Goes to Banyuwangi (2) Preman-preman Putih Berekor Panjang

Pohon Raisa, pohon yang digunakan Raisa berfoto. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Driver bus di trip Banyuwangi ini pasti sudah mumpuni. Di beberapa areal yang jalanannya buruk, bus tetap jalan dengan stabil. Apalagi saat di tol, lempeng patas tenan. Saat di bus saya masih bisa membaca, mengaji, menulis artikel tanpa gangguan. Seolah-olah nggak di atas bus yang sedang melaju.

Kami makan malam pertama di rest area exit tol Sragen. Makan yang disediakan nasi box, sangat layak. Cuman karena wes malem, jadi lebih banyak yang memesan makan panas berkuah. Nasi box dari biro nggak kesentuh. Saya juga mencomot telur kerupuknya bae.

Mungkin Afrindo perlu memikirkan ini, makan malam pertama ini diskip saja atau diganti. Misalnya diberi saja Popmie dan segelas teh panas atau diganti untuk makan di waktu yang lain. Kalau makan malamnya dianggap kurang, yo ben tuku dhewe-dhewe. Kan di rest area 😀

Memanjat pohon Raisa. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Usai makan malam pas bus wes jalan lagi, saya beneran tidur. Nyenyak. Selain karena capek seharian kerja, sejuk AC ya membantu. Orang-orang tidur jaketan selimutan, saya netral saja nggak pake selimut. Sudah biasa dingin, 16-18 derajat C itu suhu sehari-hari yang saya gunakan di ruangan.

Jam 04 an pagi kami wes sampai rest area Rumah Makan Cak Put. Lhoh cepet banget. Mbak Dinna sempat nanyain saya, berasa enggak pas bus kayak oleng saking cepatnya. Saya bengong, nggak tahu. Lah saya tidur pules 😁🙈🙏

Berasa piknik keluarga itu ya jamnya luang tenan. Jam 04.00 sd 07.30 itu acara bebas. Mandi, sholat, makan pagi. Saya bebersih diri dengan tenang. Sholat, ngaji pun tetap bisa khusyuk tanpa gangguan. Sarapannya kali ini prasmanan, alhamdulillah enak. Menunya juga memadai dan melimpah.

Sisi lain Taman Nasional Baluran. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Jam 08.30-an pagi kami naik shuttle bus ke Baluran dan Pantai Bama. Di Baluran, kami ke padang savana dulu. Di sana yang kondang pohon Raisa. What did Raisa do? Biasanya suatu pohon dinamakan dengan nama orang begitu karena dia yang menanam.

Oalah, ternyata Raisa mung foto di situ dan pohonnya njur jadi kondang dengan sebutan pohon Raisa. Jadi penyanyi atau publik figur lainnya memang ada untungnya 😁😂 Wah, kalau saya jadi presiden, njur bilang dagadu dengan versi kasar meskipun lirih bae, pasti juga akan viral ke mana-mana, selama berhari-hari dan berasa nggak rampung rampung tenan 😂

Hampir seluruh kawasan savana Taman Nasional Baluran ini isinya padang rumput dan perdu. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Saya sudah tergerak manjat pohon aja, tapi lihat pohon-pohonnya dulu. Cek-cek, ternyata dahannya licin. Maklum, masih sering hujan. Jadi saya naik dahan di batas aman aja. Mbak Riefna wes khawatir liat saya manjat pohon. Saya siy biasa aja. Kalau nggak licin, pasti bisa manjat sampai ke ujung yang tinggi. Kalimantan dan Papua, surganya pohon-pohon tinggi besar yang lempeng buat dipanjat 😁

Sejauh mata memandang, adanya padang rumput menghijau. Saya menatap ke sana-sini ki mencari-cari kerbau, banteng, rusa, domba gunung, dll kawanan binatang. Mestinya ada merak dan ayam-ayam hutan juga. Tapi saat itu, nyaris nggak ada yang berkeliaran. Panas. Bersembunyi mungkin.

Tulang belulang kepala banteng yang berhasil dikumpulkan dan dipajang. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Ketika di areal savana berikutnya, ada tulang belulang kepala banteng yang sudah dipajang berjejer. Di sini dari kejauhan saya melihat sekelompok banteng dan kerbau. Kedua binatang ini kelihatan setipe, tapi jelas nggak sama. Mungkin jumlah mereka sekarang lebih sedikit dibandingkan dekade sebelumnya. Jadi agak sulit menemukan kawanan mereka kalau kita hanya melihat dari pinggir jalan.

Kalau di kawasan ini, sampeyan kudu hati-hati dengan barang bawaan. Tas, kamera, HP, topi, air mineral, jajanan, kacamata, dll. Karena di sini banyak preman putih berekor panjang yang cukup ganas. Kelakuan monyet-monyet di Baluran ini nyaris setipe dengan monyet-monyet di Sangeh, Bali. Sedikit aja kita lengah, mereka mengambil atau merebut apa saja barang bawaan kita.

Sebenarnya kami sudah diingatkan oleh TL, Mas Adit, kalau monyet-monyet di sini sangat beringas dengan barang-barang bawaan pengunjung. Terutama makanan dan air dalam botol. Mereka bisa sangat “brutal” merampas makanan dan minuman itu.

Si preman putih berekor panjang yang hampir merampas harta karun saya. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Ya tujuannya biar mereka nggak perlu cari makanan dan minuman. Karena monyet-monyet itu kan hidup di alam liar. Mereka ya harus cari makan minum sendiri. Nggak ada yang ngasih makan, nggak dipiara orang. Kalau mereka sudah dapat rampasan makanan dan minuman dari pengunjung, mereka kan nggak perlu “mencari” makan minum lagi.

Haish, saya pun nyaris kena ulah si preman ini. Lha tas kan saya geletakin begitu saja saat mau foto. Tiba-tiba seekor monyet datang dan menyambar tas saya. Untung semua orang yang ada di situ teriakan dan saya langsung sadar. Saya menarik tas sekuatnya dari tangan si monyet. Nggak dilepasin dan dia malah nunjukin taringnya yang bikin seram. Saya yo nggak mau ngalah. Harta karun saya ada di situ semua.

Baru ketika rerame orang-orang di rombongan kami mengusirnya, si monyet ekor panjang ini melarikan diri. Ampun… nyaris aja harta karun saya dibawanya. Nggak kebayang kalau tas saya sampai dibawanya. Ada HP, dompet seisinya, air minum, snack kering, baju ganti dll yang penting. Wes pokokmen hati-hati dan jangan sembarangan menaruh barang penting kalau berada di areal ini 😁🙈

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *