Tips Memperbaiki Novel

Novel yang terbit di penerbit mayor biasanya sudah melewati proses perbaikan berulang kali.

Setelah naskah novel selesai, endapkan dulu, lalu lakukan perbaikan atau editing pribadi. Hal-hal yang perlu dicek:

  1. Salah ketik; sepele tapi suka bikin sebel editor. Jadi, tolong jangan ada salah ketik.
  2. Judul; apa sudah keren dan bikin penasaran? Kalau belum, carilah bantuan untuk memperbaikinya.
  3. Cerita logis atau tidak; misalnya ketemu pertama kali jatuh cinta, itu logis; tapi ketemu pertama kali langsung bilang cinta, itu tidak logis.
  4. Terlalu banyak kebetulan…. hayo, ngaku saja, pasti banyak yang begitu; tokoh nggak saling kenal tahu-tahu ketemu di mall, tahu-tahu ketemu juga di rumah teman; dalam novel tidak ada yang kebetulan harus berprinsip IF – THEN, jika A maka B, dst.
  5. Alur kedodoran; misalnya di halaman pertama diceritakan si tokoh baru kelas satu SMA, tanpa ada penjelasan atau apapun tahu-tahu lulus SMA. Harus jelas, harus cepat alurnya, tidak boleh lompat-lompat.
  6. Dialog; jangan sampai (larangan banget) tokoh satu sama lainnya ngomongnya sama. Periksa juga gaya bahasa yang digunakan.
  7. Adegan per adegan; apakah benar-benar penting dan memajukan cerita atau cuma omong-omong pepesan kosong. Adegan per adegan yang bagus bisa dibangun dari konflik yang bagus.
  8. Karakter tokoh harus realistis; heeei banyak-banyaklah melihat dan membaca orang, tidak ada seorangpun di dunia ini yang sempurna.
  9. Setting; hayo, sekali lagi cek apakah realistis, bisa diterima, termasuk kalau setting novelnya dunia fantasi. Cek juga point of view atau sudut pandang penulisannya, harus konsisten.
  10. Opening, inti, ending…. apakah sudah sesuai; kalau sedih buatlah aura sedih, kalau gembira buatlah aura gembira, kalau komedi buatlah tertawa dari awal sampai akhir.

Nah, ternyata cukup banyak juga kan yang harus dicek saat EDITING PRIBADI. Menulis memang nggak gampang-gampang amat 😀 tapi pasti menyenangkan kalau selalu bahagia.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Tiga Model Opening Cerita

Jodoh Cinta terbitan Malaysia.

Opening Cerita memegang peranan penting dalam karya fiksi. Keberhasilan cerita jenis apa saja, dimulai dari openingnya. Opening yang bagus, akan mengikat pembaca untuk menyelesaikan bacaannya.

Opening yang keren akan membuat penonton menyelesaikan film yang ditontonnya. Biasanya dalam proses penilaian naskah pun, opening sangat menentukan. Banyak editor atau juri yang langsung menghentikan proses pembacaannya ketika openingnya tidak jelas, mbulet, tidak ketahuan konflik atau tokohnya.

Sekurangnya ada tiga model untuk membuat opening cerita. Anda bisa mengikuti mana saja yang paling cocok. Kadang-kadang penulis “yang mahir” bisa menggabungkan ketiganya dalam satu moment yang tepat.

Dialog
Ini cara yang paling gampang karena kita langsung mengetahui tokoh-tokohnya.

“Kevin, perlambat laju kapal!” seru Kapten Steve Joe. Kevin segera menuruti perintah Sang Kapten.

Tindakan
Suara peluit melengking membuat seluruh awak kapal melompat untuk menjadi yang pertama. Mereka berlarian dari arah yang berbeda. Satu sama lain sesekali bertabrakan berusaha mencari jalan tercepat. Waktu makan memang selalu menjadi acara paling heboh dalam kapal pencari harta karun milik Kapten Steve Joe.

Deskripsi
Siang itu, laut berkilau seperti perak ditimpa sinar matahari. Gelombang laut menjilati lembut badan kapal yang terayun pelan. Angin bertiup datar dengan aroma menyegarkan. Bendera kapal yang berlogo segitiga emas berkibar lemas seolah ingin istirahat. Bendera tua yang menjadi saksi lamanya kapal tersebut mengarungi lautan. Camar laut berputar-putar di sekitar kapal. Situasi yang tenang dan damai. Tak ada seorang pun yang tahu petualangan yang akan dihadapi Kapten Steve Joe dan anak buahnya.

Nah, bagaimana dengan opening cerita anda? Mana yang anda pilih, semua terserah anda. Mana saja yang terbaik menurut anda bisa digunakan.

Happy Writing, be a Good Writer 🙂
Jadi Penulis Skenario? Gampang Kok!
Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!
Ari Kinoysan Wulandari
Griya Kinoysan University

Please follow and like us:

Apakah Wajib Menulis Menggunakan Outline?

Penulisan yang paling sederhana sekalipun akan lebih mudah menggunakan outline.

Apakah wajib menulis menggunakan outline? Jawabannya jelas tidak wajib. Ada sejenis penulis yang otaknya sudah dengan detail menyimpan outline tulisannya. Jadi dia tidak “bikin” outline fisik lagi.

Sementara penulis yang lain, merasa menggunakan outline itu wajib. Sudah ada outline saja, masih ke sana ke sini nulisnya; apalagi blank tanpa persiapan.

Nah, mari kita cek pentingnya menggunakan outline saat menulis. Sekali lagi, outline tidak wajib; tapi kalau mau tulisan selesai lebih cepat; buatlah outline yang rapi.

  1. Jangan percaya kalau ada penulis yang mengatakan kalau ia tidak memerlukan outline atau draft kasar untuk penulisannya 🙂 Kalaupun ia mengatakan seperti yang setipe “tidak pakai outline” itu pasti karena ia sudah terlatih menulis secara proporsional dan biasanya penulisan yang “tidak terlalu sulit” atau “sederhana”. Dengan demikian, ia cukup kuat menyimpan semua draft penulisan dalam ingatan atau memori otaknya.
  2. Sebelum membuat outline, patuhi aturan ini: miliki keberanian menulis buruk karena itu proses menuju menulis yang terbaik.
  3. Bagi yang terbiasa menulis, outline sering sudah cukup untuk menjadi “proposal” kepada pihak ketiga. Tentu saja dengan presentasi yang benar.
  4. Selesaikan membuat outline secepat mungkin. Kita dapat melihat gambaran lengkap cerita. Ini akan membuat kita lebih semangat.
  5. Mantapkan outline semaksimal mungkin. Dengan begitu, kita tidak tergoda mengubah-ubah cerita pada saat menulis.
  6. Outline memberikan kepada kita bentuk “pasti” dan “terlihat”. Kita mudah menambah bagian yang kurang dan mengurangi bagian yang berlebihan.
  7. Outline adalah penyelamat kita dalam penulisan. Setiap kali kita mulai bawel “ke sana sini” maka outline akan mengingatkan kita, ke mana cerita hendak dibawa.
  8. Outline membantu kita untuk memikirkan tentang struktur yang benar dalam cerita, bagaimana opening, konflik, karakter, ending, dll.
  9. Dengan outline, kita dapat membayangkan cerita dari awal sampai akhir, sekaligus memikirkan berapa lama kita akan menulisnya.
  10. Outline akan menolong ketika kita menulis dalam waktu yang panjang. Kita tak perlu menyimpan “cerita” dalam ingatan kita. Cukup melihat kembali outline dan bisa kembali menulis.

Happy Writing, Be A Good Writer 🙂

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Membahas Tentang Cerpen

Inspirasi Cinta ini bentuk tulisannya cerpen per cerpen. Buku bisa diakses di amazon.com

Banyak orang lebih memilih menulis cerpen daripada bentuk tulisan lainnya. Karena menganggap menulis cerpen bisa pendek, lebih mudah, bisa sekali duduk menulis hingga rampung, nggak banyak konflik. Tapi apa siy sebenarnya cerpen itu?

  1. Cerpen adalah cerita pendek, fiksi berupa prosa dan biasanya disebut lengkap dengan “prosa naratif fiktif”. Tapi sebutan itu tidak populer dan lebih sering disebut cerpen.
  2. Umumnya cerita pendek sekitar 8-10 ribu karakter. Aturan ini bisa lebih kurang sesuai dengan format dan kepentingan.
  3. Cerpen memiliki opening, inti konflik, dan ending. Porsi ini harus dipikirkan agar berimbang dan membaca cerpen menjadi menyenangkan.
  4. Kisah dalam cerpen tidak boleh “terlalu beda jauh” dengan kisah sehari-hari. Kalau beda jauh akan menjadi aneh dan janggal.
  5. Tema cerpen sebaiknya tidak “klise”. Atau kalau terpaksa mengangkat tema klise, pastikan menggarapnya dengan cara yang “istimewa”.
  6. Ide cerita cerpen biasanya berasal dari “karakter yang menarik” atau “plot yang keren”.
  7. Cerpen yang bagus biasanya ada “pesan moral” yang tersirat, bukan tersurat. Pesan moral adalah kesimpulan yang ditarik oleh masing-masing pembaca setelah membaca cerpen. Bukan quote, petikan ayat-ayat, doktrin, dll.
  8. Cerpen umumnya menggunakan dialog lebih banyak daripada narasi. Perbandingan dialog biasanya 70:30, 80:20 atau 90:10 bahkan ada cerpen yang 100 persen isinya dialog semuanya.
  9. Cerpen menggunakan bahasa yang sederhana, praktis, lugas, dan to the point. Jangan bebani pembaca dengan kata-kata puitis yang maknanya tidak langsung diketahui.
  10. Ending harus surprise sehingga pembaca terkesan. Berbeda dengan novel, cerpen sebaiknya endingnya tegas, sad ending atau happy ending. Ini bukan aturan baku, tetapi saat membaca cerpen umumnya orang ingin mendapatkan kepastian apa yang terjadi pada tokoh utamanya.

Menulis satu cerpen setiap minggu sepertinya bisa jadi hadiah untuk menjernihkan pikiran 🙂 Selama satu tahun anda bisa menulis 50 an cerpen yang bisa dibukukan jadi 5 judul buku berbeda. Betapa menyenangkan 🤩

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Mengulas Tentang OUTLINE

Menulis buku akan lebih mudah bila kita menggunakan outline. Buku anak bisa dipesan via wa.me/6281380001149.

Secara prinsip, menulis materi “panjang” akan lebih mudah bila sudah ada gambaran keseluruhannya. Dengan demikian, saat menulis sudah bisa fokus untuk menyelesaikan naskah. Hal ini biasa disebut dengan adanya outline. Mari kita cek hal-hal yang berkaitan dengan outline.

  1. Outline adalah kerangka, regangan, garis besar, guratan, sinopsis global, ringkasan seluruh cerita. Outline merupakan rencana penulisan dengan membuat garis-garis besar dari suatu karangan yang akan digarap; rangkaian ide-ide yang disusun secara sistematis, logis, jelas, terstruktur, dan teratur.
  2. Outline sangat penting sebagai pemandu langkah demi langkah dalam proses penulisan. Outline yang bagus ibarat 80 persen materi siap. Tinggal mengetiknya sebagai bentuk naskah lengkap.
  3. Outline masing-masing penulis sangat tergantung dari karakter dan kepribadian penulisnya. Ada yang garis besar saja, ada yang rinci bab per bab, ada yang lebih detail sampai ke karakter dan adegan. Pilihlah yang paling mudah bagi anda.
  4. Outline yang paling baik adalah outline yang membuat kita bisa fokus dan terus menulis sampai selesai; hindari menilai dan mengatakan outline anda tidak bagus. Harus pede bahkan dari sejak membuat outline.
  5. Apakah boleh keluar dari outline yang sudah dibuat? Tentu saja boleh. Tapi ingatlah, outline dibuat agar kita tidak keluar jalur. Jadi fokuslah pada yang sudah dioutlinekan agar tidak semakin bingung dan naskah segera selesai.
  6. Bagaimanakah mengatasi keinginan untuk mengubah cerita dari outline karena ada ide baru? Berhentilah menulis. Tuliskan ide baru itu dalam kertas/file kerja lainnya. Lalu kembalilah menulis sesuai outline.
  7. Saat membuat outline, sebenarnya kita sudah diajak “merancang” keseluruhan kinerja kita, baik kinerja intrinsik (judul, premis, opening, isi/konflik, dialog, karakter, setting, suspense, ending, dll) maupun kinerja ekstrinsik (segmentasi, berapa lama dikerjakan, kemasan produk, dll).
  8. Bagaimana cara mudah membuat outline? Pakai rumus 5W dan 1H, what: apa ceritanya?; why: mengapa cerita/peristiwa itu terjadi?; where: di mana cerita berlangsung?; when: kapan cerita berlangsung?; who: siapa yang menjadi tokoh ceritanya?; how: bagaimana jalan ceritanya?; jawaban itulah yang menjadi rangkaian cerita dalam novel.
  9. Bolehkah saya menulis tanpa menggunakan outline? Boleh, asal anda bisa menjaga konsistensi cerita secara keseluruhan. Ingat, dengan outline anda tak perlu mengingat-ingat keseluruhan cerita (semisal 200 halaman di otak anda), cukup menuliskannya sebagai outline dan bisa melihatnya kapan saja. Dengan outline kita juga mudah mengetahui kekurangan dan kelebihan format cerita kita.
  10. Kenapa saya sudah pakai outline tapi tetap macet di tengah penulisan? Jawabannya macam-macam; bisa bosan, malas, materi kurang, tidak menguasai materi, dll. Tinggalkan meja kerja. Cari tahu masalah anda, lalu selesaikan. Kalau bosan, refreshing. Kalau malas, cari motivasi kenapa menulis. Kalau materi kurang, tambah lagi dengan browsing, baca, cari narasumber. Kalau tidak menguasai materi, carilah ahli sebagai pendamping.

Happy Writing. Be a Good Writer 🙂
Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!
Jadi Penulis Skenario? Gampang Kok!
Jadi Penulis Nonfiksi? Gampang Kok!
Jadi Penulis Produktif? Gampang Kok!
Ari Kinoysan Wulandari
Griya Kinoysan University

Please follow and like us:

Membahas Setting Cerita

Unforgettable Tokyo. Pesan novel bisa wa.me/6281380001149.

Setting sering disebut dengan latar belakang cerita. Setting sering diidentikkan dengan lokasi cerita. Setting sering dianggap budaya dalam cerita.

Segala hal yang menjadi latar belakang cerita dari awal sampai akhir, itulah yang dimaksud setting.

Pada umumnya setting terdiri dari:

  1. Waktu: kapan peristiwa terjadi, bisa masa lalu, masa sekarang atau (prediksi) masa depan.
  2. Tempat: di mana peristiwa dalam cerita terjadi, misalnya di sekolah, di kantor, dll.
  3. Budaya: adat dan budaya apakah yang digunakan, misalnya budaya Jawa, budaya Betawi, dll.
  4. Suasana: suasana atau situasi dan kondisi seperti apa yang melingkupi cerita dalam novel tersebut; apakah semangat, sedih, gembira, bahagia, dll.
  5. Latar belakang dan kepribadian karakter; apakah karakter di dalam cerita ini orang yang penyendiri, pendengar yang baik, ramah, mudah bergaul, baik hati, dll.

Untuk memudahkan penulisan, di awal-awal bila menulis novel, ambillah setting yang paling kita kenali dan kita kuasai dengan baik. Dengan demikian, kita tidak perlu membuang waktu untuk melakukan penelitian atau riset. Setting yang kita kenal baik, pasti akan memudahkan kita dalam membuat deskripsinya.

Misalnya, kalau kita tinggal di Jakarta setiap hari sibuk dan mengetahui hiruk pikuk kota Jakarta, tentu sangat mudah bagi kita untuk menuliskannya.

Sebaliknya, kalau kita menuliskan setting kota London, sementara kita belum pernah tinggal di sana, tentu butuh waktu banyak untuk melakukan riset atau wawancara dengan orang-orang yang tinggal di London.

Jadi, pilihlah setting yang paling kita kenal untuk mempermudah dan mempercepat pekerjaan kita dalam menulis novel.

Ari Kinoysan Wulandari
Griya Kinoysan University
Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!
Jadi Penulis Skenario? Gampang Kok!

Please follow and like us:

Ritual Sebelum Menulis

Supermarket Supercinta. Pesan novel wa.me/6281380001149.


“Apa ada ritual khusus sebelum menulis?”
Mo ketawa nggak ketawa saya mendapat pertanyaan ini. Jawaban saya: dengan banyak ritual😀

  1. Kudu wes bangun, sadar; karena kalau tidur nggak bisa nulis 😂
  2. Mandi bebersih serapinya, senyamannya, secantiknya seperti orang mau kerja kantoran. Ya ini, semacam penambah semangat.
  3. Makan minum secukupnya biar full energi. Nulis dengan perut kenyang bikin pikiran tenang. Kalau puasa, ya sesuaikan saja.
  4. Rapikan meja kerja. Siapkan perangkat menulis; laptop, draft kerja, buku-buku referensi, alat tulis catat, rekaman, dll kruncilan yang perlu. Setting pada posisi siap pake.
  5. Pasang musik kalau suka. Kalau nggak ya nggak usah ikutan.
  6. Siapkan air minum dan cemilan kalau senang. Bagi pengemil tidak disarankan karena anda bisa ngemil saja tanpa beneran nulis 😂😅
  7. Berdoa dan mulai bekerja. Cek-cek 30 menitan break 1-2 menit biar rehat mata. Kalau sudah 2 jam an sebaiknya berhenti 10 an menit, sebelum kembali nulis.

    Nah ritual itulah yang bikin saya tetap semangat menulis dan cukup banyak tulisan setiap kali kerja.

    Ritualmu beda? Ya gak apa-apa. Tiap penulis punya aturan main berbeda saat mulai kerja 😀👍 Yang penting produktif nulis, sehat, happy, banyak uang, banyak piknik, banyak berbagi 💖🙏

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us: