Memilih Penerbit yang Baik

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Kadang sebagai penulis, kita masih berpikir penerbit yang baik itu seperti apa. Dari berbagai jenis penerbit, kiranya pertimbangan berikut dapat kita jadikan acuan.

  1. Periksa buku-buku terbitannya di toko buku, kalau terus menerus, dan selalu ada dalam jumlah banyak, umumnya penerbitnya mapan secara finansial.
  2. Periksa update di internet. Internet menyediakan informasi apa saja tentang penerbitan buku. Ada banyak kabar yang bisa kita cari tahu dari internet. Cari yang bagus.
  3. Tanya ke penulis dan pihak-pihak lain yang pernah berhubungan atau bekerja sama dengan penerbit yang bersangkutan.
  4. Gabunglah di komunitas-komunitas yang berkaitan dengan dunia penerbitan. Biasanya, di komunitas lebih terbuka dan blak-blakan. Berita apa saja umumnya dishare. Kalau berita baik biasanya tidak sampai heboh, tapi kalau berita buruk umumnya banyak orang yang tahu.
  5. Datang ke workshop penulisan dan workshop-workshop yang berkaitan dengan dunia penerbitan. Biasanya di sana ada sharing tentang penerbitan yang bagus.
  6. Coba temui pihak penerbit sebelum bekerja sama. Tatap muka dan diskusi, biasanya memberikan kita gambaran penerbitannya seperti apa.
  7. Menyesuaikan tulisan yang dikirim dengan visi misi penerbit. Jangan sampai buku kita religi, tapi mengirimnya ke penerbit yang hanya menerbitkan buku pertanian, misalnya.
  8. Menyesuaikan kemampuan penulisan dengan penerbit yang dikirimi. Maksudnya, kalau kita penulis yang baru sama sekali dan tidak ada link, tidak salah kok mencoba ke penerbit kecil yang profesional dan bagus. Kemungkinkan diterima dan diterbitkan lebih besar.
  9. Memilih penerbit melalui perantara atau agensi. Sekarang sudah banyak agensi naskah. Biasanya mereka lebih kenal medan penerbitan. Yang penting, pilih yang baik.
  10. Gunakan intuisi. Ya, tiap orang beda-beda. Kadang-kadang ketika harus mengambil keputusan dalam waktu cepat, mau menerima tawaran kerja sama atau tidak, sementara saya tidak banyak tahu hal tentang partner baru ini, saya menggunakan hati dan intuisi saya. Melihat kondisi yang terlihat pada mata pikiran saya. Kalau di hati kok rasanya bagus, biasanya saya ikuti. Kalau rasanya tidak bagus, meski tawarannya terlihat “menggiurkan” saya pilih meninggalkannya.

Nah, selamat mencoba. Silakan kalau ada yang mau menambahkan.

Ari Kinoysan Wulandari

Lebaran: si Bungsu di Rumah Ibu

Lepas sholat Ied Hari Raya Idul Fitri tahun 2024 di masjid dekat rumah ibu. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Lebaran tahun ini saya mudik lebih awal daripada tahun-tahun sebelumnya. Karena Jumat aktivitas kampus sudah berakhir, saya sudah langsung teng go… jam pulang langsung pergi; meskipun cuti bersama lebaran dari pemerintah baru mulai hari Senin, 3 hari kemudian atau tanggal 8 April 2024.

Saya juga tidak menunggu saudara dan ipar saya untuk mudik dengan bermobil bersama. Yach, pulang naik kereta api. Sore hari saat tiba di Stasiun Tugu, suasana cukup ramai; tapi tidak terlalu penuh. Belum terasa arus mudik. Atau karena jalur kereta eksekutif tidak sepadat kereta ekonomi, saya kurang memperhatikan.

Perjalanan 4 jam dari Jogja ke Tulungagung ya nggak terasa, karena terjeda waktu buka di kereta. Saya membawa bekal makan minum sendiri, sehingga bisa buka dengan tenang. Oh iya, di kereta api Malabar yang saya tumpangi; tersedia juga gerbong makan dan mushola darurat. Jadi tenanglah kalau nggak sempat bawa bekal. Terus lalu lalang petugas yang menawarkan makan minum juga banyak. Pokoknya bawa duit aja aman sudah 😀🙏

Tiba di rumah ibu, saya beneran “makan dan tidur” kerjaan saya. Lha semua sudah ada. Sampai saya bingung, nanyain apa yang perlu saya kerjakan. Ah tidak ada. Ibu saya wes nyiapin jajanan lebaran jauh hari. Wes nyiapin aneka zakat dan sedekah berbagi juga jauh hari. Jadi di hari-hari terakhir Ramadan, saya beneran berasa bisa pol-polan ibadah tanpa perlu mikirin “nanti makan buka/sahur apa ya”. Di rumah orang tua, memang selalu beda.

Lalu jelang akhir Ramadan ibu saya minta agar saya ngecat tembok dapur. Yahahaha… pasti nggak percaya, kalau di rumah kami; nggak laki nggak perempuan semua harus bisa kerja. Mo urusan dapur sampai pertukangan listrik semua kudu bisa.

Karena nganggur ya saya kerjakan. Saya minta adik saya beliin catnya. Lalu nyiapin peralatannya; timba, kuas, kepi, dll. Saya lalu membersihkan tembok yang agak hitam kena bekas api masak memasak, mencucinya, baru mengecat dan membersihkan lantainya. Lumayan setengah hari kerja fisik pas puasa, berasa juga laper hausnya…😀🙏

Tapi ya senang karena ibu turut senang. Bukan nggak mau panggil tukang, tapi karena wes dekat lebaran dan kalau kerja cuma segitu nanggung pula bayar tukang. Dapur ibu pun jadi lebih bersih. Tembok depan samping tungku kompor jadi terlihat terang kembali.

Lalu lebaran tiba. Berasa beneran sepi banget rumah ibu. Karena empat saudara saya dengan pasangan dan anak anaknya masih pada di rumah mertuanya sana. Terus gitu, tetangga kiri kanan juga berasa sunyi karena pada mudik ke kampung halaman masing-masing.

Jadi saya berangkat sholat ied ya berdua dengan ibu. Pulang mohon maaf lahir batin. Berasa betul kalau sebutan “si kecil” ini kena di saya. Si bungsu yang belum menikah yang harus tinggal sama ibu saat lebaran 😀🙏

Lalu saya mendoakan untuk almarhum bapak saya yang berpulang pas lebaran, hampir 15 tahun silam. Masih tetap terasa sedihnya saat itu. Tapi ya kita tidak bisa mendikte takdir. Allah sudah mengatur semuanya dengan baik.

Lalu berhamburanlah tamu tamu datang sampai tidak ada jeda. Ya ampun, kaget saya dari mana asal orang orang itu pada datang di rumah ibu. Oh ya, biasanya juga begitu. Tapi kalau ada saudara-saudara saya, jadi nggak perhatian. Ini karena sendiri sama ibu saja jadi tahu kalau keluarga besar kami itu banyak banget. Orang Jawa, garis ibu atau bapak semua dihitung 😀🙏

Sekurangnya lebaran pertama saya beneran sibuk jadi tukang laden dan juru foto dadakan. Ditertawakan banyak keluarga karena “lebih gemuk” dibandingkan tahun tahun lalu. Ah ya, sebenarnya bukan lebih gemuk tapi mungkin mereka melihat saya lebih gembira saja dibandingkan sebelumnya.

Tamu tamu masih terus datang. Dan tentu rumah ibu akan penuh sesak kalau pasukan dari saudara dan ipar ipar saya beserta seluruh anaknya sudah datang ke rumah ibu. Dan tentu si bocil bocil pasti dengan enteng mengkavling kamar saya sebagai tempat tidur mereka. Belum teriakan makan ini itu yang kurang. Siapa yang kelamaan di kamar mandi. Angpaoku mana. Mainanku di mana. Dll keribetan yang khas lebaran.

Lebaran ya setipe begitu dari tahun ke tahun. Tapi selalu bikin rindu kita untuk pulang ke rumah orang tua. Happy Iedul Fitri. Selamat berlebaran. Mohon maaf lahir dan batin. ❤️🙏

Ari Kinoysan Wulandari

Kita Darurat Etika Sosial?

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Beberapa waktu yang lalu, kita dikejutkan dengan berita heboh korupsi Harvey Moeis (HM) yang ditaksir menyebabkan kerugian negara sebesar 271 Trilyun.

Lalu beberapa hari kemudian sang istri HM, Sandra Dewi yang dipanggil untuk bersaksi di pengadilan, dengan penampilan yang superceria tanpa rasa malu masih bisa menyapa wartawan tanpa rasa berdosa. Sama sekali. Berasanya di hati saya, kok cacat etika betul.

Seolah olah 271 T itu adalah hak suaminya. Atau mungkin sudah tahu kalau korupsi di Indonesia hanya didenda 1 milyar saja? Hukuman penjara? Ah biasa, nanti juga kena remisi terus nggak sampai enam bulan sudah bebas. Dan tetap kaya raya dengan seluruh aset nya yang trilyunan itu.

Saya tidak hendak mengomentari, karena proses hukum sedang berjalan. Tetapi melihat banyak kasus korupsi di Indonesia yang berakhir baik baik saja bagi pelaku, istri, anak anak dan keluarga besarnya; rasanya hukum kita itu memang hanya tajam untuk rakyat jelata. Sungguh menyedihkan.

Lalu berita yang rame banget tentang seorang pegawai Pertamina yang memarkir mobil sembarangan, diingatkan karena membuat macet malah balas membentak dan meludahi pengemudi lain; yang berbuntut pemecatan. Sungguh harga yang mahal untuk emosi sesaat. Cacat etika yang tidak akan bisa ditebus sepanjang hidupnya.

Berikutnya berseliweran pula sesorang perempuan berbaju merah (saya tidak ingat namanya); yang karena memaki seorang lelaki (body shaming) lalu dipukul dan diludahi, sementara di seberang sana terlihat ada lelaki dan keluarga yang hanya bengong saja. Tidak tergerak melerai, atau menengahi agar tidak terjadi penganiayaan. Sungguh cacat etika yang dipertontonkan secara vulgar. Si perempuan yang memaki salah, si lelaki yang memukuli salah, si penonton pun (rasanya) juga salah.

Ini semua ada di timeline beranda sosmed saya. Sementara sehari hari kita menyaksikan banyak kali peristiwa “cacat etika” yang bikin hati ngenes. Versi saya ini adalah bukti nyata kegagalan pendidikan dasar di negara kita. Karena sejak lama kita meniadakan pendidikan etika dan budi pekerti. Mungkin kita sudah dalam keadaan darurat etika sosial.

Orang menjadi “beringas”, “brutal” secara verbal dan non verbal. Menganggap salah itu biasa selama mereka punya uang, punya kuasa. Orang tidak lagi menimbang kepentingan umum, yang penting dirinya benar. Yang penting dirinya untung.

Lalu akan menjadi seperti apa bangsa ini di masa depan? Sulit memikirkan. Dalam ranah sederhana, mari kita cek keluarga kita saja. Pastikan bahwa kita, pasangan, anak anak, cucu, dll orang yang berada dalam satu rumah dengan kita; sudah mengenal dan menerapkan etika sosial dengan benar. Tidak hanya sekedar “benar” menurut versinya, tapi benar secara aturan umum.

Dengan begitu, sekurangnya mulut kita nggak ringan memaki orang. Kita juga nggak akan main serobot antrian, parkir sembarangan, korupsi tanpa rasa berdosa, dll bentuk tindakan tidak beretika yang merugikan pihak lain. Dan pada akhirnya merugikan diri sendiri.

Semoga jadi perenungan kita bersama bahwa persoalan besar sedang kita hadapi. Sebenarnya kita tidak sedang baik baik saja. Mari kita jaga lingkungan terdekat kita, mulai dari keluarga kita lebih dulu.

Ari Kinoysan Wulandari

Mencermati Soal Judul Tulisan

Pesan buku wa.me/6281380001149 atau langsung ke andipublisher.com

Bagi sebagian penulis, masalah judul adalah urusan mudah. Sementara bagi penulis yang lain, judul urusan yang rumit. Yach, sulit atau mudah, setiap naskah tetap harus ada judulnya. Berikut ini hal hal yang perlu kita cermati tentang judul.

  1. Judul adalah identitas; nama untuk buku, jurnal, cerpen, novel, artikel, film, sinetron, dll. yang menjadi ruh dari keseluruhan karya.
  2. Tidak pernah ada patokan baku dalam membuat judul, bebas. Mau pendek, mau panjang, terserah penulisnya. Asal mudah diingat dan mewakili gambaran isinya. Tapi ada juga yang senang dengan judul-judul yang menipu, artinya judul tidak mewakili isinya. Kalau saya pribadi, tidak memakai judul yang begini.
  3. Judul-judul dengan konsep bagaimana, biasanya menarik: Cara Jitu Mengatasi Jerawat.
  4. Judul dengan kata-kata gampang atau yang bersinonim biasanya disenangi orang: Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!
  5. Judul yang memuat kata-kata cerdas dan rahasia biasanya disenangi: Cerdas Memilih Rumah Sakit.
  6. Judul dengan kata cinta dan yang setipe (love, asmara, dll) umumnya bestseller: Tahajud Cinta, Love Banget Sama Rasulullah.
  7. Judul dengan ikon-ikon yang unik sering jadi pusat perhatian: Kingkong Jatuh Cinta, Hot Chocolate
  8. Judul yang kontroversial biasanya mengundang perhatian. Namun kalau sampai isinya tidak kontroversial, orang tetap tidak mau membaca. Hati-hati dengan judul kontroversial karena bisa memicu masalah.
  9. Nilai positif. Bagi saya pribadi ini sangat penting. Segala sesuatu yang baik dan positif lebih disenangi daripada sesuatu yang buruk dan negatif. Kalau pun ada judul-judul yang sedih dan negatif, itu terserah saja. Tapi secara prinsip orang lebih senang yang baik dan positif. Bahkan, kisah sangat sedih sekalipun biasanya tetap diberi judul yang baik dan positif.
  10. Judul dengan nama orang/nama tokoh sangat boleh. Pastikan nama itu benar-benar unik dan memiliki sesuatu yang layak dijual.
    Setiap penulis bebas memilih dan menentukan judul. Yang pasti judul adalah hal yang pertama kali dilihat orang. Jadi harus membuat rasa penasaran, eyecatching, unik, tapi familiar. Nah, selamat memikirkan judul-judul naskah anda 🙂

Happy writing, Be a Good Writer 🙂

Ari Kinoysan Wulandari
Griya Kinoysan University

Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!
Jadi Penulis Skenario? Gampang Kok!
Jadi Penulis Produktif? Gampang Kok!
Jadi Penulis Nonfiksi? Gampang Kok!

Manfaat Praktis Menyelesaikan Naskah

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

“Mbak Ari, kalau penilaian dan proses terbit buku di penerbit mayor sangat lama dan ribet bagaimana cara kita produktif menulis? Kan produktivitas kita ditentukan dari seberapa banyak karya yang dipublikasikan?”

Jawabannya ya tidak usah menunggu hasil penilaian dan kapan selesainya proses
buku terbit. Terus saja menulis untuk kepentingan yang lain. Artinya kita punya timeplanner sendiri untuk kinerja penulisan kita.

Setiap kali telah menyelesaikan naskah, cukup istirahat, ya mulai menulis lagi. Masalah ditolak atau revisi, itu urusan nanti. Dengan begini, naskah yang kita selesaikan cukup banyak.

Oh iya, tentu untuk bisa begini, secara umum urusan finansial kita sudah selesai ya. Artinya anda tidak dikejar target kerja untuk menghasilkan uang demi kebutuhan sehari-hari. Keperluan anda sudah terpenuhi, sehingga tetap bisa menulis dengan tenang. Kalau anda masih dikejar kerjaan pokok untuk pemenuhan hidup sehari-hari, anda harus rela mendahulukan kerja utama. Terlebih bila menulis belum menghasilkan uang.

Kalau kita berhasil menyelesaikan satu naskah, itu banyak sekali manfaatnya secara pribadi. Sekurangnya saya mencatat beberapa hal manfaat praktisnya:

  1. Menuangkan ide secara tuntas dan lengkap. Kalau sudah lengkap, naskah bisa dieksekusi; dijual, diterbitkan, dll.
  2. Mendisiplinkan diri untuk menyelesaikan tulisan. Ini disiplin paling berat, terutama kalau tidak ada komitmen, sanksi, atau hadiah. Cari partner yang bisa jadi reminder ketat.
  3. Menepati janji pada diri sendiri. Iya ini berkaitan dengan deadline yang kita buat. Kadang karena untuk diri sendiri, kita lebih sering mangkirnya daripada menepati.
  4. Berani mengambil resiko (ditolak media/penerbit). Membuat naskah baru tanpa konsultasi penerbit, ini murni kerja keras yang gambling. Kalau sudah profesional biasanya siy sudah paham mana yang layak terbit atau enggak, tapi kalau sampeyan baru; carilah mentor/konsultan sebelum bikin naskah lengkap. Biar kerja nggak sia sia.
  5. Berhasil memotivasi diri untuk menyelesaikan tulisan. Iya ini tantangan. Tapi percayalah, kalau kita bisa menyelesaikan satu naskah, lebih mudah menyelesaikan naskah kedua dst.
  6. Menata pikiran lebih konstruktif untuk urusan lain. Sekurangnya kita akan jadi orang yang mikir dulu sebelum nyablak bicara. Ini bisa menyelamatkan kita dari banyak hal.
  7. Memberi ruang pribadi untuk lebih kreatif. Biasanya kalau saya baru menyelesaikan satu naskah, sudah terpikir ide lain yang bisa jadi muncul saat saya menuliskan ide sebelumnya.
  8. Mampu menyampaikan gagasan secara terstruktur. Dalam dunia kreatif, penulis nggak hanya nulis; dia harus mempresentasikan proposalnya, mengisi kelas kelas, mengisi acara promosi dll. Dengan terlatih menulis runtut, bicara pun jadi lebih tertata dan nggak belepotan.
  9. Mengetahui kekurangan pemikiran dengan membaca ulang. Ini manfaat yang hanya bisa kita peroleh saat menyelesaikan naskah.
  10. Mengurangi beban psikologis dengan menulis. Banyak hal terjadi setiap hari. Mental dan pikiran kita bisa penuh lelah, tapi menuliskannya telah mengurangi beban mental kita, membuat kita lebih sehat, rileks, dan pastinya nggak mudah stres atau depresi.

Jadi, kalau manfaat menulis begitu banyak, kenapa hanya “tidak menulis”
karena takut ditolak penebit atau lama menunggu proses buku terbit?

Banyak cita-cita besar yang diwujudkan dengan mulai menuliskannya. Jangan takut menulis buruk, karena semua tulisan baik (sering kali) berasal dari tulisan yang sangat buruk.

Ari Kinoysan Wulandari

Mengumpulkan IDE Tulisan

Kucing kencan. Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Ada banyak jalan menuju Paris. Ada seribu satu cara penulis menemukan ide dasar penulisannya. Pun tidak kurangnya strategi untuk mengembangkan ide penulisan.

Biasanya ide tulisan yang brilliant dapat diperoleh dari beragam cara. Setiap penulis beda cara dan metodenya. Namun sekurangnya ide tulisan dapat diperoleh dari hal hal berikut.

1. Curhat teman.
Jadi, kalau ada yang curhat dengarkan saja. Kasih perhatian dan nanti tuliskan kisah mereka dalam versi fiksi anda.

2. Semua tentang buku.
Kenapa saya bilang semua tentang buku? Ya, karena semua buku —-baik itu di perpustakaan, di toko buku, di toko online, di katalog, majalah, koran, artikel, jurnal, dan lain-lain; adalah sumber ide yang luar biasa. So, baca dan cermati.

3. Segala yang berkaitan dengan film.
Senada dengan buku, maka segala yang berkaitan dengan film, entah itu resensi film, premier, film, sinetron, festival film, editing film, produser dan ph, semuanya adalah sumber ide yang tak pernah habis.

4. Mimpi.
Punya mimpi besar dan takut untuk dicap gila oleh orang-orang sekeliling? Tuliskan saja!

5. Pengalaman pribadi.
Tiap orang adalah pribadi yang unik dan menarik, maka pasti punya pengalaman yang spesial yang tidak dimiliki orang lain. Tuliskan, kemas, sajikan.

6. Travelling.
Siapa yang hobi travelling? Maka perjalanan itu akan jadi catatan cerita panjang yang menarik. Tiap daerah punya kekhasan yang akan memperkuat setting cerita kita.

7. Hobi.
Yang nggak punya hobi, cari deh! Karena hobi itu menyehatkan dan terapi ampuh untuk sehat dan panjang umur. Nah, kalau sudah punya, cari tahu lebih dalam tentang hobi kamu, bergabung di klub-klub hobi, lalu tuliskan apa saja yang menjadi urusan hobi kamu. Mudah bukan?

6. Blog walking.
Kalau baca-baca blog, Web, facebook, ig, twit, tiktok, youtube, teman-teman pasti ada cerita serunya. Nah, di sana sumber ide yang tak pernah habis.

7. Pekerjaan.
Ini gudang tantangan dan sekaligus gudang ide. Cari tahu lebih dalam pekerjaan anda, tekuni lebih cermat, dan tuliskan. Hasilnya pasti luar biasa.

8. Budaya.
Konsep budaya Indonesia konon dianggap sebagai budaya yang paling kaya dan heterogen di seluruh dunia. Apa saja ada di Indonesia.

Bersyukurlah kita jadi warga negara Indonesia. Mau menulis apa saja dari sudut pandang mana saja, bisa. Mari tuliskan budaya Indonesia dalam buku atau film-film yang menawan.

Masih bisa bilang kekurangan ide? Selamat berburu ide 😃


Ari Kinoysan Wulandari

Pelangi dan Tujuh Bidadari

Pelangi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Dalam berbagai mitos Cerita Rakyat
di Nusantara, pelangi itu tangga bidadari turun ke Bumi dan atau kembali ke Kahyangan; jumlahnya selalu tujuh 😍
Padahal yang menikah dengan jejaka Bumi itu selalu satu dan pasti kembali ke Kahyangan; rada nyebelin kenapa nggak happy ending selama-lamanya 😂


Dalam berbagai versi pula, mereka inilah yang menurunkan garis raja-raja dan keturunannya. Hampir di semua kisah begitu. Ya wes ben, namanya raja ya istimewa ndak mau disamakan dengan rakyat; sebutan darahnya aja biru 😄😅

Lalu banyak versi sesepuh mengatakan tujuh itu dalam bahasa Jawa berarti pitu, yang artinya pitulungan atau pertolongan. Kalau dirunut cerita bidadari mungkin yang paling tua berasal dari Tanah Jawa (dari Negeri Majapahit yang kemudian menguasai Nusantara).
*
Dan konon lelaki perempuan menikah kalau jumlah weton (hari lahir dan pasaran lahir dalam versi budaya Jawa) perhitungannya tujuh, maka hidupnya akan selalu mendapatkan pertolongan Tuhan. Ketika itu, meski dalam hati nyekikik —saya sungguh takberani terang-terangan bilang tidak percaya; ndak kuwalat sama orang tua😅


Iseng saya kambuh, bertanya hitungan saya dan seseorang😅 Lalu dihitunglah dengan cepat; 25 yang berarti jumlah tujuh. “Jadi Mbak Ari, kalau menikah sama dia mau kena badai apapun, pertolongan Tuhan akan selalu hadir. Hidup bahagia, berkelimpahan, saling cinta, ada anak-anak, dan rukun sampai akhir hayat.”

Jeda. Saya seperti sedang dibaca 😁😂 “Kalau jodoh tidak akan ke mana, Mbak Ari.” Ujungnya klise banget kan 😂🤣 Haha…. kadang fun aja mendengarkan sesepuh memberi kuliah, meski hati saya tidak bersepakat.

Ari Kinoysan Wulandari