Transferan Satu Milyar :)

Pada saat saya menyusun list keinginan 2022, lho kok daftarnya jadi panjang banget. Ada sekurangnya 25 point yang mau saya beli dan lakukan di tahun 2022. Buanyak karena biasanya mung 7 s/d 10 point. Dan karena list panjang, budgetnya pun ikutan besar. Wah, bisa satu milyar sendiri kalau diturutin semua keinginan ini.

Dari banyak list itu, yang teringat banget pingin beli rumah di dekat kampus tempat kerja saya. Radius maks 500 meter, biar kalau pulang pergi saya bisa jalan atau lari saja. Sudah ada yang nawarin, harganya 750 juta. Bikin saya antara pingin dan mundur. Pingin karena jaraknya dekat kampus, tanahnya cukup luas muka belakang masih bisa buat berkebun dan beternak. Masih mundur karena duitnya belum ada… hahahaha…. Jadi tahu kan, kenapa dari 25 list budgetnya bisa 1 milyaran lebih πŸ™‚

Saya santai saja, namanya juga keinginan. Malah kalau nggak punya keinginan, kita seperti sudah mati dalam hidup. Keinginan itu bukan kebutuhan, tapi bisa memotivasi kinerja dan output produktivitas kita. Kalau kebutuhan saya, alhamdulillah semua sudah terpenuhi. Kalaupun ada yang belum saya punya, sudah ada atau ketemu solusinya.

Saya tersenyum bae melihat list tersebut, dan membatin, “Ini ya Allah rincian yang saya minta. Penuhi dengan caraMu yang selalu ajaib. Amin.” Dan yo wes, saya taruh saja. Paling tiap pagi pas mau kerja, saya lihat dan baca lagi. Berharap satu per satu akan dicoret dari list karena sudah terpenuhi.

Januari juga baru beberapa hari. Masih ada 12 bulan kurang beberapa hari untuk Tuhan membuat cara. Saya tidak tahu caraNya, tapi saya tahu mencatat dan meminta kepadaNya. Biarkan saja Allah dengan Semesta Raya mengatur pengirimannya kepada saya.

Eeh, lha kok kemarin di grup keluarga, pas bahas iuran keluarga —kami bersaudara sudah sejak lama punya kewajiban iuran bulanan. Besarannya tidak banyak. Namun itu sangat membantu untuk aneka keperluan; kalau pas ada acara besar dadakan bisa diambil, untuk invest tanah dan kebun yang terus ada duitnya, dll keperluan rame-rame. Tapi intinya, sebenarnya melatih kami semua untuk tetap menabung dalam situasi apapun.

Ipar saya bertanya apakah suaminya (saudara ke-4 saya) sudah lunas sampai Januari. Yach, seperti iuran apapun, tetap ada aja yang sok nunggak. Saya pun kalau pas nggak ada duit ya kadang nunggak πŸ™‚

Karena di rincian sudah ada, saya ikut menjawab: sudah lunas sampai Januari 2022, tapi kalau sampai Januari 2023 belum.

Lalu kok berbalasnya lucu, “nanti kalau pendapatan 1 bulan 1 Milyar, langsung dilunasi sampai Januari 2023, Mbak.”

Saya masih nggak inget tentang 1 Milyar itu jumlah dana yang saya perlukan kalau mau semua keinginan saya di 2022 terpenuhi. Membalasnya singkat, lha kalau rutin setoran tiap bulan ya nggak perlu sampai 1 Milyar wes ringan.

Lah kok saudara saya ke-3 malah menyahut, “Bulan kemarin transferanku sudah sampai 1 Milyar lho…. Tapi ya numpang lewat doang.” Lalu dia mengirimkan foto bukti transfernya.

Transferan 1 Milyar πŸ™‚

Saya lalu bilang, pinjem fotonya dan minta duitnya biar nanti tinggal di rekening saya. Tidak numpang lewat doang. Dia pun tertawa.

Istrinya (ipar saya) nyambung kalau suaminya sombong, dari duit segitu dia kalau dikasih 16 juta aja sudah senang.

Saya menimpali ipar saya, kok sedikit sekali mintanya. Kalau saya mintanya satu: saya minta semuanya πŸ™‚

Kami pun tertawa. Karena versi ipar saya, dari duit segitu banyak, suaminya pun tidak banyak uangnya. Yach, karena uang kudu didistribusikan, dikirimkan ke pihak-pihak yang berwenang menggunakan uang tersebut.

Tapi bagi saya, ini seperti pertanda baik. Serasanya Allah ngajak ngomong saya: “Tenang Ari, nanti waktunya tiba pasti Aku (Allah) penuhi keinginanmu.”

Berasa begitu lho di hati saya. Karena nggak ada yang tahu sama sekali, kalau saya memikirkan jumlah itungan keinginan saya itu sekitaran 1 Milyar. Nggak ada yang tahu list keinginan saya yang superinci untuk 2022.

Berdasarkan keinginan rinci saya di 2021, Allah justru memudahkan banyak hal dengan cara yang masyaAllah, memikirkan saja saya tidak bisa. Mengangankan pun tidak terbertik di pikiran. Jadi, untuk 2022 saya belajar enteng saja mencantumkan list keinginan. Tersenyum happy seolah semua sudah dikasih aja.

Kalau keinginan kan kita nggak boleh ngotot. Terpenuhi alhamdulillah, belum terpenuhi ya tetap alhamdulillah. Kalau kebutuhan, nah itu anda harus berjuang agar survive. Karena kalau enggak, dampaknya akan ke mana-mana dalam keseharian kita.

Bermohon Tuhan yang Kuasa mengabulkan dengan caraNya yang ajaib. Karena tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Dan ya, tiba-tiba saya inget cerita kawan kemarin.

Ini suami istri sedang menempuh S-3 pada waktu itu (sekarang sudah lulus semua). Dua anaknya ya sudah besar, si bungsunya saja sudah SMA waktu itu. Lha kok, tidak ada angin tidak ada hujan, tahu-tahu sang istri hamil di usia yang menginjak 50 an tahun saat mereka baru selesai S-3.

Padahal dulu, sempat pingin sekali punya anak lagi perempuan. Biar rumah ada anak laki-laki dan perempuan. Tapi sampai anak bungsu SMA, tidak pernah ada tanda-tanda kehamilan lagi. Ya wes pasrah, nyatanya juga sudah punya dua anak laki-laki.

Lalu si calon anaknya itu bagaimana? Lahir bayi perempuan dengan selamat dan sekarang masih awal SD. Kalau diantar bapaknya, si anak ini selalu tidak mau dekat-dekat karena nanti dibilang cucunya πŸ™‚ Betapa ajaibnya Tuhan kalau sudah berkehendak.

Kamu belum bikin list permohonan untuk 2022? Nggak ada kata terlambat kok. Bikin aja. Tulis aja apa yang kamu inginkan, lalu biarkan Tuhan mengaturnya dengan kerja Semesta yang selalu tidak bisa kita pikirkan.

#kinoysanstory #happylife #happywriter #produktif #semangat #keinginan #transferansatumilyar

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Fokus Merampungkan Tulisan

Menulis itu memiliki tantangan tersendiri. Terlebih menulis naskah yang panjang. Perlu materi, sarpras, waktu, energi, konsentrasi, dan suka cita yang melimpah. Tanpa dukungan yang prima, menulis panjang bisa jadi hanya impian yang sulit untuk diwujudkan.

Jangankan bagi mereka yang tidak berprofesi sebagai penulis, mereka yang penulis profesional pun (tidak selalu) mudah merampungkan naskah. Godaan, gangguan, dan tantangannya saat proses menulis itu beragam. Apakah deadline tidak bisa membantu? Tenggat waktu sangat mendorong seseorang bekerja cepat, tetapi tidak selalu dalam hal merampungkan penulisan.

Oleh karena itu, kalau sudah memutuskan untuk menulis panjang: misalnya 500 halaman, sudah memiliki gambaran materi, sudah menyiapkan materi secara keseluruhan, deadline sudah ada, sarpras sudah memadai, waktu dan energi prima, lakukan saja. Segera menulis. Tidak perlu berencana nanti, besok, dll.

Tulip Merah

Menulis dengan fokus merampungkan. Tidak usah menoleh-noleh. Tidak usah berpikir ini baik atau buruk, cocok atau tidak, sesuai dengan standar kelayakan tulis atau belum, dll. Berhentilah memikirkan tentang “kualitas” saat menulis draft pertama. Rampungkan secepat mungkin yang anda bisa.

Setiap orang punya waktu sama, 24 jam per hari. Namun kesibukan dan problematika kehidupannya berbeda. Anda wajib tahu, berapa alokasi waktu yang anda sediakan untuk menulis setiap hari demi tujuan anda. Kalau sudah ketemu besaran waktu dan saatnya, tetaplah menulis di jam yang sama. Ini biar naskah anda segera rampung.

Singkirkan semua gangguan yang mungkin terjadi pada saat anda menulis. Baik itu sosmed, telepon, keriuhan, anak-anak, cucu cicit, keributan tetangga, suara berisik pembangunan komplek, dll. Anda yang tahu, anda yang bisa mengatasinya.

Bila naskah sudah rampung, rasa lega akan memenuhi hati dan jiwa anda. Tidak peduli kualitasnya masih jauh dari harapan, tapi naskah itu sudah selesai. Anda bisa mulai memperbaiki, membenahi, menambah mengurangi, mengecek kesalahan-kesalahan, dll yang anda rasa harus diperbaiki.

Di sinilah objektivitas anda diuji. Anda harus bersedia mengatakan oh, bagian ini kurang dalam; bagian itu kelebihan; ini karakternya kok tahu-tahu hilang; ini dialognya kok kepanjangan; dst. Kalau hati anda terbuka; saya yakin anda bisa memperbaiki naskah semaksimal mungkin.

Kalau tidak bisa objektif dan merasa tulisan sudah terbaik, bagaimana? Cari aja editor freelance untuk memeriksa dan memberikan masukan. Yach, ini berbayar siy. Tapi saya yakin, menggunakan jasa editor justru bisa menambahkan masukan dan perbaikan yang lebih banyak daripada kita sekedar membaca secara mandiri.

Bagi anda yang memerlukan jasa editor freelance yang baik dan terpercaya dengan harga terjangkau, bisa wa.me/6281380001149. Saya akan menghubungkan anda dengan para editor freelance yang kerjanya cepat, praktis, dengan hasil sangat prima.

Tulip Ungu

Atau kalau anda tidak mau membayar editor, sekurangnya carilah first reader yang anda percayai pendapat dan masukannya. Minta mereka membedah karya anda untuk diperbaiki. Tentu ini tergantung dari masing-masing penulisnya ya. Ada penulis yang merasa cukup dengan editing pribadi atau self editing. Namun ada yang merasa perlu ada pihak lain yang membantu, selain pertimbangan objektivitas ya karena ada dana yang tersedia.

Lalu bagaimana kalau sudah mendapatkan masukan? Putusan revisi atau perbaikan ada di tangan anda. Mau anda revisi atau tidak, itu hak anda. Tapi kalau dari awal anda sudah meniatkan cari masukan, yo diperbaiki to. Percayalah, pembacaan orang lain sering lebih baik daripada penilaian versi kita. Santai santai saja. Memperbaiki memang perlu waktu yang sering lebih lama daripada proses menulisnya. Kalau ini menjadikan buku bestseller dan bisa merambah ke mana-mana, ya kenapa tidak.

Kalau sudah beres, selesailah sudah naskah anda. Sekurangnya anda punya satu naskah yang oke. Siap diperjualbelikan. Siap diperdagangkan. Entah itu mau anda publish ke media, penerbit, atau versi lain sesuai keperluan. Anda sudah bisa tenang. Kalaupun ada program publish harian, anda sudah punya naskahnya dan tidak perlu ngos-ngosan setiap hari.

Salam kreatif,

#happywriter #happylife #tipsfiksi #tipsproduktif #arikinoysantips

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Apakah Menulis (Harus) Sunyi?

Pertanyaan tentang penulisan yang saya terima, sering beragam dan kadang-kadang di luar dugaan. Apa yang menurut saya wajar, bagi orang lain bisa jadi tidak demikian. Segala sesuatu yang saya anggap biasa, bagi orang lain ternyata tidak begitu. Seperti pertanyaan ini; mengapa saya tidak pernah memberikan informasi kapan mulai bekerja (menulis), proses kerja selama penulisan, dan tahu-tahu jadi? Apakah menulis harus sesunyi itu?

Kapan saya mulai bekerja, ya pasti yang tahu saya dengan pihak yang berkaitan. Apakah waktu ini, jenis pekerjaan penulisan, harus saya share ke sosmed? Tentu tidak.Β  Banyak orang menganggap saya bebas posting, artinya bisa banyak hal saya share di sosmed termasuk remeh temeh urusan pribadi —selama menurut saya tidak akan menimbulkan problem (paling-paling dijulidin), ya tidak apa-apa. Tapi sebenarnya saya termasuk orang yang sangat hati-hati menshare sesuatu di sosmed.

Terlebih kalau berkaitan dengan hal yang masih “samar-samar” , “rahasia”, “belum pasti”, “belum jelas”, “tidak mengerti detail”, ya lebih baik sunyi. Termasuk kapan saya mulai bekerja. Karena itu berkaitan dengan waktu penyelesaian tulisan. Percayalah, waktu penyelesaian penulisan itu bisa mulur mungkret tergantung banyak hal di lapangan . Terlebih saya tidak mau ditanya, kerjaannya apa, ini itu nya bagaimana —yang malah menambah pikiran. Penulisan sering membutuhkan konsentrasi ekstra tidak terganggu hal-hal yang tidak berhubungan.

Proses penulisan seperti apa, saya rasa semua penulis sudah tahu. Bahkan kalau mereka bukan penulis pun, saya yakin mereka mengerti bahwa proses menulis itu tidak cukup gampang. Jadi, yach saya biasanya menshare proses menulis kalau sudah selesai. Termasuk dalam penulisan biografi terbaru, ya saya ceritakan atau share saat wes rampung. Anda bisa melihat dalam catatan saya sepuluh seri untuk membacanya. Lengkap dari awal kerja, negosiasi, harga, wawancara, proses menulis, tantangan, publikasi, sampai kesan saya.

http://arikinoysan.com/blog/2021/12/15/biografi-rektor-uns-1/

Silakan merunut link tersebut sampai bagian yang ke sepuluh πŸ™‚ Saat buku sudah publish atau karya sudah tayang, wes tidak rahasia lagi kalau saya ditanya ini itu. Tidak ada kekhawatiran materi akan diambil, dishare tanpa bertanggung jawab, dll penyalahgunaan yang bikin nyesek serasa asma akut. Hak ciptanya sudah ada. Tidak menutup kemungkinan dari comot-comot copas, pembajakan; tetapi sekurangnya perlindungan kekayaan intelektual sudah dilakukan sesuai prosedur hukumnya.

Bahkan, saking hati-hatinya saya berkaitan dengan data tulisan; pada saat proses meminta pengantar biografi dari petinggi-petinggi negara pun; saya dengan tegas meminta pada Sekretaris Rektor untuk mengirim dalam versi cetak bersegel. Demi menghindari kebocoran yang mungkin terjadi pada saat proses pembacaan.

Sudut Sunyi, Belitung

Jadi, kalau saya lebih suka menshare segala sesuatu pas karya wes jadi; ya karena share inilah yang aman. Share ini justru bagian dari promosi. Proses kerjanya sudah berlalu. Sudah dilewati. Sudah selesai. Tidak lagi ada rahasia darinya yang khawatir diambil orang.

Bagi yang tidak sepakat, ya tidak apa-apa. Setiap penulis punya gaya dan cara kerja yang berbeda-beda. Saya sudah sedari belia berada di dunia kreatif. Industri ini rawan sekali “pengambilan secara paksa”. Dan kalau belum ada hak cipta sebagai klaim absolutnya, semua bisa ambyar sia-sia.

Sebagai contoh saya gambarkan; ketika saya dan tim sedang menggarap persiapanΒ  sinetron (sudah hampir 80%) untuk memulai; beberapa orang tim kreatif lapangan menghadiri acara pesta dan makan-makan. Lalu orang dari PH lain bertanya asal, “Nggarap apa?” maksudnya sedang mengerjakan proyek apa. Dengan enteng mereka ini menyebut judul ABCDE. Pesta berakhir. Semua pulang pesta seolah tidak ada apa-apa yang terjadi. Tahukah anda kehebohan yang terjadi selanjutnya?

PH sebelah sudah langsung memasang slot tayang di TV dengan judul yang sama. Tiga hari kemudian tayang. Dan kami yang sudah siap-siap berbulan-bulan ini? Tidak bisa mengklaim bahwa itu milik kami, judul yang kami persiapkan. Produser saat itu begitu murka. Pemecatan besar-besaran dari kalangan tim kreatif lapangan dilakukan hari itu juga. Semua orang yang semeja saat makan-makan itu dipecat tanpa kompromi.

Dan selanjutnya Produser mencantumkan di dalam klausul kontrak kerja; baik untuk artis, tim kreatif, tim lapangan, karyawan kantor, dll yang bekerja di PH itu tidak boleh menyebutkan apapun tentang pekerjaan yang sedang dilakukan sebelum rilis resmi dari PH. Siapa saja yang melanggar, dikenai sanksi perdata dan pemecatan langsung.

Itu adalah pengalaman pahit bagi saya, meskipun saya tidak terlibat. Saya lho sudah bekerja berbulan-bulan demi mempersiapkan tayangan itu. Dan lebih pahit lagi ketika ternyata tayangan itu menjadi the best five hampir selama masa durasi tayang 5 tahun nonstop. Nyeseknya tidak hanya seperti orang kena serangan asma akut.

Pengalaman itu mengajarkan saya untuk lebih hati-hati. Apalagi zaman sosmed begini. Sekali sesuatu sudah ada di sosmed, saya menganggap larinya tidak bisa dikendalikan lagi. Kita tidak pernah tahu siapa saja yang mengaksesnya dari seluruh dunia. Lebih baik diam, daripada menyesali sesuatu di belakangnya nanti. Lebih baik nonstatus di sosmed; daripada menulis atau memposting sesuatu yang akan meribetkan banyak orang.

Semoga memberikan tambahan sudut pandang. Berbeda adalah fitrah kita. Termasuk dalam tata cara kerja. Jangan mempertanyakan cara kerja orang, kalau anda tidak sedang mempekerjakan dan membayarnya dengan sangat layak.

#happylife #happywriter #carakerja #sunyi #arikinoysantips #kinoysanstory

Ari Kinoysan Wulandari

 

 

 

Please follow and like us:

Resolusi atau Janji Palsu?

Awal tahun, sering kali kita mereview kehidupan setahun sebelumnya. Dari sana, kemudian kita melakukan evaluasi dan koreksi atas pencapaian berikut prestasi dan segala kegagalan yang terjadi. Lalu dari hasil evaluasi tersebut, kita pun membuat resolusi di tahun yang baru.

Semua kelihatannya akan baik-baik saja kalau terlaksana dan terwujud. Anda boleh berjujur pada diri sendiri, resolusi anda terwujud, terlaksana, atau hanya sebagian, atau malah sebagian besar tidak terlaksana? Pada ranah pribadi, tidak ada yang akan menghakimi anda. Itu perencanaan anda, kerja anda, hasil atau gagal, semua milik anda pribadi.

Dalam pandangan saya, resolusi tahunan itu sangat tergantung pada masing-masing personalnya. Ada orang yang sangat bersemangat, ketika sudah menuliskan rencananya. Dia bergerak dari satu plan A ke plan B dan seterusnya. Dia begitu termotivasi dengan semua rencananya. Kalau tipikal seperti ini, ya bagus. Pasti resolusinya 80% lebih akan terlaksana hingga akhir tahun.

Salah satu sisi hutan: Italia.

Namun ada tipikal orang yang kalau diberi list banyak, malah malas duluan. Saya termasuk di dalamnya. Kalau lihat list macem-macem, pilih belok kiri dulu. Saya tidak terlalu senang dengan “beban” ini itu. Lebih suka mengikuti alur yang ada. Perencanaan jelas ada. Tetapi membuat semua pasti seolah tidak ada hal hil mustahil itu menjadi tidak menyenangkan. Dalam format kerja bersama pihak lain, tentu saya harus mengikuti sesuai kesepakatan. Dalam format kerja pribadi, saya pun membuat kesepakatan dengan diri sendiri.

Biasanya saya sudah tahu, setahun mau ngapain saja. Tugas kerja. Tugas penulisan. Tugas workshop. Tugas pendampingan. Tugas pemberdayaan. Tugas fotografi. Tugas review dan resensi. Tugas publikasi. Dll. yang menjadi kewajiban saya. Itu sudah jadwal yang harus dikerjakan kalau ingin keuangan tetap aman.

Lalu resolusi saya apa? Di luar itu semua. Membeli sesuatu yang baru. Melakukan sesuatu yang baru. Dan ini bisa menjadi panjang sekali listnya. Tapi saya gembira menuliskannya. Berasa sudah mendapatkannya, meskipun untuk hal-hal besar; kadang tidak bisa tercapai dalam waktu satu tahun. Nah, yang belum tercapai itu ya diperbarui dan dimasukkan dalam resolusi berikutnya.

Jadi, kita bisa melihat bahwa resolusi tahunan itu tidak selalu harus kerja dan kewajiban kita. Bisa hal-hal ringan yang mungkin belum tercapai. Tiap orang punya kesulitan dan problemnya masing-masing. Dan yang terpenting berkaitan dengan resolusi kita, apapun itu: berusahalah untuk memenuhi atau mewujudkannya. Jangan hanya jadi janji palsu berupa list panjang yang masih sama di akhir tahun berikutnya.

Ari Kinoysan Wulandari

#kinoysanstory

 

Please follow and like us:

Workshop Bikin Cerpen Keren

Mengawali tahun 2022, saya memberikan kelas online Bikin Cerpen Keren Berdasar Kisah Nyata. Kelas ini berbayar 77ribu. Selain materi dan diskusi via WAG, siswa juga mendapatkan tugas menulis cerpen yang akan direview.

Monggo yang mau ikut kelas online bikin cerpen keren 😊 Berdasar kisah nyata. Plus bonus review cerpen ya. 😊
.
Please follow and like us:

Biografi Rektor UNS (10)

Kesan Pribadi

Setelah pekerjaan menulis biografi ini selesai, saya sempat bertemu dengan Prof Jamal dan istri (Bu Budhie) di Jogja. Kami mengobrol dengan guyonan cukup lama. Menceritakan kisah ini itu yang terjadi semenjak tugas menulis saya selesai.

Boleh saya katakan ini salah satu penulisan yang saya tidak merasa bekerja, tahu-tahu rampung. Banyak wawancara saya dengan narsum yang isinya cerita lucu-lucu semasa mengenal Prof Jamal. Tentu tetap ada materi yang harus saya sampaikan.

Bu Budhie sangat senang dengan biografi suaminya ini. Beliau mengatakan, “Waktu Mbak Ari datang ke rumah, saya nggak merasa diwawancarai. Saya nggak melihat Mbak Ari merekam, mencatat. Tapi lho, yang saya alami dengan Bapak —suaminya, Prof Jamal; semuanya ada di buku. Enak lagi dibaca.”

Prof Jamal dan istri saat di Raja Ampat, Papua.

Tentu saja, saya tersenyum. Ya kali, saya wes bolak-balik nulis buku tidak merekam pembicaraan penting begitu. Saya pun sudah terbiasa wawancara dalam suasana ngobrol sehari-hari. Informan atau narsum akan lebih enteng bercerita, kalau kita pun santai dan tidak mendesaknya. Tapi tetap fokus, terarah, urgent materinya apa.

Dan rekaman —selain sudah terintegrasi dengan HP, tentu saja saya bersyukur Tuhan memberi saya ingatan yang baik. Jadi, begitu sampai di rumah dan beberes, maka tugas saya mencatat lagi point-point yang telah kami bicarakan. Wes, ndak bakalan ilang kalau begitu. Ada catatan ada rekaman. Ini hanya model kerja saja ya. Tiap penulis beda gaya menyimpan data dan merekamnya.

Saya pun bertanya pada Prof Jamal, mengapa percaya saja dengan saya. Beliau tidak kenal, tidak tahu saya dan ada banyak penulis lain yang mungkin lebih dekat. Saya juga meminta maaf karena tidak membuatkan kontrak penulisan. Beliau tersenyum saja. Tidak menjawab pertanyaan saya secara literal. Karena saya mendengar sebelumnya dari Pak Soni dan Mas Denny, ada banyak nama penulis disodorkan, tetapi kok ya diabaikan saja.

Lah pas dikirimkan biodata saya, beliau langsung bilang. Ini saja sepertinya cocok. Lalu itulah Mas Denny menelpon-nelpon dan saya cuekin. Termasuk Pak Soni, di awal-awal teleponnya yo saya abaikan. Pokoknya siapapun yang menelpon dan belum terecord, pasti nggak saya angkat. Silakan WA dulu, jadi saya tahu siapa yang berbicara. πŸ™‚

Sementara sang istri menimpali, bahwa pekerjaan saya dengan suaminya itu seperti saat mereka berdua membangun rumah di Solo. Tanahnya sudah ada. Sudah dirancangkan desainnya. Mereka berdua punya uang terbatas, dan sudah mengatakan kepada kontraktor membangun sampai sini saja. Seadanya uang. Lalu semua berjalan. Tidak ada kontrak. Tidak ada catatan janji. Tapi menurut sang kontraktor, dia dan suami klien yang paling tertib setor uang. Sampai rumah akhirnya jadi. Tidak ada kontrak apapun, selain komunikasi lisan yang baik.

Kesan saya terhadap suami istri ini, baik dan tidak mau membiarkan tamu pergi tanpa membawa oleh-oleh. Jumpa pertama saya dengan Prof Jamal, beliau menghadiahi saya kain batik tulis. Jumpa kedua saya dengan keluarga Prof Jamal, sang istri menjamu dan menghadiahi saya seperangkat batik tulis komplitΒ  (atasan bawahan selendang) dari brand batik tulis paling kondang mahalnya πŸ™‚

Saat jumpa di kampus dengan Prof Jamal, beliau tidak membiarkan tangan saya kosong; ada banyak oleh-oleh berbau civitas akademika UNS yang harus saya tenteng pulang. Pun di jumpa berikutnya dengan sang istri, beliau menghadiahi saya beberapa connector masker untuk kerudung yang diciptakan sendiri. Wes, mereka bener-bener tidak mau orang datang itu pulang menganggur.

 

Sederhana adalah prinsip hidup mereka berdua.

Saya bertanya pula, kenapa beliau berkenan saja mencantumkan foto-foto yang mungkin bagi pihak lain dianggap kurang bagus; silakan lihat di biografinya. Ada foto keseharian beliau yang sangat sederhana. Menurut beliau, ya itulah dirinya. Dengan segala kekurangan dan kelebihan. Beliau juga melibatkan seluruh orang kecil dalam kehidupannya; mulai OB, driver, penjaga binatang piaraan, dll orang yang mungkin bagi pihak lain tidak akan mungkin muncul dalam biografinya.

Apapun itu, alhamdulillah. Saya berdoa buku ini bisa memberi inspirasi bagi banyak orang. Terutama mereka yang berada di dunia pendidikan. Untuk terus berbagi maju untuk negeri dan mendidik anak bangsa sebaik-baiknya.

Bagi yang memerlukan bukunya, bisa wa.me/+6281380001149. Bukunya cukup tebal ada 466 hlm dan penuh foto-foto berwarna yang mungkin tidak anda temukan di ruang-ruang publik berkaitan dengan Prof Jamal Wiwoho. Plus dengan pengantar orang penting di negeri +62 dengan sederet testimoni yang menarik untuk dibaca.

Maturnuwun telah menyimak kisah di balik buku biografi Rektor UNS yang unik dan inovatif ini. Selamat berkarya. Selamat menyongsong tahun baru dengan karya-karya baru yang inspiratif.

Selesai alias tamat πŸ™‚

#dibalikbuku #biografirektoruns #arikinoysanwulandari #ariwulandari #happywriter #happylife #tahunbaru #bukubaru

Please follow and like us:

Biografi Rektor UNS (9)

Rilis Terbatas 8 November

Setelah dengan sedikit drama cepet-cepet cetak, naskah biografi ini beserta tiga buku lainnya pun siap dirilis. Wah, besar-besaran dong! Saya pun berpikir begitu, karena ada undangan untuk sharing dan acaranya luring plus daring. Artinya ada yang offline, lainnya menyaksikan secara online.

Toh, rencana kita bagus Tuhan jua yang menentukan. Lha kok ndilalah pas jadwal yang direncanakan, UNS kena musibah. Ada salah satu mahasiswa diksar menwa yang meninggal. Nah, ini urusan kan bukan main-main.

Prof Jamal dan keluarga saat Umroh di Baitullah.

Daripada begini begitu, Prof Jamal memutuskan untuk menunda rilis acara buku di ulang tahunnya. Beliau tidak mau kok di saat ada kasus begitu, malah bersenang-senang. Akhirnya saya pun menerima pemberitahuan penundaan rilis. Saya oke saja.

Biyuuu, padahal adik saya wes bersiap mau ikut dan mengantar karena mau jumpa orang-orang di UNS. Mau lihat lagi kehidupan kampus. Yach, siapa saja yang pernah kuliah; pasti kampus menjadi tempat tersendiri dalam kenangannya.

Ternyata setelah diberitahukan penundaan, para civitas akademika UNS, tidak kehilangan cara. Mereka datang beramai-ramai di rumah Prof Jamal pas hari H dan merayakan ulang tahun di sana. Acara itu terbatas dan tertutup untuk sekitar orang dekat. Ada lebih kurang seratusan yang berkumpul di halaman belakang rumah beliau di Solo.

Jadi, ya momentnya tetap di hari ulang tahun beliau. Namun hanya dibuat tertutup saja, berkaitan peristiwa di UNS. Selebih sekurangnya, tetap khidmat dan bersyukur atas usia yang sudah beliau lewati.

Saya pun melihat itu semua memang sudah digariskan begitu. Prof Jamal dengan karakternya yang senang kesederhanaan, seperti sedang diminta Tuhan untuk sederhana merayakan syukuran ulang tahunnya yang ke-60 tersebut.

Prof Jamal dan istri bersama kolega di Australia.

Pun dalam pandangan saya, beliau mengerjakan empat buku besar dalam waktu setengah tahun saja dalam sunyi. Hampir tidak ada huruhara. Semua sudah diporsikan ke si A, si B, si C, si D, dll yang berkaitan dengan pekerjaan. Lalu semuanya bekerja dalam sunyi. Tidak ada koaran yang bercuit di sosial media. Semua seperti berjalan pada hari-hari biasa. Pekerjaan harian yang menjadi tanggung jawab Pak Soni, Mas Denny, dkk lain tetap berjalan seperti hari lainnya. Tidak ada perubahan. Saya sungguh salut dengan ketenangan semua pihak yang bekerja dalam sunyi, dan tahu-tahu wes jadi.

Alhamdulillah. Bagi saya ini pengalaman seru dan semakin menempa saya untuk tekun bekerja. Tidak terlalu rieweuh dengan sosmed, karena ada banyak pihak yang bekerja itu ya di dunia nyata. Sosmed itu hanya pendukung sebagai publikasi karya dll yang dianggap perlu dan biasanya wes jadi.

Saya pun baru bisa menceritakan ini semua, setelah proses berlalu. Kejadiannya sudah lewat. Bukunya sudah jadi. Sudah rilis. Sudah bisa dibeli dan dibaca, bahkan disebarluaskan ke mana saja tanpa batasan.

#dibalikbuku #biografirektoruns #arikinoysanwulandari #ariwulandari #happywriter #happylife

Please follow and like us: