
Salah satu sisi hijau padang rumput Lembah Watangan. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
“Subhanallah, Subhanallah, Subhanallah. Indah banget…!” Itu seruan saya dalam hati begitu kami sampai ke Lembah Watangan. Kalau sebelumnya di Puncak Seruni, Lautan Pasir, (dan juga kalau sampeyan pergi ke Kawah Bromo), Pasir Berbisik, semuanya didominasi lautan pasir; kini kita bertemu padang rumput yang menghampar bagai permadani.
View menghijau seluas mata memandang dari bawah sampai ujung-ujung atas bukitnya. Serasa kita masuk taman alami yang sengaja dicipta Tuhan untuk umatNya. Bunga-bunga dan aneka perdu pun tumbuh subur memberi aneka warna cantik. Sungguh perbedaan yang sangat kontras, padahal lokasi antara tempat ini dan Pasir Berbisik nggak terlalu jauh.
Sebelumnya tempat ini dikenal dengan nama Bukit Teletubies. Lalu diganti dengan nama Lembah Watangan. Namun nggak akan menghilangkan cirinya sebagai bukit yang menunjukkan romantisme alamiah, bukit yang berpelukan.
Persisnya, tempat ini berada di antara lautan pasir Bromo dan lereng Gunung Batok. Lembah ini menawarkan panorama alam yang luar biasa dengan perpaduan lanskap gunung, lembah, dan padang rumput yang luas.
Lembah Watangan dikelilingi oleh pegunungan yang membentuk background yang dramatis, dengan Gunung Bromo yang ikonis berdiri di tengahnya. Selain penuh padang rumput yang hijau, di beberapa bagian, terdapat tanaman perdu dan bunga edelweiss yang tumbuh subur.
Perpaduan warnanya menciptakan pemandangan yang memukau, terutama saat musim berbunga. Pada pagi hari, kata orang-orang lokal Bromo, biasanya tempat ini sering dipenuhi kabut tipis yang seolah-olah melayang di atas lembah. Saya bisa mengimajinasikan betapa eksotisnya kabut melayang-layang di atas warna-warni indah perdu dan rerumputan.
Lembah Watangan ini lebih populer bagi sebagian pengunjung yang ingin menikmati keindahan alam Bromo dari sudut pandang yang berbeda. Terutama mereka yang malas kena debu pasir dan keribetan jalan berat di atas pasir.
Saya gembira aja di sini. Jalan dari ujung ke ujung. Menikmati udara segar yang terasa membawa nyawa baru di dalam tubuh saya. Kualitas oksigennya mungkin berbeda dari areal yang berpasir.
Salah satu aktivitas yang paling digemari pengunjung di sini ya berkuda menyusuri lembah. Selain itu, lembah ini juga menjadi tempat yang ideal untuk trekking atau berjalan kaki. Areal medannya relatif datar dan pemandangan yang memanjakan mata sepanjang perjalanan.
Kalau kamu senang motret, tempat ini juga bisa jadi lokasi favorit untuk memotret lanskap Bromo. Saya wes kebayang betapa bagusnya kalau bisa motret areal ini saat matahari terbit atau terbenam, ketika sinar matahari memantulkan warna-warna hangat di atas lembah dan pegunungan sekitarnya.
Lembah Watangan ini (sesuai info orang-orang lokal Bromo) juga termasuk wilayah adat Suku Tengger. Jadi kalau ada upacara Kasada tiap tahun, pasti melibatkan kawasan ini. Bagi saya, menarik juga mendengarkan kisah-kisah versi orang lokal Bromo tentang adat budaya mereka.
Mungkin akan saya tuliskan lain waktu. Karena menulis budaya berarti saya harus cek ricek referensi dan sumber sumber terkait. Tapi saya berterima kasih pada Ceria karena memberi waktu eksplore cukup banyak di sini, sehingga usai foto-foto; saya masih sempat nimbrung dengan warga lokal ngobrol banyak hal tentang adat istiadat mereka.
Oh iya, kalau di sini sewa kuda, jeep, atau motor trail juga gampang ya. Banyak yang nawarin. Terus ada banyak juga tenda warung sederhana yang jual aneka jajanan dan oleh-oleh. Fasilitas di sekitar lembah ini cukup memadai dengan adanya beberapa pos peristirahatan dan tempat parkir.
Bagi saya pribadi, Lembah Watangan menawarkan kombinasi yang sempurna antara keindahan alam, aktivitas petualangan, dan kekayaan budaya. Bagi siapa pun yang mencari ketenangan, keindahan alam, dan pengalaman budaya yang mendalam, Lembah Watangan boleh jadi pilihan utama.
Ari Kinoysan Wulandari