Terus Belajar

Semangat yang saya bawa dalam keseharian adalah “terus belajar”. Dengan demikian, saya tetap merasa ringan hati kalau ada sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan. Penerimaan diri pada proses belajar itu membuat saya tidak berambisi untuk jadi sempurna dalam mengerjakan sesuatu.

Setiap tindakan atau langkah sesuatu saya ikuti sebaik mungkin, tetapi dalam penentuan hasilnya saya tidak lagi merasa perlu terlibat. Proses kerja kita akan menunjukkan hasilnya. Kalau selama prosesnya, kita mengerjakan dengan sungguh-sungguh, maka hasilnya pun akan terbaik. Sebaliknya kalau kita asal-asalan pada prosesnya, maka hasilnya pun tidak akan memberikan versi terbaiknya.

Proses kinerja kreatif saya dan pengaturannya dapat anda baca di buku Manajemen Penulisan Kreatif ini. Pemesanan buku bisa langsung wa.me/6281380001149

Lepas lebaran kemarin, sebagian kerja sudah mulai dari kantor dengan sistem tatap muka sehari penuh. Manajer saya mengatakan kalau dengan perubahan itu, saya tidak mungkin merampungkan buku untuk penerbitan buku sistem reguler. Saya pun mengerti,

Saya rasa tidak ada masalah. Selama pandemi sampai sebelum lebaran itu, hampir keseluruhan waktu kerja saya untuk merampungkan buku-buku reguler yang tertunda. Artinya, naskah “stok” untuk terbit masih cukup banyak. Kecuali kalau penerbit tiba-tiba juga melakukan perubahan dengan mempercepat publikasinya, bisa saja stok naskah saya habis.

Lalu saya bertanya apa yang harus saya kerjakan di luar gaweyan yang sudah ada. Dia mengatakan ada beberapa penulisan artikel pendek-pendek yang cukup banyak. Saya menyanggupi. Itu hal yang ringan untuk saya kerjakan. Karena bahasannya artikel, saya jadi ingat janji pada kawan untuk menulis artikel pada medianya.

Saya pun memeriksa medianya dan ketemu model penulisannya. Saya mendiskusikan beberapa hal. Akhirnya ya sudah, saya sepakat untuk menulis satu artikel harian setiap minggu. Kalau di media penabicara.com ini saya tinggal menulis dan orang mereka yang mengurus kruncilannya sampai publish. Salah satu tulisan saya dapat dibaca di link ini: https://www.penabicara.com/ruang-ngopi/pr-2063422118/kebangkitan-nasional-bebas-dari-utang?fbclid=IwAR0KpLlqIWV0hFiUKFNk98Wp7SnHK3aQqYw0XBLIRppvB2eRnl7VgIFM0Ig

Setelah hampir sebulanan, ritme waktu saya mulai terbaca. Beberapa waktu masih selow, dan saya memiliki bank naskah berkaitan dengan budaya. Saya bertanya pada manajer apakah ada klien yang memerlukan naskah seperti itu. Jawabannya sementara belum. Saya pun membiarkannya.

Lalu saya ketemu media nongkrong.co yang ada bahasan budayanya. Segera saya mencari tahu siapa pemred atau penanggung jawabnya. Begitu contact, saya menanyakan apakah saya bisa bergabung dengan menulis artikel seminggu sekali. Wah, tanggapannya cepat dan memberikan kesempatan penuh pada saya.

Salah satu artikel saya dapat dibaca di link ini: https://www.nongkrong.co/lifestyle/pr-4313426523/tamba-teka-lara-lunga-obat-datang-sakit-pun-pergi

Saya mendapatkan form yang harus saya isi dengan banyak hal berkaitan data diri, mulai dari nama, nik, no rek, npwp, foto, dll persyaratan. Saya “semoyo” karena tahu bahwa ngisi hal begitu kudu waktu tenang dan hati-hati. Saya memforward link ke manajer, dan dijawab kudu saya isi sendiri karena ada foto selfie.

Saya pun menunda beberapa waktu. Biyu… biyu…, pemrednya seperti khawatir kalau saya membatalkan rencana. Beliau meminta saya mengirim data saja biar diisikan oleh anak buahnya. Saya bilang nanti saya isi dulu. Saya langsung mengirimkan materi artikel lebih dulu, biar beliau tenang.

Setelah itu, pas sempat saya mulai mempelajari tutorialnya. Ya ampun, bikin isian untuk ID saja, nggak segampang yang saya pikir. Beberapa kali tertolak karena format tidak sesuai. Ya saya belajar lagi, sampai akhirnya bisa dan memiliki ID yang dapat saya gunakan untuk akses penulis.

Setelah itu, masalah belum usai. Memproses hasil penulisan untuk publish, saya pun bolak-balik salah dan tidak sesuai. Berulang saya harus tanya, iki piye, habis itu bagaimana, kenapa ini muncul dua kali, kenapa itu didelete tetap masih ada, dll.

Ya ampun, kalau saya nggak punya semangat terus belajar, mungkin saya sudah jengkel. Tapi saya hanya tersenyum saja, menerima itu bagian dari proses pembelajaran saya. Dan begitu bisa dengan lebih baik, sekurangnya sesuai standar, saya pun gembira 🙂

Semangat terus belajar itulah yang menjadikan saya ringan hati terhadap hal-hal baru. Seberapapun orang mengatakan “ahli” pada saya untuk penulisan kreatif, saya selalu memandang bahwa selalu ada hal baru yang saya “tidak ahli”. Dan ini menjadi ringan untuk saya belajar, ketika saya menyadari ketidakahlian saya itu. Semangat untuk terus belajar itu mungkin juga yang menjadikan saya selalu “muda” karena saya tidak khawatir dengan tantangan pembelajaran. Jiwa pembelajar adalah jiwa muda. Kalau anda memutuskan untuk berhenti belajar dalam kehidupan ini, saat itulah anda menjadi tua.

Ari Kinoysan Wulandari

#kinoysanstory #artikelmedia #belajar #semangat #ariwulandari #arikinoysanwulandari #mediaonline

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *