Saya Mendukung Pendidikan Tinggi yang Murah dan Mudah

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Saya Mendukung Pendidikan Tinggi yang Murah dan Mudah

Kemarin ketika saya memposting tentang UKT, banyak yang ekstrim men-DM saya dan mengatakan bahwa tidak semestinya karena saya wes kuliah njur bilang kuliah sekarang tidak mahal.

Padahal silakan cek ulasan status saya tentang UKT, tidak ada satu point pun yang menyebutkan hal itu.

Bahkan sebagai orang tua dengan banyak anak asuh, tahun ini saya menolak permintaan orang tua salah satu anak asuh agar saya menguliahkan anaknya yang sudah saya biayai dari SMP hingga lulus SMA. Karena kalau masuk kuliah 1 anak di Jogja butuh 20-35 juta; itu sudah bisa mengcover biaya lebih kurang 7-10 anak SD dalam satu tahun.

Dalam versi saya, anak yang nggak bisa SD lebih penting untuk saya urusi daripada yang wes lulus SMA. Dia sudah dewasa, sudah bisa mikir, kerja. Kalau mau kuliah ya bisa cari beasiswa atau kerja dulu, ngumpulin uang nanti kuliah.

Lagipula sedari awal saya hanya sanggup membiayai sampai SMA, kok masih nuntut kuliah. Kata ibu saya, yo begitu kalau keenakan disuapin. Bisa lupa diri, maunya nuntut dibiayai terus. Mental miskin kok dipiara.

Jadi dengan sederhana saya melihat, kalau sedari awal sudah “tahu” mau kuliah, dan kemampuan finansial pas-pasan yo jangan pasrah aja. Usaha dari awal agar bisa kuliah. Ini harus kerjasama orang tua dan anak.

Sadar diri itu penting. Bisoa rumangsa, ojo rumangsa bisa. Entah nabung, kerja sambilan, cari beasiswa, cari orang tua asuh, magang kuliah kerja, dll bentuk. Caranya banyak.

Nggak cuman diem diem njagakne endhoge blorok, berharap biaya kuliah jadi nggak mahal. Yo nggak bakalan. Lha harga beras saja naik terus tiap tahun. Apalagi sekolah tinggi yang digadang-gadang jadi jalan pintas jadi pejabat eksekutif atau legislatif.

Coba cek tuh anggota dewan yang fresh graduate dari S2 dan S3 non pengalaman kerja, berapa banyak. Asal titel mentereng, wajah rada dipoles, iklan banyak, cukup sudah dan jadi anggota dewan. Entah yang koplak yang milih atau yang dipilih. Tapi itu realitas kita 😂

Dan saya juga heran kenapa UKT yang sepertinya nggak cuman tahun ini saja mahal, baru kini diributin? Entah. Saya tidak bisa menjawab. Tapi ada protes, jelas ada banyak keberatan alias banyak yang merasa nggak bisa bayar.

Alasannya beragam dan yang paling pokok pendapatan tidak mencukupi. Itu sudah. Padahal lho ya, ini sekolah tinggi kuliah untuk anak itu kan, setiap orang tua yo wes pada tahu dari sebelum punya anak to?

Mosok kok ujug ujug begini? Apa nggak jauh jauh dipersiapkan? Karena kalau dipersiapkan, ada kurang kurang uang pasti nggak seberat kalau nggak dipersiapkan.

Tapi ya tiap keluarga problem keuangannya berbeda. Ada saja yang bikin persiapan uang itu ambyar untuk beragam keperluan. Saya bisa mengerti.

Intinya, dengan banyak keberatan itu jelas bahwa kuliah nggak murah. Dan saya yang wes sekolah pun, karena punya anak-anak tentu berharap pendidikan secara umum, nggak cuma pendidikan tinggi bisa murah dan mudah.

Ya, karena sekolah tinggi itu selain nggak murah yo nggak mudah. Tenan. Coba aja ikut seleksi ke UGM, belum tentu lolos. Lha gimana kuota 50 kursi diperebutkan 6000-an kandidat. Bayang pun.

Kalau nggak bejo atau beruntung, sulit lolosnya. Pintar aja nggak cukup. Wes di UGM kuliahnya yo nggak mudah, lulusnya pun nggak gampang. Macem-macem aturan dan ketentuannya.

Yang versi saya semuanya memang perlu dibenahi; agar kuliah itu terasa menyenangkan dan bukan sesuatu yang “menakutkan”.

Saya tentu mendukung kuliah yang murah dan mudah. Tapi bahwa sekarang UKT mahal, yo piye maneh? Kalau bisa kuliah yo kuliah, kalau belum mampu usaha dulu untuk bisa kuliah di tahun-tahun mendatang.

Kuliah memang nggak selalu menjamin kamu kerja di tempat elite berduit gendut; tapi kuliah akan membentuk pola pikir yang baik, ada relasi yang luas, ada kesempatan memperoleh jalur kerja tak terduga, dll manfaat yang lebih dari sekedar gelar dan ijazah.

Pendidikan tinggi jelas investasi jangka panjang yang penting bagi masa depan individu dan masyarakat. Sayangnya, biaya yang tinggi dan akses yang terbatas sering kali menjadi penghalang bagi banyak orang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, saya sepakat bahwa pendidikan tinggi (kuliah S-1) yang murah dan mudah diakses adalah solusi yang diperlukan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih maju dan berkeadilan.

Dengan pendidikan tinggi yang terjangkau akan meningkatkan kualitas SDM. Dengan pendidikan yang baik, individu dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk bersaing di pasar kerja global.

Pendidikan tinggi yang terjangkau juga akan membuka peluang bagi lebih banyak orang untuk mengembangkan potensi mereka. Pada gilirannya akan berdampak positif pada produktivitas dan inovasi di berbagai sektor.

Pendidikan juga akan mengurangi adanya ketimpangan sosial. Salah satu dampak signifikan dari pendidikan tinggi yang mahal adalah ketimpangan sosial. Hanya mereka yang berasal dari keluarga mampu yang memiliki kesempatan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi.

Dengan menyediakan pendidikan tinggi yang murah dan mudah diakses, kita dapat mengurangi kesenjangan ini dan memberikan kesempatan yang lebih adil bagi semua lapisan masyarakat untuk meraih kesuksesan.

Pendidikan tinggi tidak hanya bermanfaat bagi individu, tetapi juga bagi perekonomian secara keseluruhan. Tenaga kerja yang terdidik cenderung memiliki tingkat pengangguran yang lebih rendah dan pendapatan yang lebih tinggi. Dengan demikian, mereka dapat berkontribusi lebih besar pada perekonomian melalui pajak dan konsumsi.

Selain itu, mereka juga lebih mungkin untuk terlibat dalam aktivitas kewirausahaan yang dapat menciptakan lapangan kerja baru.

Meskipun manfaatnya jelas, mewujudkan pendidikan tinggi yang murah dan mudah diakses bukanlah hal mudah. Jelas banyak tantangannya. Beberapa tantangan utama yang perlu diatasi antara lain:

Perguruan tinggi membutuhkan biaya operasional yang besar untuk mempertahankan kualitas pendidikan, termasuk gaji dosen, fasilitas, penelitian, dan administrasi.

Menurunkan biaya kuliah tanpa mengurangi kualitas pendidikan memerlukan strategi yang cermat dan inovatif.

Di banyak daerah, terutama di wilayah pedesaan dan terpencil, akses ke perguruan tinggi masih sangat terbatas. Infrastruktur yang memadai seperti transportasi dan teknologi juga menjadi faktor penting untuk memastikan bahwa pendidikan tinggi dapat diakses oleh semua orang.

Penyediaan pendidikan tinggi yang murah memerlukan pendanaan yang cukup dari pemerintah dan sektor swasta. Kerja sama yang erat antara berbagai pihak diperlukan untuk menciptakan skema pembiayaan yang efektif dan berkelanjutan.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, beberapa solusi dapat diusahakan:

Pemerintah dapat memainkan peran penting dengan memberikan subsidi untuk biaya kuliah dan menawarkan program beasiswa bagi mahasiswa yang kurang mampu.

Beasiswa ini nggak hanya mencakup biaya pendidikan, tetapi juga biaya hidup sehari-hari, sehingga mahasiswa dapat fokus pada studi mereka tanpa harus khawatir tentang masalah keuangan. Ini wes banyak, cuma aksesnya nggak semua orang bisa karena dana terbatas.

Teknologi dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk mengurangi biaya pendidikan tinggi. Pembelajaran daring (online) memungkinkan mahasiswa untuk mengakses materi kuliah dan berinteraksi dengan dosen tanpa harus berada di kampus. Sebagian sudah begini. Hemat biaya.

Ini nggak cuma mengurangi biaya operasional perguruan tinggi, tetapi juga memberikan fleksibilitas bagi mahasiswa yang tinggal di daerah terpencil.

Sektor swasta dapat terlibat dalam mendukung pendidikan tinggi melalui program magang, penelitian bersama, dan pendanaan beasiswa.

Kolaborasi ini nggak hanya membantu dalam pengembangan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan industri, tetapi juga memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman praktis yang berharga.

Perguruan tinggi perlu mengadopsi pengelolaan yang lebih efisien untuk mengurangi biaya operasional. Ini dapat mencakup penggunaan sumber daya secara optimal, pengembangan program studi yang relevan dengan pasar kerja, dan peningkatan kualitas dosen melalui pelatihan berkelanjutan.

Intinya, untuk mewujudkan pendidikan tinggi yang murah dan mudah diakses adalah investasi penting untuk masa depan.

Dengan mengatasi tantangan yang ada melalui solusi yang inovatif dan kolaboratif, kita dapat memastikan bahwa pendidikan tinggi menjadi hak yang dapat dinikmati oleh semua orang, bukan hanya segelintir orang yang beruntung.

Melalui pendidikan yang lebih terjangkau dan akses yang lebih luas, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil, sejahtera, dan berdaya saing di tingkat global.

Sumonggo. Berkeluhkesah tentang tingginya UKT nggak serta merta menjadikan anak-anak kita bebas kuliah. Tetap harus bayar atau mundur.

Jadi, sementara abaikan beragam hal yang nggak penting, seperti protes dll. Cari uangnya dulu untuk bayarin UKT anak-anak itu atau terpaksa mundur dan menunda kuliah tahun depan.

Kadang menunda 1 langkah bisa untuk melesat 5 langkah, bagi yang mau berpikir jernih dan nggak sibuk nyalah-nyalahin pihak lain atau nuntut biaya gratis.

Hari gini nuntut gratisan? Parkir bentar aja bayar, Ciiiing…😃🙏

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *