.

Orang ngancam begini begitu, ya kita balas dengan kasih tahu aturan yang berlaku. Lhah kita itu nggak ada niatan mangkir bayar utang, cuma duitnya belum ada.

7. Yang dibantu juga harus dimandirikan secara finansial dan sadar untuk survive. Kalau saya, karena memandang satu satunya cara untuk memangkas kemiskinan itu sekolah tinggi; ya sekurangnya sarjana itu jadi modal dasar untuk bisa kerja layak. Jadi, yang saya usahakan bagaimana saudara saudara saya sarjana. Ya, setelah itu mereka bisa kerja sesuai kelayakan masing masing.

8. Di luar pekerjaan saya di Multivision saat itu, di hari sela atau liburan, saya tetap menulis, menerjemahkan, dan tentu belajar untuk upgrade ilmu keterampilan. Biar tetap update dan bisa menambah uang dari jalur non pekerja tetap.

Uang dari sinilah yang sebagian saya tabung untuk diri sendiri, seberapapun besar dan berat tanggungan saya untuk keluarga. Intinya tetap menabung untuk diri sendiri.

9. Berdoa dan meminta Tuhan ambil alih semua beban, saat semua terasa begitu berat. Nangis keras pas usai tahajud pun boleh. Karena curhat sama Tuhan pasti didengar dan tidak akan bocor oleh mulut ember.

10. Setelah semua beres, saya tidak pernah lagi beribetan ini itu. Saudara saya sama kuatnya satu sama lain. Semuanya sarjana. Semuanya kerja sesuai pilihan masing-masing.

 Bahkan mereka sekarang jauh lebih mapan dan kaya (versi saya) dibandingkan saya. Dan tentu saja, saya juga tidak jadi tanggungan mereka. Saya ya tetap kerja mandiri. Tidak minta ini itu pada saudara. Saya mensyukuri semua itu sebagai pengalaman yang menguatkan kami semua.

Saya mengatakan pada si A, mungkin dari pengalaman saya; dia bisa bersepakat dengan adik satu satunya; bagaimana ke depannya. Asal dengan saudara rukun aja, masalah seberat apapun pasti bisa selesai. Tidak usah terlalu menghiraukan omongan orang. Kita menanggung ujian masing masing. Menolong orang tua dan saudara, pasti berbalas langsung. Saya sekarang toh yo baik baik saja, yo tetep hidup layak sesuai standar umum.

Ini adalah bagian dari perjalanan hidup saya. Alhamdulillah, semua sudah lewat. Terimakasih ya Allah atas penyertaan-Mu yang istimewa ❤ Terimakasih dan cinta untuk semua saudara saya yang luar biasa ❤ Terimakasih untuk cinta dan doa Ibunda yang tidak pernah berhenti menyemangati kami semua ❤ Bagi saya, hidup memanglah untuk menyelesaikan masalah satu demi satu dengan bergantung kuat pada sang Maha Pencipta ❤

Ari Kinoysan Wulandari

Tips Memperbaiki Novel

Novel yang terbit di penerbit mayor biasanya sudah melewati proses perbaikan berulang kali.

Setelah naskah novel selesai, endapkan dulu, lalu lakukan perbaikan atau editing pribadi. Hal-hal yang perlu dicek:

  1. Salah ketik; sepele tapi suka bikin sebel editor. Jadi, tolong jangan ada salah ketik.
  2. Judul; apa sudah keren dan bikin penasaran? Kalau belum, carilah bantuan untuk memperbaikinya.
  3. Cerita logis atau tidak; misalnya ketemu pertama kali jatuh cinta, itu logis; tapi ketemu pertama kali langsung bilang cinta, itu tidak logis.
  4. Terlalu banyak kebetulan…. hayo, ngaku saja, pasti banyak yang begitu; tokoh nggak saling kenal tahu-tahu ketemu di mall, tahu-tahu ketemu juga di rumah teman; dalam novel tidak ada yang kebetulan harus berprinsip IF – THEN, jika A maka B, dst.
  5. Alur kedodoran; misalnya di halaman pertama diceritakan si tokoh baru kelas satu SMA, tanpa ada penjelasan atau apapun tahu-tahu lulus SMA. Harus jelas, harus cepat alurnya, tidak boleh lompat-lompat.
  6. Dialog; jangan sampai (larangan banget) tokoh satu sama lainnya ngomongnya sama. Periksa juga gaya bahasa yang digunakan.
  7. Adegan per adegan; apakah benar-benar penting dan memajukan cerita atau cuma omong-omong pepesan kosong. Adegan per adegan yang bagus bisa dibangun dari konflik yang bagus.
  8. Karakter tokoh harus realistis; heeei banyak-banyaklah melihat dan membaca orang, tidak ada seorangpun di dunia ini yang sempurna.
  9. Setting; hayo, sekali lagi cek apakah realistis, bisa diterima, termasuk kalau setting novelnya dunia fantasi. Cek juga point of view atau sudut pandang penulisannya, harus konsisten.
  10. Opening, inti, ending…. apakah sudah sesuai; kalau sedih buatlah aura sedih, kalau gembira buatlah aura gembira, kalau komedi buatlah tertawa dari awal sampai akhir.

Nah, ternyata cukup banyak juga kan yang harus dicek saat EDITING PRIBADI. Menulis memang nggak gampang-gampang amat 😀 tapi pasti menyenangkan kalau selalu bahagia.

Ari Kinoysan Wulandari

Tiga Model Opening Cerita

Jodoh Cinta terbitan Malaysia.

Opening Cerita memegang peranan penting dalam karya fiksi. Keberhasilan cerita jenis apa saja, dimulai dari openingnya. Opening yang bagus, akan mengikat pembaca untuk menyelesaikan bacaannya.

Opening yang keren akan membuat penonton menyelesaikan film yang ditontonnya. Biasanya dalam proses penilaian naskah pun, opening sangat menentukan. Banyak editor atau juri yang langsung menghentikan proses pembacaannya ketika openingnya tidak jelas, mbulet, tidak ketahuan konflik atau tokohnya.

Sekurangnya ada tiga model untuk membuat opening cerita. Anda bisa mengikuti mana saja yang paling cocok. Kadang-kadang penulis “yang mahir” bisa menggabungkan ketiganya dalam satu moment yang tepat.

Dialog
Ini cara yang paling gampang karena kita langsung mengetahui tokoh-tokohnya.

“Kevin, perlambat laju kapal!” seru Kapten Steve Joe. Kevin segera menuruti perintah Sang Kapten.

Tindakan
Suara peluit melengking membuat seluruh awak kapal melompat untuk menjadi yang pertama. Mereka berlarian dari arah yang berbeda. Satu sama lain sesekali bertabrakan berusaha mencari jalan tercepat. Waktu makan memang selalu menjadi acara paling heboh dalam kapal pencari harta karun milik Kapten Steve Joe.

Deskripsi
Siang itu, laut berkilau seperti perak ditimpa sinar matahari. Gelombang laut menjilati lembut badan kapal yang terayun pelan. Angin bertiup datar dengan aroma menyegarkan. Bendera kapal yang berlogo segitiga emas berkibar lemas seolah ingin istirahat. Bendera tua yang menjadi saksi lamanya kapal tersebut mengarungi lautan. Camar laut berputar-putar di sekitar kapal. Situasi yang tenang dan damai. Tak ada seorang pun yang tahu petualangan yang akan dihadapi Kapten Steve Joe dan anak buahnya.

Nah, bagaimana dengan opening cerita anda? Mana yang anda pilih, semua terserah anda. Mana saja yang terbaik menurut anda bisa digunakan.

Happy Writing, be a Good Writer 🙂
Jadi Penulis Skenario? Gampang Kok!
Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!
Ari Kinoysan Wulandari
Griya Kinoysan University

Apakah Wajib Menulis Menggunakan Outline?

Penulisan yang paling sederhana sekalipun akan lebih mudah menggunakan outline.

Apakah wajib menulis menggunakan outline? Jawabannya jelas tidak wajib. Ada sejenis penulis yang otaknya sudah dengan detail menyimpan outline tulisannya. Jadi dia tidak “bikin” outline fisik lagi.

Sementara penulis yang lain, merasa menggunakan outline itu wajib. Sudah ada outline saja, masih ke sana ke sini nulisnya; apalagi blank tanpa persiapan.

Nah, mari kita cek pentingnya menggunakan outline saat menulis. Sekali lagi, outline tidak wajib; tapi kalau mau tulisan selesai lebih cepat; buatlah outline yang rapi.

  1. Jangan percaya kalau ada penulis yang mengatakan kalau ia tidak memerlukan outline atau draft kasar untuk penulisannya 🙂 Kalaupun ia mengatakan seperti yang setipe “tidak pakai outline” itu pasti karena ia sudah terlatih menulis secara proporsional dan biasanya penulisan yang “tidak terlalu sulit” atau “sederhana”. Dengan demikian, ia cukup kuat menyimpan semua draft penulisan dalam ingatan atau memori otaknya.
  2. Sebelum membuat outline, patuhi aturan ini: miliki keberanian menulis buruk karena itu proses menuju menulis yang terbaik.
  3. Bagi yang terbiasa menulis, outline sering sudah cukup untuk menjadi “proposal” kepada pihak ketiga. Tentu saja dengan presentasi yang benar.
  4. Selesaikan membuat outline secepat mungkin. Kita dapat melihat gambaran lengkap cerita. Ini akan membuat kita lebih semangat.
  5. Mantapkan outline semaksimal mungkin. Dengan begitu, kita tidak tergoda mengubah-ubah cerita pada saat menulis.
  6. Outline memberikan kepada kita bentuk “pasti” dan “terlihat”. Kita mudah menambah bagian yang kurang dan mengurangi bagian yang berlebihan.
  7. Outline adalah penyelamat kita dalam penulisan. Setiap kali kita mulai bawel “ke sana sini” maka outline akan mengingatkan kita, ke mana cerita hendak dibawa.
  8. Outline membantu kita untuk memikirkan tentang struktur yang benar dalam cerita, bagaimana opening, konflik, karakter, ending, dll.
  9. Dengan outline, kita dapat membayangkan cerita dari awal sampai akhir, sekaligus memikirkan berapa lama kita akan menulisnya.
  10. Outline akan menolong ketika kita menulis dalam waktu yang panjang. Kita tak perlu menyimpan “cerita” dalam ingatan kita. Cukup melihat kembali outline dan bisa kembali menulis.

Happy Writing, Be A Good Writer 🙂

Ari Kinoysan Wulandari