Menawarkan Jasa Menulis

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Menjadi freelancer itu tidak selalu mudah. Menulis untuk mendapatkan uang dan survive, itu juga jadi persoalan tersendiri. Tidak semua penulis terbiasa “menawarkan” keahliannya. Lebih banyak sunyi tersembunyi. Dalam beberapa hal saya sepakat bahwa menulis akan ketemu jalannya sendiri. Tapi saya lebih setuju, bahwa rezeki lebih sering harus dijemput dengan usaha kita.

1. Buku karya kita adalah bukti yang tak terbantahkan. Karenanya mau anda jadi ghostwriter, jadi penulis buku biografi, tetep wajib punya buku yang nangkring di toko buku. Biar bikin promosi atau proposalnya gampang.

2. Selain itu kalau punya buku, kita juga gampang ngasihnya. Terus calon klien juga bisa baca-baca cocok tidaknya dengan gaya tulisan kita.

3. Cara menawarkan jasa kita bisa dengan beragam cara. Mengirimkan surat perkenalan dan proposal via email sering dianggap sebagai cara yang mudah.

4. Namun kalau pas di pertemuan tertentu jumpa dengan calon klien, bilang dan tawarkan saja. Mereka pasti senang.

Oh ya, rata rata orang penting senang jumpa penulis karena mereka sering tak sempat menulis.

5. Saya, dengan latar etnis Jawa yang melekat dengan budayanya —yang tidak terbiasa dengan memamerkan diri seluruh kemampuannya, termasuk jarang menghubungi orang untuk menawarkan ini itu jasa yang kami sediakan.

6. Bukan karena tidak mau begitu, tapi karena masih banyak pe er gaweyan yang belum selesai. Menambah orang, belum tentu cocok cara nulis dan kerjanya.

7. Tapi sesekali saya akan menghubungi orang orang yang saya anggap potensial. Kalau sudah ada klien, ya tidak serakah mencari terus karena bikin naskah pesanan klien itu cukup lelah. Kalau serakah ntar malah bubrah atau tidak jadi.

8. Saya tidak tahu anda model penulis yang mana. Yang jelas menawarkan jasa itu penting. Karena klien dengan naskah pesanannya yang bikin penulis cukup punya duit. Bukan dari buku buku royalti kita.

9. Yang penting sopanlah menawarkan. Jangan ngotot. Klien yang memang serius pasti akan cari kita. Apalagi kalau cocok model tulisannya.

10. Yeach. Tapi ini butuh lebih dari sekedar kemampuan menulis. Butuh pribadi dan karakter yang baik. Butuh sikap mental yang kuat.

Karena menghadapi klien berduit itu beda dengan menghadapi penerbit yang tidak secara langsung membayar penulisnya.
Silakan anda memilih mana saja yang sesuai. Versi saya, adalah bonus kalau klie datang menemukan kita. Tapi lebih sering mereka harus kita “jemput” untuk menggunakan jasa dan kreativitas kita.

Ari Kinoysan Wulandari

#ariwulandari #arikinoysanwulandari #arikinoysantips #kinoysanstory

Please follow and like us:

Tentang Royalti Penulis yang Tidak Banyak Orang Tahu

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Kadang-kadang saya gemas betul lho kalau mendengar hitung-hitungan orang atas royalti penulis. Hitung-hitungan yang sering kali salah kaprah dan berdasarkan teori matematis semata. Secara umum royalti penulis di Indonesia berada pada kisaran 5-12% dari harga jual buku. Yang umum adalah 10% dari harga jual buku dikurangi pajak 15%.

Gampangnya, kalau seorang penulis memiliki 1 buku dengan harga jual 50 ribu dengan jumlah eksemplar cetak 5 ribu, maka secara teori royalti yang diterima adalah 10% x 50,000 x 5000 = 25,000,000 dikurangi pajak 15% (25,000,000 x 15% = 3,750,000). Jadi, secara teori royalti yang harus diterima penulis = 21,250,000 (lumayan to untuk satu buku lho!)

Itu secara teori dan sering kali orang tidak melihat realitanya. Hei, royalti yang dibayarkan penerbit kepada penulis itu berdasarkan jumlah buku yang laku setiap periode royalti (umumnya hanya 2-4 kali dalam setahun, ada yang 6 bulanan, 4 bulanan, atau 3 bulanan). Nah, masalahnya kalau bukunya laku semua dan dijual dalam harga yang riil (50 ribu) memang 21,250,000 itulah yang diterima oleh penulis.

Wah, tentu saya bahagia sekali kalau ternyata penerbit begitu buku saya terbit langsung membayar royalti saya sesuai jumlah cetaknya….. karena ini yang dihitung-hitung oleh orang dan saya tidak mau repot menjelaskan rinci selain ucapan terimakasih.

Alhamdulillah karena berarti itu saya kaya banget lah. Hitung saja, buku solo saya sudah 140 dan mayoritas terbit di penerbit major yang terus saja dicetak ulang. Alhamdulillah. Heheh….

Terus bagaimana kalau bukunya tidak semuanya laku? Dari lima ribu baru laku seribu? Ya seribu eksemplar itu yang dibayarkan. Kalau kurang dari itu? Ya yang terjual itu yang dihitung royaltinya.

Belum lagi kalau bukunya sudah lewat masa dan harus dijual dengan harga murah, jadi masalah lagi karena royalti akan lebih kecil. Selain itu juga ada permasalahan buku-buku yang dibeli proyek pemerintah, royaltinya hanya sekitar 2-5% sehingga besaran royaltinya juga menjadi sangat kecil. Miris?

Tidak apa, saya sudah biasa saja. Sudah mengalami menerima royalti per satuan buku cuma ribuan sampai yang puluhan juta. Jadi tak perlu kaget. Orang kagetan itu tanda kurang ilmu.


Itu kenapa juga ada banyak penulis yang males menulis dengan sistem royalti, lalu mereka pilih menulis dengan jual beli putus. Meski ini nilainya juga sangat rendah di industri kreatif kita. Satu halaman tulisan jadi yang sudah bagus standar dihargai hanya sekitar 20-50 ribu perak –bahkan banyak yang kurang dari itu, apalagi kalau lewat agensi-agensi yang pemiliknya seperti lintah darah menghisap kerja rodi penulis-penulisnya–, tidak terhitung berapa kali revisi. Jadi kalau menulis 100 halaman saja, duitnya ya 2-5 juta perak.

Tidak menyangka kan? Yach, itu realita dunia industri kreatif kita. Jadi maklumkanlah kalau kemudian pemerintah memberi charge beli putus buku antara 8 sd 50 juta per naskah itu pesertanya membludak, mesti dengan aturan administratif yang nggak ringan.

Makanya saya bersyukur banget kalau ketemu klien yang baik, “Sudah Mbak Ari, saya tidak tahu berapa harga tulisan. Saya sudah seneng dengan bab awalnya dan silakan tentukan harganya. Kalau kemahalan saya akan tawar, kalau tidak saya akan membayar saja.”

Bahagianya saya kalau begitu, dan itu sering saya anggap berkahnya menulis sebaik-baiknya. Toh ada juga lho yang kurang ajar, sudah dibikinkan contoh awalnya, lalu bilang kemahalan dan kabur…. meminta orang lain menulis, tapi bab awalnya punya saya dipake, nggak dibayar dan nggak ada omongannya. Ya wislah, itu akan jadi sandungan rezeki dia sendiri.

Karena begitu tidak pastinya kinerja penulis di Indonesia, waktu saya masih di Multivision Plus Jakarta —hei, di sini bayarnya banyak tapi kerjanya juga abis-abisan, salah satu bapak angkat saya yang ada di jajaran direksi BUMN, mendesak saya agar keluar dari MVP dan masuk BUMN lalu sekolah lagi, tapi saya menolak.

Di Jogja pun, setelah saya hengkang dari MVP dan sekolah lanjut atas keinginan dan biaya sendiri, orang tua angkat saya yang dokter dan punya beberapa klinik kecantikan mendesak agar saya membantunya di manajemen, tidak usah menulis. Aduuuh. Masih banyak lainnya. Yang terpenting sebenarnya, saya emoh “berhutang budi” sama siapapun. Gaweyan saja kok nebeng dicariin orang. Lha kita sekolah tinggi kan biar layak untuk dapat kerja secara mandiri 😀

Hidup adalah pilihan. Bekerja tidak semata-mata uang, tapi juga jangan karena menuruti keinginan lalu hidup miskin dan kere. Justru saya toh yang mesti membuktikan kalau menulis bisa digunakan untuk hidup sebaik-baiknya. Saya mengawal adik-adik saya sampai sarjana dengan menulis. Saya sekolah lanjut ya dari menulis. Bukan dibiayai orang tua angkat atau beasiswa atau bea instansi. Semua tinggal seberapa keras usaha kita.

Nah, sekarang bagaimana? Anda masih ingin jadi penulis? Pikirkan lagi….. lebih enak kerja kantoran to? Rajin nggak rajin, kerja keras atau sosmed-an di kantor, tiap bulan anda gajian…..

Itu kenapa jangan heran kalau saya rajin menyuruh orang mempromosikan bukunya —termasuk saya sendiri— ya karena royalti yang saya terima tergantung dari jumlah buku yang terjual. Jadi ada baiknya anda membantu saya dengan membeli buku-buku saya.

Tidak harus lewat saya, anda bisa langsung ke toko buku, ke toko toko online atau langsung ke penerbitnya. Pesan lewat yo boleh. Tinggal cari judul bukunya dan kirim pesan ke wa.me/6281380001149. Tentu jangan lupa transfer duitnya yaa….

Salam Happy Writing,
Ari Kinoysan Wulandari

#ariwulandari #arikinoysanwulandari #kinoysanstory #royalti #penulis

Please follow and like us:

Workshop dan Webinar 2022

Tahun 2022 ini saya sudah mengawali kelas dengan webinar. Selain itu, nantinya pada bagian ini akan saya posting kegiatan workshop dan webinar.
Monggo bergabung 😊🙏
Webinar gratis. 30 Maret malam.
Meeting ID: 934 3090 7578
Passcode: 084970
.
📢[WORKSHOP ]📢
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Dan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia,
Universitas PGRI Yogyakarta mempersembahkan Workshop Nasional dengan tema :
*Pelatihan Scanning Dan Skimming Text Bahasa Inggris Dan Bahasa Indonesia*
Pembicara :
👤 Yune Andryani Pinem, M.A
_Pusat Bahasa UGM_
_Pusat Karir STTKD_
👤 Dr. Ari Wulandari, M.A
_Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia_
_Universitas PGRI Yogyakarta_
Moderator :
👤 Andi Dian Rahmawan, M.A
_Dosen Pendidikan Bahasa Inggris_
_Universitas PGRI Yogyakarta_
Save The Date :
🗓️ : Sabtu, 26 Maret 2022
🕘 : 09.00 WIB
📱: Zoom Meeting
‼️GRATIS‼️
Link Pendaftaran :
===========================
Contact Person :
085647562363 (Andi)
More Information :
📧 : pbi@upy.ac.id
🌐 : pbi.upy.ac.id/
Malam ini insya Allah Rabu, 2 Maret 2022 jam 20:00-21:00 WIB kita ngobrol 1 jam dalam UMKM ProTalk bersama Mbak Ari Kinoysan Wulandari tentang pentingnya keterampilan menulis bagi UMKM. Ada rekaman youtube ini agar bisa ditonton ketika acara berlangsung atau setiap saat pas ada waktu luang: https://youtu.be/YcmfBMfD1w0
*KMI PROUDLY PRESENT*
.
✍️ WORKSHOP KEPENULISAN ✍️
*_CREATIVE WRITING_* bersama narasumber *ARI KINOYSAN WULANDARI*
Menulis adalah salah satu cara berkomunikasi. Menulis merupakan sebuah keterampilan produktif. Pada masa pandemi Covid-19 ini, menulis salah satu keterampilan yang bisa dilakukan untuk mencegah kebosanan tinggal dan berdiam di rumah dengan adanya aturan social dan phisical distancing. Oleh karena itu banyak orang berlomba-lomba untuk menghasilkan tulisan yang kreatif.
.
📌 Benefit:
• Ilmu kepenulisan
• Sertifikat (Offline)
• E-Sertifikat (Online)
• Voucher Kelas Kepenulisan
• Voucher Penerbitan
• Bergabung di KMI
• Relasi Baru
• Konsumsi (Offline)
.
📆Minggu, 27 Februari 2022
🕙Pukul 08.30 WIB – Selesai
📍 Ceria Boutique Hotel (Lantai 2) Jalan Babarsari No. 23B Caturtunggal, Depok, Sleman – https://maps.app.goo.gl/fLxwgr39PDgJketv9
🏷️HTM :
Peserta Offline
💰 KMI Member : Rp. 25.000,00
💰 UMUM : Rp. 30.000,00
Peserta Online
💰 KMI Member : Rp. 10.000,00
💰 UMUM : 20.000,00
✅Pembayaran dilakukan dengan transfer biaya ke rekening an. KUTRATUL AINI (BNI) 0169299462
.
📝 Link Pendaftaran : https://cutt.ly/BUKz3Lp
.
☎️ Contact Person☎️
0813-3557-8589 (Kak Dyah)
.
⚠️ More Info:
Instagram: @komenulis.id
.
📌 Peserta Terbatas 50 Orang (Peserta khusus yang berdomisili di Yogyakarta)

Topic: Talkshow : Herbal Jawa | Ramuan Tradisional Asli dari Nusantara
Time: Jan 19, 2022 01:30 PM Jakarta

Join Zoom Meeting
https://us02web.zoom.us/j/81939760342…

Meeting ID: 819 3976 0342
Passcode: 123456

Bagi yang ingin mengulang ulasannya bisa ngecek di sini: https://www.youtube.com/watch?v=0mS8xAU8wmk

 

Please follow and like us:

Apakah Menulis (Harus) Sunyi?

Pertanyaan tentang penulisan yang saya terima, sering beragam dan kadang-kadang di luar dugaan. Apa yang menurut saya wajar, bagi orang lain bisa jadi tidak demikian. Segala sesuatu yang saya anggap biasa, bagi orang lain ternyata tidak begitu. Seperti pertanyaan ini; mengapa saya tidak pernah memberikan informasi kapan mulai bekerja (menulis), proses kerja selama penulisan, dan tahu-tahu jadi? Apakah menulis harus sesunyi itu?

Kapan saya mulai bekerja, ya pasti yang tahu saya dengan pihak yang berkaitan. Apakah waktu ini, jenis pekerjaan penulisan, harus saya share ke sosmed? Tentu tidak.  Banyak orang menganggap saya bebas posting, artinya bisa banyak hal saya share di sosmed termasuk remeh temeh urusan pribadi —selama menurut saya tidak akan menimbulkan problem (paling-paling dijulidin), ya tidak apa-apa. Tapi sebenarnya saya termasuk orang yang sangat hati-hati menshare sesuatu di sosmed.

Terlebih kalau berkaitan dengan hal yang masih “samar-samar” , “rahasia”, “belum pasti”, “belum jelas”, “tidak mengerti detail”, ya lebih baik sunyi. Termasuk kapan saya mulai bekerja. Karena itu berkaitan dengan waktu penyelesaian tulisan. Percayalah, waktu penyelesaian penulisan itu bisa mulur mungkret tergantung banyak hal di lapangan . Terlebih saya tidak mau ditanya, kerjaannya apa, ini itu nya bagaimana —yang malah menambah pikiran. Penulisan sering membutuhkan konsentrasi ekstra tidak terganggu hal-hal yang tidak berhubungan.

Proses penulisan seperti apa, saya rasa semua penulis sudah tahu. Bahkan kalau mereka bukan penulis pun, saya yakin mereka mengerti bahwa proses menulis itu tidak cukup gampang. Jadi, yach saya biasanya menshare proses menulis kalau sudah selesai. Termasuk dalam penulisan biografi terbaru, ya saya ceritakan atau share saat wes rampung. Anda bisa melihat dalam catatan saya sepuluh seri untuk membacanya. Lengkap dari awal kerja, negosiasi, harga, wawancara, proses menulis, tantangan, publikasi, sampai kesan saya.

http://arikinoysan.com/blog/2021/12/15/biografi-rektor-uns-1/

Silakan merunut link tersebut sampai bagian yang ke sepuluh 🙂 Saat buku sudah publish atau karya sudah tayang, wes tidak rahasia lagi kalau saya ditanya ini itu. Tidak ada kekhawatiran materi akan diambil, dishare tanpa bertanggung jawab, dll penyalahgunaan yang bikin nyesek serasa asma akut. Hak ciptanya sudah ada. Tidak menutup kemungkinan dari comot-comot copas, pembajakan; tetapi sekurangnya perlindungan kekayaan intelektual sudah dilakukan sesuai prosedur hukumnya.

Bahkan, saking hati-hatinya saya berkaitan dengan data tulisan; pada saat proses meminta pengantar biografi dari petinggi-petinggi negara pun; saya dengan tegas meminta pada Sekretaris Rektor untuk mengirim dalam versi cetak bersegel. Demi menghindari kebocoran yang mungkin terjadi pada saat proses pembacaan.

Sudut Sunyi, Belitung

Jadi, kalau saya lebih suka menshare segala sesuatu pas karya wes jadi; ya karena share inilah yang aman. Share ini justru bagian dari promosi. Proses kerjanya sudah berlalu. Sudah dilewati. Sudah selesai. Tidak lagi ada rahasia darinya yang khawatir diambil orang.

Bagi yang tidak sepakat, ya tidak apa-apa. Setiap penulis punya gaya dan cara kerja yang berbeda-beda. Saya sudah sedari belia berada di dunia kreatif. Industri ini rawan sekali “pengambilan secara paksa”. Dan kalau belum ada hak cipta sebagai klaim absolutnya, semua bisa ambyar sia-sia.

Sebagai contoh saya gambarkan; ketika saya dan tim sedang menggarap persiapan  sinetron (sudah hampir 80%) untuk memulai; beberapa orang tim kreatif lapangan menghadiri acara pesta dan makan-makan. Lalu orang dari PH lain bertanya asal, “Nggarap apa?” maksudnya sedang mengerjakan proyek apa. Dengan enteng mereka ini menyebut judul ABCDE. Pesta berakhir. Semua pulang pesta seolah tidak ada apa-apa yang terjadi. Tahukah anda kehebohan yang terjadi selanjutnya?

PH sebelah sudah langsung memasang slot tayang di TV dengan judul yang sama. Tiga hari kemudian tayang. Dan kami yang sudah siap-siap berbulan-bulan ini? Tidak bisa mengklaim bahwa itu milik kami, judul yang kami persiapkan. Produser saat itu begitu murka. Pemecatan besar-besaran dari kalangan tim kreatif lapangan dilakukan hari itu juga. Semua orang yang semeja saat makan-makan itu dipecat tanpa kompromi.

Dan selanjutnya Produser mencantumkan di dalam klausul kontrak kerja; baik untuk artis, tim kreatif, tim lapangan, karyawan kantor, dll yang bekerja di PH itu tidak boleh menyebutkan apapun tentang pekerjaan yang sedang dilakukan sebelum rilis resmi dari PH. Siapa saja yang melanggar, dikenai sanksi perdata dan pemecatan langsung.

Itu adalah pengalaman pahit bagi saya, meskipun saya tidak terlibat. Saya lho sudah bekerja berbulan-bulan demi mempersiapkan tayangan itu. Dan lebih pahit lagi ketika ternyata tayangan itu menjadi the best five hampir selama masa durasi tayang 5 tahun nonstop. Nyeseknya tidak hanya seperti orang kena serangan asma akut.

Pengalaman itu mengajarkan saya untuk lebih hati-hati. Apalagi zaman sosmed begini. Sekali sesuatu sudah ada di sosmed, saya menganggap larinya tidak bisa dikendalikan lagi. Kita tidak pernah tahu siapa saja yang mengaksesnya dari seluruh dunia. Lebih baik diam, daripada menyesali sesuatu di belakangnya nanti. Lebih baik nonstatus di sosmed; daripada menulis atau memposting sesuatu yang akan meribetkan banyak orang.

Semoga memberikan tambahan sudut pandang. Berbeda adalah fitrah kita. Termasuk dalam tata cara kerja. Jangan mempertanyakan cara kerja orang, kalau anda tidak sedang mempekerjakan dan membayarnya dengan sangat layak.

#happylife #happywriter #carakerja #sunyi #arikinoysantips #kinoysanstory

Ari Kinoysan Wulandari

 

 

 

Please follow and like us:

Biografi Rektor UNS (10)

Kesan Pribadi

Setelah pekerjaan menulis biografi ini selesai, saya sempat bertemu dengan Prof Jamal dan istri (Bu Budhie) di Jogja. Kami mengobrol dengan guyonan cukup lama. Menceritakan kisah ini itu yang terjadi semenjak tugas menulis saya selesai.

Boleh saya katakan ini salah satu penulisan yang saya tidak merasa bekerja, tahu-tahu rampung. Banyak wawancara saya dengan narsum yang isinya cerita lucu-lucu semasa mengenal Prof Jamal. Tentu tetap ada materi yang harus saya sampaikan.

Bu Budhie sangat senang dengan biografi suaminya ini. Beliau mengatakan, “Waktu Mbak Ari datang ke rumah, saya nggak merasa diwawancarai. Saya nggak melihat Mbak Ari merekam, mencatat. Tapi lho, yang saya alami dengan Bapak —suaminya, Prof Jamal; semuanya ada di buku. Enak lagi dibaca.”

Prof Jamal dan istri saat di Raja Ampat, Papua.

Tentu saja, saya tersenyum. Ya kali, saya wes bolak-balik nulis buku tidak merekam pembicaraan penting begitu. Saya pun sudah terbiasa wawancara dalam suasana ngobrol sehari-hari. Informan atau narsum akan lebih enteng bercerita, kalau kita pun santai dan tidak mendesaknya. Tapi tetap fokus, terarah, urgent materinya apa.

Dan rekaman —selain sudah terintegrasi dengan HP, tentu saja saya bersyukur Tuhan memberi saya ingatan yang baik. Jadi, begitu sampai di rumah dan beberes, maka tugas saya mencatat lagi point-point yang telah kami bicarakan. Wes, ndak bakalan ilang kalau begitu. Ada catatan ada rekaman. Ini hanya model kerja saja ya. Tiap penulis beda gaya menyimpan data dan merekamnya.

Saya pun bertanya pada Prof Jamal, mengapa percaya saja dengan saya. Beliau tidak kenal, tidak tahu saya dan ada banyak penulis lain yang mungkin lebih dekat. Saya juga meminta maaf karena tidak membuatkan kontrak penulisan. Beliau tersenyum saja. Tidak menjawab pertanyaan saya secara literal. Karena saya mendengar sebelumnya dari Pak Soni dan Mas Denny, ada banyak nama penulis disodorkan, tetapi kok ya diabaikan saja.

Lah pas dikirimkan biodata saya, beliau langsung bilang. Ini saja sepertinya cocok. Lalu itulah Mas Denny menelpon-nelpon dan saya cuekin. Termasuk Pak Soni, di awal-awal teleponnya yo saya abaikan. Pokoknya siapapun yang menelpon dan belum terecord, pasti nggak saya angkat. Silakan WA dulu, jadi saya tahu siapa yang berbicara. 🙂

Sementara sang istri menimpali, bahwa pekerjaan saya dengan suaminya itu seperti saat mereka berdua membangun rumah di Solo. Tanahnya sudah ada. Sudah dirancangkan desainnya. Mereka berdua punya uang terbatas, dan sudah mengatakan kepada kontraktor membangun sampai sini saja. Seadanya uang. Lalu semua berjalan. Tidak ada kontrak. Tidak ada catatan janji. Tapi menurut sang kontraktor, dia dan suami klien yang paling tertib setor uang. Sampai rumah akhirnya jadi. Tidak ada kontrak apapun, selain komunikasi lisan yang baik.

Kesan saya terhadap suami istri ini, baik dan tidak mau membiarkan tamu pergi tanpa membawa oleh-oleh. Jumpa pertama saya dengan Prof Jamal, beliau menghadiahi saya kain batik tulis. Jumpa kedua saya dengan keluarga Prof Jamal, sang istri menjamu dan menghadiahi saya seperangkat batik tulis komplit  (atasan bawahan selendang) dari brand batik tulis paling kondang mahalnya 🙂

Saat jumpa di kampus dengan Prof Jamal, beliau tidak membiarkan tangan saya kosong; ada banyak oleh-oleh berbau civitas akademika UNS yang harus saya tenteng pulang. Pun di jumpa berikutnya dengan sang istri, beliau menghadiahi saya beberapa connector masker untuk kerudung yang diciptakan sendiri. Wes, mereka bener-bener tidak mau orang datang itu pulang menganggur.

 

Sederhana adalah prinsip hidup mereka berdua.

Saya bertanya pula, kenapa beliau berkenan saja mencantumkan foto-foto yang mungkin bagi pihak lain dianggap kurang bagus; silakan lihat di biografinya. Ada foto keseharian beliau yang sangat sederhana. Menurut beliau, ya itulah dirinya. Dengan segala kekurangan dan kelebihan. Beliau juga melibatkan seluruh orang kecil dalam kehidupannya; mulai OB, driver, penjaga binatang piaraan, dll orang yang mungkin bagi pihak lain tidak akan mungkin muncul dalam biografinya.

Apapun itu, alhamdulillah. Saya berdoa buku ini bisa memberi inspirasi bagi banyak orang. Terutama mereka yang berada di dunia pendidikan. Untuk terus berbagi maju untuk negeri dan mendidik anak bangsa sebaik-baiknya.

Bagi yang memerlukan bukunya, bisa wa.me/+6281380001149. Bukunya cukup tebal ada 466 hlm dan penuh foto-foto berwarna yang mungkin tidak anda temukan di ruang-ruang publik berkaitan dengan Prof Jamal Wiwoho. Plus dengan pengantar orang penting di negeri +62 dengan sederet testimoni yang menarik untuk dibaca.

Maturnuwun telah menyimak kisah di balik buku biografi Rektor UNS yang unik dan inovatif ini. Selamat berkarya. Selamat menyongsong tahun baru dengan karya-karya baru yang inspiratif.

Selesai alias tamat 🙂

#dibalikbuku #biografirektoruns #arikinoysanwulandari #ariwulandari #happywriter #happylife #tahunbaru #bukubaru

Please follow and like us:

Biografi Rektor UNS (9)

Rilis Terbatas 8 November

Setelah dengan sedikit drama cepet-cepet cetak, naskah biografi ini beserta tiga buku lainnya pun siap dirilis. Wah, besar-besaran dong! Saya pun berpikir begitu, karena ada undangan untuk sharing dan acaranya luring plus daring. Artinya ada yang offline, lainnya menyaksikan secara online.

Toh, rencana kita bagus Tuhan jua yang menentukan. Lha kok ndilalah pas jadwal yang direncanakan, UNS kena musibah. Ada salah satu mahasiswa diksar menwa yang meninggal. Nah, ini urusan kan bukan main-main.

Prof Jamal dan keluarga saat Umroh di Baitullah.

Daripada begini begitu, Prof Jamal memutuskan untuk menunda rilis acara buku di ulang tahunnya. Beliau tidak mau kok di saat ada kasus begitu, malah bersenang-senang. Akhirnya saya pun menerima pemberitahuan penundaan rilis. Saya oke saja.

Biyuuu, padahal adik saya wes bersiap mau ikut dan mengantar karena mau jumpa orang-orang di UNS. Mau lihat lagi kehidupan kampus. Yach, siapa saja yang pernah kuliah; pasti kampus menjadi tempat tersendiri dalam kenangannya.

Ternyata setelah diberitahukan penundaan, para civitas akademika UNS, tidak kehilangan cara. Mereka datang beramai-ramai di rumah Prof Jamal pas hari H dan merayakan ulang tahun di sana. Acara itu terbatas dan tertutup untuk sekitar orang dekat. Ada lebih kurang seratusan yang berkumpul di halaman belakang rumah beliau di Solo.

Jadi, ya momentnya tetap di hari ulang tahun beliau. Namun hanya dibuat tertutup saja, berkaitan peristiwa di UNS. Selebih sekurangnya, tetap khidmat dan bersyukur atas usia yang sudah beliau lewati.

Saya pun melihat itu semua memang sudah digariskan begitu. Prof Jamal dengan karakternya yang senang kesederhanaan, seperti sedang diminta Tuhan untuk sederhana merayakan syukuran ulang tahunnya yang ke-60 tersebut.

Prof Jamal dan istri bersama kolega di Australia.

Pun dalam pandangan saya, beliau mengerjakan empat buku besar dalam waktu setengah tahun saja dalam sunyi. Hampir tidak ada huruhara. Semua sudah diporsikan ke si A, si B, si C, si D, dll yang berkaitan dengan pekerjaan. Lalu semuanya bekerja dalam sunyi. Tidak ada koaran yang bercuit di sosial media. Semua seperti berjalan pada hari-hari biasa. Pekerjaan harian yang menjadi tanggung jawab Pak Soni, Mas Denny, dkk lain tetap berjalan seperti hari lainnya. Tidak ada perubahan. Saya sungguh salut dengan ketenangan semua pihak yang bekerja dalam sunyi, dan tahu-tahu wes jadi.

Alhamdulillah. Bagi saya ini pengalaman seru dan semakin menempa saya untuk tekun bekerja. Tidak terlalu rieweuh dengan sosmed, karena ada banyak pihak yang bekerja itu ya di dunia nyata. Sosmed itu hanya pendukung sebagai publikasi karya dll yang dianggap perlu dan biasanya wes jadi.

Saya pun baru bisa menceritakan ini semua, setelah proses berlalu. Kejadiannya sudah lewat. Bukunya sudah jadi. Sudah rilis. Sudah bisa dibeli dan dibaca, bahkan disebarluaskan ke mana saja tanpa batasan.

#dibalikbuku #biografirektoruns #arikinoysanwulandari #ariwulandari #happywriter #happylife

Please follow and like us:

Biografi Rektor UNS (8)

Tantangan dan Kendala

Alhamdulillah, penulisan biografi ini jian lempeng banget. Nyaris tidak ada kendala yang berarti. Sempat saya merasa kok belum saja “sempurna” versi saya. Akibatnya saya masih membenahi saja bab-bab yang menurut saya kurang. Sampai akhirnya editor yang mengawal saya mengingatkan toleransi dan batas waktu. Ya, saya mengerjakan naskah apapun selalu berusaha sebaik semaksimal mungkin yang bisa saya lakukan. Pun naskah ini.

Tantangan yang paling terasa adalah saat saya harus mewawancarai orang-orang dari kalangan akademis. Yes, mereka orang terdidik. Dan beberapa ketemu juga saya dengan orang yang “kepo”. Saya pun diminta memperkenalkan diri, dari asal usul hingga pendidikan saya. Alhamdulillah, studi S-1 hingga S-3 yang rampung cepet dari UGM, turut membantu saya untuk “survive” bermartabat dan terhormat di depan mereka yang menghitung nilai gelar dan pendidikan. Jadi ya, sekolah tinggi tetap perlu bagi penulis profesional. Dan begitu saya sudah memperkenalkan diri, wawancara pun menjadi sangat cair. Bahkan hal-hal “untold story” pun banyak —yang cukuplah jadi catatan untuk saya saja.

Pengangkatan Sumpah Rektor UNS

Masalah sempat hadir di ujung-ujung kerja. Entah kenapa tanpa tahu sebabnya, HP saya yang rasanya masih aman kapasitas penyimpanan datanya, tiba-tiba ngeblank hitam nggak bisa diakses. Paniklah saya. Semua data terakhir biografi, termasuk chat-chat dari Prof Jamal dan Pak Soni ada di sana, foto-foto yang harus saya taruh. Dan ini sudah last minute untuk koreksi saya. Catatan nomor HP beliau berdua tidak ada di kertas.

Saya menarik napas panjang. Menenangkan diri. Dan tralala… ada Mas Denny di FB. Segera saya mengontaknya dan meminta pengiriman data foto terakhir dari Pak Soni. Cling cling… dikirim via email, beres sudah. Saya tetap bisa bekerja merampungkan naskah, seolah tanpa ada gangguan.

Prof Jamal bersama dosen-dosen di UNIMA (Manado)

Lalu bagaimana dengan HP saya? Oalah ternyata hanya heng kebanyakan file dibuka dalam waktu bersamaan. Setelah direstart wes pulih seperti sedia kala. Itu aja, saya kudu nelpon adik ipar dan kemudian meminta adik lelaki saya datang. Jian, namanya panik itu bikin klenger. Hal mudah jadi berasa nggak mudah ya gitu itu…. Tapi itu jadi pembelajaran buat saya, agar semua data ada back upnya. Bahkan untuk perubahan kecil. Kalau ada apa-apa dengan yang satu, masih ada lainnya.

Ketika ini sudah selesai, ya saya duduk manis saja menunggu naskah terbit. Wes rampung tugas saya. Wes selesai urusan menulis-nulis. Pak Soni bahkan sudah jauh lebih awal melunasi pembayaran tanpa banyak suara. Mengirimkan semua permintaan saya dengan sebaik-baiknya.

#dibalikbuku #biografirektoruns #arikinoysanwulandari #ariwulandari #happywriter #happylife

Please follow and like us: