Siapa Yang Tidak Mencari, Justru Malah Ketemu

Kami di Rektorat UNS. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
.
Pagi-pagi sekali, salah satu kawan baik saya kirim WA yang mengingatkan agar saya memberikan selamat dulu kepada kawan baik saya lainnya; yang baru saja dilantik sebagai Dekan FIB UNS.
.
Ya, Dr. Dwi Susanto, S.S., M.A. yang biasa saya panggil Mas Dwi atau Pak Dwi dalam situasi formal itu sudah bergeser dari Kaprodi Sastra Indonesia, ke Dekan FIB UNS. Tentulah saya mengikuti reminder teman saya untuk mengucapkan selamat. Karir yang cemerlang di usia yang masih belia 😀
.
Saya satu almamater Sasindo FIB UGM beda angkatan; tapi baru berasa lebih kenal ketika harus bolak balik ngisi workshop penulisan dan industri kreatif di FIB UNS. Dan saya tersenyum simpul teringat pertemuan terakhir; saat sosok ini berapi-api menceritakan kepada saya lelahnya jiwa raga saat jadi kaprodi. Apalagi pas akreditasi 😀😅
.
Termasuk mengingatkan saya agar tidak sering-sering mengajaknya ke rektorat UNS. Karena versinya kalau mereka para petinggi itu ingat dirinya, tugas-tugas dan gaweyannya bisa-bisa akan bertambah terus. Pokmen kalau bisa jadi dosen biasa saja; ngajar plus tridarma PT untuk memenuhi BKD dan beres sudah. Sosok yang luar biasa ini, karena pagi sore nglaju Jogja Solo dengan KRL. Pagi buta, saat saya belum bangun mungkin sosok ini sudah berangkat ke stasiun demi tugas mulia: jadi dosen.
.
Tentu saya ngakak mendengar semua kisahnya. Lah kan biasanya orang-orang yang tidak mencari jabatan itulah, yang tiba-tiba saja ketiban sampur harus bertugas dan menjabat. Karena yang menilai kan orang lain. Jadi, yach seperti itulah. Mas Dwi yang kayaknya nggak mau kena tambahan tugas, lha kena tugas juga. Bukan lagi kaprodi, tapi dekan 😀🤩
.
Apapun itu, selamat ya Mas Dwi. Selamat juga untuk Mamanya Kinan dan anak-anak yang mensupport karir suami dan bapaknya. Selamat bertugas. Semoga amanah itu membawa manfaat dan kebaikan untuk keluarga, FIB, UNS, dan masyarakat luas. 😍🙏
.
Ari Kinoysan Wulandari

Lava Bantal: Bantal-bantal Lava

Salah satu sisi Lava Bantal. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Kami nggak berencana ke Lava Bantal, tapi karena jalan pulang melewati tempat ini dan adik saya belum pernah ke sini; mampirlah sejenak. Ini hanya kisaran 10 km saja dari rumah saya. Cedhak banget. Biasanya saya ke sini kalau bersepeda. Biarpun 10 km saja, PP kalau naik sepeda pancal yo lumayan kakinya 😀
.
Lava Bantal ini termasuk artefak geologi yang konon umurnya wes 56 juta tahun. Terbentuk dari lava pijar yang bersentuhan air (bisa laut, danau, sungai) dengan tidak sempurna, lalu terbentuklah lava dingin, membeku, dan membatu. Karena bentuknya di sini mirip tumpukan bantal, disebutlah Lava Bantal.
.
Tempat ini strategis di pinggir jalan. Sarpras wisata wes komplit. Areal parkir luas. Warung jualan makan minum banyak. Ada joglo tempat untuk duduk-duduk atau sarasehan. Kalau akhir pekan, para pesepeda sering ngumpul di sini. Istirahat, makan makan, eksplorasi, foto-foto, dll. Banyak juga wisatawan lokal yang datang.
.
Tiket masuknya ada atau enggak, saya lupa. Pas kami datang siy, nggak ada petugasnya. Kayaknya nggak ada tiket masuk deh. Tapi kalau parkir sepeda 1rb, motor 2rb, mobil 5rb, bus 10rb. Harga makan minum ya biasa, sesuai harga di kampung malahan. Wes pokmen murah meriah. Siapkan fisik dan kakimu kalau mau eksplor sampai jauh di areal ini ya. 😀

Ari Kinoysan Wulandari

Mengatasi Ketakutan

Saya berada di ketinggian 3 meteran dari tanah di Dieng. Ya memanjat baru duduk begitu. 😀 Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

KinoysanStory

.
Pagi-pagi saya ditanya soal mengatasi ketakutan. Kawan ini sudah lama pingin dagang online, sudah belajar, sudah ada barang dan supplier, kerjasama kurir, tapi takut begini begitu… dan terutama “omongan orang”.
.
Saya… dan mungkin kita semua pasti punya banyak ketakutan dalam hidup ini. Terutama ketakutan yang berasal dari pikiran sendiri. Jadi, belajar dari pengalaman; yang saya lakukan:

  1. Mencari tahu sebab takut; tidak bisa, tidak punya ilmu, tidak pernah, atau tidak mau.
  2. Mencari solusi, kita takut karena tidak bisa itu biasanya karena tidak punya ilmu, ya kudu cari guru. Ikut kelas, ikut workshop yang sesuai. Kalau takut karena tidak pernah, ya coba saja, lakukan saja; kalau gagal ya diulang lagi. Kalau tidak mau karena bukan passion, ya sudah; jangan membahas, jangan memikirkan untuk mencoba-coba.
  3. Jangan terlalu masukin hati omongan orang. Sering kali omongan itu cuman numpang lewat daripada tidak bicara.
  4. Lebih baik gagal mencoba daripada menyesal seumur hidup karena tidak pernah mencoba. 🙏
  5. Sebelum melakukan apa yang anda takutkan, pikirkan bahwa anda sudah niat, punya ilmu, ada pengawal/guru, dan siap gagal untuk berlatih lagi.

*Saya takut air, tapi saya mencintai laut, senang turun ke bawah laut dan melihat pemandangan bawah laut. Saya takut melihat ketinggian dari bawah, tapi saya banyak mendaki, memanjat pohon-pohon tinggi dan besar. Saya takut melewati ruang kaca di ketinggian gedung dengan lautan luas di bawahnya, toh saya melakukan. 😃🙏 Bisa begitu saja? Enggak. Ada orang-orang yang jadi guru saya dan mengatakan bahwa saya bisa. Saya hanya perlu melakukan, bukan hanya memikirkan. Apalagi terlalu memikirkan omongan orang.
.
Selamat mencoba apa saja yang anda takutkan. Kadang itu hanya ketakutan dalam pikiran kita.
.
Ari Kinoysan Wulandari

Gua Sentono (Gua Jepang) di Berbah

Tampak depan Gua Sentono. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Setelah dari Gua Jepang Jogotirto, saya dan adik saya turun ke arah Gua Sentono. Kami melewati areal Candi Abang, lalu turun ke arah kota. Gua Sentono ini juga Gua Jepang, tapi bangunannya luwengan pertapaan candi. Terbukti ada relief dan tempat sesajen (cmiiw).
.
Saya menduga bangunan itu sudah ada, semasa dengan pembuatan Candi Abang. Karena bentuknya luwengan dengan tiga lorong (pintu) itulah, lalu dimanfaatkan oleh Jepang sebagai salah satu fasilitas militer. Kemungkinan ini hanya sebagai tempat transit.
.
Di sini ya mung seareal itu, sekira 300an meter. Dari warung atau parkir ya mung 20 meter, dari jalan raya sekitar 50 meter. Ke guanya ya tetap perlu naik 5-7 meteran, kakimu tetap kudu kuat yes. 😀
.
Di sini juga nggak ada tiket masuk, nggak ada petugas. Tapi pengunjung ada yang foto-foto; dan di areal lorong luwengan masih tersisa jejak kalau tempat itu barusan digunakan untuk semedi atau bertapa 😀 Kamu mau ikutan bertapa di situ? Siapa tahu dapat harta karun 😆😅
.
Ari Kinoysan Wulandari

Gua Jepang Ada Berapa?

Salah satu sisi di dalam Gua Jepang di Jogotirto, Berbah, Sleman. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Pas adik saya menyebut mau ke Gua Jepang, saya langsung bilang jauh; karena saya sudah pernah ke Gua Jepang di Kaliurang; yang jalan setapak menuju guanya menanjak dan sempit, kirinya jurang😁😅 Haish, pokmen bukan jenis wisata ramah kaki dan energi 😅😂
.
Dia bilang dekat Candi Abang, satu areal (cek catatan saya sebelumnya di FB). Jadilah begitu. Dari Candi Abang kami melipir ke Gua Jepang Jogotirto. Kalau ke sini, mobil parkir di warung bawah Candi Abang. Mobil kecil pun terlalu riskan untuk lewat jalan ini. Motoran bisa. Saya kurang tahu, kalau hari ramai pengunjung apakah tersedia ojek ke tkp atau tidak. Beneran sepi daerah ini. Jadi kalau kamu bawa mobil, dan nggak ada ojek yaa siap-siap kaki rada gempor; sekira 3 km pp ke gua dari tempat parkir. 😄😁 Nggak ada petugas, nggak ada tiket masuk.
.
Berarti di Jogja ada 4 Gua Jepang; Kaliurang, Berbah (ada 2 gua), dan Pundong. Silakan cek-cek datang ya 😀 Seperti Gua Jepang lainnya di Indonesia, gua ini juga terdiri dari 4 lorong (pintu); biasanya 3 atau 4 lorong. Sementara kedalaman atau panjang lorongnya berbeda-beda. Kalau yang di Jogotirto ini pendek saja lorongnya. Mungkin luasan areal muat untuk pasukan 1 kompi. Di dalam juga gelap, namanya saja gua. Jadi pastikan kalau masuk, kamu nggak ada phobia tempat gelap.
.
Kalau sampeyan sudah menengok gua-gua Jepang di Lhokseumawe, Bukittinggi, Tomohon, Ambon, Biak, dll kota besar di Indonesia; akan tahu efektifnya Jepang menguasai Indonesia dalam kurun 1941-1944 saja. Dalam waktu singkat mereka bisa membuat salah satu kelengkapan militer yang praktis fungsional di hampir seluruh Indonesia. Kerja rodi tentu saja. Sing nyambut gawe ya bangsa kita.
.
Jumlah Gua Jepang ada berapa? Ada banyak di seluruh Indonesia. Coba saja tengok, di kotamu ada atau enggak. Kalau kotamu termasuk kota kunci, kota besar, atau kota pusat di masalalu, biasanya ada Gua Jepang.
.
Selain yang di sini, ada juga Gua Jepang lain yang lebih kecil. Sebutannya Gua Sentanareja. Bukan riil bangunan Jepang, tapi saya catat nanti saja di cerita berikutnya. Waktunya nyambutgawe dulu 😀
.
Ari Kinoysan Wulandari

Candi Abang Yang Membara 😀

Penampakan Candi Abang. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Candi ini terletak di dusun Candi Abang, Kelurahan Jogotirto, Kapanewon Berbah, Sleman. Sekitar 15-an km dari rumah saya. Baru kali ini saya ke sini. Itupun karena adik saya yang mengajak.
.
Kami datang sudah siang, panas membara. Saya sempat ragu untuk masuk, melihat sepinya areal ini. Ibu warung bilang, tadi pagi ada petugas. Karena sepi, petugasnya pergi. Dia memastikan kalau kami bisa masuk meski tidak ada petugas.
.
Kami berjalan sekira 300 meter untuk masuk areal candi. Batu-batu tangga beranjak naik semakin tinggi. Kiri kanan hanya jati-jati yang meranggas karena kemarau panjang. Saat kami sampai, ada tiga remaja tanggung yang sedang foto-foto di candi. Tidak lama, pas kami berkeliling, mereka sudah pergi.
.
Candi ini dinamakan Candi Abang karena terbuat dari batu bata merah (Jw: abang). Bentuk candi mestinya piramida; tapi karena belum dipugar terlihat seperti bukit. Ukuran areal candi ini sekira 40×40 m dan berada di ketinggian.
.
Candi ini konon (belum pasti) dibangun pada masa Mataram Kuno, tapi dari penelitian random umur batu bata, diperkirakan usia candi ini lebih tua dari candi-candi Hindu di sekitaran Jogja. Kita tunggu saja kalau ada rilis data terbaru.
.
Saya dan adik saya membincangkan banyak kemungkinan dari candi ini. Mulai dari pembuatan, fungsi, bentuk, dll. Dari bahannya saja, candi ini berbeda dari kebanyakan candi di DIY Jateng yang mayoritas terbuat dari batu kali, bukan batu bata.
.
Bentuknya yang gundukan, piramida, kemungkinan dari tradisi Hindu. Ada alas yoni, penanda Dewa Siwa berbentuk segi delapan, bukan segi empat seperti biasanya. Jelas ini bukan suatu yang tanpa maksud.
.
Luas areal candi yang hanya 40×40 meter itu, juga pasti ada tujuannya. Kenapa kok hanya ada satu candi, fungsinya apa. Ada banyak pertanyaan yang memerlukan jawaban; tapi yach itu tugas arkeolog dan sejarawan untuk mengungkap data faktanya. Kita siy happy-happy aja menikmati candi-candi sebagai warisan budaya nenek moyang😀
.
Sejal awal penemuannya tahun 1915, candi ini mengalami beberapa kali perusakan masif. Karena bentuknya yang seperti gundukan tanah; lalu muncul penjarahan. Candi ini dikira tempat menyimpan harta karun. Harta karunnya ya batu bata kuno itu.
.
Bahkan di tahun 2002 pun masih terjadi perusakan berat pada candi karena rumor harta karun. Orang kita ya, kalau dengan harta kayaknya banyak yang nekat dan ngawur😄😆 *Jadi ingat riil drama politik negeri kita. Demi harta tahta keluarga, banyak aturan dan etika ditabrak tanpa rasa malu.
.
Nah, kamu kalau tertarik ke Candi Abang, sebaiknya datang pagi atau sore; saat matahari bersinar ramah. Bisa duduk-duduk melepas penat, foto-foto/video, lari-lari bebas atau hanya melihat view hijau dari ketinggian.
.
Aksesnya lumayan gampang karena berada di tepi jalan raya. Sarpras wisata sudah lumayan komplet. Tiket masuk? Karena gak ada petugas, saya gak bayar. Lupa juga tanya ibu warung. Tapi pasti murah meriah atau mungkin juga nggak ada. Jadi tengoklah sebelum nanti candi direhab secara besar-besaran dan tiketnya jadi berasa😀
.
Ari Kinoysan Wulandari

Ada Yang Rindu Tempat Ini?

SGPC legend di Jogja. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Saya surprise pas ditanya kang parkirnya, “Mbak, sudah lulus tahun berapa?”
.
Eh, wajah saya familiar ya; pikir saya. Atau mungkin suara saya yang khas banget, alto besar, sehingga orang mudah ingat kekhasan saya. Padahal saya wes gak inget orang ini. “Tahun 2016, Pak.”
.
“Oh, belum sepuluh tahun, masih baru. Monggo, selamat bernostalgia, Mbak.”
.
Hayaaah, kang parkirnya nggak tahu kalau saya tinggal di Jogja. Tahun 2016 itu tahun saya lulus S-3 UGM dan kayaknya terakhir mampir ke warung yang makanannya bukan favorit saya. Saya nggak suka makan sayur; termasuk pecel. Biasanya ke sini, mengantar kawan. Pun hari ini, ngeterke adik kesayangan saya yang doyan banget makan pecel.
.
Oh ya, di sini juga masih sama model bayarnya dari dulu kala. Pesan, diambilkan, makan minum dulu, baru bayar. Nggak dicatat lho. Pas saya tanya, ntar kalau saya lupa, kabur, bagaimana?”
.
“Kalau lupa besok pasti ke sini lagi, bayar dobel,” kata mase kasir sambil tersenyum.
.
Adik saya sampai memastikan itu. Karena di Jakarta kayaknya saya nggak nemu model beginian. Pesan, bayar, baru dilayani makan minum. Itu kebanyakan. Jogja memang beda. Jogja memang istimewa. Pun meski bukan asli Jogja, saya tetap merasa Jogja rumah saya.
.
Monggo yang kangen pecel istimewa ini, cuuus go to Jogja, yes…. ojo lali mampir jumpa saya 😍

Ari Kinoysan Wulandari