Bagi sebagian penulis, masalah judul adalah urusan mudah. Sementara bagi penulis yang lain, judul urusan yang rumit. Yach, sulit atau mudah, setiap naskah tetap harus ada judulnya. Berikut ini hal hal yang perlu kita cermati tentang judul.
Judul adalah identitas; nama untuk buku, jurnal, cerpen, novel, artikel, film, sinetron, dll. yang menjadi ruh dari keseluruhan karya.
Tidak pernah ada patokan baku dalam membuat judul, bebas. Mau pendek, mau panjang, terserah penulisnya. Asal mudah diingat dan mewakili gambaran isinya. Tapi ada juga yang senang dengan judul-judul yang menipu, artinya judul tidak mewakili isinya. Kalau saya pribadi, tidak memakai judul yang begini.
Judul-judul dengan konsep bagaimana, biasanya menarik: Cara Jitu Mengatasi Jerawat.
Judul dengan kata-kata gampang atau yang bersinonim biasanya disenangi orang: Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!
Judul yang memuat kata-kata cerdas dan rahasia biasanya disenangi: Cerdas Memilih Rumah Sakit.
Judul dengan kata cinta dan yang setipe (love, asmara, dll) umumnya bestseller: Tahajud Cinta, Love Banget Sama Rasulullah.
Judul dengan ikon-ikon yang unik sering jadi pusat perhatian: Kingkong Jatuh Cinta, Hot Chocolate
Judul yang kontroversial biasanya mengundang perhatian. Namun kalau sampai isinya tidak kontroversial, orang tetap tidak mau membaca. Hati-hati dengan judul kontroversial karena bisa memicu masalah.
Nilai positif. Bagi saya pribadi ini sangat penting. Segala sesuatu yang baik dan positif lebih disenangi daripada sesuatu yang buruk dan negatif. Kalau pun ada judul-judul yang sedih dan negatif, itu terserah saja. Tapi secara prinsip orang lebih senang yang baik dan positif. Bahkan, kisah sangat sedih sekalipun biasanya tetap diberi judul yang baik dan positif.
Judul dengan nama orang/nama tokoh sangat boleh. Pastikan nama itu benar-benar unik dan memiliki sesuatu yang layak dijual. Setiap penulis bebas memilih dan menentukan judul. Yang pasti judul adalah hal yang pertama kali dilihat orang. Jadi harus membuat rasa penasaran, eyecatching, unik, tapi familiar. Nah, selamat memikirkan judul-judul naskah anda 🙂
Happy writing, Be a Good Writer 🙂
Ari Kinoysan Wulandari Griya Kinoysan University
Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok! Jadi Penulis Skenario? Gampang Kok! Jadi Penulis Produktif? Gampang Kok! Jadi Penulis Nonfiksi? Gampang Kok!
“Mbak Ari, kalau penilaian dan proses terbit buku di penerbit mayor sangat lama dan ribet bagaimana cara kita produktif menulis? Kan produktivitas kita ditentukan dari seberapa banyak karya yang dipublikasikan?”
Jawabannya ya tidak usah menunggu hasil penilaian dan kapan selesainya proses buku terbit. Terus saja menulis untuk kepentingan yang lain. Artinya kita punya timeplanner sendiri untuk kinerja penulisan kita.
Setiap kali telah menyelesaikan naskah, cukup istirahat, ya mulai menulis lagi. Masalah ditolak atau revisi, itu urusan nanti. Dengan begini, naskah yang kita selesaikan cukup banyak.
Oh iya, tentu untuk bisa begini, secara umum urusan finansial kita sudah selesai ya. Artinya anda tidak dikejar target kerja untuk menghasilkan uang demi kebutuhan sehari-hari. Keperluan anda sudah terpenuhi, sehingga tetap bisa menulis dengan tenang. Kalau anda masih dikejar kerjaan pokok untuk pemenuhan hidup sehari-hari, anda harus rela mendahulukan kerja utama. Terlebih bila menulis belum menghasilkan uang.
Kalau kita berhasil menyelesaikan satu naskah, itu banyak sekali manfaatnya secara pribadi. Sekurangnya saya mencatat beberapa hal manfaat praktisnya:
Menuangkan ide secara tuntas dan lengkap. Kalau sudah lengkap, naskah bisa dieksekusi; dijual, diterbitkan, dll.
Mendisiplinkan diri untuk menyelesaikan tulisan. Ini disiplin paling berat, terutama kalau tidak ada komitmen, sanksi, atau hadiah. Cari partner yang bisa jadi reminder ketat.
Menepati janji pada diri sendiri. Iya ini berkaitan dengan deadline yang kita buat. Kadang karena untuk diri sendiri, kita lebih sering mangkirnya daripada menepati.
Berani mengambil resiko (ditolak media/penerbit). Membuat naskah baru tanpa konsultasi penerbit, ini murni kerja keras yang gambling. Kalau sudah profesional biasanya siy sudah paham mana yang layak terbit atau enggak, tapi kalau sampeyan baru; carilah mentor/konsultan sebelum bikin naskah lengkap. Biar kerja nggak sia sia.
Berhasil memotivasi diri untuk menyelesaikan tulisan. Iya ini tantangan. Tapi percayalah, kalau kita bisa menyelesaikan satu naskah, lebih mudah menyelesaikan naskah kedua dst.
Menata pikiran lebih konstruktif untuk urusan lain. Sekurangnya kita akan jadi orang yang mikir dulu sebelum nyablak bicara. Ini bisa menyelamatkan kita dari banyak hal.
Memberi ruang pribadi untuk lebih kreatif. Biasanya kalau saya baru menyelesaikan satu naskah, sudah terpikir ide lain yang bisa jadi muncul saat saya menuliskan ide sebelumnya.
Mampu menyampaikan gagasan secara terstruktur. Dalam dunia kreatif, penulis nggak hanya nulis; dia harus mempresentasikan proposalnya, mengisi kelas kelas, mengisi acara promosi dll. Dengan terlatih menulis runtut, bicara pun jadi lebih tertata dan nggak belepotan.
Mengetahui kekurangan pemikiran dengan membaca ulang. Ini manfaat yang hanya bisa kita peroleh saat menyelesaikan naskah.
Mengurangi beban psikologis dengan menulis. Banyak hal terjadi setiap hari. Mental dan pikiran kita bisa penuh lelah, tapi menuliskannya telah mengurangi beban mental kita, membuat kita lebih sehat, rileks, dan pastinya nggak mudah stres atau depresi.
Jadi, kalau manfaat menulis begitu banyak, kenapa hanya “tidak menulis” karena takut ditolak penebit atau lama menunggu proses buku terbit?
Banyak cita-cita besar yang diwujudkan dengan mulai menuliskannya. Jangan takut menulis buruk, karena semua tulisan baik (sering kali) berasal dari tulisan yang sangat buruk.
Alhamdulillah, saya menganggap diri sendiri wes kaya; dengan standar pribadi. Kaya versi saya itu kebutuhan sebagai manusia wes banyak terpenuhi.
Sekurangnya kita sebagai manusia ada tiga kebutuhan, yaitu kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Nah, kalau kebutuhan primer dan sekunder sudah terpenuhi, sebenarnya orang sudah boleh berasa “kaya”. Tapi mungkin karena kultur kita itu kebanyakan “sambatan”, “berkeluh kesah”, kadang orang kaya pun rela “memiskinkan” diri demi bansos, BLT, dll bantuan yang tidak seberapa.🙏
Kalau saya, alhamdulillah kebutuhan dasar (primer) –sandang, pangan, papan layak: sudah terpenuhi; keinginan pertama (sekunder) –sekolah tinggi, investasi ilmu pengetahuan, investasi dasar, tabungan: mayoritas terpenuhi; keinginan kedua (tersier) –haji, umroh, keliling Indonesia, keliling dunia, dll hobi bercharge tinggi: beberapa terpenuhi, beberapa sedang diusahakan. Dan yang penting, saya tidak punya utang-utang yang membebani.
Kondisi dan situasi itulah yang jadi dasar saya menyebut diri “kaya”, kecukupan dalam banyak hal. Syukur terimakasih ya Allah atas segala nikmat dan karunia-Mu❤️🙏
Pun kalau ada situasi tidak terduga, tidak ada penghasilan (seperti masa pandemi kemarin), sekurangnya saya masih bisa survive hidup layak selama beberapa tahun. Tanpa perlu menjadi tanggungan pihak lain atau berhutang. Dengan catatan semuanya normal, artinya saya dalam keadaan sehat; tidak ada penyakit yang memerlukan biaya tinggi.
Yach, kondisi merdeka finansial yang saya bangun sedari saya punya penghasilan dan tahu persis bahwa kurang garam sesendok pun, kita tetap harus beli dan bayar pakai uang. Tentu dengan gaya hidup yang tidak amburadul sakarepe dhewe saat membelanjakan uang.
Karena sifat uang itu, ketika masih berupa angka kayaknya besar, tapi begitu dipegang dan diatur ini itu tahu tahu loooos, kok sudah habis 😀🙏
Kondisi saya tentu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan orang lain. Dengan saudara-saudara dan ipar-ipar saya saja, rasanya saya paling miskin kalau dihitung dari kepemilikan aset dan uang. Apalagi kalau dibandingkan orang-orang yang kaya-kaya dengan kekayaan trilyunan. Wes jelas gak ada apa-apanya.
Tapi ya, hidup saya bukan hidup mereka. Saya bekerja, menikmati proses jatuh bangunnya, dan menikmati hasilnya dengan suka cita. Saya tidak terlalu ambil pusing dengan gaya hidup yang ameh-aneh. Versi saya, hiduplah sesuai dengan kemampuan, cari yang aman, nyaman, dan bikin happy. Itu prinsip yang saya anut.
Jadi, saya tidak pernah terganggu ketika saudara atau ipar saya beli (lagi dan lagi) rumah, tanah, mobil, saham-saham, atau aset lainnya. Pun dengan teman-teman dekat yang terus menambah kekayaan. Atau dengan tetangga tetangga yang beli ini itu yang bersifat menambah aset. Saya justru ikut mensyukurinya, turut senang dengan kegembiraan mereka, dan tidak tergoda ikut-ikutan membeli (apalagi memaksakan diri) sesuatu yang pada dasarnya tidak saya perlukan.
Mungkin itulah yang membuat hidup saya tenang. Tidak kemrungsung. Tidak terobsesi menghalalkan segala cara demi uang. Bisa bekerja dengan tenang. Mengerjakan apa yang saya senangi dan menghasilkan uang. Tidak terpengaruh dengan provokasi nggak wajar demi mendapatkan uang. Dan tetap senang kalau saya harus mengeluarkan uang untuk berderma atau sedekah dalam batas batas yang telah saya tentukan.
Yach, hidup saya memang sebegitu biasa-biasa saja. Sampai saya merasa kok hidup begini-begini saja ya, mengerjakan segala rutinitas yang sepertinya sudah saya kenali dengan baik. Mengerjakan segala hal dengan gembira, perlahan, tenang, rampung, dan menyenangkan.
Nah sebenarnya; ketenangan hidup itu versi saya bisa dilakukan dengan membangun perasaan kaya. Percayalah, kalau ada pertanyaan siapa yang kaya di kelas ini, misalnya, pasti tidak akan ada yang mau tunjuk jari atau menyebut nama.
Kalau saya menyebut sudah kaya dengan kriteria yang telah saya sebutkan. Memiliki perasaan kaya inilah salah satunya yang membuat kita ringan dan senang mengeluarkan uang. Lalu karena kita gembira, energi positif, ya uang datang datang lagi. Kalau sebaliknya orang pelit makin melarat. Karena uang akan malas datang dan malah semakin banyak kebutuhan tidak terduga karena adanya energi negatif merasa miskin.Â
Kita bisa melakukan hal-hal berikut ini untuk membangun perasaan kaya.
Pertama, syukur yang melimpah. Apapun keadaan hidupmu bersyukurlah yang banyak. Bahkan kalau nggak ada uang, syukuri saja keberadaan pasangan, anak-anakmu, sekolahmu, pekerjaanmu, rumahmu, dll yang bisa membuatmu menyungging senyum bahagia.
Kedua, anggarkan di depan untuk sedekah berderma. Islam punya aturan zakat 2.5 persen dari penghasilan atau kekayaan. Tapi saya memilih 10-20 persen dari penghasilan untuk segala jenis derma ini. Lumayan banyak dan bikin perasaan saya serasa orang kaya ❤️
Ketiga, bangun situasi kaya. Di rumah saya, ponakan saya pernah bertanya kenapa di rumah Bude Ari di mana mana ada tempat uang (yang ada isinya). Yach karena ini memberi pikiran di bawah sadar saya kalau saya banyak uang. Jadi kalau ada uang yang dikeluarkan untuk hal tidak terduga, pikiran saya; tenang saya masih punya uang di sana sini.
Bisa pakai celengan yang diisi uang dengan besaran tertentu. Saya memiliki celengan recehan, 2000-an, 5000-an, 10.000-an, 20.000-an, 50.000-an, sampai 100.000-an. Semua ada isinya meskipun selembar. Saya letakkan di tempat tempat yang berbeda. Pokoknya kena ingatan saya, di sana sini ada uang.
Kamu boleh memilih cara yang berbeda yang bikin dirimu merasa banyak uang.
Keempat, belanja hati hati tapi dengan gembira. Maksudnya ya cek cek kebutuhan, mana yang lebih murah terjangkau, mana yang diskon, dll. Tapi saat berbelanja jangan njegadul lihat tagihan yang beranjak ke dua digit misalnya, happy aja. Alhamdulillah ini semua kebutuhan terpenuhi. Nanti duit datang lagi.
Kelima, rajin rajin cari kerjaan tambahan. Iya, ini bener lho. Kita sering tidak cukup hanya dari satu sumber penghasilan. Lakukan saja yang bisa dan senang. Suka jualan ya berdagang, suka ngontent ya bikinlah yang bagus, suka masak ya boleh buka PO masakan dll. Intinya, mendapatkan penghasilan lain di luar “pokok” itu juga bikin kita berasa kaya.
Keenam, cek gaya hidupmu. Yach, percuma juga kalau penghasilan nambah terus, tapi gaya hidupnya juga makin tinggi. Biaya gaya hidup yang mahal, yang besar bisa bikin orang merasa miskin dadakan.
Ketujuh, jangan baperan. Saudara beli rumah baru ketiga, iri. Tetangga beli tas branded njur kesal, kawan arisan beli berlian malah dengki, dll. Yach beli saja saat rezekinya cukup dan sesuai. Baperan ini lho yang bikin orang sering menghalalkan segala cara demi tidak kalah tampil “wah” dan dianggap kaya. Hayaaa… saya siy ogah.
Kedelapan, hidup sederhana. Yach ini bukan berarti hidup ala orang miskin miskin ya. Jelas bukan. Hidup sesuai kemampuan. Saya tidak masalah pake tas, baju, sepatu, dll enggak merek branded; tapi kualitasnya prima, nyaman, aman, dan selamat dipakai 😀❤️🙏
Kesembilan, miliki hobi yang produktif. Artinya, kalau di luar pekerjaanmu kamu masih punya hobi yang menghasilkan; percayalah kamu akan irit waktu untuk ngerumpi, ghibah, iri dengki, julid, dll yang bawa energi negatif itu. Tapi akan lebih fokus untuk bertekun pada hobi yang menghasilkan uang.
Kesepuluh, ya dekat dengan Tuhan. Minta dijadikan kaya lahir batin dunia akhirat. Karena sejatinya kekayaan adalah segala hal yang kita nikmati, kita pake, kita gunakan untuk kebaikan hidup; bukan segala sesuatu yang kita miliki. Rumahmu boleh sepuluh, tapi pasti yang kamu tinggali ya satu rumah. Itu pun kalau kamu tidur, ya pasti cuma satu ruang kamar. Iya kan?
Mari kita nikmati hidup dengan sukacita. Bersyukur dengan segala kekayaan yang kita miliki. Karena sering, yang kita anggap “tidak berharga” itu adalah “kekayaan yang besar” bagi orang lain.
“Hidup jangan kebanyakan drama.” Sering kita mendengar hal itu dalam kehidupan sehari-hari, karena akan menjengkelkan banyak pihak. Namun dalam penulisan fiksi, tanpa dramatisasi, maka tulisan tidak akan bernyawa.
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu kita perhatikan dalam membuat dramatisasi puisi. Semuanya perlu kita ketahui demi mendapatkan “ruh” dalam tulisan.
Setiap cerita dalam fiksi, sebenarnya adalah rangkaian dramatisasi yang dilakukan oleh penulisnya. Tujuannya agar peristiwa yang biasa menjadi tidak biasa alias istimewa.
Cara dramatisasi setiap penulis berbeda-beda. Masing-masing tergantung referensi dan kapasitasnya dalam menulis.
Semakin lama jam terbang menulis, biasanya peristiwa sederhana saja bisa jadi sangat dramatis.
Apakah setiap peristiwa harus didramatisasi dalam penulisan? Tentu saja jawabannya tidak: tergantung keperluan. Ingat, yang berlebihan selalu tidak pas atau tidak sesuai porsi.
Namun perlu diingat tanpa dramatisasi, tulisan anda menjadi kurang kuat.
Dramatisasi bisa dilakukan dengan hiperbola, catatan detail, deskripsi menggunakan metafora atau puisi liris, dan banyak cara lainnya. Intinya semua dramatisasi bertujuan memberi efek pada pembaca agar memiliki gambaran yang luar biasa.
Contoh dramatisasi:
Contoh 1: tidak didramatisasi
Galuh terburu-buru ke kelas. Ia menabrak seseorang. Ia berusaha minta maaf. Ternyata orang itu Rudi, musuh bebuyutannya pada masa kecil. Ia menjadi geram tidak tertahan.
Contoh 2: didramatisasi
Langkah cewek berambut panjang sebahu itu bagai dikejar harimau. Ya, Galuh sangat buru-buru untuk masuk kelas Manajemen Publik. Dosennya dikenal killer. Telat semenit aja, nggak boleh masuk kelas.
Di koridor ruangan, di dekat tangga yang cukup tinggi, ia pun menabrak seseorang.
“Maaf…. maaa….aaff ya…. Saya harus cepat!” seru gadis manis ini nyaris tertahan.
“Heiiii…. Kamuuuu… Galuh!” balas laki-laki itu. “Kelakuanmu dari dulu nggak berubah! Suka bikin onar sama orang!” serunya.
“Heh, Rudi! Jaga mulutmu! Saya nggak sengaja!” balasnya langsung kabur.
“Hei… Hei…. jangan kabuur!” teriak Rudi. Galuh tetap tak peduli.
Nah, inti contoh 1 dan 2 sama, tapi pasti rasanya beda. 😀
Selamat membuat dramatisasi untuk tulisan anda 😍 . .
Apa siy yang dimaksud dengan kreativitas? Apakah anda ingin meningkatkan kreativitas dalam menulis? Jangan terlalu percaya diri sebagai orang yang kreatif. Berikut beberapa hal yang berkaitan dengan KREATIVITAS.
Kreativitas adalah kemampuan untuk menghubungkan ide-ide yang tampaknya tidak tersambung. Menghubungkan ide-ide menjadi seperti baru adalah dasar kreativitas.
Kreativitas tidak terbatas pada orang-orang berbakat, siapa saja bisa menjadi orang kreatif.
Kreativitas tidak semata-mata harus dikembangkan dalam dunia yang berkaitan dengan penulisan, tetapi seluruh bidang kehidupan memerlukan kreativitas untuk berkembang.
Kreativitas seseorang dapat dilatih dengan sering mengasah kemampuan. Banyak sekolah dan pelatihan-pelatihan khusus untuk mengasah kreativitas.
Kreativitas dapat ditingkatkan secara konsisten dengan:
A. Mengamati semua hal di sekitar anda dan menemukan hal yang baru.
B. Mempertanyakan dari apa yang anda amati, tulis 50 daftar pertanyaan dan kemudian buat 5-10 pertanyaan mendalam untuk menguji dan mengetahui hal-hal baru.
C. Networking; bagaimanapun semakin luas pergaulan seseorang semakin berwarna kreativitasnya.
D. Eksperimen; dengan penelitian kita bisa menjawab pertanyaan baru atau menemukan hal yang baru. Penelitian termasuk di dalamnya mengunjungi daerah-daerah baru.
E. Jangan membatasi diri; jangan mudah mengatakan, oooh itu bukan dunia saya…. segala sesuatu bisa dicoba dan mungkin anda menemukan hal baru yang menyenangkan.
F. Memperbanyak wawasan dengan membaca, travelling, sekolah, workshop, seminar, dll. yang memungkinkan ilmu anda berkembang.
G. Menerima tantangan untuk menuliskan hal baru yang sama sekali berbeda dengan lingkungan dan dunia kita.
Selamat mengasah kreativitas anda. Selamat menulis. Selamat beraktivitas kembali.
Ada banyak orang yang ingin menulis, tapi tidak juga menulis; atau sebagian sudah menulis tapi tidak pernah menyelesaikan tulisannya.
Apa yang salah? Tak ada yang salah, selain kurangnya komitmen dan niat. Mungkin anda perlu sedikit mengubah pola pikir anda untuk bisa “sukses menulis”.
Yang saya maksud “sukses menulis” di sini bukan “mempublikasikan tulisan” anda, tetapi “menyelesaikan tulisan” anda sehingga ada judul, isi, sampai ending yang terbaca sebagai “naskah yang utuh”.
Berikut ini hal-hal yang bisa kita perhatikan agar bisa sukses menulis. Pengalaman setiap penulis berbeda-beda, mungkin banyak yang tidak sama dengan penulis lain.
Miliki rasa terbuka, penasaran, dan terlibat dalam sesuatu yang akan anda tulis.
Terima segala bentuk kritik dan belajar tentang penulisan dari sumber yang terpercaya. Jangan belajar menulis pada orang yang nggak punya karya.
Kenali rasa takut anda saat menulis dan berusahalah untuk mengatasinya. Setiap tulisan pada awalnya buruk, tulisan yang baik itu proses berulangkali.
Buat alasan yang layak kenapa anda mesti menulis.
Menulislah dengan dengan rasa syukur, bukan hanya “harus menulis”. —Alhamdulillah, saya bersyukur setiap kali mulai menulis, karena saya akan menyampaikan sesuatu yang bermanfaat bagi diri saya, dan syukur-syukur bagi orang lain.
Pikirkan manfaat tulisan anda bagi pembaca. Bisa jadi, tulisan kecil yang anda buat, anda bisa menyelamatkan masa depan atau hidup seseorang.
Cintai “menulis” dan “membaca”. Ini paket yang tidak terpisahkan.
Membuka diri dalam banyak pengalaman baru. Hal baru membuat kita kaya dalam menulis. Jangan takut masuk kelas untuk belajar hal-hal di luar penulisan. Selain pengalaman, pasti dapat teman dan relasi baru.
Cintai alat-alat tulis anda –komputer, laptop, netbook, tablet, dll. Beri nama, urus mereka baik-baik; termasuk kamus, alat perekam, kamera, handycam, kertas-kertas, bolpoin, meja kerja, dll. yang anda gunakan untuk menulis. Kalau alat-alat baik, nulisnya lancar jaya.
Percayalah bahwa anda seorang penulis dan mungkin perlu mengatakan pada orang lain, “Saya penulis.” —-kalau yang ini saya ogah, karena di Indonesia pekerjaan “penulis” belum dicantumkan sebagai pekerjaan yang “diakui” selain dimasukkan dalam kolom “wiraswasta”. Kalau saya sebut penulis, saya harus menjelaskan macam-macam ke yang bertanya. Ah, sudahlah. Yang penting bukunya, karyanya banyak dan laris manis, heheheh….
Miliki jadwal tetap untuk menulis. Percaya atau tidak, keteraturan itu membuat otak kita “siap” di waktu yang ditentukan. Kalau sudah punya jadwal tetap, patuhi.
Bugar, sehat, kreatif. Jadi, usahakan punya kebiasaan hidup sehat dan olahraga. Jalan pagi dengan kaki telanjang bagus untuk kesehatan, meski hanya 15 menit.
Jadi diri sendiri dalam versi terbaik. Nggak usah ikutan gaya menulis orang lain.
Tidak memaksakan diri. Kalau nggak bisa menulis banyak, ya sedikit saja. Kalau sibuk banget, ya menulis saja 10-30 menit per hari.
Jangan menyerah. Jangan menyerah. Jangan menyerah. —sebelum tulisan kelar satu naskah yang utuh. Karena tulisan utuh itulah yang bisa kita eksekusi; dipublish, dijual, digunakan untuk portofolio, dll. Kalau sudah selesai, barulah kita mulai menulis lagi.
Intinya siy, menulis memang bukan pekerjaan mudah. Tidak hanya lelah fisik, tapi juga mental batin. Itu sebabnya kalah tidak berangkat dari hobi atau kesenangan, menulis sungguh terasa berat. Pastikan anda senang sebelum gegayaan mo nulis naskah panjang.
Be Happy, Be A Good Writer. Ari Kinoysan Wulandari Griya Kinoysan University