Resolusi atau Janji Palsu?

Awal tahun, sering kali kita mereview kehidupan setahun sebelumnya. Dari sana, kemudian kita melakukan evaluasi dan koreksi atas pencapaian berikut prestasi dan segala kegagalan yang terjadi. Lalu dari hasil evaluasi tersebut, kita pun membuat resolusi di tahun yang baru.

Semua kelihatannya akan baik-baik saja kalau terlaksana dan terwujud. Anda boleh berjujur pada diri sendiri, resolusi anda terwujud, terlaksana, atau hanya sebagian, atau malah sebagian besar tidak terlaksana? Pada ranah pribadi, tidak ada yang akan menghakimi anda. Itu perencanaan anda, kerja anda, hasil atau gagal, semua milik anda pribadi.

Dalam pandangan saya, resolusi tahunan itu sangat tergantung pada masing-masing personalnya. Ada orang yang sangat bersemangat, ketika sudah menuliskan rencananya. Dia bergerak dari satu plan A ke plan B dan seterusnya. Dia begitu termotivasi dengan semua rencananya. Kalau tipikal seperti ini, ya bagus. Pasti resolusinya 80% lebih akan terlaksana hingga akhir tahun.

Salah satu sisi hutan: Italia.

Namun ada tipikal orang yang kalau diberi list banyak, malah malas duluan. Saya termasuk di dalamnya. Kalau lihat list macem-macem, pilih belok kiri dulu. Saya tidak terlalu senang dengan “beban” ini itu. Lebih suka mengikuti alur yang ada. Perencanaan jelas ada. Tetapi membuat semua pasti seolah tidak ada hal hil mustahil itu menjadi tidak menyenangkan. Dalam format kerja bersama pihak lain, tentu saya harus mengikuti sesuai kesepakatan. Dalam format kerja pribadi, saya pun membuat kesepakatan dengan diri sendiri.

Biasanya saya sudah tahu, setahun mau ngapain saja. Tugas kerja. Tugas penulisan. Tugas workshop. Tugas pendampingan. Tugas pemberdayaan. Tugas fotografi. Tugas review dan resensi. Tugas publikasi. Dll. yang menjadi kewajiban saya. Itu sudah jadwal yang harus dikerjakan kalau ingin keuangan tetap aman.

Lalu resolusi saya apa? Di luar itu semua. Membeli sesuatu yang baru. Melakukan sesuatu yang baru. Dan ini bisa menjadi panjang sekali listnya. Tapi saya gembira menuliskannya. Berasa sudah mendapatkannya, meskipun untuk hal-hal besar; kadang tidak bisa tercapai dalam waktu satu tahun. Nah, yang belum tercapai itu ya diperbarui dan dimasukkan dalam resolusi berikutnya.

Jadi, kita bisa melihat bahwa resolusi tahunan itu tidak selalu harus kerja dan kewajiban kita. Bisa hal-hal ringan yang mungkin belum tercapai. Tiap orang punya kesulitan dan problemnya masing-masing. Dan yang terpenting berkaitan dengan resolusi kita, apapun itu: berusahalah untuk memenuhi atau mewujudkannya. Jangan hanya jadi janji palsu berupa list panjang yang masih sama di akhir tahun berikutnya.

Ari Kinoysan Wulandari

#kinoysanstory

 

Please follow and like us:

Biografi Rektor UNS (10)

Kesan Pribadi

Setelah pekerjaan menulis biografi ini selesai, saya sempat bertemu dengan Prof Jamal dan istri (Bu Budhie) di Jogja. Kami mengobrol dengan guyonan cukup lama. Menceritakan kisah ini itu yang terjadi semenjak tugas menulis saya selesai.

Boleh saya katakan ini salah satu penulisan yang saya tidak merasa bekerja, tahu-tahu rampung. Banyak wawancara saya dengan narsum yang isinya cerita lucu-lucu semasa mengenal Prof Jamal. Tentu tetap ada materi yang harus saya sampaikan.

Bu Budhie sangat senang dengan biografi suaminya ini. Beliau mengatakan, “Waktu Mbak Ari datang ke rumah, saya nggak merasa diwawancarai. Saya nggak melihat Mbak Ari merekam, mencatat. Tapi lho, yang saya alami dengan Bapak —suaminya, Prof Jamal; semuanya ada di buku. Enak lagi dibaca.”

Prof Jamal dan istri saat di Raja Ampat, Papua.

Tentu saja, saya tersenyum. Ya kali, saya wes bolak-balik nulis buku tidak merekam pembicaraan penting begitu. Saya pun sudah terbiasa wawancara dalam suasana ngobrol sehari-hari. Informan atau narsum akan lebih enteng bercerita, kalau kita pun santai dan tidak mendesaknya. Tapi tetap fokus, terarah, urgent materinya apa.

Dan rekaman —selain sudah terintegrasi dengan HP, tentu saja saya bersyukur Tuhan memberi saya ingatan yang baik. Jadi, begitu sampai di rumah dan beberes, maka tugas saya mencatat lagi point-point yang telah kami bicarakan. Wes, ndak bakalan ilang kalau begitu. Ada catatan ada rekaman. Ini hanya model kerja saja ya. Tiap penulis beda gaya menyimpan data dan merekamnya.

Saya pun bertanya pada Prof Jamal, mengapa percaya saja dengan saya. Beliau tidak kenal, tidak tahu saya dan ada banyak penulis lain yang mungkin lebih dekat. Saya juga meminta maaf karena tidak membuatkan kontrak penulisan. Beliau tersenyum saja. Tidak menjawab pertanyaan saya secara literal. Karena saya mendengar sebelumnya dari Pak Soni dan Mas Denny, ada banyak nama penulis disodorkan, tetapi kok ya diabaikan saja.

Lah pas dikirimkan biodata saya, beliau langsung bilang. Ini saja sepertinya cocok. Lalu itulah Mas Denny menelpon-nelpon dan saya cuekin. Termasuk Pak Soni, di awal-awal teleponnya yo saya abaikan. Pokoknya siapapun yang menelpon dan belum terecord, pasti nggak saya angkat. Silakan WA dulu, jadi saya tahu siapa yang berbicara. 🙂

Sementara sang istri menimpali, bahwa pekerjaan saya dengan suaminya itu seperti saat mereka berdua membangun rumah di Solo. Tanahnya sudah ada. Sudah dirancangkan desainnya. Mereka berdua punya uang terbatas, dan sudah mengatakan kepada kontraktor membangun sampai sini saja. Seadanya uang. Lalu semua berjalan. Tidak ada kontrak. Tidak ada catatan janji. Tapi menurut sang kontraktor, dia dan suami klien yang paling tertib setor uang. Sampai rumah akhirnya jadi. Tidak ada kontrak apapun, selain komunikasi lisan yang baik.

Kesan saya terhadap suami istri ini, baik dan tidak mau membiarkan tamu pergi tanpa membawa oleh-oleh. Jumpa pertama saya dengan Prof Jamal, beliau menghadiahi saya kain batik tulis. Jumpa kedua saya dengan keluarga Prof Jamal, sang istri menjamu dan menghadiahi saya seperangkat batik tulis komplit  (atasan bawahan selendang) dari brand batik tulis paling kondang mahalnya 🙂

Saat jumpa di kampus dengan Prof Jamal, beliau tidak membiarkan tangan saya kosong; ada banyak oleh-oleh berbau civitas akademika UNS yang harus saya tenteng pulang. Pun di jumpa berikutnya dengan sang istri, beliau menghadiahi saya beberapa connector masker untuk kerudung yang diciptakan sendiri. Wes, mereka bener-bener tidak mau orang datang itu pulang menganggur.

 

Sederhana adalah prinsip hidup mereka berdua.

Saya bertanya pula, kenapa beliau berkenan saja mencantumkan foto-foto yang mungkin bagi pihak lain dianggap kurang bagus; silakan lihat di biografinya. Ada foto keseharian beliau yang sangat sederhana. Menurut beliau, ya itulah dirinya. Dengan segala kekurangan dan kelebihan. Beliau juga melibatkan seluruh orang kecil dalam kehidupannya; mulai OB, driver, penjaga binatang piaraan, dll orang yang mungkin bagi pihak lain tidak akan mungkin muncul dalam biografinya.

Apapun itu, alhamdulillah. Saya berdoa buku ini bisa memberi inspirasi bagi banyak orang. Terutama mereka yang berada di dunia pendidikan. Untuk terus berbagi maju untuk negeri dan mendidik anak bangsa sebaik-baiknya.

Bagi yang memerlukan bukunya, bisa wa.me/+6281380001149. Bukunya cukup tebal ada 466 hlm dan penuh foto-foto berwarna yang mungkin tidak anda temukan di ruang-ruang publik berkaitan dengan Prof Jamal Wiwoho. Plus dengan pengantar orang penting di negeri +62 dengan sederet testimoni yang menarik untuk dibaca.

Maturnuwun telah menyimak kisah di balik buku biografi Rektor UNS yang unik dan inovatif ini. Selamat berkarya. Selamat menyongsong tahun baru dengan karya-karya baru yang inspiratif.

Selesai alias tamat 🙂

#dibalikbuku #biografirektoruns #arikinoysanwulandari #ariwulandari #happywriter #happylife #tahunbaru #bukubaru

Please follow and like us:

Biografi Rektor UNS (9)

Rilis Terbatas 8 November

Setelah dengan sedikit drama cepet-cepet cetak, naskah biografi ini beserta tiga buku lainnya pun siap dirilis. Wah, besar-besaran dong! Saya pun berpikir begitu, karena ada undangan untuk sharing dan acaranya luring plus daring. Artinya ada yang offline, lainnya menyaksikan secara online.

Toh, rencana kita bagus Tuhan jua yang menentukan. Lha kok ndilalah pas jadwal yang direncanakan, UNS kena musibah. Ada salah satu mahasiswa diksar menwa yang meninggal. Nah, ini urusan kan bukan main-main.

Prof Jamal dan keluarga saat Umroh di Baitullah.

Daripada begini begitu, Prof Jamal memutuskan untuk menunda rilis acara buku di ulang tahunnya. Beliau tidak mau kok di saat ada kasus begitu, malah bersenang-senang. Akhirnya saya pun menerima pemberitahuan penundaan rilis. Saya oke saja.

Biyuuu, padahal adik saya wes bersiap mau ikut dan mengantar karena mau jumpa orang-orang di UNS. Mau lihat lagi kehidupan kampus. Yach, siapa saja yang pernah kuliah; pasti kampus menjadi tempat tersendiri dalam kenangannya.

Ternyata setelah diberitahukan penundaan, para civitas akademika UNS, tidak kehilangan cara. Mereka datang beramai-ramai di rumah Prof Jamal pas hari H dan merayakan ulang tahun di sana. Acara itu terbatas dan tertutup untuk sekitar orang dekat. Ada lebih kurang seratusan yang berkumpul di halaman belakang rumah beliau di Solo.

Jadi, ya momentnya tetap di hari ulang tahun beliau. Namun hanya dibuat tertutup saja, berkaitan peristiwa di UNS. Selebih sekurangnya, tetap khidmat dan bersyukur atas usia yang sudah beliau lewati.

Saya pun melihat itu semua memang sudah digariskan begitu. Prof Jamal dengan karakternya yang senang kesederhanaan, seperti sedang diminta Tuhan untuk sederhana merayakan syukuran ulang tahunnya yang ke-60 tersebut.

Prof Jamal dan istri bersama kolega di Australia.

Pun dalam pandangan saya, beliau mengerjakan empat buku besar dalam waktu setengah tahun saja dalam sunyi. Hampir tidak ada huruhara. Semua sudah diporsikan ke si A, si B, si C, si D, dll yang berkaitan dengan pekerjaan. Lalu semuanya bekerja dalam sunyi. Tidak ada koaran yang bercuit di sosial media. Semua seperti berjalan pada hari-hari biasa. Pekerjaan harian yang menjadi tanggung jawab Pak Soni, Mas Denny, dkk lain tetap berjalan seperti hari lainnya. Tidak ada perubahan. Saya sungguh salut dengan ketenangan semua pihak yang bekerja dalam sunyi, dan tahu-tahu wes jadi.

Alhamdulillah. Bagi saya ini pengalaman seru dan semakin menempa saya untuk tekun bekerja. Tidak terlalu rieweuh dengan sosmed, karena ada banyak pihak yang bekerja itu ya di dunia nyata. Sosmed itu hanya pendukung sebagai publikasi karya dll yang dianggap perlu dan biasanya wes jadi.

Saya pun baru bisa menceritakan ini semua, setelah proses berlalu. Kejadiannya sudah lewat. Bukunya sudah jadi. Sudah rilis. Sudah bisa dibeli dan dibaca, bahkan disebarluaskan ke mana saja tanpa batasan.

#dibalikbuku #biografirektoruns #arikinoysanwulandari #ariwulandari #happywriter #happylife

Please follow and like us:

Biografi Rektor UNS (8)

Tantangan dan Kendala

Alhamdulillah, penulisan biografi ini jian lempeng banget. Nyaris tidak ada kendala yang berarti. Sempat saya merasa kok belum saja “sempurna” versi saya. Akibatnya saya masih membenahi saja bab-bab yang menurut saya kurang. Sampai akhirnya editor yang mengawal saya mengingatkan toleransi dan batas waktu. Ya, saya mengerjakan naskah apapun selalu berusaha sebaik semaksimal mungkin yang bisa saya lakukan. Pun naskah ini.

Tantangan yang paling terasa adalah saat saya harus mewawancarai orang-orang dari kalangan akademis. Yes, mereka orang terdidik. Dan beberapa ketemu juga saya dengan orang yang “kepo”. Saya pun diminta memperkenalkan diri, dari asal usul hingga pendidikan saya. Alhamdulillah, studi S-1 hingga S-3 yang rampung cepet dari UGM, turut membantu saya untuk “survive” bermartabat dan terhormat di depan mereka yang menghitung nilai gelar dan pendidikan. Jadi ya, sekolah tinggi tetap perlu bagi penulis profesional. Dan begitu saya sudah memperkenalkan diri, wawancara pun menjadi sangat cair. Bahkan hal-hal “untold story” pun banyak —yang cukuplah jadi catatan untuk saya saja.

Pengangkatan Sumpah Rektor UNS

Masalah sempat hadir di ujung-ujung kerja. Entah kenapa tanpa tahu sebabnya, HP saya yang rasanya masih aman kapasitas penyimpanan datanya, tiba-tiba ngeblank hitam nggak bisa diakses. Paniklah saya. Semua data terakhir biografi, termasuk chat-chat dari Prof Jamal dan Pak Soni ada di sana, foto-foto yang harus saya taruh. Dan ini sudah last minute untuk koreksi saya. Catatan nomor HP beliau berdua tidak ada di kertas.

Saya menarik napas panjang. Menenangkan diri. Dan tralala… ada Mas Denny di FB. Segera saya mengontaknya dan meminta pengiriman data foto terakhir dari Pak Soni. Cling cling… dikirim via email, beres sudah. Saya tetap bisa bekerja merampungkan naskah, seolah tanpa ada gangguan.

Prof Jamal bersama dosen-dosen di UNIMA (Manado)

Lalu bagaimana dengan HP saya? Oalah ternyata hanya heng kebanyakan file dibuka dalam waktu bersamaan. Setelah direstart wes pulih seperti sedia kala. Itu aja, saya kudu nelpon adik ipar dan kemudian meminta adik lelaki saya datang. Jian, namanya panik itu bikin klenger. Hal mudah jadi berasa nggak mudah ya gitu itu…. Tapi itu jadi pembelajaran buat saya, agar semua data ada back upnya. Bahkan untuk perubahan kecil. Kalau ada apa-apa dengan yang satu, masih ada lainnya.

Ketika ini sudah selesai, ya saya duduk manis saja menunggu naskah terbit. Wes rampung tugas saya. Wes selesai urusan menulis-nulis. Pak Soni bahkan sudah jauh lebih awal melunasi pembayaran tanpa banyak suara. Mengirimkan semua permintaan saya dengan sebaik-baiknya.

#dibalikbuku #biografirektoruns #arikinoysanwulandari #ariwulandari #happywriter #happylife

Please follow and like us:

Biografi Rektor UNS (7)

Proses Penulisan dan Revisi Naskah

Setelah semua pemerolehan data dll kelengkapan wes komplet, tibalah saatnya saya fokus beneran menulis. Membaca ulang draft yang sudah saya tuliskan sepanjang proses pengumpulan data, dan meneruskan yang belum ditulis.

Alhamdulillah, selama proses penulisan ini; baik Prof Jamal, Pak Soni, Mas Denny, dkk tim kerja dari UNS bener-bener membiarkan saya sunyi bekerja mandiri. Menyelesaikan tulisan sesuai dengan jadwal tanpa gangguan dan keribetan apapun. Sesekali saja Pak Soni mengirimkan tambahan testimoni dari relasi Prof Jamal. Termasuk saya sering mengingatkan soal foto-foto yang mau digunakan.

Tapi beneran ini kerja sunyi saya, bahkan selama proses dari awal sampai buku rilis pun, saya nyaris tidak ada suara atau posting apapun di sosmed tentang penulisannya. Bukan apa-apa, hanya karena kosentrasi dan tidak ingin ditanyain ini itu untuk pekerjaan yang belum selesai. Saya termasuk orang yang tidak bicara sebelum semua jelas jadinya. Dan buku ini di antara banyak buku yang selalu begitu. Alhamdulillah.

Prof Jamal beserta istri dan ketiga putrinya saat pengukuhan guru besar.

Setelah berulang saya melakukan editing dan koreksi bersama kawan-kawan, akhirnya naskah lengkapnya selesai. Rampung wes sekitaran 350 hlm. Pak Soni waktu menerima langsung bertanya, “Bu Ari itu nanti jadi halamannya berapa ya?” Saya kalem menjawab, dengan foto-foto dan pengantar berikut testimoni ya sekitar 450 hlm, Pak.” Beliau mungkin sudah menghitung ntar biaya produksinya berapa.

Ternyata pas saya menyerahkan naskah lengkap itu, rupanya UNS sedang punya gawe menerima RI-1 dalam kegiatan Majelis Rektor PTN di Indonesia. Jadi baik Prof Jamal maupun Pak Soni, bener-bener tidak menyentuh naskah itu sampai selama sebulan. Syukur alhamdulillah, itu saya istirahat beneran. Tidak membuka file kerja tersebut, kecuali pekerjaan lain yang kecil-kecil.

Baru setelah hampir sebulan, Prof Jamal menelpon untuk meminta maaf karena belum sempat koreksi karena kesibukan. Masyaallah ini beliau kok rendah hati sekali. Lha saya santai bae. Hanya memang mengingatkan jadwal dan deadline. Begitulah, beliau memberitahu saya beberapa point yang harus dibuang dan diganti. Lalu bertanya pada saya, model revisinya seperti apa. Apakah beliau ke Pak Soni, lalu Pak Soni menyampaikan ke saya atau bagaimana. Saya mengatakan zoom saja bertiga biar tidak mengulang. Beliau mengatakan akan konfirmasi jadwal dengan Pak Soni.

Dan begitulah, kami membedah naskah dari awal sampai akhir tiga hari berturut-turut, selama 12 jam. Hari pertama dan kedua lebih kurang 3 jam-an, hari ketiga nonstop 6 jam. Detail perubahannya, tetapi bukan struktur dan koreksi data-data, nama, tempat, waktu, dll yang krusial. Termasuk penambahan bab baru untuk menggantikan bab yang didelete. Total revisi mungkin hanya 5% saja. Bener-bener wes jadi buku itu lho. Kurang memasukkan foto-foto, menyematkan pengantar, berikut testimoni dan selesai sudah.

Prof Jamal dan rombongan saat bertugas di Italia.

Proses yang lama, adalah foto-foto. Karena ternyata banyak yang masih versi WA sehingga ambyar alias pecah untuk format cetak. Terpaksa Pak Soni dkk tim ilustrasi mencari lagi versi aslinya. Dan ini agak lama. Selain itu ada beberapa kegiatan terbaru yang perlu dimasukkan dalam naskah. Nah ini, tantangannya.

Saya siy selow-selow bae. Biasa kerja marathon. Cuman kawan-kawan di bagian percetakan, wes mulai galau. Dan Prof Jamal mengatakan agak biasa itu, maksudnya masih ada waktu. Pak Soni bilang, saya manut penulisnya. Artinya semua tergantung saya. Lha saya akhirnya memutuskan untuk memfixkan naskah, sebelum ditempeli foto-foto yang mau digunakan; yang saat itu sebagian sudah fix, sebagian masih harus dicari versi asli atau yang resolusinya besar.

Yo wes, saya pun bekerja semaksimal dan taraaa…. beres sudah jam 01 dini hari, eeh jam 03 an sudah direspon oleh Pak Soni dan Prof Jamal. Lalu lanjutannya saya berhenti. Karena menunggu proses pracetak dll. Sebenarnya wes rampung tugas saya, tapi saya belum tenang kalau buku belum jadi. 🙂

#dibalikbuku #biografirektoruns #arikinoysanwulandari #ariwulandari #happywriter #happylife #revisi #penulisankreatif

Please follow and like us:

Biografi Rektor UNS (6)

Pengumpulan Data, Pengantar, Testimoni, dan Foto-foto

Biografi adalah kisah hidup yang nyata, riil, berbasis data. Oleh karena itu, proses pengumpulan data menjadi sangat penting. Terutama kalau tidak hanya berasal dari satu sumber data. Sekurangnya saya melakukan sepuluh kali wawancara dengan Prof Jamal via zoom dalam waktu antara 2 sd 2.5 jam setiap pertemuan.

Kemudian ditambah dengan banyak sekali wawancara pendukun; dari keluarga (istri dan anak-anak, saudara-saudara, termasuk ipar); kemudian sahabat-sahabat beliau dari belia sampai posisi terakhir, mantan-mantan rektor, para pejabat di institusi yang berbeda, anak buah hingga kolega; dan saya masih menambahkan wawancara acak narsum untuk crosscheck data atau ceritanya.

 

Di luar itu, saya mengikuti Prof Jamal napak tilas dari pagi sampai jauh malam untuk wilayah belia sampai remaja beliau di Jogja dan Magelang. Seluruh kerabat yang berkaitan dan sahabat-sahabat dekat turut menyumbang data dalam wawancara. Selanjutnya ditambah turun ke lapangan di Solo sekitar bersama Pak Soni (yang ternyata memiliki sejarah panjang mengawal 6 orang Rektor UNS) dari pagi sampai jauh malam.

Kata Pengantar RI-1 Presiden Joko Widodo

Dari data yang banyak tersebut, saya menyerahkan pada transkripter atau yang menuliskan data dari wawancara ke tulisan. Kemudian membaca dan mendengarkan kembali. Mencatatnya menjadi tulisan bab per bab sebagai draft pertama.

Saya tidak menunggu perolehan data lengkap baru menulis ya, setiap ada wawancara dan selesai ditranskripsi, tugas saya segera menuliskan. Tujuannya biar tidak lupa dan masih ingat betul apa yang terjadi, disampaikan oleh narsum-narsum. Selain itu juga untuk mengurangi beban penulisan di masa akhir pengumpulan data.

Selain itu, Pak Soni dkk UNS juga sudah bekerja mengumpulkan pengantar yang waktu itu saya meminta dari RI-1, Panglima TNI, Gubernur Jateng, dan Walikota Solo. Pertimbangan saya, mereka semua ada kaitannya dengan Solo dan UNS. Namun syukur alhamdulillah, justru lebih banyak pengantar; yaitu dari RI-1, RI-2, Panglima TNI, Menko Marivest, dan tentu saja Walikota Solo. Gubernur Jateng absen karena pengantarnya digunakan untuk buku yang lain. Ingat, Prof Jamal menerbitkan 4 buku sekaligus bersamaan dengan biografi ini.

Selanjutnya ketika mengumpulkan testimoni, saya hanya meminta sedikit dari semua link perkawanan dan kekeluargaan; tapi ternyata Prof Jamal mendapatkan banyak sekali testimoni. Ada sedikitnya 85 testimoni dari  kalangan menteri, pejabat setingkat menteri, direktur, rektor-rektor, kawan sejawat, mahasiswa, keluarga, ipar, saudara, sahabat, mantan anak buah, bawahan, dll. Semuanya ingin memberikan suara untuk beliau saking dekatnya Prof Jamal dengan mereka. Waktu itu saya pernah meminta foto-foto untuk testimoni, tapi kemudian kami tiadakan karena terlalu banyak. Dan saya juga tidak ingin menghilangkan 1 testimoni sekalipun dari mereka.

Kata Pengantar dari RI-2 KH Ma’ruf Amin

Bagian yang agak ribet dan rumit mungkin masalah pengumpulan foto. Perjalanan 60 tahun tentu bukan waktu singkat. Koleksi foto Prof Jamal tentu banyak sekali dan tersebar di sana-sini. Memilih bagian mana yang akan dipakai adalah hal tersulit bagi saya. Dari hampir seribuan foto yang dikirimkan, tentu saya harus memutuskan memilih mana. Namun bagian ini kemudian lebih saya serahkan pada Pak Soni dan Pak Jamal sebagai eksekutor karena mereka yang lebih tahu feel dan situasi kejadiannya.

Menulis biografi kali ini saya pun belajar. Menerima masukan tentang menulis fiksi dan nonfiksi sekaligus, dengan nuansa akademis dan sehari-hari yang kental. Saya beberapa kali secara mandiri, ekstrem melakukan koreksi dan rewriting sebelum mengirimkan naskah kepada beliau. Editor dan kawan yang membantu, mengatakan kalau kali ini saya bener-bener ekstra menulisnya. Ya, karena saya merasa ini hal yang baik dan harus jadi istimewa.

#dibalikbuku #biografirektoruns #arikinoysanwulandari #ariwulandari #happywriter #happylife #pengumpulandata

Please follow and like us:

Biografi Rektor UNS (5)

Tarif Penulisan dan Kontrak Kerja

Begitu pekerjaan sudah fix diberikan pada saya, maka saya pun mulai menyusun semua rangkaian format kerja. Mulai dari isi buku yang lengkap dengan formatnya, list narasumber dan jadwal wawancara, list foto-foto, list permintaan pengantar, list permintaan testimoni. Dari wawancara pertama dengan Prof Jamal, saya tahu bahwa kerja saya akan sangat banyak.

Saat saya menyusun semua itu, Pak Soni (Sekretaris Rektor) meminta kepada saya untuk membuat harga penulisan. Saya tanya ke beliau harga penulisan saja atau berikut penerbitan. Beliau bilang kalau ada keduanya boleh, tapi yang terpenting adalah harga penulisannya. Saya pun meminta waktu untuk berkonfirmasi dengan penerbit.

Foto Presiden Joko Widodo dalam biografi Prof Jamal Wiwoho

Setelah itu, uraian jadwal kerja, sinopsis, berikut harga, pembayaran ke rekening mana, jadwal pembayaran, dll yang diperlukan dalam pembuatan biografi dan publikasinya, dll yang saya anggap penting untuk kerja sama; saya pun mengirimkan kepada Pak Soni. Saya menyampaikan format tersebut untuk acuan kerja seluruh tim yang terlibat. Pak Soni dkk juga bisa melihat apa saja yang perlu dipersiapkan. Jadi, urusan tarif itu hanya hal kecil di antara semua urusan.

Malamnya, Pak Soni menelpon saya; bertanya apakah bisa harga jasa penulisan turun. Beliau mengatakan Prof Jamal memintanya untuk bernegosiasi. Saya langsung bilang bisa turun sepuluh juta, ojo ditawar lagi. Lalu Pak Soni bilang akan konfirmasi. Nggak sampai lima menitan, Pak Soni sudah bilang oke. Alhamdulillah. Tarif penulisan saya itu cukup untuk beli rumah  dengan tanah 100 an meter secara cash di Jogja. Sungguh di luar pemikiran saya, kerja dadakan begini dengan fee besar. Maturnuwun, terimakasih ya Allah 🙂

Pembayarannya bagaimana? Lancar sekali. Saya tidak pernah nagih ke Pak Soni, sudah dikirim lebih dulu. Tagihan saya ke Pak Soni itu kata pengantar, testimoni, foto-foto, jadwal wawancara dan narsum yang berbeda-beda; di tengah kesibukannya mengurusi segala macam hal kampus sebesar UNS. Maturnuwun Pak Soni, atas kerjasama dan dedikasinya yang luar biasa.

 

#dibalikbuku #biografirektoruns #arikinoysanwulandari #ariwulandari #happywriter #happylife #tarifpenulisan #hargabiografi

Please follow and like us: