Biografi Rektor UNS (8)

Tantangan dan Kendala

Alhamdulillah, penulisan biografi ini jian lempeng banget. Nyaris tidak ada kendala yang berarti. Sempat saya merasa kok belum saja “sempurna” versi saya. Akibatnya saya masih membenahi saja bab-bab yang menurut saya kurang. Sampai akhirnya editor yang mengawal saya mengingatkan toleransi dan batas waktu. Ya, saya mengerjakan naskah apapun selalu berusaha sebaik semaksimal mungkin yang bisa saya lakukan. Pun naskah ini.

Tantangan yang paling terasa adalah saat saya harus mewawancarai orang-orang dari kalangan akademis. Yes, mereka orang terdidik. Dan beberapa ketemu juga saya dengan orang yang “kepo”. Saya pun diminta memperkenalkan diri, dari asal usul hingga pendidikan saya. Alhamdulillah, studi S-1 hingga S-3 yang rampung cepet dari UGM, turut membantu saya untuk “survive” bermartabat dan terhormat di depan mereka yang menghitung nilai gelar dan pendidikan. Jadi ya, sekolah tinggi tetap perlu bagi penulis profesional. Dan begitu saya sudah memperkenalkan diri, wawancara pun menjadi sangat cair. Bahkan hal-hal “untold story” pun banyak —yang cukuplah jadi catatan untuk saya saja.

Pengangkatan Sumpah Rektor UNS

Masalah sempat hadir di ujung-ujung kerja. Entah kenapa tanpa tahu sebabnya, HP saya yang rasanya masih aman kapasitas penyimpanan datanya, tiba-tiba ngeblank hitam nggak bisa diakses. Paniklah saya. Semua data terakhir biografi, termasuk chat-chat dari Prof Jamal dan Pak Soni ada di sana, foto-foto yang harus saya taruh. Dan ini sudah last minute untuk koreksi saya. Catatan nomor HP beliau berdua tidak ada di kertas.

Saya menarik napas panjang. Menenangkan diri. Dan tralala… ada Mas Denny di FB. Segera saya mengontaknya dan meminta pengiriman data foto terakhir dari Pak Soni. Cling cling… dikirim via email, beres sudah. Saya tetap bisa bekerja merampungkan naskah, seolah tanpa ada gangguan.

Prof Jamal bersama dosen-dosen di UNIMA (Manado)

Lalu bagaimana dengan HP saya? Oalah ternyata hanya heng kebanyakan file dibuka dalam waktu bersamaan. Setelah direstart wes pulih seperti sedia kala. Itu aja, saya kudu nelpon adik ipar dan kemudian meminta adik lelaki saya datang. Jian, namanya panik itu bikin klenger. Hal mudah jadi berasa nggak mudah ya gitu itu…. Tapi itu jadi pembelajaran buat saya, agar semua data ada back upnya. Bahkan untuk perubahan kecil. Kalau ada apa-apa dengan yang satu, masih ada lainnya.

Ketika ini sudah selesai, ya saya duduk manis saja menunggu naskah terbit. Wes rampung tugas saya. Wes selesai urusan menulis-nulis. Pak Soni bahkan sudah jauh lebih awal melunasi pembayaran tanpa banyak suara. Mengirimkan semua permintaan saya dengan sebaik-baiknya.

#dibalikbuku #biografirektoruns #arikinoysanwulandari #ariwulandari #happywriter #happylife

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *