Sambatlah pada Orang yang Tepat 😆😂🙏

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
.
.
Beberapa kawan menjapri tentang tulisan saya berjuang pas kuliah. Lebih kurang komennya;

“Kukira Ri, hidupmu paling baik-baik saja. Kamu tinggal di rumah guru besar, makan minum terjamin, baju bagus-bagus, sudah ada yang nyuci nyetrikain, buku-buku kuliah catatan paling lengkap, banyak ikut kegiatan, nggak punya utang sama temen, dan malah sering bawain jajanan atau traktir makan. Ya ampun, bisa-bisanya aku dulu malah ngutang kamu untuk makan atau bayar kos….”
.
Tahun-tahun itu ya, masa itu, kuliah di Sastra sering dilabeli sebagai mahasiswa gembelnya UGM 🙈🙏 Karena kuliah paling murah di lingkungan kampus. Terus banyak mahasiswa
yang slebor nggak urus baju kuliah. Pake kaos oblongan lecek sobek, sendal jepit, jeans/celana robek-robek, dll. Pokmen banyak yang nggak tampang mahasiswa wes 🙈🙏
.
Zaman itu masih boleh bebas keluar masuk kampus tanpa banyak aturan. Bahkan ada yang ngekos di kampus atau gelanggang mahasiswa berbulan-bulan. Haiiish, tempatnya itu langsung bersih kalau ada info sidak WR 3 atau WD 3 atau embuh pejabat kampus 😂🙏🙈
.
Kampus tercinta saya itu ya memang banyak cerita suka dukanya. Merah hitam kisahnya pun nggak kurang-kurang. Cerita hantu-hantunya pun nggak kalah horor. Zaman itu ya masa masih nggak semudah sekarang. Masih ada dosen killer. Masih ada nilai kuliah keluar 2-3 tahun setelah ujian, itu biasa 😂
.
Tapi saya gak ikut ikutan berbaju sekarep gitu. Berbaju sopan rapi. Kalau berangkat kuliah baju saya nggak bener, suka ditegur ibu kos untuk ganti. Jadi ya memang, memilih circle yang tepat itu penting.
.
Saya bilang ke temen saya yang nanya, itu karena dari belia saya mengikuti prinsip bapak ibu saya. Sambatlah pada orang yang tepat atau nggak usah sambat sama sekali.
.
Jadi, saya nggak akan curhat sambatan soal duit SPP, kerja, capek, berasa hopeless, dll itu ke teman-teman saya. Lha wong mereka aja yo nungguin kiriman ortunya sok telat banyak yang lebih parah dari saya.
.
Rerata mahasiswa Sastra tentu nggak seelit seperti mereka yang di Kedokteran atau Ekonomi ya😜 Mahasiswa yang susyaaah duitnya banyak. Tapi soal gaya slebor dan banyak karya, kita Sastra lebih heboh laah 😜👏
.
Dan bagi saya kalau wes diselesaikan masalahnya ya sudah. Nggak saya inget-inget lagi. Saya pun sambatan soal biaya kos ya ke bapak ibu kos. Bukan ke pihak lain. Wong solusinya itu tergantung pemilik kos, masa nyari orang lain.
.
Pernah waktunya bayar SPP dll dari 305 rb kurang sehari terakhir bayar, duit saya mung 250 rb an, itu pun pecahan kecil kecil. Artinya semua isi duit celengan sudah dikeluarkan 🙈🙏
.
Zaman dulu, masih offline jadi telat bayar bisa langsung ke bendahara pusat UGM. Nggak kayak sekarang online, harus tepat waktu. Kalau wes tutup atau telat bayar, beuuuh urusannya panjaaaang minta tanda tangan sana sini persetujuan…. untung bukan saya 🤣🙈
.
Nah saat itu saya ketemu Kajur minta penundaan bayar SPP sebulan. Saya ditanya ya saya bilang duit saya baru 250 rb. Kurang 55 rb. Kalau hari ini punya 55 rb pun, saya beneran nggak pegang duit blas. Bisa repot kalau ada kondisi darurat. Praktis, sekurangnya saya perlu 100 rb. Jadi untuk bayar 55 rb, saya masih pegang 45 rb.
.
Lalu beliau bilang, nggak usah tunda bayar SPP, tunggu sebentar. Lalu beliau entah ke mana, dan balik wes bawa duit pecahan cukup banyak. Lebih dari 100rb, menyuruh saya bayar SPP.
.
Saya pun menegaskan ini uang utang, dibantu atau bagaimana. Kata beliau dibantu banyak orang. Nanti kalau saya wes mapan, bantulah juga mereka yang sekolah.
.
Wah saya terimakasih dan langsung ke tempat bayar SPP. Bawa resi bayar kasih lihat ke Kajur dan pulang kos dengan tenang karena masih bawa uang. Eeh tapi pas saya wes ada duitnya, sejumlah yang dikasih Kajur itu saya balikin agar digunakan untuk membantu mahasiswa yang lain.
.
Mental saya dari dulu bukan mental gratisan yes. Bayar untuk apa yang kita ambil, nikmati. Itu bikin hati saya lebih tenang damai dan nggak ngerasa mendzalimi hak orang lain.

Artinya dengan sambat pada orang yang tepat, sekurangnya saya pasti dapat solusi. Kalau semua disambatin, beuh kek kurang kerjaan bae. Bisa- bisa bukannya dapat solusi malah ghibah fitnah nyebar ke mana-mana.

Itu sebabnya saya bilang, kalau mengeluh, protes, sambat, curhat, bisa menyelesaikan masalah; saya akan bilang. Kalau enggak ya diem diem saja. Mari curhat sekalian di sujud-sujud malam pada Sang Pencipta. Wes pasti nanti ketemu jalan keluar nya. Tapi ya kudu, kita wajib usaha duluuuu… Jangan cuma berdoa, kurang manteplah kalau versi saya 😀👏
.
.
Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *