Bromo (3) Mbak Seruni yang Menggemaskan

Sunrise di Bromo yang sempat saya abadikan, sebelum kabut menebal dan menutup matahari dari langit. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Jam 2 dini hari rombongan jeep kami bergerak ke atas menuju Bromo. Peh, duduk berdua sekursi itu bikin pegel semua badan saya. Terlebih medannya bikin jeep guncang-guncang berdisko ria. Sungguh sejam lebih itu terasa sangat lama versi saya. Beberapa waktu saya ngajak si driver ngobrol, cuma karena jawabannya sepatah-patah, akhirnya saya diam.

Sekurangnya saya tahu di Bromo ada 1700 an jeep yang beroperasi 24 jam. Tiket masuk areal Bromo 130 rb plus 12 rb untuk 1 orang. Anggap saja 150 rb berarti 1 jeep chargenya 750 rb an. Versi saya terlalu murah untuk medan yang begitu sulit dan jauh.

Kami sempat tertahan lama di urusan tiket. Entah siapa yang salah, biro Ceria atau TN BTS (Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru) saya nggak tahu. Mungkin miskom saja, tapi menghabiskan waktu.

Kalau ikut OT Ceria, urusan tiket dan jeep sudah terkoper biaya ke biro. Tapi turun dari parkiran jeep untuk ke areal Seruni (salah satu puncak untuk lihat sunrise) itu bayar ojek motor 30 rb; sampeyan kudu bayar sendiri.

Ojek motor ini akan berhenti di areal kuda. Kalau sampeyan malas jalan, sewa kuda pp kena biaya 300-400 rb. Pastikan dulu, karena ada yang mau 300 rb ada yang ngotot 400 rb.

Kuda akan berhenti di areal tangga-tangga naik ke gapura Pura Poten di puncak Seruni. Jadi meskipun bayar ojek dan kuda, untuk sampai ke puncak Seruni, sampeyan tetep kudu jalan kaki.

Saya pas turun dari jeep itu masih bersama Bu Fifi dan Fahri (mahasiswa magang di OT Ceria). Jalan sampai ke pos kuda. Saya nggak naik ojek karena saya lihat jalan masih datar dan cukup dekat. Beberapa orang memilih naik ojek.

Setelah itu kami berhenti untuk minum dan ke toilet. Lalu jalan menanjak yang ndeder tinggi dan terasa nggak sampai-sampai. Itu sepanjang jalan, tukang tukang kuda ramai terus nawarin sewa kuda.

Saya wes hampir sewa kuda aja, karena memang sudah cari info sebelumnya tentang sewa kuda ini. Tapi dua kawan saya memilih jalan, wah, saya nggak jadi sewa.

Setelah setengah jam yang lama, barulah kami sampai pos perhentian. Di sini saya jumpa Bu Ita dan Bu Lies dari Semarang. Saya istirahat lama, sebelum memutuskan jalan lagi. Fahri entah ke mana. Bu Fifi ikut rombongan saya. Berempat kami naik.

Sudah lebih terlatih di sini, tapi jian capek tenan. Di perhentian, kami istirahat lagi. Saya memutuskan Shubuh di situ karena wes setengah lima. Kalau kamu muslim ikut OT Ceria, silakan atur waktumu sendiri untuk sholat di setiap ishoma ya…

Kami naik lagi. Di perhentian, ya istirahat lagi. Nah di sini Bu Fifi entah ke mana, saya nggak tahu. Jadi tinggal saya, Bu Ita, Bu Lies. Ya wes bertiga. Mereka sholat saya memesan minum panas. Baru lanjut ke atas lagi. Satu kali perhentian, kami naik tangga-tangga yang masih panjang berkelok, sebelum akhirnya sampai di gapura Pura Poten.

Jangan tanya gempornya kaki. Saya yang biasa jalan dan lari pun, terasa kemeng pegel pegel, apalagi yang nggak biasa. Terus gitu pas sudah sampai puncak Seruni, matahari terbit nya malu malu tertutup kabut dan awan. Wes, gemesin tenan.

Saya sebenarnya cukup “heran” kenapa orang-orang kita seperti terobsesi dengan sunrise dan sunset. Indah iya. Tapi dengan effort yang begitu besar, kadang bikin saya wes malas duluan diajak ngurusin liat matahari ini.

Lha dari lantai atas rumah saya itu, pagi sore saya bisa melihat sunrise dan sunset. Mungkin itu juga yang bikin saya nggak terlalu mau bekejaran dengan sunrise atau sunset.

Sepanjang kami bertiga jalan, saya nggak ngelihat orang-orang Ceria yang 40-an itu… kru nya juga nggak terlihat oleh saya. Dalam hati saya yakin, karena ini kami yang lambat. Tiap perhentian selalu break istirahat, wes payah tenan.

Saya melihat jam wes lewat jam 6 masih di atas. Padahal inget saya Itinerary nya di areal Seruni itu sampai jam 6 dan jam 7 sudah ada di areal lautan pasir untuk sarapan dan ke Kawah Bromo.

Saya sudah nggak mood foto-foto. Kabut makin tebal. Terus nggak ada yang motoin. Bu Ita sedang banyak gawe foto dengan Bu Lies. Jadinya saya di atas itu malah mung ngelihatin orang lalu lalang. Merekam view sekitaran sebanyak mungkin, tapi nggak ada foto saya 😂😅

Untung itu Mas Sidik jurfot Ceria ke atas, tapi ra nggawa kamera. Ya wes saya minta difotokan beberapa dengan HP, paling nggak ada foto saya di atas. Oh Bu Ita ternyata sempat memotretkan saya beberapa, tapi saya nggak ingat sebelumnya.

Wes, kami bertiga pun turun. Ketemu teman-teman yang pada telat. Saya tahu itu jam sudah lewat, tapi ya gimana lagi. Capek jalan kan yo kudu istirahat dulu.

Dan betullah, kami naik jeep ki wes jam 7 lewat. Jadi maklum saja kalau tiba di lokasi sarapan sudah hampir jam 8. Sudah lewat sejam dari jadwal acuan.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *