Bahagiamu, Tanggung Jawabmu…!

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Kebahagiaan itu sesuatu yang diidam-idamkan oleh banyak orang. Kebahagiaan versi saya, jadi tanggung jawab masing-masing. Bentuk kebahagiaan pun sangat bermacam-macam.

Kita bisa cek dari pertanyaan, “Apa yang bikin kamu bahagia?”

Nah, jawaban dari pertanyaan itu akan membantu kita untuk mendefinisikan kebahagiaan sesuai standar masing-masing. Dulu ketika masih kesulitan ekonomi, saya berpikir bahwa orang-orang kaya itu pasti bahagia. Setelah saya nyebur di dunia sinetron dan film, jumpa banyak sekali produser, artis, model, penyanyi, pengusaha kaya, pejabat dll publik figur yang kaya, lhoh mereka kok masih aja punya masalah. Hanya masalahnya bukan lagi uang, tapi beragam. Semakin kaya seseorang, semakin kompleks pula masalahnya. Ternyata mereka nggak selalu bahagia seperti yang saya pikirkan.

Saat itu saya melihat bahwa kebahagiaan tergantung respon kita pada berbagai situasi. Kita nggak selalu bisa mengontrol apa yang terjadi, tapi kita bisa memilih cara bereaksi terhadapnya.

Misalnya, ketika menghadapi situasi sulit, kita bisa memilih untuk tetap bersikap positif dan mencari solusi, daripada meratapi nasib. Dengan sikap optimis, kita bisa membuka peluang baru dari kesulitan tersebut.

Karena itulah, wes sejak lama saya memutuskan “bahagia” apapun keadaannya. Masih kekurangan ini itu, kalau saya happy, gembira, rasanya semua ya baik-baik. Hidup saya saat itu mungkin banyak kekurangan, tapi rasanya kok ya ringan saja.

Saya sudah menerima kondisi dan saat itu standar kebahagiaan saya sederhana saja. Kalau penghasilan saya cukup untuk seluruh kebutuhan, masih bisa “sedikit saja” menabung dan piknik, itu sudah lebih dari cukup untuk bergembira setiap hari. Meski beban pekerjaan di industri sinetron dan film nggak ringan.

Setiap individu memiliki definisi kebahagiaan yang berbeda. Bagi sebagian orang, kebahagiaan mungkin datang dari pencapaian karier. Bagi yang lain, mungkin datang dari hubungan yang harmonis dengan keluarga.

Siapapun boleh bikin standar kebahagiaan masing-masing. Tapi saya melihat, makin sedikit keinginan dan harapan, makin mudah bagi kita untuk bahagia. Ini berbeda dengan cita-cita ya, kalau ini wajib setinggi langit, kaki kita yang harus tetap membumi biar nggak jadi haluu….

Daripada memikirkan akan bahagia nanti kalau… (yang belum tentu kesampaian), kenapa nggak memutuskan saja untuk bahagia sekarang? Dengan mensyukuri dan bersuka cita dengan semua yang kita miliki saat ini?

Kita nggak perlu menggantungkan kebahagiaan pada orang lain atau keadaan eksternal. Ini adalah bentuk kesadaran bahwa kebahagiaan itu kita yang menentukan. Saya pun tegas pada diri sendiri, apapun yang nggak bikin happy, ya wes tinggalkan saja.

Tentu dengan berbagai konsekuensi. Misal, saya pernah bekerja berbulan-bulan dalam kondisi yang bikin depresi, tapi saya nggak bisa meninggalkan begitu saja. Ada tanggung jawab keuangan yang harus saya pikul. Cari kerja di tempat lain yang membayar hampir 3 digit sebulan, itu bukan hal mudah. Jadi saya kompromi dan mencari celah yang bikin saya happy di lingkungan kerja yang berat itu.

Ketika kita melepaskan harapan pada orang, benda, atau situasi tertentu yang akan bikin kita bahagia, kita jadi lebih mandiri secara emosional. Kita lebih mudah bahagia. Pada saat kita melepaskan ketergantungan pada apapun, kita belajar untuk bertanggung jawab pada kebahagiaan masing-masing.

Misalnya, daripada menunggu pengakuan dari orang lain untuk merasa dihargai, kita bisa mulai dengan menghargai diri sendiri. Dengan menerima diri kita apa adanya, menghargai pencapaian kecil maupun besar, kita bisa menciptakan kebahagiaan yang terus menerus.

Lepaskan saja harapan terhadap diri sendiri atau orang lain. Kalau banyak harapan, kita cenderung merasa kecewa ketika realitas nggak sesuai harapan. Bukan berarti kita menurunkan standar, tapi lebih pada memiliki harapan yang seimbang dan realistis. Dengan menerima bahwa hidup nggak selalu berjalan sesuai rencana, kita dapat lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan. Kita lebih mudah happy dalam berbagai situasi yang nggak terduga.

Percayalah, kebahagiaan nggak harus datang dari pencapaian besar. Kebahagiaan bisa kita temukan pada momen-momen sederhana. Misalnya, menikmati secangkir kopi di pagi hari, berjalan-jalan di taman, atau bersama orang-orang tercinta.

Dengan melatih diri untuk menghargai hal-hal kecil dalam hidup, kita dapat meningkatkan perasaan bahagia secara keseluruhan. Kita bisa bersyukur pada momen-momen kecil yang tampaknya sepele, tapi bisa saja luar biasa bagi orang lain.

Dengan rasa syukur, kita melatih fokus pada hal-hal positif dalam hidup. Setiap hari, mari kita luangkan waktu untuk bersyukur. Mensyukuri hal-hal sederhana; seperti memiliki tempat tinggal, makanan yang cukup, atau hubungan yang baik dengan orang lain.

Kalau saat ini kamu merasa nggak bahagia karena kurang ini itu, belum begini begitu, masih harus begono begunu, stop. Hentikan saja. Mulailah berhitung apa saja yang sudah kamu miliki. Ingat-ingat apa saja yang sudah kamu capai. Hitung perbaikan hidupmu dari tahun ke tahun.

Cek betapa kesehatanmu itu nggak murah. Keluarga yang rukun damai, itu kebahagiaan yang belum tentu dimiliki setiap rumah tangga. Anak-anak yang sehat dan sekolah baik. Pekerjaan yang mapan. Rumah yang tenang. Kendaraan yang memadai. Tetangga-kawan-kerabat yang baik. Ibadah bisa khusyuk. Makan enak, tidur nyenyak, pakaian layak. Dll yang semuanya sangat berharga.

Dari begitu banyak nikmat itu, kamu masih merasa nggak bahagia hanya karena berpikir kalau pakai berlian besar, pasti bahagia? Coba saja tanyakan pada perempuan yang sudah memakainya. Mungkin saja lho, dia iri dengan anak-anak sehat dan lucu yang kamu miliki!

Kebahagiaan itu tanggung jawab pribadi. Mari kita bersikap positif, menghargai hal-hal kecil, mengelola harapan, hingga membangun hubungan yang sehat demi kebahagiaan. Kebahagiaan itu proses, perjalanan panjang, bukan tujuan akhir.

Dengan mengambil tanggung jawab atas kebahagiaan, kita bisa menjalani hidup penuh kegembiraan dan rasa syukur. Bahagiamu, tanggung jawabmu!

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *