Artikel ini telah dimuat di nongkrong.co pada hari Sabtu, 25 Juni 2022 dengan link berikut ini. https://www.nongkrong.co/lifestyle/pr-4313741367/pitonan-selamatan-bayi-7-bulan-245-hari
Pitonan atau lebih dikenal sebagai tedhak siten merupakan selamatan untuk bayi yang berumur 7 bulan (Jawa) atau 245 hari. Setiap bulan versi orang Jawa dihitung 35 hari atau selapan. Jadi sebutan bayi 7 bulan itu berarti 7 bulan dikalikan selapan yang berarti 245 hari.
Kebiasaan orang Jawa biasanya mengadakan upacara seperti ini tidak persis di hari hitungannya. Kadang-kadang ditunda sehari atau dua hari. Kadang-kadang pula dipaskan pada hari libur, Sabtu atau Minggu. Tujuannya agar tidak mengganggu pekerjaan orang tuanya dan memudahkan kerabat untuk menghadiri acara tedhak siten.
Seperti acara selamatan bayi lainnya, yaitu brokohan, sepasaran, selapanan, maupun telonan, selamatan pitonan ini pada prinsipnya merupakan acara syukuran atas kelahiran bayi. Acara ini merupakan kegiatan untuk memohonkan perlindungan dan keselamatan si bayi kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Acara pitonan atau tedhak siten merupakan selamatan bayi yang mendapatkan perhatian khusus di kalangan orang Jawa. Pada saat ritual tedhak siten, si bayi sudah mulai melangkah atau menjejak di tanah. Tujuan selamatan pitonan ini demi mendapatkan masa depan yang cerah bagi si bayi. Selamatan pitonan merupakan bentuk bimbingan dari orang tua kepada si buah hati. Tradisi tedhak siten sudah ada sejak zaman dulu kala dan diwariskan secara turun temurun.
Tradisi telonan atau tedhak siten ini memerlukan ubarampe lebih banyak daripada selamatan bayi lainnya. Bayi umur 7 bulan sudah bisa melangkah ke bumi dan ini merupakan proses penting. Seorang bayi yang semula harus digendong orang lain, kini sudah bisa mulai melangkah dengan kakinya sendiri.
Itulah sebabnya selamatan ini juga disebut dengan tedhak siten. Tedhak berarti melangkah atau turun. Adapun siten berarti “siti” atau tanah yang berarti tanah atau bumi. Sekurangnya tedhak siten berarti turun ke bumi atau melangkah ke bumi. Tradisi tedhak siten merupakan gambaran kesiapan seorang anak untuk menjemput kehidupan yang sukses di masa depan.
Dalam tradisi orang Jawa, acara tedhak siten biasanya pagi hari dan diadakan di halaman rumah orang tua si bayi. Selamatan ini menggunakan berbagai ubarampe yang menunjukkan kesiapan si bayi menghadapi masa depan. Segala ubarampe yang dipersiapkan untuk acara tedhak siten merupakan simbol permohonan kepada Tuhan agar memberikan perlindungan, keselamatan, dan keberkahan pada hidup si bayi.
Ubarampe untuk kegiatan tedhak siten sangat banyak dengan berbagai ketentuan. Semakin mampu suatu keluarga, biasanya mempersiapkan acara tedhak siten ini semakin komplet dan mewah.
Berikut ini adalah beberapa ubarampe yang harus disiapkan untuk acara tedhak siten.
- Kurungan Ayam.
Kurungan ayam ini terbuat dari bambu untuk mengurung ayam hidup. Kurungan ayam ini biasanya dihiasi semeriah dan semenarik mungkin agar terlihat bagus dan keren. Hiasannya biasanya warna-warni yang sangat cerah dan menggembirakan anak-anak. Di dalamnya biasanya disediakan buku tulis, alat tulis, perhiasan, uang, kain, gunting, dll barang yang bermanfaat.
- Jenang Warna-Warni.
Jenang ini dibuat dari ketan dengan tujuh warna. Biasanya warna yang digunakan adalah merah, putih, kuning, jingga, hijau, biru, dan ungu. Ini sebagai penanda bahwa kehidupan itu beragam warna dari yang terang maupun tidak terang.
- Tangga dan Kursi.
Tangga dan kursi yang dipersiapkan untuk acara tedhak siten ini adalah tangga kursi yang dibuat dari tebu. Tebu ini singkatan antebing kalbu yang berarti kesungguhan tekad si bayi dalam menghadapi kehidupan.
- Ayam Panggang.
Ayam panggang pada bagian ini merupakan ayam panggang yang ditusukkan pada batang tebu. Pada bagian ayam panggang ini di sekitarnya diberi pisang, beraneka barang dan berbagai jenis alat permainan.
- Tumpeng Robyong.
Tumpeng robyong merupakan salah satu jenis tumpeng di Jawa dengan ciri tertentu, yaitu adanya telur, cabai, bawang merah dan terasi yang ditusukkan pada bagian puncaknya. Sementara di bagian bawah tumpeng akan tersedia berbagai lauk pauk, sayur, hingga isian lainnya.
- Bubur.
Bubur dalam hal ini sama dengan bubur untuk selamatan bayi lainnya, yaitu bubur merah dan bubur putih. Kedua bubur merah putih ini melambangkan kehidupan atau kerukunan orang tua si bayi.
- Jadah.
Jadah dalam hal ini juga terdiri dari 7 warna, yaitu merah, putih, kuning, jingga, hijau, biru, dan ungu. Jadah dibuat dari ketan yang melambangkan kekuatan persatuan. Dengan bersatu padu, segala sesuatu yang sulit akan mudah diatasi.
- Buah-buahan.
Biasanya akan disediakan 7 jenis buah-buahan yang populer atau sedang musim di lingkungan orang Jawa. Buah-buahan yang sering disediakan adalah jeruk, apel, pisang, duku, salak, jambu, semangka. Jenis buah-buahan ini bebas sesuai dengan selera penyelenggara.
- Jajanan Pasar.
Jajanan pasar yang disediakan dalam hal ini juga ada 7 macam. Jenisnya bebas tergantung dari masing-masing penyelenggara. Jajanan pasar yang umum disediakan adalah onde-onde, wajik, lemper, pisang goreng, dadar gulung, serabi, dan kue lumpur.
- Udik-udik.
Udik-udik berarti uang kertas atau uang recehan yang disebarkan pas acara tedhak siten. Penyebarnya adalah ayah dan kakek si bayi. Besaran uang untuk udik-udik tergantung kemampuan masing-masing penyelenggara tedhak siten.
- Air
Air yang telah dibiarkan semalam terkena embun dan pagi sudah terkena sinar matahari. Ini menyimbolkan kesabaran untuk mendapatkan sesuatu.
- Ayam Hidup.
Ayam hidup ini dilepaskan pada saat acara dan ada sesi untuk dibiarkan ditangkap oleh tamu undangan. Siapa yang berhasil mendapatkan ayam tersebut, boleh membawanya pulang sebagai sedekah dari orang tua si bayi.
- Bunga Sri Taman.
Bunga untuk memandikan bayi saat acara tedhak siten hampir rampung demi membersihkan segala kotoran dan memiliki aroma yang harum. Bunga sritaman terdiri dari mawar, melati, magnolia, dan kenanga.
- Pakaian Bayi.
Pakaian bayi untuk acara ini harus pakaian bayi yang baru, indah dan sesuai untuk si bayi. Tujuannya agar bayi bergembira dan berbahagia dalam kehidupannya.
Biasanya bayi yang dipitoni akan didandani sebagus atau secantik mungkin untuk dokumentasi dan untuk menyambut tamu-tamu undangan yang datang. Setelah semua ubarampe disiapkan, keluarga si bayi akan berkumpul di tempat upacara. Tamu undangan biasanya ada di sekitarnya atau di tempat yang telah ditentukan.
Acara pitonan biasanya dimulai dengan pembukaan oleh sesepuh yang dipasrahi untuk memimpin acara. Doa pembuka permintaan selamat dan berkah akan dibacakan pada saat ini.
Selanjutnya akan dilakukan ritual berikut ini untuk si bayi.
- Berjalan Pada 7 Warna.
Si bayi akan dipandu untuk berjalan melewati jenang 7 warna; merah, putih, kuning, jingga, hijau, biru, dan ungu. Ritual ini menggambarkan bahwa di masa depan si bayi diharapkan dapat melalui dan mengatasi semua hambatan dalam kehidupannya.
- Menginjak Tangga dari Tebu.
Sesepuh membimbing si bayi untuk menginjak tangga yang terbuat dari tebu jenis “Arjuna” dan selanjutnya dibawa untuk segera turun. Tebu dalam versi orang Jawa merupakan singkatan dari antebing kalbu yang berarti kekuatan hati sebagai pejuang kehidupan.
Dari kegiatan ini menunjukkan pengharapan orang tua kepada anaknya, bahwa kelak di kemudian hari dia akan menjadi pejuang sejati seperti Arjuna. Si anak pun diharapkan dapat menghadapi kehidupan dengan kesatria seperti tokoh Arjuna yang penuh semangat.
- Jalan Di Tumpukan Pasir.
Setelah anak dari tangga tebu kemudian dipandu oleh sesepuh untuk melangkah sebanyak dua langkah dan didudukkan di atas tumpukan pasir yang telah disiapkan. Biasanya si anak akan melakukan eker dengan kedua kakinya, atau bermain pasir. Dalam bahasa Jawa ini disebut dengan ceker-ceker yang berarti anak tersebut dapat bekerja untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
- Masuk ke Kurungan Ayam.
Setelah anak beberapa saat dibiarkan ceker-ceker di pasir, tetua akan membimbing anak masuk ke kurungan ayam yang telah dihias. Di dalam kurungan ayam tersebut, di sudah tersedia beragam barang yang bermanfaat, seperti buku tulis, alat tulis, perhiasan, dll.
Anak akan masuk ke kurungan ayam tersebut dan dibiarkan untuk memilih barang yang menurutnya menarik. Barang-barang yang dipilih si anak dianggap melambangkan pekerjaan yang cocok untuk si anak di masa depan. Misalnya si anak memilih buku tulis, kemungkinan besar dia bekerja di bidang yang berkaitan dengan buku dan pendidikan. Adapun bila si anak memilih kain, mungkin dia akan bekerja di dunia pertekstilan atau fashion, dan seterusnya.
Acara ini merupakan simbol profesi atau pekerjaan yang akan menjadi pilihan si bayi di masa depan. Kurungan ayam menunjukkan bahwa pekerjaan yang telah dipilih dengan baik, akan menghasilkan pendapatan yang baik, dan harus dijaga dengan baik-baik pula.
- Menyebarkan Udik-udik.
Pada saat anak dibiarkan berada di dalam kurungan ayam, pihak ayah dan kakek si anak menyebarkan uang, baik yang berupa uang kertas maupun uang receh yang biasa disebut dengan “udik-udik”. Uang ini boleh dan bebas diambil oleh para tamu undangan. Makna dari penyebaran udik-udik ini bahwa si anak setelah mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang memadai, dia harus bersikap dermawan. Mau membagikan sebagian kekayaannya kepada orang lain yang membutuhkan.
- Memandikan Bayi dengan Bunga Sritaman.
Setelah anak masuk ke kurungan ayam dan sudah memilih barang tertentu, ia harus dikeluarkan dari kurungan dan dimandikan. Pada saat memandikan bayi ini, disediakan air dengan bunga sritaman. Bunga sritaman terdiri dari mawar, melati, magnolia, dan kenanga. Tujuan memandikan bayi dengan bunga sritaman ini untuk menunjukkan harapan bahwa si bayi kelak akan mengharumkan nama dirinya, keluarga, bangsa, dan negaranya dengan tindakan-tindakan yang baik.
- Memakaikan Pakaian Baru.
Setelah semua ritual selesai, si bayi segera dipakaikan baju yang bagus dan indah. Baju ini harus yang indah dan baru. Hal ini menggambarkan bahwa si bayi siap menghadapi kehidupan yang baru dengan baik dan makmur.
Itulah selamatan pitonan atau tedhak siten di kalangan orang Jawa. Biaya selamatan tedhak siten ini cukup besar. Oleh karena itu tidak semua orang Jawa mengadakan acara ini. Mereka tetap mengadakan selamatan, tetapi dengan sederhana. Mereka mengadakan kenduri dan membagikan sego berkat kepada kerabat dan tetangga dekat.
Catatan:
Penulis adalah peneliti budaya Jawa dan dosen PBSI, FKIP, Universitas PGRI Yogyakarta. Web pribadi: arikinoysan.com