Begitulah Senin

Menu makan siang saya. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Sedari subuh saya wes bangun nyambut gawe, menulis. Jam 6 saya bersiap karena ada kelas superprivat yang saya urusi. Jam 9 saya wes pindah sampai kampus; meeting nonstop sampai 12.30 an.
.
Bubar itu saya makan di luar. Karena saya itu bisa tenang kerja, mikir, kalau perut saya kenyang. Perut anteng mikir pun gemilang. Karena efisiensi saja, kampus melarang pemberian makan untuk meeting yang cuman 1-2 jam. Kalau saya yo tetap, waktunya makan ya harus makan.
.
Habis itu membimbing 2 mahasiswa 1 per 1. Tentu inget sholat dan doa. Eh tahu-tahu wes jam 4 an. Saya nanya, Mbak Nur admin di prodi; bisa pulang malem nggak, dicari ibunya nggak. Begitu dia bisa, saya ada temennya. Membereskan beberapa gaweyan sambil ngobrol sana sini.
.
Saya termasuk dosen dengan prinsip urusan gaweyan kampus, ya bereskan di kampus. Tidak menunda. Jadi kadang ya kerja sunyi. Alhamdulillah, ini tahun ke-3 jadi dosen, baik baik aja. Pas wes beres, saya turun; oh masih ada banyak mahasiswa. Meeting kegiatan. Masih ada kelas. Di UPY memang ada kelas malam/karyawan. Kalau kamu wes kerja mo kuliah di sini yo bisa. Prodi S-1 dan S-2 macam-macam, bisa pilih.
.
Keluar parkiran, cuman sebiji mobil yang nggak bisa diusir itu, haha… lha mobil operasional mo dipindah ke mana🤣 Yach begitulah. Pulang saya masih harus menemui klien yang sudah lama banget saya “semayani”. Ini pas dia ke Jogja ngotot minta ketemu aja, saya mau datang 😆
.
Percayalah, sampai rumah saya wes klenger. Mandi, makan, sholat. Pinginnya langsung tidur. Eeh ya, nulis artikel ilmiah tetap di rumah. Pengabdian, ikut seminar
ya tetap di luar kampus. Kalau nggak gitu BKD nya bisa bolong-bolong.
.
Jadi kalau saya menolak diajak ketemu; terutama yang dadakan, itu bukan nggak menghargai; tapi yo waktu dan energinya wes gak ada yang bisa ditata lagi. Terutama di Senin. Lha tadi temen deket mo telpon aja, karena nggak urgent saya tolak. Hidup itu ya ada skala prioritas. Kalau prioritasmu sama saya beda, ojo baperan apalagi marah-marah 😀
.
Happy Monday. Monday is Money Day. Kerja sungguh-sungguh biar terima transferan yang bikin sukacita 😀

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Rezeki Tahu Alamatnya, Tapi Harus Kita Jemput

Ilustrasi Rezeki. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Sering mendengar kalau rezeki nggak akan ke mana-mana? Iya. Saya pun. Tapi sejak lama saya menolak statemen tersebut; rezeki itu nggak akan datang kalau nggak kita jemput. Jadi, kalau mau mendapatkan rezeki, sekurangnya harus ada bentuk ikhtiar kita.
.
Misalnya, saya perlu banyak uang. Salah satu cara yang praktis mendapatkan uang cepat itu dengan dagang, menjual buku. Barulah setelah itu, rezeki berdatangan. Bisa jadi kecil, menengah, besar —yang sesuai dengan bagian rezeki saya. Kadang juga sering mendapatkan rezeki besar tanpa banyak usaha. Tapi yang jelas sudah ada jalan yang saya tempuh. Dagang.
.
Kalau misalnya saya tidak berdagang, apakah duit akan datang dengan sendirinya? Tentu tidak. Rezeki, berapa porsi bagian saya sudah pasti tahu alamatnya. Tidak pernah tertukar. Tanpa ada niat usaha kita menjemput rezeki, ya rezeki kita tetap akan di tempatnya alias nggak nyamperin kita.
.
Jadi ya jangan berpikir salah kaprah bahwa kamu bisa thenguk-thenguk terus duit datang dengan sendirinya. Sesekali mungkin iya. Ada banyak cara orang mudah mendapatkan uang tanpa kerja. Tapi hukum alam ini sudah begitu teratur, bekerjalah untuk menjemput rezeki. Bekerja dalam konteks yang luas; termasuk di dalamnya menanam modal, investasi saham, kerja sama bagi hasil, sharing ilmu dan teknologi, dll.
.
Jangan berpikir bermalasan terus mengharapkan uang turun dari langit. Percayalah kalau bisa begitu, orang yang paling malas pasti jadi orang paling kaya sedunia😁🤣
.
Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Soul Meter (SM) Pun Bisa untuk Cari Seafood Enak

Seafood hasil beli matang di Jogja. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Sebagai kaum yang “nggak bisa masak”, sejak dulu ngekos di Jogja zaman kuliah sampai sekarang wes tinggal di rumah pribadi, saya pelanggan loyal para penjual makanan matang. Apalagi kalau makanannya enak-enak tur murah, bakule grapyak semanak. Wes dijamin, saya akan bolak balik makan di situ 😄😅
.
Adanya segala fasilitas pesan makanan online, sungguh memanjakan “kaum mageran” dan cenderung “malas” seperti saya. Kalau saya masak sendiri, diitung-itung malah lebih banyak biaya; duit, energi, waktu, cuci bersih alat masak/makan, tur rasanya belum tentu enak 😆🙈🙏
.
Salah satu makanan yang saya doyan banget, makanan laut. Ikan dan konco-konconya. Tapi tahu sendiri, di Jogja seafood yang sudah terjamin brand dan enaknya; regane rada lumayan kalau nggak boleh dibilang mahal 😀 Tapi masalah pingin itu kadang kayak orang ngidam lah. Kalau nggak keturutan, tetap minta dipenuhin.
.
Saya wes mau WA tempat langganan. Pesan, transfer, dimasakkan, dikirim. Penak banget hidup di zaman digital. Rasah pergi, pokok e-walletmu penuh, dunia serasa damai aja buat saya 😅😂 Tapi ngelihat uraian harganya yang wes naik 30-50% an dari terakhir saya pesan antar, saya njur mikir. Namanya saya juga cari duit sendiri, nggak ada yang dimintain, ya tetep saya mikir berhitung kalau beli-beli.😁😆
.
Saya coba pake aplikasi ijo-ijo. Tapi ini ada banyak sekali penjual, yang saya belum pernah nyobain satu pun. Tahu sendiri, seafood versi saya setipe kambing; kalau masak nggak bener, kenanya cuma amis; prengus gitu lah kalau olahan kambing.
.
Aha, karena saya ada Soul Meter (SM) ajaran Bunda Arsaningsih, saya ukurlah yang versi saya foto-fotonya menarik. Ketemu. Ada yang nilainya 10, jian sempurna. Harganya terjangkau, pajak, layanan, ongkir ya wajar.
.
Klik klik wes pesan langsung saya. Pas sampai wow… alhamdulillah enak, porsi segitu banyak, memperhatikan juga apa yang saya nggak mau. Dibonusi minuman pula. Alhamdulillah.
.
SM memang superwow bikin hidup mudah. Besok-besok kalau jumpa Bunda @arsaningsih mo tanya SM bisa untuk nyari jodoh yang pas atau enggak? Belum saya cobain siy.😃
.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Siapa Yang Tidak Mencari, Justru Malah Ketemu

Kami di Rektorat UNS. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
.
Pagi-pagi sekali, salah satu kawan baik saya kirim WA yang mengingatkan agar saya memberikan selamat dulu kepada kawan baik saya lainnya; yang baru saja dilantik sebagai Dekan FIB UNS.
.
Ya, Dr. Dwi Susanto, S.S., M.A. yang biasa saya panggil Mas Dwi atau Pak Dwi dalam situasi formal itu sudah bergeser dari Kaprodi Sastra Indonesia, ke Dekan FIB UNS. Tentulah saya mengikuti reminder teman saya untuk mengucapkan selamat. Karir yang cemerlang di usia yang masih belia 😀
.
Saya satu almamater Sasindo FIB UGM beda angkatan; tapi baru berasa lebih kenal ketika harus bolak balik ngisi workshop penulisan dan industri kreatif di FIB UNS. Dan saya tersenyum simpul teringat pertemuan terakhir; saat sosok ini berapi-api menceritakan kepada saya lelahnya jiwa raga saat jadi kaprodi. Apalagi pas akreditasi 😀😅
.
Termasuk mengingatkan saya agar tidak sering-sering mengajaknya ke rektorat UNS. Karena versinya kalau mereka para petinggi itu ingat dirinya, tugas-tugas dan gaweyannya bisa-bisa akan bertambah terus. Pokmen kalau bisa jadi dosen biasa saja; ngajar plus tridarma PT untuk memenuhi BKD dan beres sudah. Sosok yang luar biasa ini, karena pagi sore nglaju Jogja Solo dengan KRL. Pagi buta, saat saya belum bangun mungkin sosok ini sudah berangkat ke stasiun demi tugas mulia: jadi dosen.
.
Tentu saya ngakak mendengar semua kisahnya. Lah kan biasanya orang-orang yang tidak mencari jabatan itulah, yang tiba-tiba saja ketiban sampur harus bertugas dan menjabat. Karena yang menilai kan orang lain. Jadi, yach seperti itulah. Mas Dwi yang kayaknya nggak mau kena tambahan tugas, lha kena tugas juga. Bukan lagi kaprodi, tapi dekan 😀🤩
.
Apapun itu, selamat ya Mas Dwi. Selamat juga untuk Mamanya Kinan dan anak-anak yang mensupport karir suami dan bapaknya. Selamat bertugas. Semoga amanah itu membawa manfaat dan kebaikan untuk keluarga, FIB, UNS, dan masyarakat luas. 😍🙏
.
Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Lava Bantal: Bantal-bantal Lava

Salah satu sisi Lava Bantal. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Kami nggak berencana ke Lava Bantal, tapi karena jalan pulang melewati tempat ini dan adik saya belum pernah ke sini; mampirlah sejenak. Ini hanya kisaran 10 km saja dari rumah saya. Cedhak banget. Biasanya saya ke sini kalau bersepeda. Biarpun 10 km saja, PP kalau naik sepeda pancal yo lumayan kakinya 😀
.
Lava Bantal ini termasuk artefak geologi yang konon umurnya wes 56 juta tahun. Terbentuk dari lava pijar yang bersentuhan air (bisa laut, danau, sungai) dengan tidak sempurna, lalu terbentuklah lava dingin, membeku, dan membatu. Karena bentuknya di sini mirip tumpukan bantal, disebutlah Lava Bantal.
.
Tempat ini strategis di pinggir jalan. Sarpras wisata wes komplit. Areal parkir luas. Warung jualan makan minum banyak. Ada joglo tempat untuk duduk-duduk atau sarasehan. Kalau akhir pekan, para pesepeda sering ngumpul di sini. Istirahat, makan makan, eksplorasi, foto-foto, dll. Banyak juga wisatawan lokal yang datang.
.
Tiket masuknya ada atau enggak, saya lupa. Pas kami datang siy, nggak ada petugasnya. Kayaknya nggak ada tiket masuk deh. Tapi kalau parkir sepeda 1rb, motor 2rb, mobil 5rb, bus 10rb. Harga makan minum ya biasa, sesuai harga di kampung malahan. Wes pokmen murah meriah. Siapkan fisik dan kakimu kalau mau eksplor sampai jauh di areal ini ya. 😀

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Mengatasi Ketakutan

Saya berada di ketinggian 3 meteran dari tanah di Dieng. Ya memanjat baru duduk begitu. 😀 Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

KinoysanStory

.
Pagi-pagi saya ditanya soal mengatasi ketakutan. Kawan ini sudah lama pingin dagang online, sudah belajar, sudah ada barang dan supplier, kerjasama kurir, tapi takut begini begitu… dan terutama “omongan orang”.
.
Saya… dan mungkin kita semua pasti punya banyak ketakutan dalam hidup ini. Terutama ketakutan yang berasal dari pikiran sendiri. Jadi, belajar dari pengalaman; yang saya lakukan:

  1. Mencari tahu sebab takut; tidak bisa, tidak punya ilmu, tidak pernah, atau tidak mau.
  2. Mencari solusi, kita takut karena tidak bisa itu biasanya karena tidak punya ilmu, ya kudu cari guru. Ikut kelas, ikut workshop yang sesuai. Kalau takut karena tidak pernah, ya coba saja, lakukan saja; kalau gagal ya diulang lagi. Kalau tidak mau karena bukan passion, ya sudah; jangan membahas, jangan memikirkan untuk mencoba-coba.
  3. Jangan terlalu masukin hati omongan orang. Sering kali omongan itu cuman numpang lewat daripada tidak bicara.
  4. Lebih baik gagal mencoba daripada menyesal seumur hidup karena tidak pernah mencoba. 🙏
  5. Sebelum melakukan apa yang anda takutkan, pikirkan bahwa anda sudah niat, punya ilmu, ada pengawal/guru, dan siap gagal untuk berlatih lagi.

*Saya takut air, tapi saya mencintai laut, senang turun ke bawah laut dan melihat pemandangan bawah laut. Saya takut melihat ketinggian dari bawah, tapi saya banyak mendaki, memanjat pohon-pohon tinggi dan besar. Saya takut melewati ruang kaca di ketinggian gedung dengan lautan luas di bawahnya, toh saya melakukan. 😃🙏 Bisa begitu saja? Enggak. Ada orang-orang yang jadi guru saya dan mengatakan bahwa saya bisa. Saya hanya perlu melakukan, bukan hanya memikirkan. Apalagi terlalu memikirkan omongan orang.
.
Selamat mencoba apa saja yang anda takutkan. Kadang itu hanya ketakutan dalam pikiran kita.
.
Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Gua Sentono (Gua Jepang) di Berbah

Tampak depan Gua Sentono. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Setelah dari Gua Jepang Jogotirto, saya dan adik saya turun ke arah Gua Sentono. Kami melewati areal Candi Abang, lalu turun ke arah kota. Gua Sentono ini juga Gua Jepang, tapi bangunannya luwengan pertapaan candi. Terbukti ada relief dan tempat sesajen (cmiiw).
.
Saya menduga bangunan itu sudah ada, semasa dengan pembuatan Candi Abang. Karena bentuknya luwengan dengan tiga lorong (pintu) itulah, lalu dimanfaatkan oleh Jepang sebagai salah satu fasilitas militer. Kemungkinan ini hanya sebagai tempat transit.
.
Di sini ya mung seareal itu, sekira 300an meter. Dari warung atau parkir ya mung 20 meter, dari jalan raya sekitar 50 meter. Ke guanya ya tetap perlu naik 5-7 meteran, kakimu tetap kudu kuat yes. 😀
.
Di sini juga nggak ada tiket masuk, nggak ada petugas. Tapi pengunjung ada yang foto-foto; dan di areal lorong luwengan masih tersisa jejak kalau tempat itu barusan digunakan untuk semedi atau bertapa 😀 Kamu mau ikutan bertapa di situ? Siapa tahu dapat harta karun 😆😅
.
Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us: