Dalam kehidupan sehari-hari, kita cenderung lebih mudah memaafkan orang lain, tetapi belum tentu memaafkan diri sendiri. Merasa paling bersalah, merasa tidak pantas, merasa belum layak, merasa kenapa tidak berusaha lebih keras, kenapa tidak melakukan abcd dan seterusnya. Ada banyak kesalahan dan kegagalan yang kalau terjadi pada orang lain, kita mudah mentolerirnya; tetapi tidak mudah memaafkan saat terjadi pada diri sendiri.
Padahal semua itu akan menumpuk di alam pikiran bawah sadar kita dan terus menerus meracuni kehidupan kita. Segala yang mengendap itu akhirnya membebani kita dan menghalangi diri dari meraih kehidupan yang lebih baik dan lebih happy. Dalam berbagai hal, saya termasuk yang sulit untuk memaafkan diri sendiri. Ada banyak hal yang tidak sesuai rencana, tidak sesuai dengan harapan, tidak sesuai doa. Lalu perlahan dari sepanjang kehidupan saya, tumpukannya menjadi sangat banyak. Menyalahkan diri sendiri dan sulit memaafkan diri sendiri.
Pada saat saya mulai menjalani sesi terapi, ada hal yang lebih berat daripada memaafkan orang lain, yaitu memaafkan diri sendiri. Satu persatu saya mulai memaafkan semua hal yang pernah terjadi dalam hidup saya. Satu, dua, tiga, empat, lalu jumlahnya menjadi sangat banyak. Melepaskan satu per satu, seperti melepaskan ikatan-ikatan yang membelenggu. Sampai akhirnya ya, sedikit demi sedikit beban-beban kehidupan saya terasa jadi lebih ringan. Banyak hal yang memang tidak bisa saya kendalikan. Tugas saya ya mengikhlaskan semua yang sudah terjadi. Tidak menyimpannya terus di garasi bawah sadar saya.
Sebagaimana saya menerima bahwa rezeki, jodoh, hidup, mati adalah ketetapan Tuhan yang sudah pasti dan tidak bisa diutak-atik, maka saya belajar untuk mengerjakan hal-hal yang bisa saya kendalikan. Batasan yang harus saya kerjakan adalah mengerjakan semua yang saya bisa lewat jalur baik, doa, dan tawakal. Tidak ada harapan yang berlebihan. Tidak ada keinginan untuk menguasai ataupun memiliki. Mengerjakan satu per satu pekerjaan saya juga tidak dipenuhi khawatir ini kok begini, ini kok begitu. Tugas saya mengerjakan dan mengusahakan yang saya bisa semaksimal mungkin. Rezeki bukan saya yang atur. Begitu pula dengan jodoh, hidup, dan mati saya. Saya mempercayai sepanjang hati dan cara hidup saya baik, Tuhan pasti akan memberi rezeki yang baik, jodoh yang baik, hidup yang baik, pun dengan kematian yang baik pula.
Saya juga menerima semua keberadaan diri saya dengan sempurna. Tidak lagi ada keinginan membandingkan diri saya dengan orang lain. Dulu ya pernah, apalagi kalau bertemu dengan orang-orang cantik yang kayaknya njur hidupnya jadi semudah angin bergerak mendapatkan segala sesuatunya….
Gampang banget suksesnya dengan kecantikan mereka. Tapi sudah lama itu hilang, karena ternyata yang cantik pun masalahnya macam-macam. Bahkan banyak yang kepingin seperti saya, karena hidup kok happy happy aja. Ya, di sosmed happy dan senyatanya saya jauh lebih happy lagi. Kan saya nggak bisa menceritakan semua kejadian seru dalam hidup saya di sosmed.
Dengan begitu saya merasa lebih sempurna dengan “rasa kemanusiaan” saya. Manusia itu tugasnya ya menghadapi dan menyelesaikan masalah. Tidak usah mengeluh. Tidak usah banyak keinginan. Tidak usah banyak harapan. Tidak usah menoleh-noleh kehidupan orang lain. Kalau ada yang belum kepegang, belum bisa dimiliki, ya sudah, nanti pasti ada jalannya. Jadi, di hati lebih ringan.
Saya tidak merasa terganggu dengan banyak perilaku orang lagi. Karena pada dasarnya saya menyadari mereka juga sedang berjuang menyelesaikan urusan dan masalahnya masing-masing. Bisa jadi, orang yang terlihat baik-baik saja sesungguhnya menghadapi masalah yang jauh lebih berat dari kita, hanya mereka nggak mengeluh, nggak curhat —terutama di sosmed yang bisa kamu-kamu nyinyirin.
Yuk, kalau kamu merasa hidupmu berat banget dan banyak bebannya, coba deh. Tiap malam sebelum tidur, duduk manis, memejamkan mata, lalu bilang minta maaf pada dirimu sendiri. Ingat-ingat semua kesalahan, dan memaafkan semua yang sudah terjadi serta menerima semuanya dengan ikhlas. Percaya deh, kalau rutin dilakukan hidupmu pasti jadi lebih baik. Saya begitu kok. Memaafkan diri sendiri, memaafkan orang lain, bersyukur, dan mendoakan semua orang. Mungkin itu kuncinya bisa tertawa lepas.
Ari Kinoysan Wulandari