Saya sangat tertarik dengan fosil-fosil sapi ini ketika berkunjung ke Hainan, China Selatan. Sapi tentu bukan binatang yang aneh buat saya. Binatang ini dapat ditemukan dengan mudah di seluruh penjuru di Indonesia, terutama di desa-desa. Sapi selain digunakan untuk membajak sawah, untuk membawa gerobak, dagingnya juga sangat banyak digunakan untuk berbagai olahan masakan dan sangat enak.
Saya tertarik melihat berbagai fosil yang berjejer-jejer rapi di areal Suku Han, di Hainan ini karena untuk apa harus difosilkan? Dan fosil-fosil itu ada lho yang usianya sudah lebih dari seratus tahun…. Sudah seabad lebih.
Well, tanya punya tanya ternyata sapi bagi masyarakat Hainan adalah sapi pekerja. Sapi-sapi itu digunakan untuk seluruh kegiatan di sawah, sehingga mereka bisa mendapatkan panen yang melimpah. Sapi jarang digunakan sebagai olahan di sana, yang umum siy daging babi.
Nah, sebagai bentuk penghormatan masyarakat terhadap sapi-sapi yang telah bekerja keras sepanjang hidupnya untuk membantu manusia, mereka lalu menyimpan kepala-kepala sapi yang sudah mati (karena umur tua) itu dengan harapan, mereka tetap ingat pengorbanan sang sapi. Selain itu, mereka berharap dengan memfosilkan sejatinya mereka menganggap sapi-sapi itu tetap hidup, sehingga memberi aura panjang umur dan banyak rezeki kepada manusia dan keturunannya.
Mereka meyakini siapa saja orang yang datang ke Hainan dan bisa menyentuh fosil-fosil sapi tersebut akan sehat, panjang umur, dan banyak rezeki. Hehe… ini siy mitos banget; tetapi karena nggak ada syirik-syirikan ya saya sentuh-sentuh aja fosil-fosil sapi itu. Berbeda kalau misalnya fosil yang disentuh fosil ular atau babi, tentu saya mikir untuk melakukannya 🙂 Namanya juga budaya, tiap tempat, tiap etnis ada budayanya. Dan piknik itu membuat kita mengenal budaya orang lain dengan sangat mudah.
Ari Kinoysan Wulandari