Pertanyaan tentang penulisan yang saya terima, sering beragam dan kadang-kadang di luar dugaan. Apa yang menurut saya wajar, bagi orang lain bisa jadi tidak demikian. Segala sesuatu yang saya anggap biasa, bagi orang lain ternyata tidak begitu. Seperti pertanyaan ini; mengapa saya tidak pernah memberikan informasi kapan mulai bekerja (menulis), proses kerja selama penulisan, dan tahu-tahu jadi? Apakah menulis harus sesunyi itu?
Kapan saya mulai bekerja, ya pasti yang tahu saya dengan pihak yang berkaitan. Apakah waktu ini, jenis pekerjaan penulisan, harus saya share ke sosmed? Tentu tidak. Banyak orang menganggap saya bebas posting, artinya bisa banyak hal saya share di sosmed termasuk remeh temeh urusan pribadi —selama menurut saya tidak akan menimbulkan problem (paling-paling dijulidin), ya tidak apa-apa. Tapi sebenarnya saya termasuk orang yang sangat hati-hati menshare sesuatu di sosmed.
Terlebih kalau berkaitan dengan hal yang masih “samar-samar” , “rahasia”, “belum pasti”, “belum jelas”, “tidak mengerti detail”, ya lebih baik sunyi. Termasuk kapan saya mulai bekerja. Karena itu berkaitan dengan waktu penyelesaian tulisan. Percayalah, waktu penyelesaian penulisan itu bisa mulur mungkret tergantung banyak hal di lapangan . Terlebih saya tidak mau ditanya, kerjaannya apa, ini itu nya bagaimana —yang malah menambah pikiran. Penulisan sering membutuhkan konsentrasi ekstra tidak terganggu hal-hal yang tidak berhubungan.
Proses penulisan seperti apa, saya rasa semua penulis sudah tahu. Bahkan kalau mereka bukan penulis pun, saya yakin mereka mengerti bahwa proses menulis itu tidak cukup gampang. Jadi, yach saya biasanya menshare proses menulis kalau sudah selesai. Termasuk dalam penulisan biografi terbaru, ya saya ceritakan atau share saat wes rampung. Anda bisa melihat dalam catatan saya sepuluh seri untuk membacanya. Lengkap dari awal kerja, negosiasi, harga, wawancara, proses menulis, tantangan, publikasi, sampai kesan saya.
http://arikinoysan.com/blog/2021/12/15/biografi-rektor-uns-1/
Silakan merunut link tersebut sampai bagian yang ke sepuluh 🙂 Saat buku sudah publish atau karya sudah tayang, wes tidak rahasia lagi kalau saya ditanya ini itu. Tidak ada kekhawatiran materi akan diambil, dishare tanpa bertanggung jawab, dll penyalahgunaan yang bikin nyesek serasa asma akut. Hak ciptanya sudah ada. Tidak menutup kemungkinan dari comot-comot copas, pembajakan; tetapi sekurangnya perlindungan kekayaan intelektual sudah dilakukan sesuai prosedur hukumnya.
Bahkan, saking hati-hatinya saya berkaitan dengan data tulisan; pada saat proses meminta pengantar biografi dari petinggi-petinggi negara pun; saya dengan tegas meminta pada Sekretaris Rektor untuk mengirim dalam versi cetak bersegel. Demi menghindari kebocoran yang mungkin terjadi pada saat proses pembacaan.
Sudut Sunyi, Belitung
Jadi, kalau saya lebih suka menshare segala sesuatu pas karya wes jadi; ya karena share inilah yang aman. Share ini justru bagian dari promosi. Proses kerjanya sudah berlalu. Sudah dilewati. Sudah selesai. Tidak lagi ada rahasia darinya yang khawatir diambil orang.
Bagi yang tidak sepakat, ya tidak apa-apa. Setiap penulis punya gaya dan cara kerja yang berbeda-beda. Saya sudah sedari belia berada di dunia kreatif. Industri ini rawan sekali “pengambilan secara paksa”. Dan kalau belum ada hak cipta sebagai klaim absolutnya, semua bisa ambyar sia-sia.
Sebagai contoh saya gambarkan; ketika saya dan tim sedang menggarap persiapan sinetron (sudah hampir 80%) untuk memulai; beberapa orang tim kreatif lapangan menghadiri acara pesta dan makan-makan. Lalu orang dari PH lain bertanya asal, “Nggarap apa?” maksudnya sedang mengerjakan proyek apa. Dengan enteng mereka ini menyebut judul ABCDE. Pesta berakhir. Semua pulang pesta seolah tidak ada apa-apa yang terjadi. Tahukah anda kehebohan yang terjadi selanjutnya?
PH sebelah sudah langsung memasang slot tayang di TV dengan judul yang sama. Tiga hari kemudian tayang. Dan kami yang sudah siap-siap berbulan-bulan ini? Tidak bisa mengklaim bahwa itu milik kami, judul yang kami persiapkan. Produser saat itu begitu murka. Pemecatan besar-besaran dari kalangan tim kreatif lapangan dilakukan hari itu juga. Semua orang yang semeja saat makan-makan itu dipecat tanpa kompromi.
Dan selanjutnya Produser mencantumkan di dalam klausul kontrak kerja; baik untuk artis, tim kreatif, tim lapangan, karyawan kantor, dll yang bekerja di PH itu tidak boleh menyebutkan apapun tentang pekerjaan yang sedang dilakukan sebelum rilis resmi dari PH. Siapa saja yang melanggar, dikenai sanksi perdata dan pemecatan langsung.
Itu adalah pengalaman pahit bagi saya, meskipun saya tidak terlibat. Saya lho sudah bekerja berbulan-bulan demi mempersiapkan tayangan itu. Dan lebih pahit lagi ketika ternyata tayangan itu menjadi the best five hampir selama masa durasi tayang 5 tahun nonstop. Nyeseknya tidak hanya seperti orang kena serangan asma akut.
Pengalaman itu mengajarkan saya untuk lebih hati-hati. Apalagi zaman sosmed begini. Sekali sesuatu sudah ada di sosmed, saya menganggap larinya tidak bisa dikendalikan lagi. Kita tidak pernah tahu siapa saja yang mengaksesnya dari seluruh dunia. Lebih baik diam, daripada menyesali sesuatu di belakangnya nanti. Lebih baik nonstatus di sosmed; daripada menulis atau memposting sesuatu yang akan meribetkan banyak orang.
Semoga memberikan tambahan sudut pandang. Berbeda adalah fitrah kita. Termasuk dalam tata cara kerja. Jangan mempertanyakan cara kerja orang, kalau anda tidak sedang mempekerjakan dan membayarnya dengan sangat layak.
#happylife #happywriter #carakerja #sunyi #arikinoysantips #kinoysanstory
Ari Kinoysan Wulandari