
Bawah laut Raja Ampat, Papua Barat, Indonesia. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Saya jadi penulis nasional sejak belia, sekitar umur 12 tahun. Menulis dengan beragam bentuk, berbagai media, institusi, klien, dll. Mulai dari cerita anak, cerita pendek, cerita bersambung, novel, artikel, esai, resensi, review, kritik, buku nonfiksi, biografi, skenario untuk series dan film, hingga skenario iklan dan film dokumenter. Rasanya hampir semua segmen dunia industri kreatif penulisan sudah saya jejaki; tidak hanya di Indonesia tapi hampir di seluruh wilayah Asia Tenggara. Sudah bertahun-tahun pula saya setia menulis hingga sekarang.
Sudah berbanyak waktu pula saya jadi trainer penulisan, dari tahun 2000 hingga sekarang. Mulai dari mengisi kelas gratisan, kelas berbiaya ringan hingga kelas yang sangat mahal (versi saya, 1 orang membayar 5 juta untuk workshop penulisan 1 bulan itu wes larang 😁). Mengajari menulis berbagai jenis tulisan untuk anak anak SD kecil (kelas 123) hingga orang dewasa dan segala umur secara random.
Segala jenis merah hitam suka duka berada di industri penulisan, dari tahun ke tahun sudah saya nikmati, saya lewati dengan penuh syukur dan sabar. Bersyukur karena menulis ternyata memberi saya dunia yang ajaib, dunia indah dan memberi banyak kebaikan sepanjang hidup saya hingga saat ini. Bersabar, sungguh kalau nggak lebih dari sabar di kala itu tahun 1990-an cerpen saya sebanyak 111x ditolak media nasional, jelas nggak akan terjadi. Kebayang kan kalau ada sekurangnya 10 x 111 lembar halaman yang saya ketik manual saat itu. Butuh kira-kira sekurangnya 2 x 111 perangko Tulungagung Jakarta untuk mengirim dan meminta pengembalian naskah saat itu. Belum amplop naskahnya. Belum itungan beli pita mesin ketiknya. Belum waktunya. Belum lelahnya ngetik 11 jari 😁😆 Tapi senang dan cinta adalah bahan bakar yang nggak akan habis hanya oleh satu kata “lelah” 😆😅
Lalu dari perjalanan panjang itu sering muncul pertanyaan, “Kenapa saya nggak pernah menyarankan seseorang untuk jadi penulis?”
Iya, saya hanya menyarankan orang untuk bisa menulis dengan baik, tapi nggak pernah menyarankan orang untuk jadi penulis. Karena saya wes nyebur, melihat, mengalami bahwa dunia kepenulisan itu sungguh penuh tantangan, ketidakpastian, dan kerja keras yang nggak selalu dihargai secara materi.
Tapi mari kita bahas dari berbagai sudut agar lebih jelas.
Alasan Kenapa Saya Nggak Menyarankan Orang Jadi Penulis
a. Penghasilan Nggak Stabil
Banyak penulis, terutama pemula, sulit mendapatkan penghasilan yang konsisten. Kecuali kamu sudah menjadi penulis best-seller atau bekerja di media besar, hasilnya bisa lumayan lah.
b. Persaingan Ketat
Banyak penulis, sedikit penerbit, sedikit PH, sedikit biro iklan, dan banyak karya bagus yang nggak lolos seleksi. Kadang bukan soal kualitas, tapi juga soal selera pasar, momentum, dan jaringan.
c. Kerja Mental yang Berat
Menulis bukan cuma soal duduk dan mengetik. Ini soal berpikir, riset, revisi berkali-kali, menerima kritik, dan menghadapi keraguan diri sendiri.
d. Kurangnya Pengakuan Sosial
Di beberapa masyarakat, profesi penulis nggak selalu dianggap “profesi serius” kecuali sudah sangat terkenal. Penulis pemula sering dianggap hanya “mengisi waktu luang.”
Namun… Kenapa Jadi Penulis (Kadang Justru) Layak Diperjuangkan? Ini khusus yang cinta pada dunia menulis saja 😀
a. Menulis Bisa Mengubah Hidup Orang
Buku, artikel, atau cerita yang kamu tulis bisa menyentuh, memotivasi, atau bahkan menyelamatkan seseorang. Dampaknya bisa sangat besar.
b. Sarana Ekspresi dan Refleksi Diri
Menulis membantu kita memahami dunia dan diri sendiri. Ini bentuk terapi, eksplorasi, dan pencapaian personal.
c. Membangun Identitas dan Warisan
Karya tulis bisa abadi. Kamu meninggalkan jejak pemikiran, nilai, dan cerita yang bisa dikenang lama.
d. Peluang di Era Digital
Kini, penulis bisa mandiri lewat blog, media sosial, self-publishing, podcast, atau platform seperti Wattpad, Dream, Fizzo, KBM, dll. Nggak harus selalu lewat penerbit besar.
Jadi, Menulis Itu Sebenarnya untuk Siapa?
Menulis bukan untuk semua orang –dan itu ya nggak apa-apa.
Tapi kalau kamu: merasa ada hal penting yang ingin disampaikan, bisa tahan kerja sendiri dalam waktu lama, nggak mudah menyerah saat karyamu ditolak atau diabaikan, merasa bahagia saat merangkai kata, maka kamu justru sebaiknya jadi penulis.
Kalimat “nggak usah jadi penulis” sering datang dari seseorang yang ingin kamu realistis. Tapi kadang, dunia justru butuh orang yang mau idealis dulu, lalu realistis kemudian.
Jadi gimana, kamu masih tertarik untuk menulis atau jadi penulis? Bisa untuk bidang fiksi, nonfiksi, atau lainnya. Yuk ikut kelas privat dengan saya, cek cek dan kontak saja di wa.me/6281380001149 ya 😃
Ari Kinoysan Wulandari