“Mbak Ari, kalau penilaian dan proses terbit buku di penerbit mayor sangat lama dan ribet bagaimana cara kita produktif menulis? Kan produktivitas kita ditentukan dari seberapa banyak karya yang dipublikasikan?”
Jawabannya ya tidak usah menunggu hasil penilaian dan kapan selesainya proses
buku terbit. Terus saja menulis untuk kepentingan yang lain. Artinya kita punya timeplanner sendiri untuk kinerja penulisan kita.
Setiap kali telah menyelesaikan naskah, cukup istirahat, ya mulai menulis lagi. Masalah ditolak atau revisi, itu urusan nanti. Dengan begini, naskah yang kita selesaikan cukup banyak.
Oh iya, tentu untuk bisa begini, secara umum urusan finansial kita sudah selesai ya. Artinya anda tidak dikejar target kerja untuk menghasilkan uang demi kebutuhan sehari-hari. Keperluan anda sudah terpenuhi, sehingga tetap bisa menulis dengan tenang. Kalau anda masih dikejar kerjaan pokok untuk pemenuhan hidup sehari-hari, anda harus rela mendahulukan kerja utama. Terlebih bila menulis belum menghasilkan uang.
Kalau kita berhasil menyelesaikan satu naskah, itu banyak sekali manfaatnya secara pribadi. Sekurangnya saya mencatat beberapa hal manfaat praktisnya:
- Menuangkan ide secara tuntas dan lengkap. Kalau sudah lengkap, naskah bisa dieksekusi; dijual, diterbitkan, dll.
- Mendisiplinkan diri untuk menyelesaikan tulisan. Ini disiplin paling berat, terutama kalau tidak ada komitmen, sanksi, atau hadiah. Cari partner yang bisa jadi reminder ketat.
- Menepati janji pada diri sendiri. Iya ini berkaitan dengan deadline yang kita buat. Kadang karena untuk diri sendiri, kita lebih sering mangkirnya daripada menepati.
- Berani mengambil resiko (ditolak media/penerbit). Membuat naskah baru tanpa konsultasi penerbit, ini murni kerja keras yang gambling. Kalau sudah profesional biasanya siy sudah paham mana yang layak terbit atau enggak, tapi kalau sampeyan baru; carilah mentor/konsultan sebelum bikin naskah lengkap. Biar kerja nggak sia sia.
- Berhasil memotivasi diri untuk menyelesaikan tulisan. Iya ini tantangan. Tapi percayalah, kalau kita bisa menyelesaikan satu naskah, lebih mudah menyelesaikan naskah kedua dst.
- Menata pikiran lebih konstruktif untuk urusan lain. Sekurangnya kita akan jadi orang yang mikir dulu sebelum nyablak bicara. Ini bisa menyelamatkan kita dari banyak hal.
- Memberi ruang pribadi untuk lebih kreatif. Biasanya kalau saya baru menyelesaikan satu naskah, sudah terpikir ide lain yang bisa jadi muncul saat saya menuliskan ide sebelumnya.
- Mampu menyampaikan gagasan secara terstruktur. Dalam dunia kreatif, penulis nggak hanya nulis; dia harus mempresentasikan proposalnya, mengisi kelas kelas, mengisi acara promosi dll. Dengan terlatih menulis runtut, bicara pun jadi lebih tertata dan nggak belepotan.
- Mengetahui kekurangan pemikiran dengan membaca ulang. Ini manfaat yang hanya bisa kita peroleh saat menyelesaikan naskah.
- Mengurangi beban psikologis dengan menulis. Banyak hal terjadi setiap hari. Mental dan pikiran kita bisa penuh lelah, tapi menuliskannya telah mengurangi beban mental kita, membuat kita lebih sehat, rileks, dan pastinya nggak mudah stres atau depresi.
Jadi, kalau manfaat menulis begitu banyak, kenapa hanya “tidak menulis”
karena takut ditolak penebit atau lama menunggu proses buku terbit?
Banyak cita-cita besar yang diwujudkan dengan mulai menuliskannya. Jangan takut menulis buruk, karena semua tulisan baik (sering kali) berasal dari tulisan yang sangat buruk.
Ari Kinoysan Wulandari