Ritual Saat Pernikahan Orang Jawa

Tulisan ini telah dimuat di nongkrong.co pada hari Sabtu, tanggal 6 Agustus 2022 dengan link berikut.

https://www.nongkrong.co/lifestyle/pr-4314044873/ritual-saat-pernikahan-orang-jawa

NONGKRONG.COM —Prosesi pernikahan orang Jawa cukup memerlukan waktu, tenaga, dan biaya. Ada serangkaian ritual yang harus dilakukan oleh pihak pengantin dan keluarganya demi mengikuti acara ini. Setelah ritual sebelum pernikahan, pada saat prosesi pernikahan pun ada banyak ritual yang harus dilakukan. Berikut ini adalah ritual saat pernikahan orang Jawa.

Bagian A, Akad Nikah atau Janji Pernikahan.

Akad nikah atau janji pernikahan inilah sebenarnya kunci dan inti dari pernikahan. Akad nikah menyatukan lelaki dan perempuan yang semula terpisah menjadi sepasang suami istri. Mereka telah menikah dan membentuk rumah tangga baru.

Pada acara atau ritual ini, janji atau ikrar pernikahan dijalankan sesuai dengan aturan agama masing-masing. Pada saat ritual janji nikah ini harus ada calon pengantin lelaki dan calon pengantin perempuan, pihak yang menikahkan, orang tua pengantin dari kedua belah pihak, wali, saksi, dan tamu undangan.

Pada saat ritual ini, umumnya pakaian pengantin adalah pakaian adat Jawa. Beberapa pengantin memilih yang praktis. Mereka menggunakan pakaian internasional atau pakaian pernikahan yang lebih modern demi kemudahan prosesi.

Bagian B, Panggih.

Seperti sebutannya panggih berarti bertemu. Setelah acara akad nikah atau janji pernikahan, kedua pengantin telah resmi menikah. Mereka akan bertemu dengan orang tua kedua belah pihak dengan menggunakan ritual atau adat Jawa. Dalam ritual ini ada beberapa tahapan, sebagai berikut.

Kesatu, balangan gantal atau membalang sirih yang diikat dengan benang putih. Pengantin laki-laki melempar gantal pada dada pengantin perempuan. Ini merupakan tanda kalau ia telah mendapatkan hati sang pasangan. Sebaliknya pengantin perempuan melemparkan gantal ke arah lutut pengantin laki-laki. Ini sebagai bukti bahwa ia akan patuh dan taat kepada pasangannya.

Kedua, ngidak endhog atau menginjak telur. Telur ayam ditempatkan pada wadah tertentu yang sudah dihiasi dengan daun-daun. Selain itu juga disiapkan tempat air dengan gayungnya. Selanjutnya pengantin lelaki akan menginjak telur ayam tersebut dan pengantin perempuan bertugas membersihkan kaki suaminya.

Prosesi ini menunjukkan tanda bakti seorang istri kepada suaminya. Kalau suaminya melakukan kesalahan, sang istri harus turut serta membersihkan. Tindakan ini juga merupakan simbol kerja sama antara suami dan istri.

Selanjutnya sang suami akan membantu memberdirikan istrinya. Ini sebagai tanda bahwa sang suami menghargai usaha istrinya untuk turut menyokongnya. Saling menghargai dalam rumah tangga akan menghidupkan dan melanggengkan cinta pasangan suami istri.

Ketiga, sinduran. Setelah acara menginjak telur, prosesi berikutnya adalah sinduran yang berarti pengantin mengenakan kain sindur dan kemudian dibimbing oleh dukun manten atau yang mewakili menuju pelaminan. Kedua pengantin berjalan sambil berpegangan tangan.

Kain sindur berwarna putih dengan renda berwarna merah. Warna putih sebagai lambang kesucian cinta. Warna merah sebagai lambang keberanian menghadapi hidup. Kedua pengantin yang berjalan beriringan menuju pelaminan merupakan simbol kesiapan mereka menghadapi kehidupan yang baru.

Keempat, bobot timbang. Setelah sampai di kursi pelaminan, kedua mempelai akan didudukkan di atas pangkuan bapak dari pengantin perempuan. Lalu sang ibu dari pengantin perempuan akan bertanya kepada suaminya, siapa yang lebih berat di antara kedua pengantin laki-laki dan perempuan.

Jawaban dari sang bapak pengantin perempuan harus sama saja. Ini menunjukkan bahwa di dalam rumah tangga, keduanya berkedudukan sama, harus saling menyayangi dan menghargai satu sama lain agar dapat hidup bahagia.

Kelima, minum air degan atau air kelapa muda. Air kelapa muda sering dianggap sebagai air kehidupan. Dengan meminum air kelapa muda dari gelas yang sama untuk satu keluarga, diharapkan kehidupan keluarga pengantin dapat terus lestari sampai akhir zaman.

Pada prosesi ini, bapak dari pengantin perempuan akan menjadi orang pertama yang meminum air kelapa muda. Selanjutnya diteruskan kepada sang ibu, orang tua pengantin lelaki, hingga pada kedua pengantin.

Keenam, kacar kucur. Ini merupakan tindakan dari pengantin laki-laki untuk mengucurkan uang receh dan biji-bijian yang telah ditempatkan pada wadah tertentu kepada pengantin perempuan yang membawa wadah lainnya.

Kacar kucur merupakan simbol bahwa pengantin lelaki siap memberikan nafkah dan bertanggung jawab kepada pengantin perempuan. Sang lelaki bertugas mencari rezeki dan sang perempuan bertanggung jawab untuk mengelolanya dengan baik.

Ketujuh, dulangan atau saling menyuapi. Setelah acara kacar-kucur, pengantin lelaki dan perempuan akan diberikan makanan dalam satu wadah. Mereka harus saling menyuapi atau dulangan sebanyak tiga kali.

Dulangan ini merupakan simbol dan harapan agar kedua pengantin saling mengasihi, saling menghargai, saling menolong dan bekerja sama dalam menjalani kehidupan pernikahan.

Bagian C, Bubak Kawah.

Ini biasanya merupakan acara yang ditunggu-tunggu pada undangan. Karena pada saat ritual ini ada makanan dari gembili, uwi, aneka jajanan pasar, dan kadang diberikan uang —yang semuanya ditempatkan pada satu wadah seperti kendil atau gentong kecil.

Semua makanan tersebut akan diberkati atau didoakan demi keselamatan dan kebahagiaan pengantin bersama keluarga besarnya. Setelah itu, semua isi kendil akan dibagikan kepada tamu undangan yang hadir. Konon sebagian orang Jawa menganggap yang mendapatkan bagian akan ikut serta di kemudian hari merayakan pernikahan putra-putrinya seperti pernikahan yang dihadiri tersebut.

Acara ini ada di dalam pernikahan yang pertama dilakukan. Tidak selalu pernikahan dari anak pertama, tetapi hajatan mantu pertama di keluarga tersebut. Kalau yang menikah lebih dulu anak kedua atau ketiga, maka pada saat anak pertama atau kedua menikah, tidak ada acara bubak kawah.

Bagian D, Tumplak Punjen.

Tumplak punjen adalah acara penutupan pernikahan dari suatu keluarga. Artinya, kalau ada prosesi tumplak punjen ini berarti dalam keluarga tersebut sudah tidak akan mengadakan pernikahan lagi. Seluruh anak dari keluarga itu telah mentas atau menikah.

Tumplak punjen dengan ritual menumpahkan uang dan biji-bijian berarti orang tua telah melepaskan diri dari seluruh tanggung jawabnya. Ia telah menyelesaikan darmanya kepada semua anak-anak yang menjadi tanggung jawabnya.

Bagian E, Sungkeman.

Sungkeman berarti sungkem atau permohonan doa restu dari pengantin lelaki dan perempuan kepada orang tua kedua belah pihak. Ini dilakukan dengan cara berlutut di depan orang tua secara bergantian.

Biasanya acara ini menjadi haru biru dengan berbagai nasihat yang tidak semuanya bisa disampaikan dengan terang. Bagaimanapun kuatnya orang tua, sering kali melepaskan anak menikah bukanlah hal yang mudah, tetapi harus dijalankan sebagai darma orang tua kepada anaknya.

Bagian F, Kirab Pengantin.

Pada prosesi pernikahan adat Jawa yang masih komplit, setelah sungkeman ada acara kirab pengantin. Pengantin lelaki dan pengantin perempuan akan dibawa berkeliling tempat sekitarnya. Kirab pengantin bertujuan untuk memberitahukan kepada khalayak dan masyarakat sekitar, bahwa keduanya telah menikah. Mereka telah menjadi suami istri yang tidak perlu diganggu kalau bersama-sama.

Sementara di dalam pernikahan adat Jawa yang sudah lebih modern, biasanya kirab pengantin ini ditiadakan. Setelah sungkeman, pengantin dan orang tua kedua belah pihak akan berada di pelaminan untuk menerima salam dan ucapan selamat dari para tamu undangan. Mereka akan berada di tempat itu sampai batas waktu yang ditentukan atau sampai seluruh tamu undangan selesai memberikan doa dan ucapan selamat.

Seperti itulah rangkaian ritual saat pernikahan orang Jawa. Banyak sekali ubarampe dan persiapannya. Pernikahan semacam ini memerlukan banyak waktu, tenaga, dan biaya. Oleh karena itu, dalam beberapa pernikahan orang Jawa sering kali kita tidak menemukan semua prosesi tersebut.

Pernikahan orang Jawa masa sekarang lebih sering dipersingkat dengan acara akad nikah atau janji pernikahan dan resepsi sebagai bentuk syukuran serta memberitahukan pada khalayak luas bahwa mereka telah menikah. Apapun pilihannya, tradisi pernikahan di Indonesia memang merupakan tradisi megah. Jadi, perlu kesungguhan kalau ingin membuatnya benar-benar seperti prosesi aslinya.

Catatan:

Dr. Ari Wulandari, S.S., M.A. atau Ari Kinoysan Wulandari adalah peneliti budaya, dan dosen PBSI, FKIP, Universitas PGRI Yogyakarta. Web pribadi: arikinoysan.com

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *