Sungai Mudal: Wisata Keluarga yang Menyenangkan dan Murah Meriah

Wisata Sungai Mudal. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Pas ditanya sudah pernah ke Sungai Mudal atau belum, saya jawab belum. Karena ya memang belum pernah ke sana. Sekali dulu, hampir saja berangkat njur nggak jadi karena acara berubah.

Kalau ke sini bawa mobil atau motor, kuy drivernya kudu memang wes bisa nyetir yo. Bukan lagi ajaran atau baru bisa. Karena jalanannya nggak segampang jalanan di Jogja yes😅

Nah pas datang ke sini, saya mengapresiasi tempat parkirnya. Lumayan dekat dari lokasi. Maksudnya kalau jalan nggak terlalu jauuuh gitu. Hayaaa, mbok olga rutin saya yo lari, tapi kalau jalan rada jauhan kalau boleh milih, yo pilih enggak. Hihi….

Cuman yang rada sedikit mengganggu tuh karena tempat jualan makanan sama toilet mepet. Jadi orang keluar masuk toilet masih bisa dilihat saat orang-orang makan; dan makanya saya nggak mau diajak makan di sini.

Tiket masuk murah meriah banget. 10 ribu kamu bebas main di seluruh areal, termasuk mandi- mandi, pecicilan nyebur-nyebur air, ciblonan bolak-balik, sepuasnya. Oh ke toilet 2 rb. Makan minum standar 5 rb sd 20 rb an. Nggak ada mark up harga. Pokmen puas-puasin deh.

Dari ujung bawah sampai ujung atas lokasi ada yang jualan makan minum. Cuman di sini nggak ada oleh-oleh khasnya. Cari kaos atau souvenir bertulisan khas Sungai Mudal, Kulon Progo dll yo gak ada 😆😅

Buka pagi sampai jam 5 sorean. Ada banyak jenis ukuran kolam untuk mandi-mandi dan beragam peralatan pendukung ben gak tenggelam. Ada kolam untuk anak-anak sampai dewasa. Paling dalam 170 cm.

Ada juga kolam tempat terapi ikan yang nyokotan itu lho… hihi… entahlah, saya kok nggak pernah happy dengan terapi cokotan ikan itu… lha kaki saya nggak apa-apa, masuk air malah sakit gegara digigitin ikan 😂🙏

Pokokmen di sini saya anggap bisa jadi wisata murmer yang menyenangkan untuk keluarga dengan bocil-bocil. Ya kalau main air, siapkan baju ganti secukupnya. Juga atur waktu jangan terlalu lama, ntar malah masuk angin.

Terus kudu hati-hati; karena areal air… banyak tanah, batu yang licin. Terus gitu tangga-tangga untuk ke atas masih tinggi-tinggi. Rada butuh energi lah untuk sampai atas. Tapi ya nggak seberat kalau di Tawangmangu, Solo yes.

Pagar pembatas sudah sangat membantu, cuman karena lubang nya besar-besar, kalau nggak ati-ati ya bisa bablas kecebur areal airnya.

Foto-foto bebas sakarepmu. Bawa kamera dan fotografer gak perlu izin apalagi bayar. Mo bikin adegan atau gambar untuk sosmedmu yo jelas boleh, nggak perlu ragu-ragu.

Di atas banyak view yang cukup baik. Saya cukup senang lihat kemeriahan rame dan kegembiraan anak-anak bermain air. Biasanya kalau ada air, saya pasti turun.

Cuman kali ini karena harus simpan energi, terus dokter saya rada ceriwis banyak larangan ben saya tetap sehat, saya memilih dolan aman. Nggak pecicilan, nggak ciblonan, nggak turun ke air.

Haiish, tapi ini kan karena Sungai Mudal cukup dekat dengan rumah saya; lha masih di Jogja. Jadi saya boleh rela nggak turun air. Sekurangnya kalau pingin ke sini, saya tinggal balik datang saja. Nah, kalau di Papua atau negeri-negeri jauh, mungkin akan beda lagi ceritanya 😂🙏
.
.
Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Menuntaskan Naskah-naskah Nanggung

Flyer. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Naskahmu banyak, tapi serba nanggung? Belum ada satu pun yang beres dan nggak bisa publish?

Padahal kamu sudah semangat banget untuk punya karya? Lalu apa masalahnya? Yuk cek-cek, mungkin:

  1. Malas.
  2. Bosan.
  3. Ceritanya kok klise.
  4. Struktur tulisan acak-acakan.
  5. Temanya jadi nggak jelas.
  6. Bingung apa yang mesti diperbaiki?
  7. Judul nggak oke.
  8. Tokoh kok nggak membumi.
  9. Settingnya malah jadi aneh.
  10. Alurnya belum bagus. Dll permasalahan yang bikin naskahmu nggak rampung.

Yuk ikutan kelas ini, dan kita akan sharing diskusi beragam hal yang bikin naskah nanggung serta solusi praktis untuk menuntaskannya.

Segera bergabung, mumpung masih ada kuota. 😍🙏

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

10 Jenis Konflik Novel yang Disukai Pembaca

Pasar Da Lat. Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Novel merupakan salah satu jenis tulisan yang laku sepanjang masa. Namun perlu tips tertentu untuk dapat membuat novel yang laris. Salah satunya dengan konflik yang kuat.

Berikut adalah sepuluh jenis konflik dalam novel yang sering disenangi oleh pembaca di Indonesia:

  1. Konflik Keluarga:

Cerita tentang masalah internal dalam keluarga, seperti perselisihan antara orang tua dan anak, atau antar saudara.

  1. Konflik Cinta Segitiga:

Drama percintaan yang melibatkan lebih dari dua orang, dengan dinamika dan ketegangan emosional yang kompleks.

  1. Konflik Sosial dan Kesenjangan Ekonomi:

Cerita yang mengangkat isu-isu kesenjangan sosial, kemiskinan, dan perjuangan untuk mengatasi perbedaan kelas.

  1. Konflik Identitas dan Pencarian Jati Diri:

Cerita tentang tokoh utama yang berjuang untuk menemukan atau menerima identitas mereka sendiri.

  1. Konflik Politik dan Kekuasaan:

Cerita yang berlatar belakang dunia politik dengan intrik, konspirasi, dan perebutan kekuasaan.

  1. Konflik Budaya dan Tradisi:

Cerita yang mengeksplorasi benturan antara tradisi lama dan modernitas, atau antara budaya yang berbeda.

  1. Konflik Hukum dan Keadilan:

Cerita yang berfokus pada perjuangan tokoh utama dalam mencari keadilan atau menghadapi ketidakadilan hukum.

  1. Konflik Alam dan Lingkungan:

Cerita tentang perjuangan manusia melawan bencana alam atau dampak kerusakan lingkungan.

  1. Konflik Psikologis dan Emosional:

Cerita yang mendalami konflik batin dan perjuangan mental tokoh utama, termasuk trauma, depresi, atau penyakit mental.

  1. Konflik Horor dan Supernatural:

Cerita yang melibatkan elemen horor, makhluk supernatural, atau peristiwa misterius yang menakutkan.

Jenis-jenis konflik ini sering kali menarik perhatian pembaca karena mereka dapat merefleksikan pengalaman hidup yang nyata, menawarkan pelarian melalui drama dan ketegangan, atau memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih dalam tentang berbagai aspek kehidupan dan masyarakat.

Nah, apa konflik novel yang sedang kamu garap? Adakah di antara 10 konflik novel di atas?

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Ke Gamplong Lihat Apa?

Salah satu sudut di Studio Gamplong. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Ke Gamplong Lihat Apa?
.
Begitu kata kawan pas saya ajak beberapa waktu lalu. Ya sudah, berarti dia tidak tertarik ikut. Saya sudah beberapa kali ke mini studio semi permanen besutan Hanung Bramantyo ini.
.
Kalau kali ini saya mau ke sini lagi, ya karena versi yang saya dengar, ini studio semi permanen. Jadi setiap kali akan diubah-ubah desain dll nya sesuai kepentingan syuting film. Pasti sudah banyak yang berubah, sejak terakhir saya datang.
.
Saya pribadi memberi dua jempol untuk sang sutradara kondang ini. Karena membeli tanah, membangun itu hanya sekali; tapi maintenance, ngopeni, merawat bangunan itu seumur hidup. Apalagi untuk tempat yang luas dan beragam atribut begitu.
.
Dan sebab dibuka untuk umum, salah satunya biar biaya perawatan ikut tercover dari biaya masuk para pengunjung. Meskipun kayaknya sang pemilik tetap akan nombok dengan luasan areal dan banyaknya proverty di tempat itu.
.
Masuk ke sini, saya kurang tahu persis harga tiketnya. Tiap wahana kena sekitar 10 s/d 25 rb. Jadi tinggal itung saja mau masuk atau pake berapa wahana. Kalau total ya mungkin perlu sekitar 120-150 rb per kepala.
.
Kalau hanya pingin foto-foto mider ya pakai satu atau dua wahana pun bisa. Nggak dibatasi waktu kok di sini. Pokoknya jam 5 sorean wes tutup.
.
Oh iya, kalau bawa kamera dan fotografer masuk sini juga harus izin. Untuk kegiatan-kegiatan pengambilan gambar atau adegan untuk kegiatan komersial juga harus izin.
.
Kalau HP siy secanggih apapun bebas nggak perlu izin khusus. Kalau kamu mau pecicilan aksi-aksi dengan adegan secapekmu untuk upload-an sosmedmu, bebas nggak perlu izin.
.
Terus ya enaknya di sini parkir luas. Kalau beli makan minuman harganya sama saja dengan harga standar. Es teh, es dawet, es tebu dll minuman mung 5 rb-an saja. Makanan dll ya sekitar 15-20 rb-an. Sama seperti di tempat lain. Tidak ada mark up harga karena berada di zona wisata.
.
Karena waktu terbatas, tidak banyak yang bisa saya ceritakan. Tapi berbagai proverty syuting Bumi Manusia masih banyak tersedia. Masih bisa dilihat, sebelum nanti (mungkin) akan diganti dengan proverty lain bila harus syuting film-film yang baru.
.
Studio ini kalau dibandingkan dengan studio- studio kelas dunia, mungkin tidak ada apa-apanya. Tapi sebagai milik pribadi, dengan modal pribadi, dan bentuk kepedulian terhadap dunia di balik film yang boleh diakses masyarakat umum, Gamplong ini menjadi sangat luar biasa.👍
.
Kalau sedang main ke Jogja, tengoklah. Mainlah. Datanglah. Biar sedikit tambah gambaran kita tentang dunia di balik layar film. Bagaimana desain segala macam benda dibuat senyatanya untuk memberikan kesan natural. Film-film bagus sering dimulai dari desain proverty yang seindah versi aslinya.
.
.
.
Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Sambatlah pada Orang yang Tepat 😆😂🙏

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
.
.
Beberapa kawan menjapri tentang tulisan saya berjuang pas kuliah. Lebih kurang komennya;

“Kukira Ri, hidupmu paling baik-baik saja. Kamu tinggal di rumah guru besar, makan minum terjamin, baju bagus-bagus, sudah ada yang nyuci nyetrikain, buku-buku kuliah catatan paling lengkap, banyak ikut kegiatan, nggak punya utang sama temen, dan malah sering bawain jajanan atau traktir makan. Ya ampun, bisa-bisanya aku dulu malah ngutang kamu untuk makan atau bayar kos….”
.
Tahun-tahun itu ya, masa itu, kuliah di Sastra sering dilabeli sebagai mahasiswa gembelnya UGM 🙈🙏 Karena kuliah paling murah di lingkungan kampus. Terus banyak mahasiswa
yang slebor nggak urus baju kuliah. Pake kaos oblongan lecek sobek, sendal jepit, jeans/celana robek-robek, dll. Pokmen banyak yang nggak tampang mahasiswa wes 🙈🙏
.
Zaman itu masih boleh bebas keluar masuk kampus tanpa banyak aturan. Bahkan ada yang ngekos di kampus atau gelanggang mahasiswa berbulan-bulan. Haiiish, tempatnya itu langsung bersih kalau ada info sidak WR 3 atau WD 3 atau embuh pejabat kampus 😂🙏🙈
.
Kampus tercinta saya itu ya memang banyak cerita suka dukanya. Merah hitam kisahnya pun nggak kurang-kurang. Cerita hantu-hantunya pun nggak kalah horor. Zaman itu ya masa masih nggak semudah sekarang. Masih ada dosen killer. Masih ada nilai kuliah keluar 2-3 tahun setelah ujian, itu biasa 😂
.
Tapi saya gak ikut ikutan berbaju sekarep gitu. Berbaju sopan rapi. Kalau berangkat kuliah baju saya nggak bener, suka ditegur ibu kos untuk ganti. Jadi ya memang, memilih circle yang tepat itu penting.
.
Saya bilang ke temen saya yang nanya, itu karena dari belia saya mengikuti prinsip bapak ibu saya. Sambatlah pada orang yang tepat atau nggak usah sambat sama sekali.
.
Jadi, saya nggak akan curhat sambatan soal duit SPP, kerja, capek, berasa hopeless, dll itu ke teman-teman saya. Lha wong mereka aja yo nungguin kiriman ortunya sok telat banyak yang lebih parah dari saya.
.
Rerata mahasiswa Sastra tentu nggak seelit seperti mereka yang di Kedokteran atau Ekonomi ya😜 Mahasiswa yang susyaaah duitnya banyak. Tapi soal gaya slebor dan banyak karya, kita Sastra lebih heboh laah 😜👏
.
Dan bagi saya kalau wes diselesaikan masalahnya ya sudah. Nggak saya inget-inget lagi. Saya pun sambatan soal biaya kos ya ke bapak ibu kos. Bukan ke pihak lain. Wong solusinya itu tergantung pemilik kos, masa nyari orang lain.
.
Pernah waktunya bayar SPP dll dari 305 rb kurang sehari terakhir bayar, duit saya mung 250 rb an, itu pun pecahan kecil kecil. Artinya semua isi duit celengan sudah dikeluarkan 🙈🙏
.
Zaman dulu, masih offline jadi telat bayar bisa langsung ke bendahara pusat UGM. Nggak kayak sekarang online, harus tepat waktu. Kalau wes tutup atau telat bayar, beuuuh urusannya panjaaaang minta tanda tangan sana sini persetujuan…. untung bukan saya 🤣🙈
.
Nah saat itu saya ketemu Kajur minta penundaan bayar SPP sebulan. Saya ditanya ya saya bilang duit saya baru 250 rb. Kurang 55 rb. Kalau hari ini punya 55 rb pun, saya beneran nggak pegang duit blas. Bisa repot kalau ada kondisi darurat. Praktis, sekurangnya saya perlu 100 rb. Jadi untuk bayar 55 rb, saya masih pegang 45 rb.
.
Lalu beliau bilang, nggak usah tunda bayar SPP, tunggu sebentar. Lalu beliau entah ke mana, dan balik wes bawa duit pecahan cukup banyak. Lebih dari 100rb, menyuruh saya bayar SPP.
.
Saya pun menegaskan ini uang utang, dibantu atau bagaimana. Kata beliau dibantu banyak orang. Nanti kalau saya wes mapan, bantulah juga mereka yang sekolah.
.
Wah saya terimakasih dan langsung ke tempat bayar SPP. Bawa resi bayar kasih lihat ke Kajur dan pulang kos dengan tenang karena masih bawa uang. Eeh tapi pas saya wes ada duitnya, sejumlah yang dikasih Kajur itu saya balikin agar digunakan untuk membantu mahasiswa yang lain.
.
Mental saya dari dulu bukan mental gratisan yes. Bayar untuk apa yang kita ambil, nikmati. Itu bikin hati saya lebih tenang damai dan nggak ngerasa mendzalimi hak orang lain.

Artinya dengan sambat pada orang yang tepat, sekurangnya saya pasti dapat solusi. Kalau semua disambatin, beuh kek kurang kerjaan bae. Bisa- bisa bukannya dapat solusi malah ghibah fitnah nyebar ke mana-mana.

Itu sebabnya saya bilang, kalau mengeluh, protes, sambat, curhat, bisa menyelesaikan masalah; saya akan bilang. Kalau enggak ya diem diem saja. Mari curhat sekalian di sujud-sujud malam pada Sang Pencipta. Wes pasti nanti ketemu jalan keluar nya. Tapi ya kudu, kita wajib usaha duluuuu… Jangan cuma berdoa, kurang manteplah kalau versi saya 😀👏
.
.
Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

“Rem gas aja, Bu…!

Pronosutan View. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Tempat ini namanya Pronosutan View. Ada di Nanggulan, Kulonprogo. Wisata ini dibuka untuk umum tahun 2021 pas pandemi dan sering disebut sebagai Ubud-nya Jogja. Tempat ini mulai hits sekitar akhir 2022 sampai 2023 pertengahan. Kalau sekarang ya wes mulai biasa.
.
Saya sebagai anak desa yang nggak asing dengan sawah, padi, gunung, ladang, kerbau, kambing, sapi, lumpur, hujan, sungai; ngelihat view itu di sosmed ya biasa bae.
.
Beberapa kali diajak ke sana, saya melipir. Jaraknya dari rumah saya hanya 60-an km, tapi jalan ke sananya 😂 Versi saya nggak ada apapun selain gunung sawah untuk dilihat. Sepedaan? Jauh amat. Kita biasa 15 km sepedaan pp, wes gempor kaki dengan sepeda pancal.
.
Tahun 2023 ada beberapa kegiatan pemberdayaan dan pendampingan, saya yo bye-bye. Praktis saya belum pernah ke sini, tempat yang dianggap begitu bagus oleh banyak orang luar Jogja.
.
Sampailah saatnya tiba. Saya kudu ke sini. Turun dari mobil, saya cuma bilang wow… bagus ya! Perpaduan sawah, gunung, padi, langit, pohon berasa estetisnya.
.
Karena konsens memperhatikan alam, saya nggak perhatiin kalau di sini orang sewa sepeda listrik untuk keliling persawahan. Ketika semua orang sudah dengan selisnya, saya masih diam saja. Kayaknya nggak jauh juga kalau jalan.
.
“Bu, ke sananya pake sepeda. Kalau jalan jauh!” kata si penjaga sambil menyerahkan selis merah.
.
Meskipun saya wes ngerti selis, tapi belum pernah pakai. “Sepeda biasa nggak ada, Mas?”

“Nggak ada, Bu. Selis lebih gampang.”

“Pakainya piye?”
.
“Rem gas aja, Bu… Sama kayak motor matic.”
.
Ya wes saya bawa selisnya. Saya tuntun kok lumayan berat, jadi yo kudu dipakai. Reflek gas rem. Oh ternyata lebih gampang dan nggak capek untuk jarak lumayan jauh, hehe….

Oh di sini kalau datang mung bayar parkir motor, mobil dll kendaraan. Sewa selis 25 s/d 50 rb tergantung durasinya; antara 30-60 menitan. Bisa sewa jeep dll kendaraan, tapi di tempat lain.
.
Terus yang harus diperhatikan pengunjung, niy jalan bukan khusus untuk wisata. Jalan umum. Jadi warga lokal ya wara wiri, hilir mudik lewat jalan itu. Kalau mo foto sendirian ya kudu sabar menanti.😀🙏
.
.
Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Berjuanglah…!

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

BERJUANGLAH…!
.
.
“Jadi Bu Ari sepakat kalau orang miskin karena UKT mahal nggak perlu kuliah?”
.
Wes kalau menjawab pertanyaan DM-DM kaum pesimis seperti itu bisa bikin saya “emosi jiwa” sendiri lho 😂 Jadi saya menjawabnya yo wes selow-selow saja. Sebagian nggak saya respon karena banyak “memburukkan” saja.
.
Ya, kalau sudah tahu miskin, semestinya malah berjuang lebih keras, lebih banyak usaha untuk bisa kuliah. Karena pendidikan tinggi itu satu-satunya cara tercepat untuk memangkas garis kemiskinan. Masalahnya, kadang yang miskin itu nggak mau keluar dari kondisinya karena merasa wes jalan nasibnya begitu. Ya repot laaah.
.
Dan sekarang dengan UKT yang (hampir semua) tinggi di banyak perguruan tinggi, kita tidak bisa semena-mena menuntut agar diturunkan; apalagi digratiskan. Karena PTN-PTN berstatus otonomi atau PTNBH (berbadan hukum) itu harus cari duit sendiri untuk membiayai operasional pendidikan tinggi yang nggak murah itu. Silakan cek tulisan; Saya Mendukung Pendidikan Tinggi Murah dan Mudah di FB saya.
.
Nggak dapat kita pungkiri, jumlah kaum miskin di Indonesia masih ada 30-35% dari total lebih kurang 300 juta penduduk. Artinya sekitar 90-105 juta orang berada di garis miskin; yang mereka ini layak mendapatkan segala bantuan langsung dari pemerintah. Meskipun realitanya sering bantuan itu justru salah sasaran. Sampeyan pasti sudah banyak melihat di lapangan.
.
Lalu sekitar 50-60% penduduk kita masuk golongan menengah. Ini semestinya sudah tidak memerlukan bantuan-bantuan langsung dari pemerintah. Namun karena inflasi yang tinggi, dampak pandemi, gaya hidup yang aduhai itu, sebagian dari sini ada sekitaran 50% dari golongan menengah yang wes rentan masuk golongan miskin; tapi nggak bisa minta klausul atau status sebagai orang miskin.
.
Misalnya mereka yang kerja sebagai pegawai tetap, PNS, dll kerjaan tetap baik pemerintah atau swasta di level bawah. Status mereka gajian tiap bulan, tapi karena gaji rendah; realitanya duit nggak pernah cukup untuk kebutuhan hidup sebulan dengan harga-harga yang terus membubung. Celakanya juga mereka ini, kalau punya anak-anak mau kuliah nggak bisa minta keringanan karena status kerja ortunya yang pegawai tetap.
.
Nah kalau yang riil kelas menengah cenderung ke atas ya wes ra masalah. Biasanya mereka wes kuat secara ekonomi, nggak dibantu ya oke, dibantu ya lebih baik. Sementara golongan atas nggak usah dibahas. Ini biasanya mereka inilah penyumbang pajak-pajak terbesar dan jumlahnya 5-10% saja dari total penduduk. Beberapa yang sangat tinggi kekayaannya malah bisa dihitung dengan jari.😀
.
Jadi bagaimana kalau kita di posisi miskin? Yo berjuang ekstra, hidup-hidupan. Saya dengan lima bersaudara, kuliah S-1 juga dalam keadaan ruwet. Saking miskinnya kami itu, ibarat kata hari ini bisa makan, besok embuh; jadi kok berani-beraninya mikirin sekolah tinggi.
.
Itu karena saya sadar kalau ijazah SMA dan saya kerja sebagai editor buku digaji 70-100 rb sebulan di Jogja (tahun 1997). Tapi kalau S-1 gaji saya bisa 250-400 rb sebulan. Ini saja sudah bikin saya mikir, piye caranya bisa dapat ijazah S-1.
.
Dan begitu Bapak memberitahu saya di semester 3 (tahun rusuh 1998) kalau saya harus pulang atau kalau kuliah cari duit sendiri, saya tetap memilih ngotot tinggal di Jogja. Pikir saya, masih ada tabungan (meskipun sedikit, kebiasaan menabung tetap penting), saya bisa nulis, bisa kerja, sehat fisik mental. Mosok sudah masuk UGM njur DO, apa kata dunia 😂
.
Jadi begitulah, saya menemui bapak ibu kos saya. Mau minta duit setahun kos yang baru saya pake sebulan, agar saya pindah ke kos yang lebih murah biar bisa lebih panjang masa. Tapi karena beliau guru besar, saya beruntung. Tetap boleh kos, kalau telat bayar pun oke. Wes amanlah saya. Meskipun pada realitanya saya nggak pernah telat bayar, hanya meminta bayar bulanan, nggak tahunan. Diperbolehkan sampe saya lulus.
.
Berjibaku kerja sambilan macem macem saya. Yo dagang, yo jadi guru les anak SD, SMP, yo nulis, yo jaga wartel, yo nerjemahin, yo jadi guide dadakan.
Westalah pokmen tidur saya mung 3-4 jam sehari. Belum kalau kegiatan mahasiswa yang saya ikuti ada event, wes waktu tidur saya makin sedikit.
.
Eeh, meskipun banyak gaweyan serabutan gitu, saya yo tetap aktif ikut kegiatan mahasiswa di UKM-UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang cocok. Yo melu demo juga… hihi… pokoknya ya kerja keras tenan, tapi saya happy saja. Mungkin karena kultur Jogja yang sederhana dan nggak glamour pamer, saya yo berasa sama aja dengan temen temen saya yang sebenarnya kaya dan kuat finansial.
.
Tapi ya itu bagian dari perjuangan. Dan begitu lulus, tenan saya berasa plong. 3 tahun 1 bulan yang melelahkan itu tunai terbayar saat wisuda 22 November 2000. Nilai? Cumlaude-lah. Mosok saya bekerja begitu keras, Allah nggak bantu kuliah saya? Itu saja prasangka baik saya. Dan kuliah cepet saya itu bukan karena saya pinter atau buat gagah-gagahan, tapi ben gak bayar biaya kuliah lagi. Kalau kamu kuliah berjibaku cari uangnya seperti saya, pasti akan sangat tenanan atau serius kuliah dan nggak mau lama-lama. Ituuu….!
.
Tanggal 1 Desember 2000 (toga saja belum saya balikin), saya wes ngantor jadi editor buku. Gajinya 350 rb dll tambahan wes jadi 550-600 rb sebulan; saat kos di Jogja rerata masih 50-100 rb. Nggak lama di situ, saya di-hire PH di Jakarta yang gapoknya saja wes 10 juta tahun 2000-an. Jadi berasa sebagai fresh graduate, saya mendadak kaya raya. Dan itu yang bikin saya percaya, kalau pendidikan tinggi adalah jalan cepat memangkas kemiskinan. Alhamdulillah.
.
Nah, karena saya kuliah begitu rupa; saya yo bisa mendesak adik-adik saya kudu kuliah. Wes embuh caranya nanti. Yang penting lolos seleksi PTN dulu, bayar uang kuliah dll semester pertama; lainnya yo berjibaku melawan waktu. Kudu kerja sambilan, kudu jualan, kudu cari beasiswa.
.
Adik saya ada yang cuti kuliah dulu, buat kerja ngumpulin duit SPP. Ada yang sampe nggak berani pulang kos karena wes telat bayar 3 bulan dan pintu kos ditungguin ibu kos galak. Ada yang 3 km jarak kosnya kudu jalan kaki kalau nggak ada temen yg se-jam kuliah. Dll macam perjuangan kami.
.
Alhamdulillah kok ya embuh piye caranya, kami semua sarjana. Dan tenan, dengan ragam gaweyan yang berbeda, hidup kami lebih baik daripada bapak ibu kami. Sekurangnya anak-anak kami bebas makan, bebas main, bebas boleh milih sekolah. Kami juga tidak berasa itu beban, karena itu bagian tanggung jawab sebagai orang tua.
.
Bayangpun kalau dulu saya nggak ngotot kuliah sampe lulus. Saya nggak punya “power” untuk mendorong saudara-saudara saya kuliah. Dan pasti dengan pendidikan kurang dari S-1, kami jelas nggak bisa mengakses gaweyan-gaweyan berpenghasilan baik.
.
Jadi bagaimana pilihanmu terhadap pendidikan tinggi, itulah yang akan jadi jalan perubahan masa depanmu. Tuhan menyuruh kita berusaha, bukan sukses. Tapi kalau usaha kita mati-matian sampe titik maksimal, kayaknya nggak mungkin juga dengan KASIH SAYANGNYA yang Agung, Tuhan nggak membantu kita.
.
Kalau sadar diri miskin, justru kita harus berjuang lebih keras dari mereka yang sudah punya label cukup. Tuhan hanya mengubah nasib orang yang mau memperbaiki dirinya sendiri. Bukan yang menggantungkan bantuan orang. Dan yang penting, jangan protes melulu. Sebagian besar protes, tidak berfungsi dengan baik di tengah kekuasaan pihak lain.
.
.
.
Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us: