Wonderful Umroh (7) Memangnya Ada Dhemit yang Kencing di Toilet Hotel Siang Bolong?

Salah satu situasi saat makan di hotel Mirage Al Salam, Madinah. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Pulang Shubuh dari Masjid Nabawi, kami diizinkan istirahat. Koper Besar Kecil diminta ambil masing-masing di dekat lift lantai 8. Pas pembagian kunci kamar; harusnya saya satu kamar dengan Bu B, Bu C, dan emak rempong Bu X. Bu C menolak sekamar dengan kami, memilih tinggal berlima dengan relasinya.

Saya bilang kalau sekamar berlima, itu empet-empetan nggak nyaman, terus antri mandi juga lebih lama. Tapi dia ngotot nggak mau sekamar dengan kami. Saya seperti ada yang memberitahu dalam hati, kalau si Bu C ini nggak mau ikutan dimaki, diomelin, disalahkan kalau Bu X bikin kasus. Dia juga pasti dengar omelan seluruh jamaah kepada Bu X dan kami yang sekelompok, terutama kami yang sekamar.

Akhirnya, saya bertiga sekamar. Masuk kamar, saya minta izin mandi dulu. Saya bilang cuci sekaligus baju seragam karena pas pulang dipake lagi biar nggak penguk atau bau.

Usai saya mandi, ganti Bu B yang mandi. Karena saya lihat Bu X masih mager, saya nanya akan ikut sarapan atau enggak. Saya bukan pendendam, gampang memaafkan orang, tapi pasti pengingat yang baik dalam banyak hal.

Bu X bilang nggak ikut, mau makan nasi dan snack dari Dewangga saja. Dalam hati saya, apa gak wes basi ya makanan basah dari kemarin dini hari? Tapi ya sutralah, itu urusannya.

Saya dan Bu B, telat sarapan. Saya kira sarapan sampai jam 10, ternyata jam 6-8 pagi. Jadi kalau jam 8 kurang 1 menit ya wajar piranti dan makanan wes dikukuti. Tinggal ada telur rebus dan layanan minum. Saya bikin 2 gelas teh panas dan makan telur.

Oh kalau sampeyan ikut Kosudgama, tidak terjadi hal seperti ini. Karena walaupun di hotel, tapi prasmanan untuk 20 orang disediakan mandiri. Berlimpah turah-turah, buah, minuman kemasan sampai suruh bawa ke kamar. Pagi, siang, sore selalu berbeda. Waktu lebih fleksibel. Kalau ada yang tidak makan, TL nya langsung meminta dipacking dan dikirim ke kamar. Ada harga, ada beda layanan 😀

Kalau di Dewangga ini makan pagi, siang, sore, ikut prasmanan hotel. Jadi kalau telat, ya terlewat saja. Silakan cari makan sendiri. Alhamdulillah makanan di sini enak-enak. Ayam, ikan, daging sapi, daging kambing, telur; menu besarnya ganti-ganti terus. Cuman ya rame, gabung dengan jamaah dari berbagai kota dan biro umroh di tanah air.

Pikir saya pagi itu, amanlah sampai makan siang. Saya masih punya makanan kering bekal dari rumah. Lagipula samping hotel persis ada minimarket macam Indomaret. Lengkaplah kalau sekedar cari pengganjal perut.

Cuma ya harganya rada kurang bersahabat. Jus 500 ml saja 20 riyal setara 80 rb. Di Jogja itu 20 rb bae wes kemahalan. Hihi… begitupun makanan kecil kruncilan macam manisan, popcorn, roti, popmie, indomie, westalah kalau nggak terpaksa atau memang niat njajal, gak usah beli.

Pulang dari sarapan saya kudu bolak-balik ke resepsionis dulu gegara kamar terkunci, tanpa pemberitahuan dari Bu X. Mbokya japri atau info di grup kalau nitipin kunci.

Pas masuk kamar, saya mau mengeringkan seragam dengan hairdryer. Tapi pas buka pintu toilet, ampun dj puesingnya nggak kira-kira. Hampir saja saya muntah-muntah, tapi langsung keluar toilet.

Saya tanya ke Bu B, bau pesing atau tidak. Bu B bilang, tadi kita tinggal toilet nggak bau. Itu kencing kok ya nggak di toilet, nggak disiram pula.

Kami berdua kerja bakti. Mengguyur berulang kali toilet dengan air shower, menaburkan detergen, menggosok dengan alat pel (yang untungnya tersedia), lalu menyemprotkan shampo dan mengguyur ulang toilet sampai wangi.

Pas Bu X datang, Bu B mengingatkan kalau kencing atau be-a-be itu di toilet. Tahu nggak jawaban Bu X? “Aku kencing juga di toilet kok…”

Bu B diam, saya mengomel dalam hati, “Memangnya ada dhemit yang kencing di toilet hotel siang bolong?”

Jian, saya beneran istighfar bolak-balik saat umroh ini. Ujian umroh saya kali ini, sungguh dari teman sekamar. Bukan masalah ibadah, kesehatan, acara, dengan TL atau Muthowib, atau pun dengan makanan.

*Saya menuliskan ini semua, termasuk buruk-buruknya itu untuk jadi cerminan kita. Sungguh ibadah umroh dan haji itu panggilan Allah yang penuh dengan ujian sejak kita berniat, membayar, dalam perjalanan, dalam ibadah, hingga saat kembali ke tanah air.

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *