
Saya lima bersaudara dengan Ibunda dan si bocil termuda (sementara) di keluarga kami. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.
Lebaran tahun ini terasa sangat berbeda bagi saya. Kalau tahun-tahun sebelumnya saya cenderung mempersiapkan banyak hal untuk lebaran, kali ini tidak seperti itu.
Gangguan kesehatan dengan batuk yang parah selama 10 hari awal puasa, beneran nyaris bikin saya menyerah dengan puasa Ramadan. Sungguh berat. Sungguh nggak mudah. Tarawih yang biasanya saya lari dengan semangat, bolong-bolong. Ngaji yang biasanya 1 hari 1 juz, hanya bisa saya simak membatin tanpa bersuara.
Untunglah kita umat Islam diberi kemudahan punya banyak dan beragam ibadah ringan yang bisa membantu menutup kebolongan-kebolongan ibadah besar; seperti doa, dzikir, sholawat, sedekah, berbagi, menyebarkan salam, menyebarkan ilmu, dll.
Tugas saya seperti tahun-tahun sebelumnya di lebaran; menyiapkan seragam keluarga besar dengan aneka kruncilan ukuran yang nggak sama, untunglah sudah selesai sebelum Ramadan datang. Mengirimkan per keluarga ke rumah masing-masing tinggal urusan mudah. Selain itu, wes saya yo gak beli baju baru. Padahal biasanya yo beli satu atau dua stel baju sebagai penanda hari baru, hidup baru. Eh tapi ya baik-baik aja ternyata tanpa baju baru di hari lebaran 😁
Menyiapkan angpao sekurangnya 100 pax untuk bocil-bocil (yang tidak dikenal) yang datang ke rumah ibu, sudah jadi kebiasaan dan tugas saya sejak lama.
Iya, kami semua berbagi tugas kalau lebaran di rumah ibu. Ada yang nyiapin kue kue dan seribetannya. Ada yang menanggung makan kami saat pulang lebaran. Ada yang sukarela menanggung biaya piknik kami. Sesuai kemampuan masing-masing dan rasanya sudah begitu sejak lama, setelah kami semua bekerja (alhamdulillah) mapan.
Tentu saya juga menyiapkan angpao untuk sekurangnya 20 orang keluarga inti, yang tentu tidak ringan. Biasanya saya cukup rapi dengan amplop lucu-lucu; memberi nama satu per satu.
Tapi kali ini hanya sempat menarik uangnya dan membagikan tanpa amplop. Keponakan saya berkelakar, yang penting warnanya merah-merah Bude 😁😅
Kalau urusan angpao ini dari kami berlima semua menyiapkan. Tapi besaran dan jumlahnya tidak sama. Ada yang cuma memberi bocil-bocil. Ada yang memberi sebagian saudara dan ipar. Pokoknya bebas sesuai kesanggupan masing-masing. Saya pun beberapa kali yo kebagian angpao dari saudara dan ipar. Pokmen senang aja kalau lebaran.
Waktu libur kerja yang lebih lambat daripada lainnya, juga membuat saya sempat lelah di saat-saat terakhir Ramadan. Undangan undangan bukber banyak yang saya skip. Termasuk undangan bukber dari kampus. Tahun ini 5x saja saya ikut bukber. 3x di areal tetangga perumahan, 2x dengan orang-orang dekat. Lainnya beneran saya abaikan.
Kalau tetap diminta serkileran (sumbangan) ya saya bayar, tapi saya absen. Selain karena kondisi kesehatan yang tidak prima, saya juga sedang berusaha menabung untuk kembali umroh. Rindunya menjadi-jadi kalau ingat Tanah Suci.
Jadi hal-hal yang nggak urgen dan random, tapi kudu menggunakan uang, lebih sering saya skip sejak awal tahun. Karena kalau datang bukber itu, pasti keluar biaya transportasi lebih banyak. Terlebih kalau tempatnya jauh. Belum nanti tahu-tahu laper mata, pingin ini itu, beli ini itu akhirnya nggak kemakan atau kepake. Wes, nyeselnya itu kalau sudah dibeli😁
Kalau nggak beneran ada orang-orang yang saya kenali, saya wes mulai absen di beragam acara kumpulan rerame orang. Kadang jumpa orang-orang juga malah tambah beban pikiran saya, kalau dengar begini begitu yang nggak mengenakkan hati. Meskipun sudah berusaha mengabaikannya. Introvert kadang-kadang memang terlalu banyak OVT nya.
Bayar zakat, sedekah, berbagi, sumbangan sosial, nyangoni orang orang sekitaran yang kerja dengan saya, tentu kewajiban yang nggak bisa diabaikan. Tapi karena wes rutinitas ya biasa saja, wes disiapkan jauh hari. Jadi nggak berasa sebagai tambahan pengeluaran seperti aneka bukber itu.
Pulang ke rumah ibu, berasa banget kalau saya lelah. Ibu saya meminta agar saya banyak istirahat. Tapi puasa masih dua hari saat itu. Beneran berasa tidak ringan puasa tahun ini. Saya tetap bersyukur aja nggak sampai opname dan bolak-balik rumah sakit.
Lepas sholat Ied, bermohonmaafan dengan ibu dan keluarga adik bungsu, saya beneran terkapar. Tidur seperti orang mati, nggak bisa dibangunkan sampai siang. Praktis ibu saya menemui tamu-tamu lebaran sendiri tanpa saya. Sementara si bungsu wes ura pergi ke rumah mertuanya dengan suami dan anak-anaknya.
Syukurlah, tamu-tamu keluarga maklum dan tidak mengusik saya yang tidur. Baru di sore hari saya bisa melek mata, njagongi tamu-tamu yang datang hilir mudik. Maklum, ibu termasuk sesepuh di lingkungannya.
Saudara dan ipar serta ponakan saya dll keluarga nya belum pada datang. Mereka baru datang di hari kedua. Maklum mereka ada di Jogja, Balikpapan, dan Jakarta. Kalau si bungsu wira wiri sesukanya. Kadang di rumah ibu, kadang di rumahnya, kadang ya di rumah mertua. Semua di Tulungagung.
Lebaran menjadi meriah ketika semua saudara saya dan keluarganya sudah datang. Bocil-bocil bikin rumah ibu seperti kapal pecah. Kami tidur seperti ikan pindang dijejer, di sembarang tempat di lantai dengan karpet-karpet. Rame sekali ada bocil-bocil itu. Rumah ibu meriah betul. Mengingatkan saya akan masa kecil tetahunan silam.
Kondisi saya masih naik turun drop beberapa kali, sampai tidak bisa berdiri karena badan terasa begitu lemas. Acara unjung-unjung tetangga kiri kanan rumah ibu pun saya skip. Absen. Untung banyak yang sudah bermaafan saat mereka datang ke rumah ibu.
Acara piknik keluarga, saya juga absen. Acara unjung-unjung keluarga dan sesepuh, absen juga. Praktis lebaran kali ini saya mung bertapa memulihkan diri di rumah ibu. Sungguh bohong kalau umur itu hanya angka.
Makin ke sini kok saya rasa, ada banyak sekali perbedaan kekuatan daripada 20 tahun yang lalu. Jadi saya yo wes kudu legawa tidak semena-mena menggunakan energi fisik kalau nggak mau tumbang-tumbang melulu.
Bagaimanapun, meskipun tanpa banyak persiapan, saya tetap senang lebaran tahun ini. Alhamdulillah. Keluarga berkumpul. Jajanan dan aneka makanan di mana-mana. Baju baju baru. Foto foto. Makan-makan. Bercanda tawa gembira. Kunjung kunjung. Piknik wisata. Kumpul trah. Berbagi oleh-oleh. Berbagi angpao. Berbagi souvenir. Berbagi kue-kue. Semua gembira, semua bersukacita. Apalagi bocil-bocil dengan angpao yang jutaan. Senang betul mereka.
Dan saya tahu, lebaran selalu beda di hati kami bersaudara. Karena nyaris 20 tahun lalu ayah almarhum meninggalkan kami semua di hari nan fitri. Al Fatihah, semoga surga untukmu, Ayah.
Nah bagaimana dengan lebaranmu? Semoga menyenangkan ya. Mohon maaf lahir dan batin. Semoga semangat fitri hari lebaran membawa semangat baru dalam hidup kita semua.
Ari Kinoysan Wulandari