Tips Menulis Novel

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Sebenarnya menulis novel itu menceritakan kisah yang kita ketahui dalam tulisan. Ada berapa banyak kisah yang kita ketahui, maka sebanyak itulah pula novel yang bisa kita tulis. Nah, caranya biar menulis novel itu gampang, bagaimana? Berikut ini tips triknya…

Mengerti apa yang dimaksud novel
Novel itu apa? Tulisan dengan materi fiksi atau sesuatu yang difiksikan (berdasarkan kisah nyata) yang terdiri dari 100-150 halaman. Bisa lebih menurut aturan masing-masing penerbit dan media.

Mengerti cara menulis novel
Bagaimana cara menulis novel? Novel terdiri dari deskripsi dan dialog yang disusun per paragraf-paragraf, per bab-bab hingga jadi satu kesatuan cerita yang utuh.

Caranya menulis dimulai dari IDE yang menarik. SINOPSIS yang rinci untuk MENGEMBANGKAN IDE dan menggambarkan KARAKTER TOKOH. Ikuti sinopsis untuk bisa membuat ALUR CERITA. Alur diolah menjadi ADEGAN-ADEGAN. Ikuti saja semuanya sesuai sinopsis dan selesaikan sampai tamat. PERBAIKI NASKAH sampai rapi dan enak dibaca.

Mengerti ide yang brilian
Ide yang brilian seperti apa? Yang familiar tapi tidak pasaran. Ada banyak novel yang sudah beredar dan diterbitkan. Jadi penulis mesti cerdas membidik sesuatu yang brilian, familiar tapi tidak pasaran. Tema apa saja boleh asal brilian. Tema cinta, tema religi, tema ilmu pengetahuan, dll. tapi pastikan dibidik dari sisi atau sudut pandang yang berbeda.

Mengerti unsur-unsur cerita yang istimewa
Apa unsur-unsur cerita yang istimewa? Sesuatu yang hanya ada di dalam novel yang kita tulis. Boleh settingnya, boleh karakternya, boleh dialognya, boleh deskripsinya, boleh kisahnya, dll. Apapun yang ada di dalam novel yang istimewa yang tidak dimiliki novel lain.

Mengerti pembagian cerita
Novel adalah satu kesatuan yang sebenarnya terdiri dari pendahuluan, isi, dan penutup. Sering disebut opening, inti, dan ending. Mainkan perasaan untuk membaginya. Porsikan bagian inti 50 persen, bagian opening dan ending masing-masing 25 persen. Pikirkan benar-benar bagaimana membagi hal ini.

Opening yang kelamaan juga bikin bosan. Ending yang terlalu cepat juga membuat jengkel karena terasa tiba-tiba. Biasakan membuat platform yang jelas, bab mana yang menjadi opening, inti, dan ending. Catatlah yang kita pikirkan, jangan diangan-angankan, karena pasti besok sudah lupa.

Tips Penting:

  1. Setia pada sinopsis. Jangan melakukan perombakan besar saat menulis.
  2. Jangan gampang menyerah saat menulis. Kalau bosan, tinggalkan. Kalau sudah fresh, kembali dan teruskan menulis.
  3. Jangan mengedit saat menulis. Kalau ada salah ketik, biarkan saja. Editing nanti kalau sudah kelar.
  4. Cari waktu dan tempat yang paling nyaman untuk menulis.
  5. Kalau novelnya perlu banyak referensi, pastikan referensi telah tersedia di dekat meja kerja. Kalau perlu post it bagian-bagian yang akan digunakan sebagai referensi.

Menulis novel berapa lama yang normal? 2 bulan untuk 100-150 halaman, dengan target 1-2 halaman sehari; dengan range waktu 30-60 menit per hari.

Bagaimana? Bukankah menulis novel itu gampang? Apa yang membuat ragu-ragu? Pikiran kita sendiri 🙂

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Kenapa Tulisan Saya Nggak Pernah Selesai?

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Pertanyaan lain yang paling sering saya terima, “Mbak Ari, kenapa tulisan saya nggak pernah selesai? Ada banyak naskah “tidak jadi”, “nanggung” di laptop saya.”

Berikut ini beberapa sebab naskah tidak selesai dan solusinya.

1. Tidak fokus, banyak lomba menulis yang menggoda.
Solusi: fokus pada satu kerja sampai selesai. Pilih program yang paling realistis.

2. Saat menulis, dapat ide baru yang dianggap lebih keren.
Solusi: catat ide tersebut, lalu tutup file, dan lanjutkan menulis.

3. Tidak punya waktu karena kesibukan jadi sangat luar biasa.
Solusi: menulis saja rutin, setiap hari 10-30 menit.

4. Ketakutan karena menulis lalu dianggap sok pintar.
Solusi: tulislah yang paling sesuai dengan bidang anda.

5. Perfeksionis sejati, merasa selalu kurang.
Solusi: yakinkan diri menulis yang terbaik.

6. Selalu membandingkan dengan karya penulis lain.
Solusi: berhenti membandingkan dan tulislah sesuai gaya anda.

7. Tidak percaya diri, merasa tulisan buruk terus.
Solusi: terima kemampuan menulis anda dengan syukur dan terus belajar.

8. Menulis hanya perlu orang berbakat dan luar biasa.
Solusi: sadarilah menulis hanya perlu membiasakan dan berlatih.

9. Merasa tidak ada hal baru.
Solusi: sadari bahwa tulisan hanyalah “olahan” dari yang sudah ada.

10. Godaan sosmed, telepon, dan fasilitas komunikasi.
Solusi: saat menulis, matikan itu semuanya dan pilih tempat yang tenang.

Mudah-mudahan membantu menyelesaikan tulisan anda. Ingat, dalam hal tulisan, yang kita jual adalah tulisan yang sudah SELESAI, bukan OMONGAN atau RENCANA tentang tulisan anda. Jadi, pastikan tiap naskah “selesai” agar anda bisa memiliki banyak karya.

Happy Writing, Be A Good Writer
*Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!
*Jadi Penulis Skenario? Gampang Kok!
*Jadi Penulis Produktif? Gampang Koq!

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Masalah Penulisan dan Solusinya

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Menulis pada realitanya (tidaklah) segampang berbicara. Ada banyak orang yang pandai berbicara, tapi tak pandai menulis. Sebaliknya pun mereka yang pintar menulis, tak selalu pintar berbicara.

Keterampilan lisan dan tulis, seharusnya diseimbangkan. Tujuannya agar orang terbiasa berbicara dengan dasar karena memiliki keterampilan menulis yang baik. Berikut ini permasalahan umum penulisan dan solusinya.

1. Saya Baru, Saya Tidak Bisa Menulis
Sebagai guru penulisan, saya sering menemukan tipe yang begini. Padahal menulis ya menulis saja. Ketika anda bicara soal ide, pemikiran, anda bisa menulisnya.
Tidak ada rahasia dalam menulis. Semakin orang berlatih, semakin baik jadinya.

Solusi: menulis saja, lupakan soal yunior senior, lupakan tidak bisa menulis. Prinsipnya: menulis menyampaikan sesuatu pada sahabat dekat. Cukup itu dan menulislah setiap hari.

2. Tidak Punya Waktu
Yach, kita semua sibuk. Menulis tidak menuntut sekaligus diselesaikan. Menulis hanya memerlukan kesungguhan. 10 menit cukup. Kalau anda tidak punya 10 menit untuk menulis, lupakan saja keinginan memiliki buku; atau anda cukup bayar ghostwriter untuk menulis naskah anda. Menulis memerlukan waktu yang cukup untuk berpikir, merencanakan, menulis, merevisi, dan menulis ulang pekerjaan yang kurang baik.

Solusi: memaksa diri membiasakan 10 menit menulis dengan mengurangi nonton teve, telpon, socmed, chatt, dll. yang tidak produktif.

3. Terjebak Aspek Teknis
Sebagian besar penulis pemula terlalu sibuk memikirkan teknis, seperti bagaimana menulis, sumber idenya dari mana, tanda baca, format, dll.

Solusi: menulis saja seperti anda bercerita atau berbicara kepada orang dekat. Teknis itu mudah dibereskan.

4. Duduk Di Depan Komputer, Tapi Tak Bisa Menulis
Ya, terlalu banyak ide di kepala, tapi begitu menghadapi komputer, tak satu baris pun bisa ditulis. Anda terlalu banyak memikirkan sebelum menulisnya.

Solusi: anda harus membuat draft untuk memudahkan penulis. Perencanaan dalam bentuk draft tulisan juga membuat kita mudah menulisnya.

Seperti kalau kita baru sekali pergi dari Jakarta ke Jogja dengan mobil, tentu tidak asal jalan. Kita harus memetakan arah, memeriksa mobil dan memastikan tangki penuh, mendengarkan laporan lalu lintas untuk menghindari kemacetan dan rute alternatif, menentukan kapan harus istirahat, dst. yang membuat kita tenang karena tahu bagaimana mencapai tujuan.

5. Menulis Tanpa Pemahaman
Setiap penulis dalam menulis naskahnya pasti memiliki tujuan. Tujuan itulah yang harus anda pahami. Tanpa itu, tulisan anda akan ke mana-mana dan tidak jelas.

Solusi: dari awal tetapkan tujuan, apakah tulisan anda untuk hiburan, inspirasi, informasi, laporan, dll.

6. Terlalu Sibuk Dengan Tata Bahasa
Menulis tidak sama dengan berbicara. Memang betul. Namun, secara prinsip tidak banyak yang berbeda dari menulis dan berbicara. Ketika orang menulis dengan runtut orang yang membaca akan mudah memahami. Ketika orang bicara dengan tertib orang yang mendengar juga mudah mengerti.

Solusi: abaikan saja soal tata bahasa saat menulis, bereskan pada proses editing ketika semua konsep yang ingin anda sampaikan sudah tertulis.

7. Tidak Memiliki Mentor
Banyak penulis lahir secara otodidak, benar. Termasuk saya. Itu lebih karena pada masa itu tidak banyak pelatihan penulisan. Proses menulis menjadi lama dan harus belajar dari kesalahan sendiri. Sekarang dengan banyaknya kelas penulisan, tentu lebih mudah menulis dengan bimbingan mentor.

Solusi: cari mentor yang anda percayai. Anda boleh memilih mereka yang terpercaya dan sudah dikenal dengan karya karya baru.

8. Macet Menulis
Di tengah-tengah penulisan, tiba-tiba blank. Merasa tidak pede dengan draft yang sudah disusun. Tidak ada sesuatu yang bagus untuk dituliskan lagi.

Solusi: istirahat saja, lakukan sesuatu di luar penulisan. Macet menulis bisa karena bosan, lelah, kurang materi, kurang sehat, dll. jadi, istirahatlah dan kalau sudah fresh, anda bisa memulai lagi.

9. Keinginan Mendefinisikan
Dalam menulis ada banyak kosakata yang tidak biasa yang anda gunakan sesuai bidang penulisan. Anda terlalu khawatir orang tidak mengerti, sehingga sibuk mencari definisi kamus dan tidak menulis materi yang utama.

Solusi: lupakan soal definisi. Tulis saja nanti di lembar tersendiri ketika naskah sudah selesai.

10. Proofreading
Ada banyak penulis yang mengabaikan soal pembacaan naskah oleh orang lain. Menganggap dirinya sudah cukup “ahli”. Heloo…. tidak ada seorang penulis pun yang bisa menilai karyanya sendiri. Tetap harus dibaca dan dinilai orang lain.

Solusi: cari orang lain yang objektif. Tidak harus pintar dan sebidang, tapi cukup objektif dan jujur untuk menilai tulisan kita.

Fungsi proofreading sebenarnya lebih seperti ketika kita bikin kue tart untuk orang tersayang, tetapi kita tidak menyadari ada potongan daun buah yang melekat di salah satu sisi cokelatnya. Kebayang, pasti tidak elok dilihat secara keseluruhan. Nah, proofreading tugasnya menemukan potongan yang tidak berguna itu agar bisa diangkat dan kue tart tetap terhidang dengan sempurna.

Happy Writing, Be A Good Writer.

Ari Kinoysan Wulandari
Please follow and like us:

Hal Penting dalam Menulis Cerita Anak

Gambar sebagian cover buku cerita anak karya Ari Wulandari. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Menulis cerita untuk anak, sedikit berbeda dengan penulisan fiksi lainnya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

1. Ending cerita anak umumnya bahagia. Anak-anak memang cenderung sensng dengan cerita yang fun, happy, gembira, banyak kreativitas.

2. Anak-anak tidak senang membaca cerita dengan karakter favorit berakhir sedih atau buruk. Namun dengan berbagai pengolahan cerita, anak perlu dibawa mengerti hidup tidak selalu “seperti dongeng”.

3. Lihat dunia dengan perspektif anak. Artinya melihat semua hal dari sudut pandang anak. Pernah melihat anak tetap bergembira meski hujan deras? Mereka bermain seolah tak khawatir atau cemas. Ya semua hal tetap menggembirakan bagi anak-anak.

4. Jelaskan tempat-tempat dan karakter sehingga pembaca dapat membayangkan hal tersebut dengan “cara mereka sendiri”. Ajak anak berfantasi dengan kemampuan mereka melalui tulisan.

5. Sebisa mungkin gunakan kosakata yang riil dan mudah dipahami. Kosakata abstrak sangat menyulitkan anak, terutama anak-anak di usia dini.

6. Alam dan kehidupan dalam cerita anak sering digambarkan sebagai sesuatu yang “cerah, membahagiakan, warna-warni, optimis.”

7. Atribut atau unsur-unsur “gelap” dalam cerita anak, tetap diperbolehkan asal kemasannya menarik anak. Seperti cerita Where the Wild Things Are atau seri Goosebumps.

8. Judul biasanya sesuai isinya. Pastikan membuat judul dengan kosakata yang riil, agar mudah dipahami.

9. Kalimat biasanya pendek-pendek dan praktis. Panjang cerita pun tidak terlalu panjang karena umumnya disertai gambar yang menarik.

10. Jadikan anak-anak yang sesuai umur segmentasi naskah sebagai first reader. Perhatikan komentar mereka tentang cerita tersebut. Perbaikilah apa yang menurut mereka kurang atau tidak dimengerti.

Menulis buku cerita anak kadang lebih menantang dan perlu usaha lebih banyak dari penulis. Biasanya penulis yang sudah dewasa “perlu ekstra keras” untuk menyelami dunia anak. Masa kecil si penulis (di masa lalu) tentu sangat berbeda dengan masa kecil anak-anak di saat cerita ditulis (di masa sekarang).

Happy Writing, be a Good Writer 🙂

Ari Kinoysan Wulandari

#arikinoysanwulandari #ariwulandari #kinoysanstory #dibalikbuku #tipsproduktif

Please follow and like us:

Tantangan di Dunia Penulis

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

“Senang dong Mbak Ari jadi penulis. Banyak nganggur. Kerja bisa seenaknya. Jalan-jalan terus. Uang datang sendiri.”

Sebenarnya, saya sudah agak ‘naik emosi’ membaca pesannya. Saya singkirkan saja pesan tersebut. Dia bukan penulis. Tidak perlu direspon.

Ya, jadi penulis memang banyak senangnya. Setidaknya, kerja bisa di rumah. Tidak harus ke kantor dan termakan kemacetan jalanan. Waktu fleksibel. Lebih lentur bekerja. Bisa memilih jenis tulisan.

Kalau mau dapet duit banyak tinggal nulis lebih rajin. Belum lagi kalau bukunya tiba-tiba terpilih proyek yang nilainya besar. Atau buku dan scriptnya hits, megabestseller di pasaran, pasti banyak bonusnya.

Sungguh tidak benar kalau penulis banyak nganggurnya. Kerja bisa seenaknya. Uang datang sendiri. Penulis sebenarnya pekerjaan yang (tidak) ringan. Otak harus terus bekerja dengan kreatif.

Menulis juga harus sesuai dengan aturan dan kesepakatan-kesepakatan yang —sangat banyak— dan kadang-kadang sangat ribet dengan berulang kali revisi. Royalti walaupun dikirim langsung oleh penerbit, bukan diberikan secara gratis. Itu hasil kerja keras. (Tidak) sehari dua hari, tapi berbulan-bulan.

Ya, yang bukan penulis mungkin tidak pernah tahu, bagaimana kadang buku yang dikerjakan berbulan-bulan, di akhir periode laporan royalti uangnya tak lebih dari sekian puluh ribu saja.

Yang bukan penulis juga mungkin tak pernah tahu, skenario yang sudah digarap dan direvisi berulang-ulang, akhirnya gagal diproduksi dan tidak dibayar. Padahal penulisnya sudah banyak mengeluarkan energi, waktu, biaya, dan pemikiran. Siapa yang peduli? Tidak ada skenario yang beres, ya tidak dibayar.

Belum lagi kalau minta royalti ke penerbit atau nagih ke produsernya aja pakai ngotot-ngototan atau dipingpong sana-sini. Atau bahkan ada juga lho penerbit dan produser yang ngemplang royalti dan honornya penulis. Berbagai kesulitan teknis yang dihadapi penulis. Revisi berulang. Deadline yang ketat. Pajak yang tinggi.

Campur tangan berbagai pihak yang membonsai dan mengkerdilkan kreativitas. Macet menulis. Tidak bisa menulis. Naskah yang dihargai dengan sangat tidak layak. Kondisi kesehatan yang tidak prima tanpa ada penjamin biaya kesehatan.

Naskah-naskah yang digarap istimewa toh jeblok juga di pasaran. Belum lagi begitu banyaknya penulis yang terlibat utang dengan penerbit dan produser. Pasti bukan maunya, tapi lebih sering karena hasil menulis tidak mengcover seluruh kebutuhan hidupnya.

Sedih saya kalau mendengar cerita-cerita miris seputar kehidupan penulis. Apalagi kalau mendengar langsung dari penerbit atau produser yang menyebut si A, si B, si ini si itu terlilit utang hanya karena putusan yang tidak tepat.

Jadi, memang jadi penulis tidak hanya ada senangnya. Ada juga (tidak) senangnya. Jadi penulis harus hati-hati. Bijaksana. Memanajemeni uangnya dengan baik. Menimba pengetahuan dan mau terus belajar. Mau rendah hati dan mendengar kata orang lain. Biar tidak mengambil putusan-putusan yang akan memberatkan dirinya di kemudian hari.

Alhamdulillah, saya jadi penulis baik-baik saja. Jatuh bangunnya menjadi penulis hanya seputar penolakan naskah di masa belia. Saya bersyukur berulang-ulang pada Allah dipertemukan dengan media, penerbit, produser, dan klien yang baik-baik.

Menulis (tidak) selalu gampang. Kadang begitu melelahkan jiwa raga. Kadang menulis juga terasa menjadi sangat “rutinitas” yang ingin saya tinggalkan. Ada masanya saya sangat malas menyentuh laptop atau bahkan sekedar membalas email dan inbox-inbox seputar penulisan. Tapi itu semua harus diatasi dan diselesaikan.

Hidup terus berjalan. Biaya hidup tidak mungkin dihentikan. Tidak ada yang menjamin hidup penulis. Harus lebih banyak berkarya untuk simpanan masa pensiun.

Tetapi bahwa, ada pihak yang bisa saya tanya dengan mudah; ada yang memback up saya dengan segala totalitasnya, adalah anugerah yang tidak bisa saya nilai dengan uang. Tentu saja, termasuk pembayaran yang mudah.

Selalu ada pasang surut dalam penerimaan penghasilan. Yang saya yakini bahwa selama kita bekerja sebaik yang kita bisa, rezeki akan selalu datang dengan caranya yang ajaib.

Mari bijaksana memandang pekerjaan penulis. Ini seperti pekerjaan lainnya. Penuh aturan. Penuh kompetisi. Penuh kedinamisan. Yang bukan penulis, jangan asal bicara yang bikin merah telinga.

Percayalah, saya tidak akan merespon. Tapi anda tidak akan selalu bertemu dengan penulis yang “sudah kebal” dengan omongan orang seperti saya. Bisa saja omongan anda yang asal itu dibalas dengan omelan yang tak kalah sengit oleh penulis lainnya.

Happy Writing, Be A Good Writer 😍
*Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!
*Jadi Penulis Skenario? Gampang Kok!
*Jadi Penulis Produktif? Gampang Koq!
*Jadi Penulis Nonfiksi? Gampang Kok!

Pesan buku wa.me/6281380001149.

Ari Kinoysan Wulandari

#ariwulandari #arikinoysanwulandari #kinoysanstory #dibalikbuku

Please follow and like us:

Aturan Main Kalau Kamu Mengadaptasi Naskah

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Adaptasi adalah hal yang biasa dalam dunia penulisan. Apa saja yang perlu kita perhatikan berkaitan dengan adaptasi.

1. Adaptasi dan menuliskan kembali itu boleh. Tetapi, yang mesti dihindari adalah menjiplak. Setiap kali kita menjiplak, maka Allah akan mengurangi satu pikiran kreatif kita. Makin sering menjiplak, makin bodohlah diri kita.

2. Aturan adaptasi lebih kurang seperti ini: a. Ide boleh sama, bisa dimiliki siapa saja.
b. Seluruh penulisan harus beda.
c. Karakter harus dimodifikasi.
d. Dialog juga tidak boleh sama.
e. Setting harus berbeda. Intinya: adaptasi untuk cerita adalah pada batasan ide yang sama, tetapi dalam segala hal dari tata cara, sudut pandang, model, karakter harus beda.

3. Ada yang memberi usulan adaptasi dengan cerita mirip-mirip boleh, tetapi batasannya 20 persen saja dari total seluruh naskah yang diadaptasi.

4. Ini berbeda dengan urusan pembelian copyright, lisensi. Banyak pula yang memang kontrak kerja samanya harus dialihkan dengan model (versi) Indonesia saja tanpa boleh mengganti apa pun, termasuk satu kata dialog sekali pun.

5. Kalau adaptasi saja bebas, boleh dalam batas-batas wajar. Tidak ada yang klaim. Permasalahan klaim mengklaim dan gugat menggugat ini biasanya kalau karya adaptasi BOOMING, maka yang terjadi pastilah heboh sampai seret-seretan ke pengadilan segala karena duitnya memang BANYAK.

6. Kalau adaptasinya hanya ide yang sama, sumber tak perlu disebutkan. Tetapi kalau banyak, ya disebutkan. Ada etika tak tertulis untuk memberi surat pemberitahuan pada PENULIS, PENERBIT. Tidak dipungut bayaran kok. Hanya untuk sopan santun saja.

7. Karya adaptasi sering juga sebagai PERSETUJUAN, BANTAHAN, SANGGAHAN, PENYEMPURNAAN suatu karya sebelumnya. Misalnya, Umar Kayam menulis karya legendaris PARA PRIYAYI itu sebetulnya modifikasi dan bantahan untuk karya CLIFFORD GERTZ yang bicara soal Priyayi, Santri Abangan, dan Kalangan Petani. Dan, tidak ada seorang pun yang mengklaim Para Priyayi itu sebagai bantahan untuk karya Gertz.

8. Menjiplak persis biasanya kalau untuk diri sendiri tidak ada yang klaim. Tetapi kalau sudah urusan komersial, diperdagangkan, disiarkan, diakui sebagai karya penjiplak; baru JADI MASALAH.

Sebenarnya, kalau mau curang sih bisa saja, asal tidak ketahuan. Tetapi kalau
ketahuan, — hari serba internet serba canggih begini, apa yang tidak ketahuan? — SIAP-SIAP saja. Itu MEMATIKAN MASA DEPAN sendiri.

Intinya, teman-teman, jangan takut MEMBUAT KARYA ORISINIL. Yang bagus itu tidak harus yang berbau luar negeri kok. Ayolah, kunjungi daerah-daerah Indonesia, berjalanlah. Pasti akan tahu, kita ini lebih kaya dari negeri-negeri
jiran di sekitar kita. Mari ciptakan kiblat, bukan berkiblat kepada negeri orang.

Happy Writing Be A Good Writer 🙂
Ari Kinoysan Wulandari

#arikinoysanwulandari #ariwulandari #arikinoysantips #dibalikbuku #kinoysanstory

Please follow and like us:

Menulis Paragraf Pertama

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Bagian yang paling sulit dari penulisan umumnya menulis paragraf pertama atau memulai. Tips ini mungkin bisa membantu:

1. Carilah sebuah paragraf pertama dari berbagai buku yang anda rasa ingin menuliskannya seperti itu. Kaji dan pelajari betul, lalu terapkan pada objek materi yang sedang anda tulis.

2. Setiap kali memulai naskah baru dan kembali “kesulitan” lakukan lagi cara yang pertama. Kalau bisa kita memiliki “deposito paragraf pertama” yang isinya hanya paragraf-paragraf pembuka, yang bisa kita cek dan pelajari kapan saja.

3. Ketika paragraf pertama selesai anda tulis, biarkan saja. Tidak usah merevisinya dan teruskan menulis.

4. Pada saat selesainya naskah, mungkin anda perlu ekstra waktu untuk merevisi paragraf pertama sebelum jadi “paragraf kesayangan” anda.

5. Berlatih terus akan membuat penulisan paragraf pertama gampang dan akan lebih gampang untuk memulai setiap penulisan baru.

*Jadi Penulis Fiksi? Gampang Kok!
*Jadi Penulis Skenario? Gampang Kok!
*Jadi Penulis Nonfiksi? Gampang Kok!
*Jadi Penulis Produktif? Gampang Kok! *Manajemen Penulisan Kreatif. *Prinsip-prinsip Penyuntingan Naskah
Pesan buku wa.me/6281380001149.

Ari Kinoysan Wulandari

#ariwulandari #arikinoysanwulandari #arikinoysantips #menulis #kreatif

Please follow and like us: