
Taman Nasional Baluran, Banyuwangi, Jawa Timur. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Sejak pemerintah menggulirkan wacana PPN 12 persen awal November 2024 lalu, hal yang langsung terasa di saya, harga-harga barang wes naik duluan. Saya menandainya dari biaya belanjaan sama, tapi duit yang harus dibayarkan lebih banyak. Kemudian yang paling ekstrem berasa itu pemesanan makanan matang via aplikasi online. Harganya langsung naik kisaran 30-50 persen dari sebelumnya. Uang digital yang saya masukkan habis lebih cepat untuk belanjaan makanan dengan porsi yang lebih kurang sama.
Jadi saya wes berniat mengurangi belanja makanan online itu, kalau mau budget sama untuk makan saya setiap bulannya. Bulan November 2024 saya masih belanja makan online itu, tapi wes mulai membiasakan kembali bahwa pulang dari kantor atau aktivitas di luar, saya wes kudu sekalian beli makan atau sekalian makan di tempat sebelum pulang (terutama kalau saya kudu pulang malam). Dengan begitu saya tidak kena ongkir, PPN, parkir kurir, charge packing atau bungkus makanan seperti kalau pesan makanan online. Atau ya kalau mau dan nggak terlalu capek, ya masak sendiri. Mau bagaimana lagi, harga-harga naik, tapi nggak serta merta duit penghasilan kita ikutan naik.
Lalu dari kebiasaan November itu, saya berniat wes gak pesan makanan online lagi. Kebiasaan ini beneran jadi candu saat pandemi kemarin. Pesan makanan dan belanja online paling mudah dan terindikasi lebih aman daripada beli langsung. Pada waktu itu tentu banyak program promosi, termasuk bebas ongkir. Njur kebiasaan. Lupa kalau itu pemborosan nyata.
Beli makanan dan minuman yang sama kalau kita datang ke lokasi, anggaplah 50 rb, pesan online njur jadi 75-85 rb. Wes sekurangnya saya kudu bayar 25-35 rb itu untuk layanan jasanya. Hitung saja kalau 2x sehari selama sebulan. Nah setelah wacana kenaikan PPN itu jelas lebih tinggi lagi harganya. Sebenarnya PPN makanan itu nggak boleh dikenakan ke konsumen, itu pajak pemilik resto. Tapi mereka nggak mau menanggung dan dibebankan ke konsumen.
Akhir bulan November, saya pun mulai belanja beragam lauk pauk frozenan yang praktis dalam porsi yang saya anggap cukup untuk sebulan: ikan, ayam, daging, udang, cumi, kepiting, tahu bakso, telur, dll —wes komplit tenan. Termasuk beras, kentang, singkong, minyak goreng, gula, kopi, teh, garam, kerupuk, roti tawar, meses, keju, selai, margarin, bumbu-bumbu dapur, sambal, jajanan kering, aneka saus, dll kruncilan kebutuhan pangan dasar.
Saya memilih semua bahan makanan kesukaan saya. Termasuk melengkapinya dengan buah-buahan, sayuran dasar seperti sop, minuman praktis cepat saji, dll. Tentu juga kudu beli gas, sabun cuci piring, dll sebagai konsekuensi kalau memasak sendiri. Bebersih dapur dan nyuci piranti masak.
Coba nanti Desember satu bulan apakah saya berhasil untuk “nggak beli makan online” dengan memasak begitu atau malah gagal total dan tetep kudu beli online atau langsung ke TKP. Kalau gagal, ya saya kudu cari tambahan penghasilan untuk alokasi pangan sebulan.
Kan anggaran lainnya nggak bisa kita comot sesukanya. Ingat, freelancer kudu tertib atur uangnya kalau pingin tetap stabil hidupnya dalam beragam situasi kerja tidak menentu. Sudah biasa dengan penghasilan tidak menentu, membuat saya membuat aturan keuangan sesuai porsi yang menurut saya layak, nggak pelit tapi juga nggak berfoya-foya.
Usai belanja macem-macem kebutuhan masak yang bikin kulkas saya njur penuh, kebak tenan semua ruangnya. Ketahuan biasanya kulkas mung nggo nyimpen buah-buahan dan minuman kemasan, sekarang full. Saya lihat catatan pengeluarannya mung separoh dari biaya belanja makan online 2x sehari selama sebulan. Dan kayaknya bahan-bahan itu nggak bakalan habis sebulan.
Desember berlalu dan saya senang karena pagi sarapan nggak bingung mikir pesan apa ya, bikin apa ya. Wes saya catatin menu tanggal 1-30 untuk 3x makan apa saja. Bergantian. Misal pagi bikin roti panggang, jus, buah, air mineral. Siang makan berat nasi full ikan sayur, buah, dengan teh manis. Malam makan kentang rebus, sayuran rebus, telur, kopi. Dst.
Suka-suka saya untuk mengganti atau mengubah menu dengan model pengaturan porsi sesuai keperluan kalori saya. Mantap tenan. Ternyata gampang dan happy saja saya. Beberapa kali bahkan saya bawa bekal makan siang saat ke kantor, sehingga kerja yo nggak mikir beli makanan di luar atau pesan online. Selain kalau ke luar panas, ternyata juga menyenangkan bawa bekal sehat dari rumah. Jelas minim minyak dan pasti minyak goreng sehat.
Bahan-bahan makanan dari November akhir itu ternyata masih melimpah. Januari 2025 saya nggak banyak belanja, kecuali buah dan sayur. Jian kaget saya, memasak bisa seirit itu. Januari akhir saya baru berbelanja mengisi kulkas lagi untuk Februari. Dan Februari akhir nggak belanja karena Maret puasa. Makan hanya 2x buka dan sahur. Itu pun banyak undangan bukber dan dapat kiriman takjil dari kiri kanan. Wes tenan pasti cukup itu bahan pangannya. Ya kecuali sayur dan buah-buahan kudu beli lagi, karena ini rawan busuk kalau kelamaan disimpan.
Alhamdulillah 3 bulan kemarin saya lalui dengan no pesan makanan online dan hanya 4 atau 5x saya makan di luar untuk menjamu pihak lain saat saya ulang tahun. Ini siy beda kasus. Artinya saya juga tidak bisa bener-bener “nggak makan di luar”. Tetap itu. Lha ketemu saudara, keluarga, teman ya makan; jumpa klien yo makan, ketemu sponsor yo makan, ketemu produser harus makan, ketemu penerbit ya makan lagi. Semuanya jelas makan di luar rumah.
Tapi bahwa saya berhasil menata ulang uang saya untuk makan dengan sedikit effort ini, versi saya “luar biasa”. Dan duit yang tersisa bisa saya gunakan untuk piknik ikut OT tanpa perlu khawatir mencomot anggaran lain atau “ngutang” tabungan.
Alhamdulillah. Saya merayakan komitmen “nggak beli makanan online” yang sudah 3 bulan berhasil tanpa keluhan itu dengan ikut piknik lebih banyak. Januari saya ke Gunung Bromo. Februari saya ke Banyuwangi sampai Kawah Ijen yang luar biasa. Maret full puasa dengan beragam gaweyan sosial yang butuh dana besar, tapi tetep lempeng karena ada “sisa dana makan” itu. Tentu lebaran harus mudik dan kumpul keluarga wes pasti duit lagi. April sampai Juni saya sudah full mendaftar piknik. Alhamdulillah. Juli sampai Desember belum terprogram. Masih iyak-iyuk atur duitnya. Atau kamu mau sponsori saya piknik? Hehe….
Itu bentuk syukur saya atas komitmen sederhana, yang ternyata bikin saya melek lagi tentang uang. Tapi tetep, apapun itu bentuk penghematannya; saya ya harus kerja keras dan cerdas selagi mampu. Karena masa tua nggak ada penjaminnya, ya kudu saya pribadilah yang harus mengusahakan sejak dini agar hidup tetap sehat, nyaman, damai, sejahtera, dan panjang umur yang berkah. Amin YRA.
Ari Kinoysan Wulandari