Apalagi Yang Bisa Dihemat?

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

“Bu Ari, kalau hidup kita sudah hemat dan cenderung kurang dalam beberapa hal, apalagi yang bisa dihemat untuk menabung?”

Jawab saya, “Kalau sulit, nggak usah menghemat lagi. Cari cara untuk mendapatkan uang lebih banyak. Nggak mudah, tapi kalau kita niat pasti ada jalan. Bahkan, menawarkan jasa untuk antar jemput sekolah anak tetangga saja (kalau beruntung) sudah bisa dapat uang lumayan.”

Indonesia secara umum di permukaan terlihat sangat baik. Tapi kalau sampeyan mau turun ke lapangan, berbicara dengan masyarakat luas; kita sebenarnya sedang perang menghadapi masalah ekonomi. Inflasi yang tinggi, tapi selalu diredam dengan berbagai “omongan baik” pemerintah nggak bisa mengelak dari masalah turunnya daya beli masyarakat.

Toko-toko kiri kanan rumah saya, yang seumur-umur saya tinggal di situ nggak pernah mengeluh, tahun ini beberapa kali tercetus sepinya pembeli dan sulitnya membayar cicilan bank atas utang usaha mereka.

Saya pribadi merasa bahwa harga-harga barang kebutuhan pokok menjadi “lebih nggak terkendali” sejak wacana PPN 12% Oktober tahun lalu digulirkan. Harga barang naik duluan dan nggak mau turun ketika wacana itu sudah dibatalkan. Daya beli masyarakat sudah terlanjur menurun.

Di tengah naiknya harga kebutuhan pokok, biaya-biaya jasa yang terus merangkak, dan tagihan yang seakan nggak mau kompromi itu, banyak dari kita mungkin sudah sering bertanya, “Apalagi yang bisa dihemat?”

Pertanyaan ini bukan hanya soal uang, tapi juga soal cara atau gaya hidup. Karena ternyata, banyak hal dalam hidup yang bisa kita hemat; dan bukan semua hanya soal angka atau uang kita di rekening.

Pertama, Uang Jelas Bisa Dihemat. Tapi Bagaimana Caranya?

Masak Sendiri:
Jajan kopi kekinian tiap hari? Bisa hemat ratusan ribu sebulan kalau diganti dengan seduh kopi di rumah. Bawa thumbler isi minuman saat keluar rumah.

Saya yang tetahunan sejak pandemi hingga Oktober tahun lalu; setiap hari beli makanan online 2x-3x sehari, sudah menghentikannya. Charge PPN 12 persen itu bikin pengeluaran makan saya yang mestinya A menjadi 2A, padahal nggak serta merta pendapatan naik 2x lipat.

Sejak Desember tahun lalu saya belajar lagi “memasak” dengan membeli aneka bahan makan mudah olah dan praktis. Ternyata hanya butuh biaya 1/2 A. Tentu saya yo kudu effort sedikit. Mencuci piranti masak, perlu gas, perlu sabun cuci, perlu air, listrik jadi tambah karena penggunaan airfryer, grill, blender, oven, pemanggang roti, dll.

Tapi bahwa total keseluruhan biaya hanya 1/2 A dengan makanan yang sudah 4 sehat 5 sempurna (kadang bahan masih ada banyak, bisa untuk setengah bulan berikutnya), itu sungguh bikin saya takjub. Ngopo kok nggak dulu-dulu, kan saya bisa piknik dekat-dekat lebih sering😂😁

Belanja dengan Daftar:

Iyes banget. Jangan berangkat ke tempat belanja: supermarket/mall/pasar/pameran/ galeri dll tanpa rencana. Impulsif itu musuh utama dompet! Tenan kuy 😀 Lapar mata, godaan diskon, tawaran manis Mbak-Mbak Cantik Sales kosmetik, dll itu bikin kita bisa belok haluan. Membeli yang nggak penting-penting amat. Duitnya keluar nggak bisa ditarik lagi, barangnya ternyata nggak kita perlukan.

Langganan Digital:
Punya lima aplikasi streaming, tapi nonton cuma satu? Saatnya unsubscribe. Pilih yang benar-benar sering dipake nonton. Mo cuma puluhan ribu sebulan, setahun ya cukup ada jumlahnya. Atau pilih layanan yang gratis aja. Baru beli layanan khusus untuk tayangan tertentu yang mau ditonton.

Kedua, Hemat Waktu
Scroll Media Sosial:
Satu jam scroll, lima menit bahagia, sisanya? Entah. Waktu bisa lebih bermanfaat kalau dipakai untuk membaca, olahraga, beberes rumah atau ngobrol dengan orang rumah.

Rapat Nggak Penting:
Hemat waktu dengan berkata jujur, “Ini bisa lewat email nggak, ya?”

Main Game Over Waktu:

Sesekali main game itu perlu, tapi kalau sampai over waktu, bahkan mengabaikan banyak kewajiban, itu perlu dibenahi ulang. Game juga menghabiskan uang kalau mainnya memakai koin atau poin yang harus dibeli dengan uang riil.

Ketiga, Hemat Energi Emosional
Drama Nggak Penting:
Pilih pembicaraan yang memang layak untuk dilakukan. Kadang lebih sehat untuk diam daripada menjelaskan pada mereka yang nggak mau mengerti.

Saya yo wes bolak-balik ditanyain kenapa nggak bawa motor atau mobil, malah pilih pesan motor atau mobil online. Kelihatannya boros versi mereka, tapi bagi saya lebih boros bawa kendaraan sendiri. Karena mereka hanya ngitung uang, nggak ngitung waktu, energi, konsentrasi saya yang hilang kalau saya harus berkendara sendiri.

Kalau bawa mobil sendiri, saya nggak bisa sambil ngetik to? Nggak bisa sambil baca atau ngaji to? Haish, orang memang beda-beda pemikiran. Jadi saya yo wes diam saja. Saya nggak hidup dari makan gengsi atau omongan orang. Nggak perlu juga validasi “mampu” hanya karena bawa mobil sendiri.

Overthinking:
Banyak hal yang kita takutkan ternyata nggak pernah terjadi. Jangan boros energi untuk skenario yang hanya ada di kepala kita. Mumet nanti. Mikir yang baik-baik aja. Nikmati, syukuri hidupmu. Kalau sudah cukup tanpa bisa menghemat, ya terima aja dulu. Sambil berjalannya waktu, cari cara untuk menambah penghasilan.

Keempat, Hemat Berkaitan Dengan Barang-barang Kita
Beli Sesuai Kebutuhan, Bukan Tren:

Lemari penuh tapi tetap merasa ‘nggak punya baju’? Bisa jadi yang dibutuhkan bukan baju baru, tapi mindset baru. Saya kadang mikir, baju mana lagi yang mau dipake. Kadang ini bikin impulsif beli-beli kain untuk dijahit. Tapi dengan adanya plan yang perlu budget tertentu, saya lebih bisa ngerem dan kadang “membarukan” baju lama dengan sedikit tambahan desain atau perubahan itu perlu.

Kelima, Mari Kita Terapkan Hidup Minimalis:
Hemat ruang, hemat waktu beberes, hemat pikiran. Semakin sedikit penampakan, semakin sederhana, semakin ringan beban hidup kita; karena kita hidup sesuai dengan kapasitas dan kemampuan. Nggak perlu panas hati, iri dengki kalau keluarga kita, tetangga kita, kawan kerja kita, tetiba beli barang-barang branded, piknik luar negeri, pesta mewah, dll. Kita kan nggak tahu toh usaha mereka untuk mendapatkan hal itu? Hidup sesuai kemampuan cenderung bikin hati lebih damai, adem ayem, nggak kemrungsung, nggak perlu dikejar-kejar utang pulak!

Keenam, Hemat Kata-kata
Komentar Negatif:
Nggak semua hal perlu dikomentari. Kadang diam adalah bentuk paling elegan dari hemat kata. Setiap orang punya pemikiran yang berbeda. Nggak usah ribet dengan kelakuan orang lain, selama itu nggak melanggar hukum dan aturan secara umum.

Janji Berlebihan:
Hemat janji, supaya nggak boros masalah kepercayaan. Jangan menjanjikan apapun pada anak, keluarga, pasangan, mertua, orang tua, teman, dll kalau sampeyan nggak yakin bisa. Alih-alih janji, kalau mampu saja langsung belikan atau ajak sesuai keinginan mereka. Lebih menyenangkan, lebih surprise.

Pada Akhirnya, Hemat Itu Soal Pilihan
Menghemat bukan berarti pelit. Menghemat adalah seni memilih apa yang benar-benar penting. Hidup bukan tentang punya segalanya, tapi tentang bagaimana kita menikmati segala yang kita miliki dengan tenang, bijak, dan sadar.

Jadi, kalau hari ini kamu merasa masih serba mepet dalam banyak hal: waktu, tenaga, pikiran, dompet; coba tanyakan sekali lagi pada diri sendiri, “Apalagi yang bisa dihemat?”

Jawabannya mungkin lebih dari yang kamu kira. Pasti kamu akan ketemu beragam cara untuk berhemat dalam berbagai aspek kehidupan.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *