… years ago 😍
Saya ketemu kawan ini pas dia baru mulai studi S3 Hukum di UGM. Kami beda etnis, ilmu, pekerjaan, baju, selera makan, hingga urusan piknik. Tapi UGM luar biasa “mencetak” perbedaan bisa jadi satu pola pikir kolektif yang lebih kurang “seragam”. Kemajuan. Semangat untuk terus maju dan berkembang. 😍💪
Saya yang sudah 11 an tahun berkutat mengurusi sinetron dan film; mulai familiar dengan kuliah jam piro, sesuk ada berapa matkul, dosene ganteng, dosene killer, aduh proposalku belum beres, waktunya bikin makalah, publish jurnal, sesuk ada kuis, ternyata ujiannya gampang, dll percakapan yang khas mahasiswa banget.
Ingin kuliah lagi? Nggak. Merasa sudah cukup dengan sarjana. Otak saya pun wes diracuni sinetron dan film. Nggak sanggup kalau dicecar beragam urusan ilmiah akademis.
Beberapa relasi bilang kalau sudah di tepi kolam, baiknya yo nyebur sisan. Maksudnya saya sudah berada di lingkungan kampus UGM, ngekos di rumah guru besar, kok nggak sekalian kuliah.
Ketemu guru besar Sasindo dan versi beliau kuliah S2 atau S3 itu sama gampangnya dengan studi S1. Yo wes, karena didorong sana sini, bismillah meskipun raniat niat tenan, saya yo daftar S2.
Ikut tes dan macem-macem prosedur yang teknis administrasi nya bikin mumet 🤣 Tapi Jogja itu selalu njujug saja. Selalu ada yang membantu. S2 saya lulus mulus 1 tahun 3 bulan. Cumlaude? Aaah itu sudah biasa 😄😁
Lalu, pembimbing S2 saya bilang kalau masih mau sekolah S3 ya segera saja. Karena makin lama aturan di UGM makin ketat dan selektif. Bismillah juga, saya lanjut S3. Meskipun jatuh bangun begini begitu, S3 saya juga lulus dalam 3 tahun 1 bulan. Alhamdulillah ❤
Mungkin kalau saya nggak tinggal di lingkungan kampus, saya nggak yakin akan tergerak kuliah. Pun semangat lulus cepat, nggak akan kuat kalau nggak di sekitaran saya ada banyak orang-orang yang biasa bekerja dengan cepat 💖🙏
Moral storynya, kalau kamu punya cita-cita; pilih lingkungan yang kondusif. Orang-orang yang support. Jangan sekitaran yang justru mengatakan kamu hanya mimpi 🙏
Ari Kinoysan Wulandari