Penulis Buku? Jangan Alergi Jualan Buku!

Pesan buku cetak dan bertandatangan bisa wa.me/6281380001149.

“Jualan buku?”

Begitu tanya seorang Bapak ketika saya di kereta mengeluarkan buku-buku. Niatnya mau saya pindahsatukan ke tas yang lain. Biar lebih ringkas dan bisa saya letakkan di kompartemen atas kursi.

“Oh iya, Pak. Bapak mau lihat-lihat?”

Saya balik bertanya dan mengeluarkan semua buku yang saya bawa. Satu per satu dan saya mulai menceritakan isi materinya; kelebihan-kelebihan dan harganya.

Beliau menunjuk beberapa dan bertanya apa bisa transfer. Jual beli terjadi. Saya tidak menyebut sama sekali kalau saya penulisnya.

Tapi yang saya ingat adalah komentarnya, “Biasanya orang jual buku nggak ngerti apa isi bukunya.” Sampai kami berpisah, beliau tidak tahu kalau saya penulisnya. Tidak apa-apa. Karena yang terpenting beliau membeli buku saya😀

Saya sudah lebih sering menutup mulut untuk menyebut bahwa saya penulis buku tertentu saat berhadapan dengan calon pembeli. Karena itu “sering kali” tidak penting bagi pembaca dan atau pembeli buku. Bagi penerbit pun kadang yang terpenting, bukunya laris atau tidak.

Yach, saya menjadi penulis sedari belia hingga sekarang. Menekuni ruang sunyi demi hasil karya terbaik. Menulis memanglah kerja tenang yang tidak beribetan dengan pihak lain.

Industri membuat saya harus keluar dari kesunyian itu. Berbicara, mengajar, melatih, menjual, menceritakan, mendongeng, mempresentasikan, mempromosikan, dll demi semua produk terjual dengan baik. Karena mau sehebat apapun karya kita, tulisan kita, kalau ia tidak terjual pasti akan mematikan kreatornya. Penulis termasuk di antaranya.

Kesadaran itulah yang membuat saya membawa buku ke mana-mana; bahkan saat saya tidak niat jualan. Dan mungkin itu juga sebabnya dari sekian banyak penulis, alhamdulillah saya bertahan lempeng di tengah gempuran ekstrim kecanggihan kerja AI yang bisa mematikan semua kreativitas dan porak porandanya industri perbukuan cetak kita.

Toh selalu ada sisi baik. Versi saya itu kemudahan dan kecanggihan yang membantu kinerja. Dan tentu saja, saya tetap menulis, tetap mempromosikan buku, menjual buku, terus mengisi kelas, belajar mengajar, book signing, berbagi tips penulisan lewat media massa, teve, radio, medsos dll sebagai bagian kerja penulis profesional.

Bagaimana dengan kamu? Sudah pernah membawa dan menjual bukumu ke mana saja? Oh iya, kalau kamu jadi penulis buku, pesan saya jangan alergi jualan buku. Kamu nggak harus jadi ahli marketing kok.

Cukup ceritakan saja bukumu pada pihak pihak yang tertarik. Kamu hanya perlu lebih rajin menampakkan bukumu pada pihak lain. Caranya juga nggak harus hard selling, bisa dengan mengisi kelas, lomba resensi, bedah buku, book signing, menceritakan kembali, dll. Mereka membeli atau tidak, itu bukan hal yang perlu kita jadikan beban. Sayang kan kalau misalnya ada orang yang pingin beli bukumu, tapi nggak tahu di mana caranya? Tugas penulis saat menulis memang bertenang diri, tapi saat karyanya sudah jadi harus beramai diri untuk promosi 😀
.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Kamu Mau Eksis di Industri Kreatif? Kompromilah…!

Selepas talkshow Menulis Buku Bestseller. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Kemarin lepas ngisi talkshow di Penerbit Andi, saya sempat ngobrol dengan Mbak Anna dan Mbak Nita tentang kerieweuhan industri buku sekarang ini. Model dan gaya baca buku yang sudah berubah. Aneka platform baca non komersial. Aneka platform penulisan yang nggak berbayar. Monopoli toko pasar. Kebijakan perusahaan.  Kelakuan penulis. Dan banyak hal.

Ya, dunia industri kreatif buku telah berubah. Saya masih mengalami zaman keemasan sebagai penulis kesayangan; itu bisa lho begitu tanda tangan kontrak cetak buku langsung 25 ribu eksemplar. Beberapa bahkan ada yang 50 ribu eksemplar dan langsung ilang dari display dalam sebulan saja; itu berarti harus cetak ulang lagi.

Lalu beranjak mulai pasar fiksi turun, tapi ya nggak ngedrop banget. Sekurangnya tiap tanda tangan kontrak saya dengan penerbit, sekali cetak 5 atau 10 ribu eksemplar masih kepegang. Dan jumlah cetakan inilah yang selanjutnya jadi acuan umum penerbit besar untuk setiap kontrak penerbitan buku massal.

Model, selera pasar berubah. Fiksi yang jenuh itu mendorong penerbit mengeksplorasi pasar nonfiksi habis-habisan. Saya dengan mainstream fiksi, pun harus belajar cepat nulis nonfiksi. Untuk bisa menulis buku nonfiksi yang bagus. Untuk dapat uang baru. Untuk survive. Dan ya kemudian saya beradaptasi cepat dengan segala perubahan industri perbukuan; termasuk kalau harus “menulis yang tidak sehati” dalam beberapa kasus.

Saya mendengar banyak penulis yang “to much” permintaannya macem macem pada penerbit. Masih bagus kalau bukunya laku, lha kebanyakan yang berulah itu justru yang buku bukunya jeblok di pasaran. Jadinya kan penerbit ya males ngurusin naskah mereka. Apalagi kalau penerbitan jalur standar dibiayai penerbit.

Penulis berulah itu kayak apa siy? Banyak. Di antaranya tidak terima dengan perubahan sistem. Sekarang buku diterbitkan, dicetak terbatas (50-200 eks), lalu ada sistem POD, ebook, nggak masuk toko buku mayor itu sebenarnya hal biasa. Tapi penulis yang nggak paham teriak teriak penerbit mayor kok sistem POD.

Lha kalau dicetak ribuan eks nggak laku, kamu mau gantiin duitnya? Mikir dong. Wes gitu penulisnya lempeng pula nggak mau bantuin promosi. Haish, saya bae sebel sama penulis yang begitu. Apalagi penerbit yang ngeluarin duit.

Makanya saya waktu diminta ditanya, apakah mengizinkan seluruh buku saya diformat versi ebook dan pembaruan kontrak? Saya langsung bilang oke. Nyetak buku itu gampang, njualnya itu lho yang nggak mudah. Dan versi ebook adalah salah satu cara yang lebih mudah, lebih murah memasarkan buku.

Penulis berulah juga minta minta honor untuk jatah promosi. Piye to… nggak tahu ya kalau penerbit bikin acara itu wes modal buat bantuin ngiklanin bukunya, situ malah minta honor. Eeh situ waras? 😆😅

Penulis berulah juga ngejar ngejar terus kapan naskahnya terbit. Biyuuu… nggak tahu ya ada naskah saya antri 7 tahun baru terbit? Kenapa? Ya karena penerbit harus duluin buku buku yang sudah jelas duitnya. Bayar pegawai itu pake duit, bukan pake daun… 

Penulis berulah banyaklah jenisnya; ntar bisa sebuku sendiri nyeritain kelakuan minus penulis pada penerbit. Dan itu semuanya bikin orang di penerbitan kesal. Biasanya males beribet ya wes blacklist saja dari penerbit. Kalau nggak bayar biayaiin sendiri no publish. Yach versi saya siy serem.

Saya mungkin bukan penulis yang seluruh bukunya hits di rangking teratas. Saya belum pernah terima royalti 1 milyar.  Tapi jelas buku buku saya banyak yang bertahan lebih dari 10 tahun dengan terus menerus memberi uang penjualan. Dan masih bisa dengan enteng menyambung menerbitkan buku buku baru.

Percayalah itu tidak akan pernah terjadi kalau saya jenis penulis yang berulah. Saya sadar betul bahwa industri itu tentang perolehan uang. Dan hukum pasar berlaku, siapa yang menguntungkan itu yang akan terus kita ikuti.

Jadi penulis masuk industri, ya kita harus kompromi, membantu, mengikuti sistem. Bukan sakarepe dhewe. Kalau mo terbitan pake duitmu sendiri siy terserah, tapi kalau pake duit penerbit, distribusi juga, marketing iya, dll itu ya ikuti aja aturan mainnya.

Harus saya sampaikan kepada para penulis, yang pengin buku bukumu laris bestseller itu nggak cuma kamu penulisnya; tapi semua komponen industri penerbitan. Karena kalau bukumu laris, itu mensupport banyak orang yang bekerja di balik layar. Jadi baik baiklah, kompromi, kerja sama, membantu promosi, itu bagian dari tugas penulis buku-buku bestseller.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Menulis Naskah Nonfiksi

Batik Nusantara. Contoh buku nonfiksi. Pesan buku cetak wa.me/6281380001149.

Bagi sebagian orang menulis naskah nonfiksi dianggap lebih mudah karena data dan fakta telah tersedia. Selain itu, tidak perlu menggunakan banyak imajinasi untuk menulis. Benar mungkin, tapi tidak sepenuhnya benar.

Dalam menulis apapun, imajinasi tetap penting. Data dan fakta juga harus benar. Terlebih untuk nonfiksi. Buku harus benar, tidak boleh menyesatkan pembacanya.

Berikut langkah-langkah penulisan naskah nonfiksi.

  1. Tetapkan topik yang akan ditulis. Jelas, penting, spesifik. Makin spesifik makin baik karena akan membuat tulisan kita fokus dan mendalam.
  2. Carilah sumber informasi; referensi, browsing, dokumen sejarah, studi lapangan, kuesioner, wawancara, uji lab, hasil penelitian, dll.
  3. “Baca” sumber informasi dan buat catatan serinci mungkin. Kadang-kadang hal yang kita anggap kecil sebenarnya besar dan penting bagi keseluruhan naskah.
  4. Atur ide-ide penulisan secara sistematis. Gunakan sistem pembuka, inti, kesimpulan atau penutup. Paragraf pendek-pendek. Contoh-contoh spesifik. Gambar pendukung. Data yang terbaru.
  5. Tulis draft pertama secara cepat; yang penting selesai dulu. Tidak perlu mengedit saat menulis.
  6. Buat catatan kaki atau catatan akhir untuk sumber dokumen; dan jangan lupakan daftar referensi.
  7. Biodata yang praktis sesuai jenis naskah nonfiksi yang ditulis. Singkat, padat, komprehensif. Lebih kurang setengah halaman.
  8. Revisi draft pertama setelah kita mengendapkan beberapa waktu. Revisi sangat penting karena inilah “penyempurnaan” naskah kita. Kalau malas, anda bisa minta bantuan editor.
  9. Verifikasi dari ahli. Cari ahli kompeten untuk keabsahan naskah kita. Salah satu tantangan penulisan nonfiksi adalah verifikasi dari ahli; bila kita bukan orang yang ahli sesuai dengan jenis tulisan yang dibuat. Bukan tidak mungkin, untuk sesi ini, naskah kita akan dibongkar habis oleh ahlinya dan terpaksa menulis ulang. Siap-siaplah.
  10. Naskah nonfiksi sudah siap kita tawarkan atau kirimkanke penerbit. Siapkan copy file, print, proposal naskah, sponsor (bila ada). Carilah pihak ketiga yang cocok untuk mempublish karya kita.

Pada prinsipnya menulis jenis apapun, selalu ada tantangan dan kesulitan masing-masing. Tugas kita menaklukkan tantangan dan kesulitan tersebut agar naskah bisa selesai. Selamat mencoba 😀🙏

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Hal-hal yang Bikin Editor Sebel Sama Naskah (Kamu)

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Editor adalah orang kunci yang bikin naskah jadi “lebih baik” dan “lebih menjual”. Nah, biar jalan naskahmu mulus di tangan editor, berikut ini beberapa hal yang harus dihindari. Kalau bisa ditiadakan, biar editor nggak sebel sama naskah kamu dan kadang jadi merembet ke kamu (penulisnya).

  1. Banyak salah ketik. Modal dasar penulis adalah menulis huruf dengan benar. Kalau belum terbiasa menulis, minta orang untuk mengecek masalah salah ketik. Sekurangnya naskah harus bebas dari salah ketik.
  2. EYD yang masih berantakan (baca: penulisan tidak sesuai EYD). Sekarang EYD bisa diakses online dan nggak berbayar. Cek-cek ketentuannya, sehingga naskahmu lebih rapi dan terbaca sesuai EYD.
  3. Penyajian bahasa terlalu kaku. Dalam penulisan mengikuti aturan KBBI, EYD itu sangat baik. Namun kalau terlalu kaku demi mengejar kebakuan, ini juga bukan tulisan yang menyenangkan.
  4. Penyajian naskah bertele-tele dan melantur ke mana-mana, tidak fokus. Pastikan memeriksa bawa dari judul sampai bagian akhir, semuanya merupakan satu kesatuan dengan benang merah yang sama.
  5. Banyak kalimat yang tidak dimengerti apa maksudnya. Biasanya ini karena penulis berusaha membuat kalimat kalimat puitis, tapi kurang tepat pilihan kosakata dan penempatannya.
  6. Banyak kosakata jorki (baca: sadisme, pornografi, makian/umpatan, pertentangan SARA). Untuk kosakata yang harus sangat ekstrim wajib ada, cobalah memilih kosakata yang lebih ringan tanpa kehilangan maknanya. Beberapa penerbit langsung membuang naskah yang kosakatanya jorki, sadis, atau makian yang dianggap terlalu kasar.
  7. Tidak sesuai dengan orientasi penerbit. Kamu punya naskah fiksi, tapi kirim ke penerbit yang cuman bikin buku kesehatan. Ya jelas ditolak langsung. Jadi sebelum kirim naskah, cek-cek dan periksa orientasi penerbit atau medianya.
  8. Naskah tidak lengkap (tidak ada pengantar, daftar isi, sinopsis/intisari, proposal, dan biodata penulis). Daripada sulit-sulit, biasanya editor langsung meninggalkan naskah yang begini. Jadi pastikan naskahmu komplit ya, terutama kalau kamu baru berurusan dengan penerbit tersebut.
  9. Penulis tidak mau revisi. Kalau ketemu penulis yang begini, besoknya editor jadi males berurusan dengan penulisnya. Kalau memang sudah disepakati untuk perbaikan, lakukan saja dan jangan mangkir-mangkir.
  10. Penulis sulit dihubungi. Waah, hari gini kalau ada penulis yang sulit dihubungi, ya wislah, ditinggalkan saja. Jadi, pastikan memberi nomor contact yang online 24 jam…. apalagi kalau kasih contact ke produser…. itu jenis orang-orang ajaib, yang suka seenaknya mencari penulis. Nggak peduli jam dua pagi, kalau dirasa harus dibicarakan, pasti ditelpon. Hihi…. penulis memang hidupnya penuh keajaiban 😀

Editor juga sama manusiawinya dengan kita. Ada banyak capeknya, ada banyak deadline dan kerjaannya. Be nice-lah. Jangan mengejar-ngejar mereka tak kenal waktu. Kalau baru kasih naskah hari ini, ya jangan besok ditanyakan. Bulan depan mungkin, biar sekalian ingat.

Percaya deh, kalau naskah kamu bagus bingit nggak sampai seminggu kamu pasti sudah dapat kabar gembira. Apalagi kalau produser, bisa dua jam berikutnya sudah dapat kabar. Tapi kalau nggak, ya yang sabar dikit…. karena nggak cocok itu, bukan berarti naskah kamu selalu nggak bagus. Bisa jadi karena nggak cocok saja.

Happy Writing, Be A Good Writer ❤️

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Mengembangkan Keterampilan Menulis

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Menulis dengan baik adalah salah satu keterampilan yang paling dicari dan berguna dalam dunia kerja sekarang ini. Ironisnya, menulis juga termasuk salah satu jenis keterampilan paling langka. Dalam 100 orang, sekurangnya hanya ada 1 atau 2 yang bisa menulis dengan baik.

Berikut ini adalah beberapa tips untuk membantu kita mengembangkan keterampilan menulis. Keterampilan menulis, tidak hanya akan meningkatkan karir anda, tetapi juga membantu mengembangkan kemampuan berpikir dan menjelaskan topik yang paling sulit.

1. Miliki target pribadi.
Miliki target pribadi yang realistis sehingga cukup waktu untuk merencanakan, penelitian, menulis, dan merevisi.

2. Miliki rencana dan wujudkan.
Pasti tidak benar kalau ada penulis sukses yang bilang menulis tanpa rencana. Semua pasti direncanakan, meskipun (mungkin) tidak dituliskan dan hanya tergambar di otaknya.

3. Mulai di tengah.
Ya, sering kita sulit memulai dari awal. Lalu, kenapa tidak mulai dari tengah? Atau malah dari akhir. Dari mana kita mulai, itu urusan penulis; yang penting naskah selesai dan lengkap.

4. Izinkan draft pertama jelek.
Sering kita berharap sekali menulis langsung bagus. Wah, bagus dalam tulisan itu proses dari menulis jelek berulang-ulang.

5. Jangan plagiat.
Ini pelanggaran yang lebih berat dari pencurian barang-barang nyata. Hati-hatilah. Tulislah karya sendiri.

6. Penuhi aturan main.
Kalau mau kirim cerpen ke media tertentu aturannya 10 halaman, ya buatlah 10 halaman. Jangan 8 atau 15. Pasti ditolak.

7. Gunakan kamus dan ensiklopedi untuk membantu.
Data-data dan fakta kadang bisa dengan mudah ditemukan di kamus dan ensiklopedi. Jadi, bersabahatlah dengan keduanya.

8. Fokus pada apa yang anda kerjakan.
Jangan tolah-toleh. Kalau sudah merencanakan, mengerjakan, fokus saja sampai selesai. Harus kuat komitmennya untuk selesai.

9. Proofreading.
Sebagus apapun anda merasa “yakin” tetap harus dibaca ulang dan dikoreksi. Karena pasti ada kesalahan-kesalahan yang harus diperbaiki.

10. Berikan sesuatu.
Menulis pasti dengan tujuan. Berikan sesuatu untuk pembaca; entah itu informasi, inspirasi, humor, cerminan, dll.

Cara terbaik untuk meningkatkan kemampuan menulis adalah dengan menulis, sebanyak yang anda bisa. Tips di atas akan membantu memberikan arah dan menunjukkan kepada anda kekurangan yang melemahkan tulisan.

Happy Writing, Be A Good Writer 😍

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Tips Menulis dari Stephen King

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Stephen King: I have never felt like I was creating anything. For me, writing is like walking through a desert and all at once, poking up through the hardpan, I see the top of a chimney. I know there’s a house under there, and I’m pretty sure that I can dig it up if I want. That’s how I feel. It’s like the stories are already there. What they pay me for is the leap of faith that says: “If I sit down and do this, everything will come out OK.”

Terjemahan Bebas:
Saya tidak pernah merasa seperti menciptakan sesuatu. Bagi saya, menulis seperti berjalan melewati padang pasir dan sekaligus, menyembul melalui kondisi yang paling sulit, saya melihat bagian atas cerobong asap. Saya tahu ada rumah di bawah sana, dan saya yakin bisa menggalinya jika mau. Itulah yang saya rasakan. Perasaan ini seperti cerita tersebut sudah ada. Apa yang mereka bayar untuk saya seperti takdir yang mengatakan: “Jika saya duduk dan menuliskan ini, semuanya akan berhasil dengan baik.”

—Simpelnya, cerita-cerita yang dibuat oleh King, sebenarnya sudah ada di dunia ini dan tinggal menuliskannya.

Stephen King terkenal dengan kisah-kisah HOROR —jenis novel/film yang paling saya malas untuk ikuti, tapi kalau mau jadi penulis, ya harus baca dan nonton.

Karya-karya King antara lain The Body, Rita Hayworth and Shawshank Redemption, (difilmkan jadi Stand By Me dan The Shawshank Redemption), The Green Mile, Hearts in Atlantis, Salem’s Lot, Bag of Bones, Dolores Claiborne, The Stand, Under the Dome, It, The Shining, 11.22.63 —dan anda bisa menambahkan sendiri lainnya bila banyak yang saya tidak tahu. Bagi pencinta dan penggila kisah horor, sudah pasti King layak dibaca dan diikuti perjalanan penulisannya.

Tahukah Anda, King sebelum menjadi penulis kondang adalah seorang pekerja laundry (khusus menjadi tukang setrika). Bertahun-tahun naskahnya ditolak dan ditolak saja, tapi istrinya selalu memberi semangat.

Sampai akhirnya karya perdananya diterima dan jadilah kisah horor klasik CARRIE yang legendaris dan terjual 5 juta eksemplar serta jadi film sukses tahun 1976.

Apapun pekerjaan kita, MENULIS tetaplah PENTING. Menulis setidaknya akan bisa MENGUBAH HIDUP kita.

Jadi, apa anda masih mencari-cari alasan untuk tidak menulis?

Menulis bisa dilakukan siapa saja, asal ada niat dan tidak buta huruf.

Carilah semangat dari siapa saja atau apa saja, karena SEMANGAT itu seperti HARAPAN yang menyimpan KEKUATAN.


Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Kompromi dengan Peluang Penulisan

Cover buku Tahajud Cinta. Pesan buku bisa ke gramedia.com atau amazon.com.

Saya memulai karir menulis dari cerita
anak, cerpen, cerbung di media, dan
mulai menulis novel secara mapan. Lalu bekerja menetap sebagai editor buku dan terakhir yang paling lama sebagai script
editor sinetron dan film.

Saya merasa jiwa penulisan saya ya di
materi fiksi, dan bersikukuh itulah yang
saya bisa. Namun dalam perjalanan industri penulisan, ada masa-masanya pasar fiksi begitu jenuh. Buku fiksi model apapun jeblok di pasaran, bahkan untuk mereka yang sudah punya nama besar.

Saat itu, salah satu penerbit menawarkan
saya, menulis nonfiksi. Apa itu nonfiksi….
Saya tidak tahu dan tidak berminat. Hei,
tapi begitu mendapatkan penjelasannya….
take it easy. Tidak ada salahnya mencoba,
toh ada editor yang bisa saya tanya apa dan
bagaimananya.

Saya pun tidak kepedean. Saat tawaran ini datang, saya sudah di Jakarta. Ada banyak penulis yang saya kenali. Saya pun “berguru” dengan serius untuk menulis buku nonfiksi selama berbulan bulan; mungkin setahunan. Sebelum akhirnya saya mencoba mengadu untung dengan menulis nonfiksi dan menyerahkan naskah saya ke penerbit.

Mana bisa saya prediksi kalau nonfiksi pertama saya “Tahajud Cinta” jadi istimewa dan laris manis…. dan setelah itu, saya lupa menghitung bagaimana buku-buku nonfiksi saya menjadi cukup banyak. Tenang saja, belum 1001 judul. Versi saya ya belum banyak 😃

Lalu, saya belajar dengan cepat. Bahwa dalam penulisan apapun, kadang kita harus berhitung dan kompromi dengan kesempatan dan peluang yang ada. Bisa jadi, siswa-siswa kelas yang ngotot betul “hanya mau menulis ini” sesuai bidangnya, padahal bidang itu jelas tidak dicari, perlu berpikir untuk kompromi dengan peluang.

Mungkin dengan menulis “pesanan” itu bisa jadi “batu loncatan” untuk menulis apa yang diinginkannya. Bagaimanapun, anda harus
tahu dan sadar: media, penerbit, PH, jauh lebih senang “menerima” tulisan dari penulis yang sudah eksis dibandingkan penulis yang belum dikenal, betapapun “sangat baiknya” tulisan anda.

Jadi, jangan alergi pada kesempatan. Ingat, berlian tidak ditemukan di permukaan 😃
Anda harus menggali sangat dalam untuk
bisa memperolehnya.


Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us: