Literasi Digital versi Ibu-ibu Pedagang Online

Tulisan ini dimuat di penabicara.com hari Kamis, 28 April 2022 dengan link berikut

https://www.penabicara.com/ruang-ngopi/pr-2063317051/literasi-digital-versi-ibu-ibu-pedagang-online?fbclid=IwAR2c-sOIDgDZaVL0A_anicOk7uq9uwr2Tql2rV47dIw8SlkM1UcRlxonn_I

Sejak Pemerintah merilis pengumuman pandemi awal Maret 2020 yang lalu, kita sudah menjalani masa pandemi selama tiga tahun berjalan. Adanya kebijakan untuk melakukan segala sesuatu dari rumah; baik kerja, sekolah, kuliah, dll aktivitas —secara tidak langsung telah mengubah perilaku bangsa Indonesia secara umum. Kalau sebelumnya semua hal harus offline atau dilakukan dengan tatap muka, semenjak pandemi semua menjadi “harus bisa online atau dilakukan dengan cara tidak langsung.

Pandemi telah menjadikan sosial media (sosmed) kita mengalami perubahan fungsi yang sangat drastis. Sebelumnya, sosmed memang sudah tidak dapat dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari. Seluruh warga Indonesia, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, orang tua, lelaki atau perempuan; semua menggunakan sosmed. Akibatnya kebutuhan alat pendukung penggunaan sosmed pun meningkat. Mulai dari HP terintegrasi sosmed, laptop, tablet, kuota internet, server yang baik, hingga urusan sinyal yang memadai. Sosmed dalam beragam bentuk, mulai dari Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, Tiktok, dll platform digital yang bisa diakses secara bebas, telah menyihir kehidupan warga negeri +62 secara umum.

Pandemi dengan kewajiban beraktivitas dari rumah, telah menjadikan orang-orang yang semula tidak pernah mengulik internet, sekarang pun mulai menilikinya. Mereka ingin turut serta numpang eksis agar tidak ketinggalan zaman. Di Indonesia, sosmed yang semula menjadi ruang saling sapa telah berubah peran menjadi beragam fungsi —dari yang bersifat nonkomersial menjadi komersial.

Sekurangnya, saya melihat bahwa sosmed di Indonesia memiliki lima fungsi, yaitu (1) sekedar bersapa hai dengan kawan dan kerabat —biasanya postingannya kalem dan tidak terlalu banyak frekuensi kemunculannya, (2) memajang karya kreatif —umumnya isinya berupa karya-karya yang dihasilkan, tidak selalu ada proses jual beli, tetapi lebih sering sebagai iklan versi halus, (3) untuk berdagang —bagi mereka yang menggunakan sosmed sebagai sarana berdagang (bukan marketplace), mereka secara sadar memposting dagangan termasuk interaksi dan tata cara transaksi jual belinya, (4) bersosmed hanya untuk ikut-ikutan —ini biasanya punya banyak akun sosmed, tapi nyaris semuanya tidak terurus, (5) hal lain-lain —ini bisa sebaran hoax, informasi dengan tema-tema tertentu, provokasi, dll.

Sosmed di Indonesia tidak dikontrol oleh pemerintah. Negara tidak mengurusi postingan apapun di sosmed. Setiap pengguna sosmed bebas posting apa saja, kapan saja, dari mana saja, di mana saja, modelnya seperti apa, dan untuk kepentingan apa. Namun pada beberapa kasus yang sangat krusial dan mengganggu, seperti fitnahan, pencemaran nama baik, adu domba, ujaran kebencian atau hate speech —dalam beberapa kasus sudah melalui proses jalur hukum.

Artinya, kebebasan bersosmed itu bukanlah kebebasan yang bablas sebebasnya tanpa aturan. Sebagai pengguna sosmed, sebebas apapun postingan anda, sebaiknya tidak menyalahi aturan umum yang berlaku. Tentu saja kalau anda tidak ingin terjerat kasus-kasus yang tidak menyenangkan gegara postingan di sosmed.

Salah satu fungsi medsos yang sangat menarik perhatian saya, adalah penggunaan medsos bukan marketplace untuk jual beli. Produk dagangannya dapat dikatakan hampir semua produk kebutuhan hidup. Mulai dari yang remeh-temeh semacam minyak gosok hingga barang bernilai milyaran seperti rumah dan mobil mewah. Pelakunya pun beragam, dari remaja sampai orang tua, bisa lelaki atau perempuan.

Berdasarkan pengamatan saya sebagai pengguna sosmed —pelaku pedagang online mayoritas adalah perempuan, terutama ibu-ibu. Secara prinsip ibu-ibu ini memiliki aktivitas lain, tetapi juga menggunakan sosmed untuk berdagang atau berjualan.

Saya pribadi sebagai penulis yang memanfaatkan sosmed untuk berbagai hal yang berkaitan —seperti memposting karya-karya terbaru, berbagi tips penulisan, informasi webinar dan kelas-kelas penulisan, bahasan buku dan film, jual beli buku, kadang-kadang juga curhat atau tanggapan terhadap suatu hal; saya tahu ada banyak perempuan lain yang memanfaatkan sosmed untuk sarana seperti ini. Sosmed seolah menggambarkan kegiatan atau aktivitas sehari-hari para penggunanya.

Dalam pandangan manajemen, hal yang beraneka macam seperti yang saya lakukan dan ratusan ribu atau mungkin jutaan ibu-ibu pengguna sosmed di Indonesia bisa jadi kurang pas, tidak benar, tidak sesuai, dan tidak menghasilkan keuntungan maksimal. Namun benarkah demikian? Apakah ini menjadi suatu yang salah dalam penggunaan sosmed?

Jawabannya jelas tidak. Ini bukan sesuatu yang salah. Pandemi telah mengubah potret ibu-ibu ini menjadi lebih berdaya. Mereka yang suaminya atau bahkan dirinya sendiri terkena dampak PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) selama pandemi, telah mengubah wajahnya menjadi perempuan-perempuan tangguh Indonesia. Mereka memberdayakan kemampuan atau keterampilannya menghasilkan produk, lalu berjualan di sosmed.

Dari sana, mereka mendapatkan penghasilan demi mempertahankan keberlangsungan hidup dirinya dan keluarganya. Apakah berhasil? Secara umum saya akan mengatakan berhasil. Karena semenjak pandemi, kalaupun banyak korban meninggal akabat virus C-19 —nyaris tidak terdengar korban meninggal karena kelaparan. Artinya, baik secara individu atau kolektif, masyarakat Indonesia tidak pada kondisi rawan ekonomi.

Hal ini justru mengingatkan kita akan adanya suatu potensi yang luar biasa dari perempuan —terutama ibu-ibu pedagang online yang membuka ruang baru dalam dunia literasi digital. Keinginan mereka untuk memperkenalkan produk dan menjualnya sebanyak mungkin, telah membuat mereka ini sekurangnya mau belajar beberapa hal mendasar sebelum mem-posting produk mereka di sosmed.

Keterampilan dasar yang harus dikuasai seorang ibu-ibu pedagang online, adalah prinsip-prinsip copywriting atau bahasa gampangnya adalah bahasa iklan. Ya, copywriting adalah teknik praktis mengiklankan suatu produk, sehingga menarik perhatian calon pembeli untuk menggunakan dan membelinya. Dengan demikian, tujuan ibu-ibu pedagang online mem-posting dagangan di sosmed dapat berakhir pada closing atau penjualan. Inilah yang akan menambah omzet dan penghasilannya.

Teori dan teknik copywriting sangat beragam dan komplek. Keterampilan dasar copywriting meliputi sekurangnya sepuluh aspek penting, yaitu (1) identifikasi produk dengan detail, (2) membuat foto produk yang menarik, (3) menentukan sasaran atau target pasar, (4) membuat caption atau headline postingan, (5) cara menawarkan, (6) penggunaan storytelling, (7) closing atau mendapatkan penjualan, (8) menjawab komentar dengan baik dan cepat, (9) memperhatikan kompetitor, dan (10) monev atau monitoring dan evaluasi.

Pertama, identifikasi produk. Yach, ibu-ibu pedagang online di sosmed kudu sadar, produk yang dijual itu apa. Mereka perlu menjelaskan, mendeskripsikan produknya sebaik mungkin, sedetail mungkin dengan prinsip 5W + 1H (what, who, when, where, why, dan how) yang berarti penjelasan dari apa produk tersebut, siapa penggunanya, kapan bisa digunakan, di mana tempat penggunaannya, mengapa perlu menggunakan produk tersebut, dan bagaimana cara menggunakan. Termasuk menerangkan harga dan cara transaksinya. Identifikasi produk ini akan memberikan informasi yang detail bagi calon pelanggannya.

Kedua, membuat foto produk yang menarik. Tidak dapat dipungkiri bahwa gambar produk yang menarik, akan mendorong calon pembeli untuk mengklik postingan kita. Jadi ibu-ibu pedagang online di sosmed kudu belajar prinsip dasar teknik fotografi yang baik. Ketiga, menentukan sasaran atau target pasar. Yach ini penting. Dengan mengenali target pasar yang tepat, ibu-ibu pedagang online bisa memilih foto dan gaya bahasa yang tepat, sehingga pas di hati audiensnya.

Keempat, membuat caption atau headline postingan. Ini semacam judul yang kudu menarik perhatian, menimbulkan rasa penasaran, sehingga calon pembeli mampir ke postingan kita dan membeli produk. Berikutnya yang kelima, cara menawarkan. Tidak pernah ada aturan baku dalam menawarkan produk di sosmed. Ada banyak ibu yang menggunakan teknik atau gaya iklan pribadinya untuk menggaet pembeli. Ibu-ibu pedagang online kudu menemukan teknik yang pas untuk dirinya sendiri. Tidak bisa copypaste dari orang lain.

Selanjutnya yang keenam, penggunaan storytelling. Teknik bercerita untuk berdagang sudah jamak dilakukan. Dengan cerita, orang atau calon pembeli lebih mudah menerima dan mengidentifikasi produk tersebut cocok atau tidak untuk dirinya. Terlebih kalau ceritanya berdasarkan kisah nyata penggunaan dan manfaat produk, biasanya perhatian audiens cukup besar. Yang ketujuh, closing atau mendapatkan penjualan. Tujuan utama dari copywriting adalah penjualan. Emak-emak pedagang online kudu memperhatikan cara closing, sehingga orang mau membeli, membayar produk kita, demi meningkatkan omzet penjualan.

Berikutnya yang kedelapan, menjawab komentar dengan baik dan cepat. Karena format iklannya di sosmed yang bersifat pribadi bukan marketplace, ibu-ibu pedagang online kudu cepat tangkas merespon komentar. Terlebih bila komentar tersebut berkaitan dengan produk yang dijual. Komentar dan respon yang baik sering membuka penjualan yang besar.

Kesembilan, memperhatikan kompetitor. Berdagang pasti tidak lepas dari persaingan. Ada baiknya para ibu pedagang online tidak membabi buta. Perhatikan kompetitor, tapi jangan merusuh. Jangan merusak pasaran orang dengan komentar agar orang membeli produk kita (yang setipe tetapi harganya lebih murah). Itu kurang sopan. Lebih baik fokus pada kelebihan produk dan melayani pelanggan dengan baik.

Terakhir yang kesepuluh, monev atau monitoring dan evaluasi. Namanya juga berdagang —tujuannya menjual, mendapatkan omzet, meraih keuntungan. Bukan kegiatan iseng-iseng berhadiah. Ibu-ibu pedagang online tetap perlu melakukan monev secara mandiri. Postingan seperti apa yang menghasilkan banyak respon dan penjualan, bagian mana yang tidak. Kemudian dari waktu ke waktu, apakah penjualan efektif menggunakan copywriting gaya tertentu ataukah perlu beralih cara, dll.

Semuanya itu merupakan keterampilan yang berbasis pada literasi digital. Seorang ibu pedagang online yang baik dan ingin sukses, sekurangnya telah turut serta berpartisipasi mentradisikan literasi digital. Mereka ini jumlahnya sangat banyak. Rasanya, hampir setiap ibu yang saya kenal, pasti pernah jualan online menggunakan sosmednya. Entah itu jualan produk yang dibuat sendiri, sebagai reseller, maupun sebagai dropshipper.

Aktivitas ibu-ibu pedagang online ini telah mewarnai dunia literasi digital Indonesia dengan lebih beragam sejak masa pandemi hingga sekarang. Keberadaan mereka ini kalau diberdayakan secara maksimal, akan menjadi kekuatan literasi digital yang besar. Selain itu, mereka juga bisa turut serta mensejahterakan diri dan keluarganya melalui perdagangan online yang mudah, bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, di mana saja, dengan beragam sosmed yang sesuai.

Apakah anda juga ibu-ibu pedagang online? Kiranya perlu menambah keterampilan menulis dan mengikuti bahasan copywriting demi kesuksesan penjualan produk anda. Karena saya yakin, tujuan anda berjualan pasti meningkatkan omzet penjualan. Dengan metode copywriting yang tepat, tujuan itu pasti lebih mudah tercapai.

#artikelmedia #ngopi #ariwulandari #penabicara #mediaonline #publikasimedia #literasidigital

Ari Kinoysan Wulandari

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *