Ritual Setelah Pernikahan Orang Jawa

Artikel ini telah dimuat di nongkrong.co pada hari Sabtu, tanggal 13 Agustus 2022 dengan link sebagai berikut.

https://www.nongkrong.co/lifestyle/pr-4314093450/ritual-setelah-pernikahan-orang-jawa

NONGKRONG.CO —Sebagian besar orang Jawa menganggap prosesi pernikahan telah selesai dengan adanya temu manten ‘temu pengantin’ dan resepsi pernikahan. Namun sebenarnya dalam tradisi pernikahan orang Jawa, setelah beragam ritual pada saat pernikahan, masih ada satu lagi ritual setelah pernikahan orang Jawa.

Ritual ini merupakan satu kegiatan besar yang biasanya disebut dengan ngundhuh mantu. Acara ngundhuh mantu merupakan perayaan pernikahan di rumah pihak pengantin laki-laki. Kalau sebelumnya ritual sebelum pernikahan dan ritual saat pernikahan orang Jawa, cenderung dilakukan di tempat pihak pengantin perempuan, maka kali ini acara gedhen atau perayaannya berada di tangan pihak pengantin laki-laki.

Tidak semua orang Jawa melakukan prosesi ngundhuh mantu. Sebagian keluarga yang mengadakan acara ngundhuh mantu ini telah memikirkan dengan baik berbagai pertimbangan. Mulai dari urusan waktu, biaya, tenaga, dll kesibukan kedua keluarga pengantin.

Pada dasarnya ritual dalam ngundhuh mantu lebih kurang sama seperti ritual pada saat pernikahan orang Jawa. Namun dalam acara ngundhuh mantu tidak lagi ada pengulangan akad nikah atau janji pernikahan.

Dalam acara ngundhuh mantu ritualnya cenderung merupakan ramah tamah. Kedua belah pihak keluarga besar saling mengenal lebih baik satu sama lain. Berikut ini adalah ritual setelah pernikahan orang Jawa.

Pertama, acara pangombyong.

Acara pangombyong adalah acara kedatangan kedua pengantin bersama para pengiring atau pangombyong dari rumah pengantin perempuan. Para pengiring ini biasanya adalah keluarga besar pihak perempuan, kerabat, dan tetangga dekat. Mereka mengiringi pengantin perempuan untuk memasrahkan atau boyongan ke tempat pengantin laki-laki.

Dalam kultur Jawa, pengantin perempuan seterusnya menjadi tanggung jawab pihak pengantin laki-laki. Oleh karena itu, setelah pernikahan ada cara memasrahkan pengantin perempuan ini kepada pihak pengantin laki-laki. Kalaupun tidak ada acara ngundhuh mantu, acara memasrahkan pengantin perempuan kepada pihak keluarga pengantin laki-laki ini tetap dilakukan.

Kedua, acara jamuan.

Acara jamuan berarti memberi makan dan minum kepada tamu dengan layak dan sebaik-baiknya. Pada saat rombongan pengantin datang bersama para pengiringnya ke tempat pengantin laki-laki, mereka akan disambut oleh pihak keluarga pengantin laki-laki. Mereka akan dipersilakan duduk di tempat yang telah disediakan. Setelah itu mereka akan dijamu dengan makan minum sepuasnya.

Pada acara ini, setiap keluarga memiliki pandangan dan kemampuan yang berbeda-beda. Ada yang menyediakan nasi box beserta minuman dan kue-kuenya demi kepraktisan dan memudahkan pengurusan acara. Namun ada juga yang menyediakan jamuan dengan model prasmanan. Semua sangat tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak untuk kebaikan bersama.

Ketiga, acara imbal wicara.

Imbal wicara artinya saling berbicara. Di sini ada pembicaraan penyerahan pengantin perempuan dari keluarga pengantin perempuan kepada keluarga pengantin laki-laki. Penyerahan ini diwakili oleh sesepuh atau yang ditunjuk dari kalangan keluarga pengantin perempuan.

Selanjutnya dari pihak pengantin laki-laki ada orang yang membalas pembicaraan untuk menerima penyerahan pengantin perempuan kepada keluarga pengantin laki-laki. Biasanya yang menjadi juru bicara adalah sesepuh pihak keluarga pengantin laki-laki atau yang mewakili.

Keempat, minum air suci.

Setelah prosesi imbal wicara kedua pengantin yang duduk di suatu tempat diberikan air suci oleh orang tua dari pihak pengantin laki-laki secara bergantian. Air suci sebenarnya air biasa saja, tetapi biasanya sudah diberi doa pemberkatan untuk permohonan keselamatan dan kebahagiaan pengantin dan keluarga besarnya.

Pemberian air suci kepada pengantin laki-laki dan perempuan oleh orang tua pihak pengantin laki-laki merupakan simbol bahwa keluarga besar pengantin lelaki telah menerima keberadaan pengantin perempuan. Pihak keluarga pengantin laki-laki akan turut menjaga dan bertanggung jawab pada keselamatan dan kebahagiaan hidup pengantin perempuan. Mereka menganggap pengantin perempuan sudah seperti anggota keluarga dan harus diperlakukan dengan baik.

Kelima, acara sindur binayang.

Sindur binayang adalah acara saat bapak dari pengantin laki-laki menyampirkan kain sindur ke bahu pada kedua pengantin. Selanjutnya sang ayah akan menuntun keduanya menuju kursi pelaminan.

Posisi ayah dari pengantin lelaki berada di depan, kemudian pengantin laki-laki dan perempuan berdampingan, dan ibu dari pengantin laki-laki mengiringinya di bagian paling belakang.

Setelah itu diiringi oleh orang tua dari pengantin perempuan. Di belakangnya lagi ada pengiring-pengiring atau pengantar yang ditugasi dari kedua belah pihak pengantin. Jumlah pengiring ini tidak terlalu banyak, hanya sebagai kepatutan pengantaran dalam ritual ngundhuh mantu.

Pada saat acara ini, diiring dengan gending Jawa yaitu Ketawang Boyong Basuki dan Pelog Barang secara bergantian. Gending tersebut menandakan adanya boyongan pengantin perempuan dari rumah orang tuanya ke rumah mertuanya atau rumah pengantin laki-laki.

Keenam, ucapan terimakasih.

Setelah pengantin dan orang tua kedua belah pihak berada di pelaminan, akan ada acara ucapan terimakasih. Ucapan terimakasih ini berasal dari perwakilan keluarga pengantin laki-laki. Ini merupakan ungkapan terimakasih pada pihak keluarga pengantin perempuan yang telah merawat sampai dewasa dan percaya untuk menyerahkan pengantin perempuan kepada keluarga pengantin laki-laki.

Ketujuh, salaman dan ucapan selamat.

Setelah kedua pengantin dan orang tua kedua belah pihak berada di pelaminan, mereka akan berada di sana selama beberapa waktu. Tujuannya untuk menerima ucapan selamat dan salaman dari para undangan.

Kedelapan, pamitan dan paripurna.

Setelah menerima ucapan selamat dan bersalaman dengan para tamu undangan, pihak keluarga pengantin perempuan akan pamitan kepada keluarga pengantin laki-laki. Orang tua dan rombongan pengiring akan meninggalkan acara dan kembali pulang.

Pada acara ini, biasanya pihak pengantin laki-laki memberikan banyak sekali oleh-oleh atau bawaan kepada semua pihak keluarga perempuan. Bawaan yang diberikan di sini berupa makanan dan berbagai barang yang dianggap baik. Bentuknya bebas sesuai dengan pandangan dan kemampuan masing-masing.

Seperti itulah prosesi ritual setelah pernikahan orang Jawa yang lebih sering disebut dengan ngundhuh mantu. Acara ini merupakan acara besar. Pelaksanaannya memerlukan biaya, waktu, tenaga, dan perencanaan yang baik. Oleh karena itu, tidak semua keluarga melakukan acara ini.

Bagi sebagian pihak, acara ini dianggap sangat penting. Terlebih kalau rumah antara pengantin laki-laki dan perempuan berjauhan atau berbeda adat. Misalnya pengantin perempuan berasal dari etnis Jawa dan pengantin laki-laki berasal dari etnis Gowa.

Tentu acara ngundhuh mantu versi Gowa menjadi sangat penting bagi keluarga pengantin laki-laki. Kalaupun acara ngundhuh mantu tersebut tidak lagi versi orang Jawa, tetapi ini menjadi hal yang menarik.

Bagaimanapun budaya yang bisa bertahan hingga kini adalah budaya yang bersifat lentur mengikuti kemajuan zaman. Budaya Jawa termasuk ritual pernikahan orang Jawa merupakan tradisi yang lentur menerima kemajuan tersebut. Ada banyak acara kunci ritual pernikahan yang tetap dilakukan dengan mengikuti kemajuan zaman.

Catatan:

Dr. Ari Wulandari, S.S., M.A. atau Ari Kinoysan Wulandari adalah peneliti budaya, dan dosen PBSI, FKIP, Universitas PGRI Yogyakarta. Web pribadi: arikinoysan.com

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *