Wonderful Umroh (9) Jangan Marah Kalau Nggak Bisa Masuk Raudah

Salah satu foto saya saat mau keluar dari Raudah. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Salah satu yang ditunggu-tunggu jamaah umroh dari seluruh dunia kalau ke Masjid Nabawi itu ya ke Raudah atau Taman Surga yang ada di muka bumi. Salah satu tempat yang makbul untuk berdoa dan memohon pengampunan Allah.

Sejak dari manasik di Dewangga itu sangat ditekankan bahwa jangan kecewa, jangan marah, atau beributan bikin kisruh kalau tidak bisa masuk Raudah. Sebagai biro umroh yang sudah lebih dari 25 tahun melayani umat, biro ini menjelaskan betapa ketatnya aturan dan seleksi masuk Raudah sekarang ini. Kalau dulu pengiring jamaah, baik Ustad atau Ustadzah pasti bisa masuk ikut serta; sekarang kalau nggak terdaftar di tasreh ya tunggu di luar.

Secara official tiap orang hanya boleh 1x masuk Raudah dalam 1 tahun. Tentu ada saja cara untuk masuk lewat jalur non pendaftaran. Semua peserta umroh Dewangga didaftarkan untuk masuk Raudah sesuai aturan. Namun segala hal tidak terduga, termasuk penolakan atau penutupan Raudah sementara waktu, bisa saja terjadi.

Saya wes pasrah manut saja ketentuan. Rombongan kami tiba di Madinah Selasa pagi. Kami sudah mendengar kabar, Senin kemarin dan Selasa hari itu, Raudah tutup total karena rehabilitasi. Jadwal rombongan kami ke Raudah sesuai tasreh (pendaftaran dan izin masuk Raudah) itu Kamis jam 07.00 waktu Madinah.

Ndilalah Kamis itu pihak Masjid Nabawi akan mengadakan Sholat Istisqa dari jam 07 sd 09 waktu setempat. Jadi jadwal kami masuk Raudah pun jelas entah, belum pasti dan sudah banyak rombongan yang ditolak masuk karena alasan itu.

Saya, yang alhamdulillah wes beberapa kali ke Raudah, ya wes bismillah kalau kehendak Allah pasti kami bisa masuk; kalau enggak ya semoga diundang lagi tahun berikutnya.

Tiba-tiba Rabu malam, kami diberitahu untuk antri di areal Raudah jam 22.00 atau 10 malam waktu setempat. Jam 21.00 kami sudah harus berangkat dari hotel. Ustadzah yang bawa kami orang Madura. Ampun dj, gualaknya 😆😅 Kalau ada yang jalan lelet, setengah diteriakinya agar kami cepat-cepat.

Kebayang betapa lelahnya kami, karena hari Rabu itu sejak pagi kami city tour dan belanja sampai malam —yang pastinya lelah benar. Sudah maunya istirahat, eh dadakan disuruhnya kami antri di depan Raudah.

Beberapa kali sang Ustadzah mengingatkan kami terus berdoa agar masuk Raudah dan bisa sholat berdoa di sana. Pun mengingatkan kalau nggak bisa masuk nggak boleh marah-marah. Saya terus berdoa.

Lama kami menunggu berdiri dalam barisan tanpa kepastian. Sementara saat itu ada badai belalang yang besar-besar beterbangan hilir mudik di sekitaran kami; sampai banyak yang masuk ke gamis ibu-ibu. Dan hebohlah teriakan kalau belalang itu wes nempel di baju baju atau masuk ke tubuh.

Saya pun ditempeli pula sama belalang-belalang itu; tapi mungkin karena gamis saya warna terang; mereka hanya nempel di sekitaran kerudung yang warna gelap. Tidak sampai bikin keributan.

Beneran lama itu kami berdiri. Dari jam 22 sd 23.30 waktu setempat. Nggak ada kepastian. Dan sudah sejak pagi, kami juga mendengar banyak banget rombongan yang ditolak masuk Raudah, walau sudah mendaftar. Jadi beneran berasa hopeless karena kami malam itu kan nggak ada izin resmi. Izinnya baru besok atau Kamis jam 07.

Lalu entah bagaimana Ustadzah kami itu lari ke sana sini, nego sana sini. Ada sekurangnya 2x petugas Raudah menanyai kami dan memeriksa list, entah apa isinya.

Alhamdulillah kami boleh masuk ke areal Raudah. Dan byuuk kami masuk. Sholat tahiyatul masjid. Terus kami diizinkan masuk Raudah. Syukur alhamdulillah itu lho. Raudah selow, jadi bisa berdoa dan berpindah tempat dari ujung ke ujung keliling di areal Raudah.

Kalau mestinya jemaah hanya boleh 10 menit, kami 30 menitan di dalam. Sampai saya alhamdulillah, sholat hajat berulang dan doa bisa plong lengkap semuanya saya mohonkan satu per satu. Semoga diijabah semuanya. Lega. Haru.

Saya nangis sejadi-jadinya. Beneran saya nggak inget foto. Untung ada yang ambil foto saya, meskipun ya posisi sedang nangis. Nggak terkatakan bahagianya.

Saya merasa Rasulullah SAW sedang menyambut saya, menerima dengan gembira bahagia kami semua. Alhamdulillah. Maturnuwun ya Allah. Ya Rasulullah SAW, kami mohon syafaatmu kelak di hari Kiamat. Allahumma sholi ‘ala Muhammad wa ‘ala ‘ali Muhammad. ❤️

Begitu kami keluar Raudah dan foto bersama, Ustadzah minta maaf kepada kami semua. Dia bersyukur pula karena dia tahu semua harapan jamaah untuk ke Raudah. Dia juga mengatakan pasti uang yang kami gunakan semuanya berasal dari rezeki yang halal.

Alhamdulillah. Saya pun seperti diingatkan, bagaimana cara mengumpulkan uang untuk bayar umroh itu sejak dari niat umroh lagi. Ya dari sedikit demi sedikit dan berasal dari sumber-sumber yang saya tahu betul; baik dan kehalalannya. Wes saya bayar pajaknya, wes saya bayar sedekah dan zakat wajibnya. Alhamdulillah ❤❤

Ada yang nyariin Bu X? Haha… karena ini Ustadzah kami bawa asisten, jadi asistennyalah yang urus Bu X. Didampingi saat jalan, pas kami berdiri di antrian dia dicarikan kursi lipat hingga bisa duduk, pas mau ke toilet (dengan ibu-ibu lainnya), diantarnya, ditungguin sampai kembali ke antrian.

Versi saya, semestinya Bu X ya bawa pendamping gitu dari awal; nggak harus orang dekat atau keluarga yang ikut serta umroh. Bisa minta dicarikan orang di sana untuk mengawal gitu pada TL atau Muthowib. Cuman ya tentu saja, nggak gratis 😀

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *